Anda di halaman 1dari 49

KEPANITERAAN KLINIK NERS

DEPARTEMEN KEPERAWATAN JIWA


SUB STASE PSIKIATRI

Journal Reading
13-Juni-2020

WAHAM

Disusun Oleh:

NIDA YANTI
N201901062

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN NERS


STIKES MANDALA WALUYA
KENDARI
2020
PENERAPAN STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN JIWA NERS
UNTUK MENURUNKAN INTENSITAS WAHAM PASIEN
SKIZOFRENIA
Fallon Victoryna1*, Ice
Yulia Wardani1, Fauziah2
1Program Studi Profesi Ners, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia, Pondok Cina, Kecamatan Beji, Kota Depok, Jawa Barat,
Indonesia 16424
2Rumah Sakit Dr. Marzoeki Mahdi Bogor, Jl. DR. Sumeru No.114,
Menteng, Kec. Bogor Bar., Kota Bogor, Jawa Barat, Indonesia 16111
*fallonvict
oryna@ya
hoo.co.id
ABSTRAK

Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang kompleks. Gejala yang paling


sering ditemui adalah waham. Waham dialami oleh 60% penderita
skizofrenia dengan intensitas yang lebih berat dibandingkan dengan
gangguan jiwa yang lain. Pasien waham memiliki kecenderungan untuk
memunculkan reaksi agresif karena adanya upaya konfrontasi dari
lingkungan terkait pemikiran dan keyakinannya yang tidak realistis.
Kecenderungan tersebut merupakan efek dari besarnya intensitas waham
yang dialami pasien. Salah satu cara untuk mengontrol perilaku agresif
tersebut adalah melalui latihan deeskalasi. Penanganan yang komprehensif
perlu diberikan berdasarkan standar asuhan keperawatan (SAK) jiwa dan
pemberian latihan deeskalasi secara adekuat pada pasien dengan
gangguan proses pikir waham. Penulisan karya ilmiah akhir ners ini
bertujuan untuk menggambarkan penerapan asuhan keperawatan jiwa
ners dan latihan deeskalasi terhadap agresifitas pasien untuk menurunkan
intensitas waham. Metode yang dilakukan adalah berupa analisis kasus
pada pasien yang dirawat di RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor, dengan
diagnosis keperawatan gangguan proses pikir waham kebesaran. Hasil dari
pemberian intervensi selama 8 hari adalah pasien mengalami penurunan
intensitas waham dari skor 16 dengan kategori berat menjadi skor 11
dengan kategori sedang. Kesimpulannya terdapat penurunan intensitas
waham dengan menerapkan standar asuhan keperawatan jiwa ners dan
latihan deeskalasi terhadap agresifitas pada pasien skizofrenia.

Kata kunci: deeskalasi, skizofrenia, standar


asuhan keperawatan, waham

APPLICATION OFPSYCHIATRIC NURSING CARE STANDARDS TO


REDUCE THE INTENSITY OF DELUTION SCHIZOPHRENIA

ABSTRACT

Schizophrenia is a complex mental disorder. The most common symptom is


delusions. Estimated 60% of schizophrenics have more severe intensity
compared to other mental disorders with the same diagnose. Patients with
delusions tend to elicit aggressive reactions because of attempts at
confrontation from the environment related to unrealistic thoughts and
beliefs. The tendency is the effect of the amount of delusions experienced by
patients. One way to control aggressive behavior is through de-escalation
exercises. Comprehensive treatment needs to be given based on
psychiatric nursing care standards and the provision of adequate de-
escalation exercises to patients with delusional thought processes. The
writing of this final scientific work aims to illustrate the application of
nursing care and de-escalation exercises to the aggressiveness of patients to
reduce the intensity of delusions. The method used is a case analysis in
patients treated at Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor, with a nursing diagnosis
of oversized thought processes. The result of giving generalist therapy for 8
days is that the patient experienced a decrease in delusions intensity from a
score of 16 with a severe category to a score of 11 with a moderate category.
In conclusion, there is a decrease in the intensity of delusions by applying
psychiatric nursing care standards and de-escalation training on
aggressiveness in schizophrenic patients.

Keywords: de-escalation, delution,


psychiatricnursing care, schizophrenia
PENDAHULUAN kekambuhan waham atau memiliki
Masalah kesehatan jiwa menjadi waham yang menetap dengan intensitas
ancaman yang sangat berat karena waham yang lebih berat dibandingkan
adanya perbedaan perspektif terutama dengan gangguan jiwa yang lain.
dalam konteks kesehatan. Meskipun setelah melewati fase akut,
Banyak orang yang masih menganggap kerentanan skizofrenia yang mengalami
masalah kesehatan jiwa bukan sebagai waham dapat terjadi secara menetap
penyakit, padahal kesehatan jiwa sama selama beberapa tahun (Harrow., Mac,
halnya dengan kesehatan fisik, jika Donald., Angus., et al, 1995).
tidak diatasi gangguan kejiwaan dapat
mengancam kehidupan seseorang. Waham adalah keyakinan yang salah
Menurut Our World in data of mental yang didasarkan oleh kesimpulan yang
health pada tahun 2017 diperkirakan salah tentang realita eksternal dan
terdapat 970 juta orang di seluruh dunia dipertahankan dengan kuat (Keliat, B.
mengalami gangguan jiwa, jumlah A., Hamid, A. Y. S., Putri, Y. S. E., Daulima,
terbesar dengan masalah kecemasan N. H. C., dkk, 2019). Waham merupakan
sekitar gangguan dimana penderitanya memiliki
3,76%, depresi 3,44%, bipolar 0,6%, dan rasa realita yang berkurang atau
skizofrenia 0,25% (Ritchie, Roser, 2019). terdistorsi dan tidak dapat membedakan
Di Indonesia, data Riskesdas (2018) yang nyata dan yang tidak nyata
menunjukkan prevalensi rumah tangga (Videbeck, 2011). Pemberian intervensi
dengan ART gangguan jiwa keperawatan jiwa pada pasien dengan
skizofrenia/psikosis sebesar waham berfokus pada orientasi realita,
7/1000 dengan cakupan pengobatan menstabilkan proses pikir, dan
84,9%. Sementara itu, prevalensi keamanan (Townsend, 2015).
gangguan mental Dalam beberapa penelitian
emosional pada penduduk berumur >15 dijelaskan bahwa orientasi realita dapat
tahun sebesar 9,8%. Angka jni
meningkat meningkatkan fungsi perilaku. Pasien
dibandingkan tahun 2013 yaitu sebesar perlu dikembalikan pada realita bahwa
6% (Kemkes RI, 2019). hal-hal yang dikemukakan tidak
berdasarkan fakta dan belum dapat
Salah satu gangguan jiwa berat yang diterima orang lain dengan tidak
paling banyak terjadi adalah skizofrenia. mendukung ataupun membantah waham
Skizofrenia merupakan gangguan jiwa (Keliat, Hamid, Putri, Daulima, 2019;
yang kompleks, karena penyakit ini Patton, 2006). Tidak jarang dalam proses
mempengaruhi esensi identitas otak dan ini pasien mendapatkan konfrontasi dari
fungsi paling kompleks yang dimediasi lingkungan terkait pemikiran dan
oleh otak (Weinberger & Harrison, keyakinannya yang tidak realistis
2011). Townsend (2015), menjelaskan (Dudley
bahwa skizofrenia adalah gangguan & John, 1997). Hal tersebut akan memicu
neurobiologis agresifitas pasien waham. Reaksi
yang dapat mengakibatkan agresif ini
seseorang merupakan efek dari besarnya
mengalami gangguan kognitif, persepsi, intensitas waham yang dialami pasien.
emosi, perilaku dan sosialisasi. Haddock (1999)
Perjalanan penyakit dalam Erawati, Keliat, dan Daulima
skizofrenia sangat heterogen. Pada (2014), menjelaskan intensitas waham
fase akut, dimanifestasikan melalui respon
gejala positif lebih dominan menonjol. kognitif,
Gejala yang paling sering ditemui itu afektif dan perilaku. Respon kognitif
adalah waham. Hasil penelitian terkait dengan frekuensi pasien
menunjukkan lebih dari 60% penderita berfikir tentang
waham, waktu dalam memikirkan
skizofrenia sering mengalami waham, dan tingkat keyakinan terhadap
waham. Respon afektif meliputi jumlah
respon berupa perasaan
ketidaknyamanan dari pemikiran
waham dan intensitas dari respon
tersebut. Respon perilaku
berupa gangguan dalam kehidupan
akibat dari pemikiran waham tersebut
(Erawati, 2013; Shives, 2012).Salah
satu cara untuk
mengontrol perilaku agresif dari pasien
waham yaitu melampiaskan
kemaraham dengan aman
melalui latihan deeskalasi secara
verbal maupun tertulis (Hallett &
Dickens, 2017).

