Anda di halaman 1dari 3

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Skizofrenia terjadi pada 1% populasi, yang mempengaruhi populasi pria dan
wanita secara merata (Chiang, Natarajan, & Fan, 2016). Menurut data World Health
Organization (WHO) pada ta enderita skizofrenia
(James et al., 20 hingga 60% pasien
memiliki gejala n at terjadi kapan saja
selama perjalanan ga 90% pasien yang
mengalami episo miliki gejala negatif
yang signifikan s & Schooler, 2020).
Lebih dari 50% p ala negatif, dan lebih
dari 40% mender gan rawat inap yang
lebih sering dan pasien rawat jalan
memiliki gejala 48%) yang dihitung
berdasarkan skor l & Schooler, 2020).
Skizofren gejala positif, gejala
negatif, serta gej bat namun progresif
(Mccutcheon, Marques, & Howes, 2019). Pasien biasanya mengalami remisi gejala
positif dalam beberapa bulan pertama pengobatan, namun hasil jangka panjangnya
buruk, karena 80% pasien mengalami kekambuhan dalam 5 tahun. Selain itu, gejala negatif
sebagian besar tidak responsif terhadap pengobatan antipsikotik (Firth et al., 2017). Gejala
negatif merupakan salah satu disabilitas utama pada skizofrenia. Perbaikan gejala negatif
merupakan tantangan penting untuk populasi pasien skizofrenia (Krivoy et al., 2017).
Banyak faktor yang berperan atas terjadinya skizofrenia seperti faktor genetik
dan lingkungan (Zhu et al., 2020), termasuk malnutrisi ibu terutama pada trimester pertama
yaitu malnutrisi vitamin dan mineral seperti vitamin B, vitamin D, dan zinc
(Sheikhmoonesi et al., 2016). Beberapa penelitian menunjukkan adanya korelasi antara
rendahnya tingkat vitamin D di masa awal kehidupan dengan terjadinya skizofrenia
commit to user
(Coentre & Canelas, 2019). Korelasi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

antara skizofrenia dan tingkat vitamin D yang rendah selama periode prenatal dan masa
kanak-kanak juga telah dibuktikan (Bulut et al., 2016). Vitamin D terlibat dalam
berbagai proses otak termasuk perkembangan saraf, ekspresi neurotransmiter, neurotrofik
dan regulasi faktor pertumbuhan seperti faktor pertumbuhan neuron, sinaptogenesis,
dan pertumbuhan luar neuronal, yang semuanya dianggap efektif dalam patogenesis
skizofrenia (Sheikhmoonesi et al., 2016).
Pada studi meta-analisis menunjukkan bahwa pasien skizofrenia memiliki tingkat
vitamin D yang le atri lainnya (Chiang,
Natarajan, & Fan mengalami defisiensi
vitamin D (Akinl dak sehat yaitu pola
diet tidak sehat y ga menarik diri dari
lingkungan (socia uar ruangan sehingga
kurang mendapa yebabkan defisiensi
vitamin D (Okas 92,5% pada pasien
skizofrenia fase a gejala pada penderita
skizofrenia (Yoo r serum vitamin D
skizofrenia episod ofrenia episode akut
memiliki kadar se n 2019).
Sebuah p mi episode psikotik
pertama, ditemuk katan gejala negatif.
Studi lain mengidentifikasi korelasi negatif antara tingkat vitamin D pada orang
yang didiagnosis dengan skizofrenia dan skor PANSS (Bulut et al., 2016). Kadar vitamin
D yang rendah terkait dengan keparahan gejala negatif pada orang dewasa muda dengan
skizofrenia (Boerman, 2016). Dalam studi kecil lainnya pada pasien episode pertama,
gejala negatif berkorelasi dengan kadar vitamin D yang lebih rendah (Graham et al., 2015).

B. Rumusan Masalah
Apakah vitamin D sebagai terapi adjuvant berpengaruh terhadap skor PANSS pada pasien
skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Surakarta?

C. Tujuan Penelitian
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Untuk menganalisis bagaimana pengaruh vitamin D sebagai terapi adjuvant terhadap


skor PANSS pada pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin
Surakarta.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a) Menambah pengetahuan tentang pengaruh vitamin D sebagai terapi adjuvant
dalam membantu memperbaiki skor PANSS pada pasien skizofrenia.
b) Landasa
2. Manfaat Prak
a) Menamb pengaruh vitamin D
sebagai PANSS pada pasien
skizofren
b) Dapat d uk penatalaksanaan
pada pas

commit to user

Anda mungkin juga menyukai