Teknik deeskalasi merupakan intervensi


non- spesifik yang direkomendasikan
untuk pengelolaan kekerasan dan agresi
dalam kesehatan jiwa. Teknik ini
mengembangkan teknik psikososial
disaat perilaku pasien dalam keadaan
yang tidak tenang, dan mengembalikan
pasien menjadi lebih tenang atau
memberikan umpan balik dengan
harapan pasien kembali menjadi
individu yang tenang (Price, Baker, Bee,
& Lovell, 2015). Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Indrono, W.,
Caturini (2012), yaitu implementasi
teknik deeskalasi pada pasien dengan
perilaku kekerasan memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap
kontrol emosi dan penurunan respon
marah. Penelitian lain, menyebutkan
metode ini dapat dijadikan sebagai salah
satu sarana katarsis dan media
keperawatan (SAK) jiwa dan penerapan skoring berada dalam rentang skor
latihan deeskalasi terhadap agresifitas antara 0-24 dengan kategori: intensitas
pasien dengan gangguan proses pikir ringan (skor 0-6), intensitas sedang
(skor 7-12), intensitas berat
waham. Tindakan keperawatan yang (skor 13-18), intensitas sangat berat
diberikan dengan adekuat dapat (skor 19-
meningkatkan kemampuan kognitif, 24). Hasil skoring bernilai baik jika
psikomotor dan afektif pasien secara semakin menurun nilai yang
lebih baik, sehingga diharapkan diperoleh yang berarti
semakin menurun intensitas waham
intensitas waham yang dialami pasien yang
dapat menurun. Berdasarkan hal muncul pada
tersebut, maka penulis tertarik untuk pasien.
memberikan intervensi asuhan
keperawatan ners dan latihan deeskalasi Adapun ilustri kasus pada penelitan ini
pada pasien skizofrenia untuk sebagai berikut: Ny. E yang berusia
mengetahui sejauh mana pengaruhnya 40tahun. Pada tanggal 22 Oktober 2019
terhadap penurunan intensitas waham di bawa ke RSMM
pasien di ruangan Srikandi RS. Dr. H.
Marzoeki Mahdi Bogor.

METODE
Penelitian ini merupakan studi kasus
untuk menganalisis intervensi
standar asuhan
keperawatan jiwa dan latihan deeskalasi
terhadap agresifitas pasien skizofrenia
untuk
menurunkan intensitas waham di RS
Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.
Intervensi ini diberikan selama
delapan hari berturut-turut.
Evaluasi terhadap intensitas waham
dilakukan melalui wawancara dan
observasi dengan
menggunakan instrument Psychotic
Symptom Rating Scales (PSYRATS).
Instrument ini terdiri dari 6
pernyataan meliputi kognitif,
afektif, perilaku. Kognitif terkait dengan
frekuensi pasien berfikir tentang
waham,
waktu dalam memikirkan waham, serta
tingkat keyakinan terhadap waham.
Afektif meliputi jumlah respon
berupa perasaan
ketidaknyamanan dari pemikiran
waham dan intensitas dari respon
tersebut dan perilaku
berupa gangguan dalam kehidupan
akibat dari pemikiran waham (E.
Erawati, 2013; Shives,
2012). Instrumen ini dikembangkan oleh
Haddoch (1999). Dalam setiap item
pernyataan, disediakaan 5 pilihan
jawaban,
yang disesuaikan dengan tujuan yang
akan dinilai dari setiap item
pernyataannya. Hasil
oleh keluarga karena saat dirumah pada wahamnya, dan membantu pasien
pasien gelisah dan mengatakan hal-hal dalam memanfaatkan obat dengan baik.
yang tidak rasional. Pasien juga marah- Implementasi latihan deeskalasi
marah saat dinasehati, bicara kasar dan dilakukan dalam menurunkan
tidak sesuai, menyerang orang lain, agresifitas pasien.
merusak alat-alat rumah tangga dan sulit
tidur. Pasien diketahui mempunyai HASIL
masalah kejiwaan sejak tahun Pada analisis kasus ini, dilakukan
2011. Pasien pernah menjalani evaluasi intensitas waham pada hari
pengobatan di ke-1 dan ke-8
Medan, terakhir tahun 2014, putus obat perawata
n
dan tidak pernah kontrol lagi sejak ±
5 tahun. Pasien mengatakan sudah
sembuh dan tidak perlu minum obat lagi.

Pengkajian pada 25 Oktober 2019,


klien tampak bingung, sorot mata tajam,
berjalan mondar-mandir, saat diajak
berinteraksi pasien tampak jengkel,
nada suara tinggi dan bicara kasar.
Pasien juga menyalahkan orang lain
terhadap kondisi yang dialaminya,
menyangkal sakit dan mengungkapkan
keinginan untuk pulang. Pasien
mengatakan dalam dirinya terdapat 3
jiwa dalam satu tubuh (tritunggal) yaitu
Eva, Evi, dan Ipah. Masing-masing jiwa
ini melakukan tugas penting untuk
mensejahterakan bangsa. Pasien juga
mengatakan dalam dirinya terdapat
kekuatan khusus karena dirinya adalah
hasil reinkarnasi dari roh-roh suci, dan
mendapatkan kekuatan dari roh kudus
untuk memberikan kebaikan bagi umat
manusia.

Implementasi keperawatan telah


dilakukan sesuai dengan rencana
keperawatan yang dibuat. Tindakan
keperawatan diberikan terhadap semua
masalah keperawatan, dengan masalah
utama yaitu gangguan proses pikir:
waham kebesaran, yaitu : membina
hubungan saling percaya, mengkaji
perasaan yang muncul secara berulang
dalam pikiran pasien, mengidentifikasi
stressor pencetus waham, membantu
pasien dalam mengidentifikasi
wahamnya, membantu pasien
mengidentifikasi konsekuensi dari
wahamnya, membantu pasien
melakukan teknik distraksi dalam
menghentikan pikiran yang terpusat
Tabel 1.
Penilaian intensitaswaham (n=16)
Intensitas waham Hari ke-1 Hari ke-8
Kognitif 8 6
Afektif 5 4
Perilak 3 1
u
Kemampuan pasien dalam menurunk Di usia dewasa seseorang juga
intensitas waham cukupan banyak Pasien berusia 40 tahun, diketahui
perkembangan mempunyai riwayat gangguan jiwa sejak
walaupun belum optimal. Evaluasi tahun 2011 atau pada saat usia 32 tahun.
penilaian intensitas waham dilakukan Menurut Elvira, S. D.,
pada hari kedelapan. Intensitas waham Hadisukanto (2017), gejala penyakit
mengalami perubahan, dari 6 skizofrenia dapat muncul pada usia
remaja
pernyataan, terdapat 3 pernyataan yang akhir atau usia dewasa muda, awitan pada
mengalami perubahan signifikan, yaitu perempuan terjadi dalam rentang usia 25-
item no 2 dengan pernyataan waktu 35 tahun. Manfred Bleuler (1943)
berfikir tentang waham, awalnya pasien dalam
mengatakan memikirkan keyakinan Weinberger, D. R., Harrison (2011),
menemukan bahwa 15-17% pasien
waham selama kurang lebih 1 jam, skizofrenia
namun setelah dilakukan intervensi memiliki onset setelah usia 40 tahun. Pada
berubah dengan mengatakan usia tersebut pasien memasuki tahapan
memikirkan keyakinan tersebut selama perkembangan usia dewasa. Masa
beberapa menit. Pernyataan selanjutnya dewasa
adalah item no 3, di awal pasien adalah masa dimana seseorang memiliki
tuntutan terhadap pencapaian
mengatakan keyakinan terhadap aktualisasi diri
wahamnya sangat kuat 50- baik dari diri sendiri, keluarga dan
99%, namun pada evaluasi akhir lingkungan.
jawaban pasien berubah dengan
mengungkapkan ada keraguan antara
yakin dan tidak 10-49%. Pernyataan lain
yaitu item no 4, sebelum dilakukan
intervensi kenyakinan waham yang
dirasakan menyebabkan kondisi
distress dan
50-99% terjadi pada beberapa
kesempatan setiap keyakinan itu
muncul. Namun setelah
evaluasi akhir kondisi ini berkurang
menjadi <
50% terjadi pada beberapa
kesempatan/kejadian sehari-hari.
Kesimpulan
evaluasi akhir didapatkan total skor
11, yang
berarti intensitas waham dalam
kategori sedang. Berdasarkan hal
tersebut dapat
dikatakan bahwa intensitas waham
pasien
mengalami
penurunan.

PEMBAHASAN
matang secara kognitif, emosi dan kudus untuk mensejahterakan bangsa”.
perilaku. Dalam kasus Ny. E, tanda dan gejala yang
Jika terjadi kegagalan dalam tahap ini tampak yaitu pasien mudah tersinggung
maka individu akan sulit menjalankan
dan marah jika hal yang disampaikannya
tuntutan perkembangan usia tersebut dibantah. Isi pembicaraan pasien lama-
sehingga berdampak pada terjadinya
lama inkoheren. Hal tesebut sesuai
gangguan jiwa (Stuart, 2013 ; dengan penjelasan Keliat, Hamid, Putri,
Townsend, 2015).
Daulima, (2019), terkait tanda dan
gejala waham yaitu
Pasien diketahui menjalani perawatan
dan pengobatan terakhir tahun 2014,
kemudian putus obat dan tidak pernah
kontrol sejak ± 5 tahun. Pasien merasa
sudah sembuh dan mengatakan tidak
perlu minum obat lagi. Hal ini
disebabkan karena kemampuan pasien
yang tidak baik dalam mengenali
penyakit yang di deritanya, pasien juga
tidak mampu dalam mengenal gejala
dan dampak yang timbul dari penyakit
yang dialami terhadap kehidupannya.
Keadaaan ini lebih dikenal dengan
istilah insight. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Mohamed et al. (2009),
dikatakan bahwa ketidakpatuhan
dalam pengobatan dianggap bahwa
pasien mempunyai insight yang buruk.
Pada kondisi seperti ini proses
pengobatan akan sulit dilakukan,
pasien akan menolak untuk minum
obat dan kontrol kepelayanan
kesehatan meskipun dilakukan dengan
paksa.

Mengkaji Perasaan yang Muncul


Secara
Berulang dalam Pikiran
Pasien
Pada intervensi ini difokuskan
untuk
mengidentifikasi tentang waham
yang dirasakan pasien yaitu meliputi
tanda dan gejala yang dimunculkan,
perasaan dan pemikiran waham.
Pasien dapat menceritakan
pemikiran/ide-ide dan perasaan yang
muncul secara berulang dalam
pikirannya. Pasien mengatakan dalam
dirinya ada 3 jiwa dalam satu tubuh
(tritunggal) yaitu Eva, Evi, dan Ipah.
Pasien mengungkapkan hal-hal
yang tidak realistis, seperti “saya hasil
reinkarnasi dari roh-roh suci, dan
mendapatkan kekuatan dari roh
mudah tersinggung, marah, hari sekali, waktu dalam memikirkan
inkoheren, dan perilaku seperti isi waham selama lebih kurang 1 jam, dan
wahamnya tingkat keyakinan terhadap waham 50-
99%; respon afektif meliputi jumlah
Mengidentifikasi Stressor respon berupa perasaan
PencetusWaham Pasien menjelaskan ketidaknyamanan dari pemikiran
tentang kejadian traumatis yang waham 50-99% terjadi dalam beberapa
menimbulkan rasa takut, ansietas dan kesempatan setiap keyakinan itu muncul
perasaan tidak dihargai dalam dan menimbulkan distress sedang;
kehidupannya. Pasien juga respon perilaku berupa gangguan
mengungkapkan kebutuhan dan minimal dalam kehidupan akibat dari
harapannya yang belum terpenuhi. pemikiran waham, tetapi pasien masih
Selama interaksi pasien juga banyak mampu menjalin hubungan sosial serta
mengeluhkan hal- hal tekait konsep mampu mempertahankan kemandirian
dirinya. Salah satu stressor pencetus tanpa dukungan (Erawati, 2013)
waham adalah harga diri rendah, hal
tersebut didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Warman, Lysaker,
Luedtke, & Martin, (2010), yang
menyatakan individu yang memiliki
delusi yang tinggi memiliki harga diri
yang rendah. Dijelaskan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan
antara harga diri yang rendah
dan tingkat kepercayaan terkait
dengan gangguan pikiran/ waham.

Membantu Pasien dalam


Mengidentifikasi
Waham
Pada awal proses identifikasi diketahui
waham
yang dialami masih sangat kuat, dan
pasien belum mampu dalam
mengatasinya. Pasien juga belum
mampu membedakan situasi nyata dan
situasi yang dipersepsikan salah oleh
pasien. Hal tersebut terlihat dari hasil
pengukuran intensitas waham
menggunakan instrument PSYRATS
dengan skor 16 yang berarti intensitas
waham dalam kategori berat. Setelah
dilakukan intervensi, intensitas waham
berkurang menjadi skor 11 yang berada
pada kategori sedang. Berdasarkan
instrumen PSYRATS semakin rendah
skor intensitas waham menandakan
hasil yang semakin baik (Erawati, 2013).
Perubahan intensitas waham yang
dialami pasien diidentifikasi melalui
respon kognitif dimana frekuensi
pasien berfikir tentang wahamnya setiap
Membantu Pasien Melakukan Teknik Pada hari pertama rawatan, pasien tidak
Distraksi dalam Menghentikan dapat diarahkan, mengatakan dirinya
Pikiran yang Terpusat pada Waham mampu mensejahterakan bangsa,
Salah satu cara yang dilakukan dalam merasa tidak sakit dan tidak perlu
menghentikan pikiran terpusat pada dirawat. Pasien tampak marah dan
waham bersikap arogan, nada suara tinggi, mata
adalah membantu pasien dalam
mengorientasikan realita secara melotot dan tampak mengepalkan
bertahap. DalamVarcarolis (2014), tangan. Situasi tersebut menggambarkan
dikatakan bahwa tanda-tanda risiko perilaku agresifitas
penerapan orientasi realita pada pasien, sebagai
memperhatikan dimensi waktu,
tempat dan orang. Dalam
intervensi keperawatan yang diberikan
orientasi realita difokuskan terhadap hal
tersebut. Keefektifan terhadap orientasi
realita
terkait dengan waktu yang konsisten
(Stuart,
2013). Penelitian yang dilakukan oleh
Patton
(2006), menyebutkan bahwa terdapat
peningkatan terhadap tingkat orientasi
realita pada tindakan yang dilakukan
secara konsisten.

Membantu Pasien dalam


Memanfaatkan Obat dengan Baik.
Pada intervensi ini diskusi dilakukan
lebih lama, karena pasien menolak
mengonsumsi obat. Pasien mengatakan
dirinya tidak sakit dan merasa tidak
membutuhkan obat, pasien juga
mengungkapkan perasaan curiga
terhadap obat yang diberikan.
Pendekatan yang dilakukan adalah
menjelaskan mengenai manfaat obat
dan kerugian tidak minum obat, pasien
juga dijelaskan mengenai pengobatan
dengan prinsip 8 benar (pasien, obat,
dosis, waktu, cara pemberian,
dokumentasi, tanggal kadaluarsa).
Dinicola& Matteo (1992) dalam Pardede,
Keliat & Wardani (2013) menyebutkan
ada beberapa cara untuk menghadapi
klien yang mengalami ketidakpatuhan
minum obat antara lain: menumbuhkan
kepatuhan dengan mengembangkan
tujuan kepatuhan, mengembangkan
strategi untuk merubah perilaku dan
mempertahankannya, mengembangkan
kognitif, dan dukungan sosial.
Kepatuhan terkait dengan pemaksaan,
kesesuaian atas ketidakpatuhan dan
perawatan diri untuk sebuah aliansi
terapeutik dengan menyediakan
interaksi terhadap klien (Pardede,
Keliat, & Wardani, 2013).
dampak intensitas waham yang dilakukan sebagai intervensi tahap awal
meningkat. Pada saat intensitas waham terhadap respon emosional untuk
pasien dalam kategori berat, terdapat mencegah perilaku agresi yang
konfrontasi dari lingkungan (misalnya dimunculkan pasien (Hallett & Dickens,
dari pasien lain) terhadap waham 2017). Intervensi latihan deeskalasi
pasien sehingga menyebabkan dijadikan sebagai intervensi untuk
munculnya perilaku agresifitas tersebut. membantu
membangun aliansi terapeutik positif
Dalam Keliat, Hamid, Putri, Daulima dengan pasien, meningkatkan
(2019), dijelaskan bahwa tidak boleh kolaborasi aktif pasien
memunculkan konfrontasi atau dalam proses perawatan dan
membantah waham. Dalam mengatasi mengurangi episode agresif pasien (Du
situasi tersebut intervensi yang et al., 2017).
dilakukan adalah latihan deeskalasi.

Beberapa teknik deeskalasi dilakukan


yaitu teknik komunikasi verbal seperti
bicara dengan tenang, suara lembut dan
menghindari pertentangan. Kemudian
melakukan kontrol lingkungan dengan
membawa pasien kekamarnya, ruangan
yang stimulasi rendah, tenang/bebas
dari kebisingan dan menyuruh pasien
duduk. Selanjutnya melakukan
eksplorasi terhadap perasaan pasien
dan menjadi pendengar yang aktif
hingga pasien menjadi individu yang
tenang dan agresifitas menurun.
Memfasilitasi pasien dalam
mencurahkan isi hati dan pikiran dalam
bentuk cerita dapat dilakukan secara
verbal maupun tertulis. Beberapa topik
yang dibahas adalah mengenai
keluarga, hobi/aktivitas yang disukai,
aktifitas yang biasa dilakukan, harapan
dan keinginan realistis yang ingin
dipenuhi. Latihan deeskalasi ini
dilakukan setiap hari dengan lama
interaksi antara 30-40 menit. Hasil
evaluasi yang didapat pasien mampu
mengungkapkan ide-ide dan perasaan
yang muncul secara asertif, pasien
mampu menyebutkan kejadian sesuai
urutan waktu, pasien mampu
mengungkapkan harapan atau
kebutuhan realistis yaitu harapan bisa
menjadi ibu yang baik untuk anaknya,
pasien mampu melakukan aktivitas
sesuai dengan minatnya yang dapat
mengalihkan fokus pasien dari
wahamnya seperti mengikuti kegiatan
rehabilitasi, kegiatan TAK, senam,
kegiatan seni/musik. Latihan deeskalasi
50
50
Pemberian asuhan keperawatan pada Tindakan keperawatan yang dapat
Ny. E dilakukan sesuai standar asuhan diberikan pada keluarga bertujuan
keperawatan jiwa, tetapi terdapat agar keluarga mampu merawat pasien di
hambatan dalam penatalaksanannya, rumah. Tindakan keperawatan yang
yaitu ketika intensitas waham pasien dilakukan adalah mengkaji mengenai
yang dalam kategori berat, pasien masalah yang dirasakan keluarga dalam
memunculkan respon yang dominan merawat pasien, mejelaskan pengertian
marah. Perlu banyak waktu yang waham, tanda dan gejala waham, serta
diperlukan untuk menunggu pasien proses terjadinya waham yang dialami
dalam kondisi yang lebih tenang. Selain pasien. Mendiskusikan cara merawat
itu, pasien juga mempunyai keinginan pasien waham dan memutuskan cara
pulang yang tinggi, hal tersebut merawat yang sesuai dengan kondisi
dibuktikan dengan keputusan untuk pasien, menjelaskan tanda dan gejala
pulang atas permintaan sendiri dan yang memerlukan rujukan
melanjutkan pengobatan dengan kontrol
ke poliklinik psikiatri. Hal tersebut
juga merupakan salah satu hambatan
dimana belum optimalnya pemberian
intervensi yang dilakukan. Pada evaluasi
akhir sebelum pasien pulang, penurunan
tingkat intensitas waham dalam kategori
sedang sudah dicapai, tetapi hal tersebut
tidak diikuti dengan peningkatan
kemampuan pasien dalam mengenali
penyakit yang di deritanya, pasien
masih mengungkapkan keraguannya
terhadap penyakit yang dialaminya.
Hal ini dapat menjadi ancaman karena
dapat berpotensi pasien tidak mengikuti
program terapi yang diberikan,
ketidakpatuhan terhadap pengobatan
terkait pada ketidakmampuan pasien
dalam mengenali penyakit yang
dideritanya (Mohamed et al., 2009).
Kemungkinan terjadi relapse dengan
gejala lain yang lebihparah.

Alternatif dalam mengatasi masalah


pasien yang belum dapat diselesaikan
adalah dengan mengoptimalkan
intervensi keperawatan keluarga,
kelompok dan komunitas. Disebutkan
dalam Dour et al (2014), bahwa
dukungan keluarga merupakan agen
perubahan dalam proses penyembuhan.
Sehingga dapat dikatakan intervensi
yang diberikan pada keluarga sangat
penting dalam mendukung proses
keberhasilan perawatan pasien selama
di rumah. Hasil penelitian tersebut dapat
dijadikan acuan bagi perawat untuk
melibatkan keluarga dalam proses
keperawatan yang akan diberikan.
51
51
segera serta melakukan follow up
kepelayanan kesehatan secara teratur
(Keliat, Hamid, Putri, Daulima, 2019).

SIMPULAN
Pasien Ny. E berusia 40 tahun
dengan
diagnosis keperawatan gangguan proses
pikir waham: kebesaran dengan
karakteristik pasien mengatakan bahwa
dalam dirinya terdapat tiga jiwa dalam
satu tubuh yang merupakan hasil
reinkarnasi jiwa-jiwa suci yang mampu
mensejahterakan bangsa. Intensitas
waham berat berpotensi untuk
menyebabkan munculnya perilaku
agresifitas, hal ini dapat distimulus oleh
lingkungan sekitar pasien (misalnya dari
pasien lain). Tindakan keperawatan
pada pasien waham, dilakukan sesuai
intensitas waham. Pada waham dengan
intensitas berat maka dilakukan
tindakan deeskalasi, sedangkan untuk
waham dengan intensitas sedang
hingga tingan dapat dilakukan dengan
penerapan standar asuhan keperawatan
jiwa ners. Evaluasi dari penerapan
standar asuhan keperawatan jiwa dan
latihan deeskalasi yang dilakukan
selama delapan hari masa perawatan
adalah terdapat penurunan skor
intensitas waham, dari skor 16 (kategori
intensitas waham berat) menjadi 11
(kategori intensitas waham sedang).
Hal tersebut menunjukkan respon yang
baik terhadap intervensi yang diberikan.
ANALISIS JURNAL

PROBLEM:
Waham adalah keyakinan yang salah yang didasarkan oleh
kesimpulan yang salah tentang realita eksternal dan dipertahankan
dengan kuat (Keliat, B. A., Hamid, A. Y. S., Putri, Y. S. E., Daulima, N. H. C.,
dkk, 2019). Waham merupakan gangguan dimana penderitanya memiliki
rasa realita yang berkurang atau terdistorsi dan tidak dapat membedakan
yang nyata dan yang tidak nyata (Videbeck, 2011). Pemberian intervensi
keperawatan jiwa pada pasien dengan waham berfokus pada orientasi
realita,
menstabilkan proses pikir, dan keamanan (Townsend, 2015).

INTERVENTION:
Intervensi latihan deeskalasi dijadikan sebagai intervensi untuk
membantu membangun aliansi terapeutik positif dengan pasien,
meningkatkan kolaborasi aktif pasien dalam proses perawatan dan
mengurangi episode agresif pasien (Du et al., 2017).

COMPARE:
Pasien Ny. E berusia 40 tahun dengan diagnosis keperawatan
gangguan proses pikir waham: kebesaran dengan karakteristik pasien
mengatakan bahwa dalam dirinya terdapat tiga jiwa dalam satu tubuh yang
merupakan hasil reinkarnasi jiwa-jiwa suci yang mampu mensejahterakan
bangsa. Intensitas waham berat berpotensi untuk menyebabkan
munculnya perilaku agresifitas, hal ini dapat distimulus oleh lingkungan
sekitar pasien (misalnya dari pasien lain).

OUTCOME:
Dalam mengatasi situasi tersebut intervensi yang dilakukan adalah
latihan deeskalasi. Beberapa teknik deeskalasi dilakukan yaitu teknik
komunikasi verbal seperti bicara dengan tenang, suara lembut dan
menghindari pertentangan. Kemudian melakukan kontrol lingkungan
dengan membawa pasien kekamarnya, ruangan yang stimulasi rendah,
tenang/bebas dari kebisingan dan menyuruh pasien duduk. Selanjutnya
melakukan eksplorasi terhadap perasaan pasien dan menjadi pendengar
yang aktif hingga pasien menjadi individu yang tenang dan agresifitas
menurun.
DAFTAR PUSTAKA

Cheung, P., Schweitzer, I., Crowley, K., &


Tuckwell, V. (1997). Violence in schizophrenia : role of
hallucinations and delusions, 26, 181–190.

Du, M., Wang, X., Yin, S., Shu, W., Hao, R., Zhao, S., Xia, J. (2017). De-escalation
techniques for psychosis-induced aggression or agitation. Cochrane
Database ofSystematic Reviews 2017. China: Published by John Wiley
& Sons, Ltd. 2. https://doi.org/10.1002/14651858.CD00
9922.pub2.www.cochranelibrary.com

Dudley, R. E. J., & John, C. H. (1997). The effect of self-referent material on


the reasoning of people with delusions,
575–584.

Erawati, E. (2013). pengaruh terapi metakognitif terhadap intensitas waham


magelang. universitas indonesia.

Elvira, S. D., Hadisukanto, G. (2017). Buku Ajar Psikiatri (Vol. Edisi ketiga).
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Erawati, E., Keliat, B. A., & Daulima, N. H. C. (2014). The validation of the
Indonesian version of psychotic symptoms ratings scale ( PSYRATS ),
the Indonesian version of cognitive bias questionnaire for psychosis (
CBQP ) and metacognitive ability questionnaire ( MAQ ),
3(2), 97–
100.https://doi.org/10.14419/ijans.v3i2.3
132

Fikri, H. T. (2012). Pengaruh menulis pengalaman emosional


dalam terapi ekspresif terhadap emosi marah pada remaja.
Humanitas, IX(2), 103–121. Retrieved from
https://media.neliti.com/media/publicati ons/24580-ID-pengaruh-
menulis- pengalaman-emosional-dalam-terapi- ekspresif-terhadap-
emosi-mara.pdf

Hallett, N., & Dickens, L. (2017). De- escalation of aggressive behaviour in


healthcare settings : Concept analysis.
20.https://doi.org/10.1016/j.ijnurstu.201
7.07.003
Harrow., Mac, Donald., Angus., et al. (1995).Vulnarability to delution over
time in schizophrenia and affective disorder. Schizophrenia Bulletin, 95-
109.

Herdman, T. H., Kamitsuru, S. (2018). NANDA-I Diagnosisi


Keperawatan
Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Indrono, W., Caturini, E. (2012). IMPLEMENTASI TEKNIK DE-
ESKALASI TERHADAP PENURUNAN RESPON MARAH KLIEN
DENGAN PERILAKU KEKERASAN Wahyu Indrono 1 , Endang
Caturini 2. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, 2, 77–83.
Keliat, B. A., Hamid, A. Y. S., Putri, Y. S. E., Daulima, N. H. C., dkk. (2019).
Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mohamed, S., Rosenheck, R., Mcevoy, J., Swartz, M., Stroup, S., & Lieberman, J.
A. (2009). Cross-sectional and Longitudinal Relationships Between
Insight and Attitudes Toward Medication and Clinical Outcomes in
Chronic Schizophrenia, 35(2), 336–346.
https://doi.org/10.1093/schbul/sbn067

Patton, D. (2006). Reality orientation : its use and effectiveness within older
person mental health care. Journal of Clinical Nursing, 15, 1440–1449.
https://doi.org/10.1111/j.1365 2702.2005.01450.x

Price, O., Baker, J., Bee, P., & Lovell, K. (2015). Learning and performance
outcomes of mental health staff training in de-escalation techniques for
the management of violence and aggression. The British Journal of
Psychiatry, 447– 455.https://doi.org/10.1192/bjp.bp.114.1 44576

Ritchie, H., Roser, M. (2019). Mental Health. Retrieved from Published


online at OurWorldInData.org: https://ourworldindata.org/mental-
health'

Riskesdas. (2018). HASIL UTAMA RISKESDAS 2018. Jakarta.

Shives, L. R. (2012). Basic Concepts of Psychiatric-Mental Heatlth Nursing


(Eighth Edi). Philadelphia,: Lippincott Williams & Wilkins. Copyright.

Stuart, G. W. (2013). Principles and Pratice of Psychiatric Nursing (10th


Ed). St. Louis, Missouri: Elsevier Mosby Inc

Townsend, M. C. (2015). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts of Care


in Evidence-Based Practice (Sixth Edit). Philadelphia: F.A Davis
Company.

Videbeck, S. L. (2011). Psychiatric-Mental Health Nursing (Fifth Edit).


Wolters Kluwer Health | Lippincott Williams & Wilkins.

Warman, D. M., Lysaker, P. H., Luedtke, B., & Martin, J. M. (2010). Self-Esteem
and Delusion Proneness. The Journal of Nervous and Mental
Disease,198(6)455457.https://doi.org/10.1097/NMD.0b013e3181e086
c5

Weinberger, D. R & Harrison, P. J. (2011). Schizophrenia (Third Edit). USA:


Blackwell Publishing Ltd.
Yusuf, Ah., Fitryasari, R., Nihayati, H. E. (2015). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
GANGGUAN WAHAM MENETAP PADA PASIEN DENGAN RIWAYAT
PENYALAHGUNAAN GANJA: SEBUAH LAPORAN KASUS

1 2 3
I Made Dwi Ariawan, Nyoman Ratep, Wayan
Westa
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar,
Bali

ABSTRACT

Gangguan waham menetap merupakan suatu gangguan psikiatri yang ditandai dengan
adanya waham yang berlangsung lama sebagai satu-satunya gejala yang
mencolok.Gangguan ini paling banyak ditemukan pada kelompok umur 40 tahun
dengan angka prevalensi tercatat 24-
30 kasus per 100.000 penduduk.Sebagaimana gangguan psikotik lainnya, gangguan
waham menetap dapat terjadi tanpa penyebab yang jelas ataupun didahului dengan
gangguan organik atau riwayat penyalahgunaan zat sebelumnya.Pada laporan kasus ini
dipaparkan mengenai riwayat dari seorang laki-laki 27 tahun penderita gangguan
waham menetap yang telah menjalani perawatan. Pemeriksaan psikiatri pasien ini
hanya menunjukkan mood/afek curiga, labil/inadekuat serta pada proses pikir
didapatkan isi pikir waham curiga. Pasien dengan riwayat penggunaan ganja beberapa
tahun sebelumnya dan diakui sudah tidak menggunakan lagi.Walaupun tidak
mempengaruhi penatalaksanaan bagi pasien, hubungan antara riwayat penyalahgunaan
zat dengan kejadian gangguan psikiatrik masih perlu lebih banyak dikaji untuk
melengkapi berbagai penelitian sebelumnya.

Kata kunci: Gangguan waham menetap, penyalahgunaan


ganja

DELUSIONS INTERFERENCE WITH HISTORY SETTLED IN PATIENTS


MARIJUANA ABUSE; A CASE REPORT

ABSTRAK

Persisten delusional disorder is a psychiatric disorder characterized by existence of


persistent delusion as only dominant symptom. Persisten delusional disorder
frequently found in mean age 40 years, with recorded prevalence rate 24-30 cases per
100.000 population. As other psychotic disorder, persisten delusional disorder might
happen without any clear etiology or preceded by organic disorder or drug abuse
before. In this case report presented a 27 years old male patient who undergoing
treatment for persisten delusional disorder. In psychiatric assesment found only
jealousy mood with inadequate affect, and in thought process found jealousy type
delusion. This pasient with history of cannabis abuse years ago and admitted that he
already stop that habit. Although it would not interfere the treatment, further studies
about relation between history of drug abuse and incident of psychiatric disorder are
needed to complete data from previous research.

Keywords: Persistent delusional disorder, cannabis


abuse
PENDAHULUAN
Gangguan waham menetap merupakan dirawat inap dilaporkan sebesar 0,5-
suatu kelompok gangguan psikiatri yang 0,9% dan pada pasien yang dirawat
meliputi serangkaian gangguan dengan jalan, berkisar antara
waham-waham yang berlangsung lama,
sedikitnya tiga bulan, sebagai satu-
satunya gejala klinis yang khas atau
yang paling mencolok dan tidak dapat
digolongkan sebagai gangguan mental
organik, skizofrenik, atau
gangguan
1
afektif. Waham atau delusi itu
sendiri
didefinisikan sebagai suatu
keyakinan palsu yang didasarkan pada
kesimpulan yang salah tentang realitas
eksternal yang tetap bertahan meskipun
sudah terbukti sebaliknya dan
keyakinan ini biasanya tidak diterima
oleh anggota lain dari
budaya atau subkultur
2
seseorang. Waham
yang dialami pada gangguan waham
menetap adalah waham yang bersifat
nonbizzare, dalam artian bahwa tipe
delusi ini merupakan suatu kejadian
yang mungkin terjadi dalam dunia
nyata, seperti misalnya merasa diikuti,
merasa dicintai oleh seseorang, dan
merasa dikhianati serta
curiga terhadap
3
pasangan.

Prevalensi gangguan waham menetap di


dunia sangat bervariasi, berdasarkan
beberapa literatur, prevalensi gangguan
waham menetap pada pasien yang
0,83-1,2%. Sementara, pada populasi terjadi semata-mata akibat gangguan
dunia, angka prevalensi dari gangguan kejiwaan yang sifatnya idiopatik
ini mencapai 24-30 kasus dari 100.000 ataupun yang diinduksi oleh suatu
4 kondisi medis maupun penggunaan zat.
orang.
Onset gangguan waham menetap paling Penyalahgunaan narkoba saat ini masih
banyak ditemukan pada kelompok menjadi masalah yang sulit diatasi, tidak
umur hanya di Indonesia tapi juga di dunia.
40 tahun, dan dapat diderita oleh Ganja (Cannabis sp) merupakan jenis
kelompok usia 18-90 tahun. Gangguan narkoba yang paling sering
ini lebih banyak diderita oleh wanita disalahgunakan, dimana angka
dibandingkan pria, dengan angka prevalensi ketergantungan ganja di
rasio yang bervariasi, berkisar antara Amerika Serikat mencapai 4,2%.
1,18-3:1. Dimana pria biasanya lebih Penyalahgunaan ganja umumnya
banyak mengalami waham dilakukan oleh remaja dan lebih sering
curiga/paranoid, sedangkan wanita pada pria dibandingkan wanita.Selain
umumnya mengalami waham memiliki efek ketergantungan yang
erotomania/merasa dicintai oleh sangat berbahaya, beberapa penelitian
3
seseorang. Kemunculan waham terakhir menemukan adanya
dapat
peningkatan resiko terjadinya

gangguan psikiatri pada pengguna Pasien laki-laki berumur 27 tahun, sudah


ganja. Sebuah penelitian yang dilakukan menikah, beragama Hindu, suku Bali,
di Swedia, menunjukkan bahwa kewarganegaraan Indonesia, datang ke
seseorang yang menyalahgunakan ganja Poliklinik Jiwa RSUD Sanjiwani Gianyar
sejak usia 18 tahun memiliki diantar oleh istrinya. Pasien terlihat rapi,
kemungkinan 2,4 kali lebih mengenakan kemeja hitam bercorak
5
besar untuk menderita skizoprenia. kotak- kotak dan celana jeans biru
Pada
panjang.Rambut pasien berwarna
laporan kasus ini, dilaporkan
hitam dan tersisir rapi.Kuku pasien
seorang pasien laki-laki yang
pendek dan terpotong rapi.Roman muka
didiagnosis dengan gangguan waham
pasien tampak sesuai dengan
menetap dan memiliki riwayat
umurnya.Pasien diwawancarai dalam
penggunaan ganja sebelumnya.
posisi duduk berhadapan dengan
ILUSTRASI KASUS pemeriksa. Saat ditanya nama, umur,
alamat tempat tinggalnya, dimana
sedang berada dan siapa yang Pasien datang untuk kontrol ke Poli
mengantar, pasien dapat menjawab klinik jiwa karena obat habis dan ingin
dengan benar dan lancar. Selama mengetahui perkembangan
diwawancara, pasien dapat menjawab penyakitnya.Saat ditanya mengenai
dengan lancar menggunakan Bahasa keluhan pertama pasien sehingga
Indonesia. datang ke poliklinik jiwa, pasien
mengatakan bahwa dirinya selalu
merasa curiga bahwa istrinya
berselingkuh dengan orang lain.
Perasaan ini diakui sudah dirasakan
sejak awal pernikahan pasien empat
tahun yang lalu.Perasaan curiga itu
mulai dirasakan memberat sejak kira-
kira tiga bulan yang lalu setelah pasien
menonton video porno yang
diperlihatkan oleh teman kerjanya
dimana pemeran wanitanya dikatakan
mirip dengan istri pasien.Saat disanggah
bahwa pemeran wanita di video itu
mungkin hanya mirip saja dengan
istrinya, pasien bersikeras mengatakan
bahwa wanita di video itu adalah
istrinya, dimana senyum dan gerak-
gerik pemeran wanita di video sangat
mirip dengan istrinya.Sebelumnya
pasien juga sering dipanas-panasi oleh
teman-temannya bahwa istrinya sering
berselingkuh dengan banyak pria.Hal ini
sering dilakukan ketika pasien dan
temannya sedang mabuk minum
minuman keras seperti tuak atau
arak.Awalnya pasien tidak terlalu
menghiraukan perkataan teman-
temannya, namun setelah ditunjukkan
video porno tersebut, pasien menjadi marah serta memaki- maki
semakin curiga dan sempat marah- istrinya.Bahkan pasien dan istrinya

sempat membawa CD video porno istrinya sedang bercengkrama dengan


tersebut ke sebuah tempat edit video di teman-temannya sambil tertawa, yang
Denpasar, dimana video tersebut diyakini oleh pasien sedang
dikatakan dibuat setahun yang lalu dan menertawakan dirinya.
pemerannya kemungkinan berasal dari
Pasien kemudian menceritakan tentang
Ubud. Hal ini menyebabkan pasien
masa lalunya saat SMA, dimana saat
semakin yakin dan menyudutkan
itu
istrinya.

Pasien sudah menikah selama empat


tahun dan dikarunia seorang anak laki-
laki yang sudah berusia tiga setengah
tahun.Pasien mengatakan bahwa
mereka hanya sempat berpacaran
selama enam bulan dan langsung
menikah sehingga pasien kurang
mengenal latar belakang
istrinya.Awalnya istri pasien bekerja
sebagai kasir di sebuah pusat
perbelanjaan di Denpasar.Namun
karena pasien sangat curiga jika istrinya
akan berselingkuh dengan kedok
bekerja di Denpasar, pasien
memaksa istrinya untuk berhenti dari
pekerjaannya. Bahkan pasien
mengancam akan menceraikan istrinya
jika permintaannya tidak dituruti.
Akhirnya istri pasien mengalah dengan
berhenti bekerja dan berdiam diri di
rumah.Sebelum istrinya berhenti
bekerja, pasien juga mengatakan sempat
beberapa kali membuntuti istrinya ke
tempat kerja, dimana pasien melihat
pasien bersekolah cukup jauh dari
Sementara itu, berdasarkan wawancara
rumah sehingga tinggal di tempat
dengan istri pasien, dikatakan
indekos.Teman- teman SMA pasien saat
bahwa pasien mulai sering marah-
itu dikatakan yang mulai mengenalkan
marah dan memaki-maki dirinya sejak
pasien untuk merokok dan minum-
tiga bulan yang lalu.Pasien sering
minuman keras. Bahkan pasien juga
menuduh dirinya selingkuh dan sering
mengatakan sempat menggunakan
berbohong kepada pasien.Hal ini
narkoba jenis ganja selama tiga tahun
dikatakan mulai terjadi setelah pasien
bersekolah di SMA.Sejak saat itu,
mendapat video porno dari temannya
pasien mengatakan dirinya mulai
dengan pemeran wanita yang mirip
sering bengong dan kurang
dirinya.Istri pasien sudah mencoba
konsentrasi.Namun setelah lulus SMA
untuk menjelaskan pada pasien, namun
dan berpisah dengan teman-temannya,
pasien tidak mau menerima penjelasan
pasien mengatakan sudah tidak
istrinya dan tetap bersikukuh bahwa
mengonsumsi narkoba lagi.Meskipun
wanita di video itu adalah dirinya.Pasien
pasien mengatakan masih sempat
dikatakan memang seorang yang
beberapa kali menggunakan narkoba
pencemburu sejak awal
jika dikunjungi oleh teman-teman masa
mereka
SMA.

menikah.Pasien selalu curiga dengan


Pasien sebelumnya telah banyak
hal- hal kecil, seperti saat dirinya
berobat ke pengobatan alternatif.Pasien
pulang malam setelah bekerja shift
mengatakan sudah sempat empat kali
malam sebagai kasir atau saat dirinya
datang ke pengobatan alternatif, namun
tidak memberi kabar karena sibuk
tidak ada yang memberikan hasil yang
bekerja. Pasien selalu bertanya dengan
memuaskan.Pasien kemudian diajak
nada tinggi jika dirinya pulang malam,
berobat ke puskesmas dengan keluhan
padahal ia sudah menjelaskan bahwa
sering curiga.Pihak puskesmas lalu
dirinya bekerja di shift malam dan
memberikan obat
karena pekerjaannya sebagai kasir,
chlorpromazine.Setelah minum obat dari
dirinya pulang paling akhir karena harus
puskesmas, pasien dikatakan mulai lebih
memastikan uang yang masuk sesuai
tenang dan mau diajak berobat ke
dengan barang yang terjual. Namun
Poliklinik Jiwa RSUD Sanjiwani
penjelasan-pejelasan seperti itu
Gianyar.Pada kunjungan ke poliklinik
dikatakan kurang diterima oleh pasien.
Jiwa RSUD Sanjiwani Gianyar, pasien
mendapat obat chlorpromazine1 x50 masih SMA dikatakan pernah dibawa ke
mg dan trihexyphenidyl 1x 2 mg. rumah sakit oleh ibunya karena sering
bengong dan kurang konsentrasi di
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit
sekolah.Kemudian dari hasil
sistemik seperti hipertensi, kencing
pemeriksaan dokter, dikatakan bahwa
manis serta penyakit jantung. Namun
pasien positif pernah menyalahgunakan
saat pasien
narkoba.Sementara itu dari riwayat
keluarga pasien, tidak ada anggota
keluarga yang memiliki keluhan
yang sama dengan pasien. Riwayat
gangguan jiwa dan penyakit sistemik di
keluarga pasien juga dikatakan tidak
ada.

Lingkungan keluarga pasien dikatakan


cukup baik.pasien merupaka anak ketiga
dari tiga bersaudara. Kakak pertama,
perempuan, sudah menikah dan tinggal
di Tabanan.Kakak kedua, laki-laki, juga
sudah menikah dan tinggal di
Sidakarya.Pasien lahir dan tumbuh di
Payangan, bersama kedua orangtua dan
saudaranya.Kemudian ayah pasien
pensiun dan bekerja di ladang serta
beternak sapi di Tegalalang.Sedangkan
pasien tinggal bersama istri, anak serta
ibu pasien di rumah yang baru dibuat di
Payangan.Di belakang rumah pasien
juga terdapat rumah paman dan bibi
pasien.Sebelum keluhan saat ini
dialami oleh pasien, pasien
merupakan seorang pembuat
tato.Dikatakan setiap hari ada saja yang
datang untuk ditato, sehingga
penghasilan pasien cukup lumayan dan
mampu merenovasi rumah.Namun semenjak

pasien sering curiga, pelanggan pasien


Pasien didiagnosis dengan Gangguan
mulai berkurang dan pasien juga enggan
Waham Menetap, dengan diagnosis
untuk bekerja karena merasa sering
multiaksial sebagai berikut: Aksis
dibicarakan oleh orang yang
I
datang.Dalam kesehariannya, pasien
hanya berinteraksi dengan orang-orang
di rumah, yakni ibu, paman dan
bibinya saja.pasien jarang keluar
rumah karena merasa selalu dibicarakan
oleh orang-orang di kampungnya.
Pasien juga jarang mau menerima
teman-temannya yang datang ke rumah,
karena merasa teman-temannya akan
menjelek-jelekkan istrinya.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan


pasien dengan tanda vital dalam batas
normal. Status general dan neurologis
tidak ditemui adanya kelainan. Pada
pemeriksaan psikiatri didapatkan
penampilan wajar, roman muka sesuai
umur, kontak verbal dan visual cukup,
kesadaran jernih, orientasi baik,
kemampuan berpikir abstrak baik, daya
ingat baik, intelengensia baik.
Mood/afek curiga, labil/inadekuat.
Bentuk pikir non- logis non-realis, arus
pikir koheren, isi pikir terdapat waham
curiga.Tidak terdapat halusinasi
auditorik dan visual.Tidak terdapat
masalah tidur dan masalah mengurus
diri. Psikomotor tenang saat
pemeriksaan.
Gangguan Waham Menetap, Aksis II ciri yang cukup lama demi kesembuhan
kepribadian paranoid, Aksis III riwayat pasien.
penggunaan obat psikotropika
Pada kunjungan ke poliklinik jiwa kali
(ganja), Axis IV masalah pemakaian obat
ini, keadaan pasien dikatakan sudah
psikotropika dan lingkungan lainnya,
mulai tenang.Pasien dikatakan sudah
dan Axis V GAF saat pemeriksaan
mulai jarang marah-marah dan rasa
adalah 80-
curiga ke istri pasien juga dikatakan
71. Pasien diterapi dengan melanjutkan
sudah mulai berkurang, dimana istri
pemberian obat chlorpromazine1 x50
pasien sudah diperbolehkan bekerja
mg dan trihexyphenidyl 1x 2 mg serta
kembali di tempat laundry di dekat
pemberian psikoterapi suportif pada
rumah. Pasien juga sudah mulai bisa
pasien dan keluarga.Keluarga pasien
bekerja dengan membuat lukisan, meski
juga diberikan KIE (komunikasi
dikatakan pasien belum bisa membuat
informasi edukasi) tentang keadaan
tato karena belum bisa fokus
pasien dan agar tetap bersabar serta
menggambar tato dan masih merasa
terus memberikan dukungan kepada
malu bertemu dengan orang lain.
pasien dalam menjalani pengobatan

DISKUSI halusinasi yang simultan, bicara kacau,


serta gejala negatif seperti afek datar
Pasien pada laporan kasus ini
atau perilaku kacau lainnya), selain
didiagnosis dengan gangguan waham
akibat dari waham pasien fungsi dan
menetap yang termasuk dalam
perilaku pasien cenderung normal dan
kelompok skizofrenia, gangguan
wajar, jika terdapat gangguan mood
skizotipal, dan gangguan waham dimana
biasanya berlangsung singkat, dan
kelompok ini memiliki ciri khas gejala
gangguan yang terjadi tidak diakibatkan
psikotik dan etiologi organik yang
1 oleh suatu efek fisiologis langsung dari
tidak jelas. Penegakan diagnosis ini
sesuai suatu zat (penyalahgunaan zat atau
dengan pedoman diagnosis DSM-IV-TR pengobatan) atau suatu kondisi medis.
yang mendefinisikan gangguan waham Gangguan waham memiliki beberapa
menetap berdasarkan beberapa kriteria, subtipe yaitu erotomania, grandiose,
yakni terdapat suatu waham nonbizarre curiga, persecutory, somatis,
yang terjadi selama minimal tiga bulan, campuran,
2
kriteria pasien tidak memenuhi dan tidak spesifik. Pada kasus ini,
pasien
diagnosis skizofrenia (tidak terdapat
datang dengan keluhan selalu curiga memenuhi kriteria diagnosis gangguan
pada istrinya semenjak pernikahan waham menetap dengan subtipe curiga,
mereka empat tahun lalu dan dikatakan dimana pasien selalu mencurigai
memberat sejak tiga bulan yang lalu. istri sudah berselingkuh walaupun tidak
Keluhan pasien ada bukti yang cukup untuk mendukung
kecurigaan pasien.

Hingga saat ini penyebab pasti dari


gangguan waham menetap belum
diketahui.Namun beberapa faktor telah
diketahui berkaitan dengan gangguan
waham menetap, diantaranya faktor
genetik, faktor biokimia, dan faktor
psikologis.Hubungan faktor genetik
dengan gangguan waham menetap
memang belum terlalu jelas. Belum
didapatkan suatu gen yang berkaitan
langsung dengan kejadian gangguan ini,
namun suatu riwayat gangguan
kepribadian paranoid diketahui lebih
sering ditemukan pada kerabat tingkat
pertama dari pasien dengan gangguan
waham (4,8%) dibandingkan dengan
pasien kontrol (0%) dan pasien
dengan
3
skizofrenia (0,8%). Kondisi
hiperdopaminergik merupakan suatu
faktor biokimia yang telah diketahui
turut berperan dalam pembentukan
delusi/waham. Sebuah penelitian
menunjukkan peningkatan
kadarhomovanilic acid (HVA) yang
merupakan metabolit dopamin pada
plasma darah pasien dengan
gangguan
6
waham. Kajian pada bidang
psikologi
menunjukkan bahwa pasien dengan penyalahgunaan narkoba dengan
delusi secara selektif memilah informasi kejadian gangguan psikiatri.Ganja
yang tersedia. Pasien biasanya membuat (Cannabis sp) sebagai salah satu jenis
suatu kesimpulan berdasarkan narkoba yang paling sering disalah
informasi yang tidak adekuat, gunakan oleh remaja
mengkaitkan kejadian buruk yang
terjadi dengan kesalahan orang lain, dan
memiliki kesulitan dalam memahami
niat dan maksud orang lain.Pasien
dengan gangguan waham juga umumnya
membuat suatu keputusan berdasarkan
data yang lebih sedikit dibandingkan
orang normal. Meskipun menggunakan
data yang lebih sedikit, pasien dengan
gangguan ini sama yakinnya dengan
orang normal mengenai
7
ketepatan keputusannya. Pada kasus
ini,
pasien tidak memiliki riwayat adanya
gangguan psikiatri pada keluarganya.
Namun pasien memang memiliki ciri
kepribadian paranoid yang
merupakan salah satu faktor yang dapat
menyebabkan gangguan ini.Secara
psikologis, berdasarkan hasil
wawancara, pasien juga tergolong
sangat mudah untuk dipengaruhi dan
mempercayai hal-hal buruk mengenai
istrinya yang diceritakan oleh temen-
teman pasien, meskipun tidak ada bukti
yang mendukung informasi tersebut.

Beberapa penelitian saat ini sedang


mencari suatu hubungan antara
memiliki efek samping akut dan kronis suatu proses pengiriman sinyal baru
yang terkait dengan gangguan pada sistem saraf yang mengatur sistem
psikiatri.Penggunaan ganja dapat neurotransmiter, metabolisme energi,
menyebabkan efek samping akut seperti dan fungsi imunitas. Penggunaan ganja
kecemasan, panik dan gejala pada periode kritis dari perkembangan
psikotik (pada dosisi tinggi). otak, khususnya saat remaja, dapat
Sementara penggunaan jangka panjang menyebabkan gangguan yang sangat
dapat menyebabkan ketergantungan, besar pada sistem endocannabinoid dan
gangguan psikotik, serta gangguan pada akhirnya akanmengganggu kinerja
kognitif dan otak. Ganja dan sistem endocannabinoid
pembelajaran pada pengguna memiliki interaksi yang sangat
5
remaja.
kompleks dengan dopamin, gamma
Penelitian mengenai efek ganja aminobutyric acid (GABA), dan transmisi

terhadap gangguan psikiatri saat ini glutamat serta faktor lainnya yang
semakin berkembang dengan adanya merupakan neurotransmiter yang

kemajuan pada penelitian reseptor turut berperan dalam terjadinya


cannabinoid dan ligand endogen. Saat suatu
8
ini telah diketahui bahwa sistem gangguan psikiatri. Meskipun
penggunaan
endocannabinoid merepresentasikan
ganja memiliki pengaruh yang masa SMA.Riwayat penggunaan ganja
sangat besar pada kinerja otak, tidak dalam jangka waktu yang cukup lama
semua pengguna ganja akan mengalami ini, dapat menjadi salah satu penyebab
suatu gangguan psikiatri. Hal ini gangguan waham menetap yang dialami
menunjukkan bahwa selain dipicu oleh oleh pasien. Dimana pengunaan ganja
penggunaan ganja,suatu rentanan untuk pada usia remaja dan adanya suatu
mengalami gangguan psikiatri juga faktor premorbid seperti ciri
harus dimiliki oleh orang kepribadian paranoid menjadikan
tersebut.Dimana pasien pada kasus ini, pasien sangat beresiko untuk
memiliki riwayat penggunaan ganja mengalami suatu gangguan psikiatri.
selama tiga tahun saat bersekolah di
Pasien pada kasus ini mendapat
SMA.Meskipun mengatakan sudah
penatalaksanaan dengan pemberian obat
berhenti sejak lulus SMA, namun pasien
berupa chlorpromazine dan
masih sempat menggunakan ganja
trihexyphenidyl.Chlorpromazine
beberapa kali jika dikunjungi oleh teman
termasuk dalam kelompok obat anti-
psikosis tipikal dari golongan di sistem limbik dan sistem ekstra
phenothiazine dengan rantai aliphatic. piramidal (antagonis reseptor dopamin
Obat anti-psikosis tipikal bekerja 9
D2). Pemberian obat dari golongan
dengan cara memblokade dopamin pada
ini juga sesuai dengan temuan yang
reseptor pasca-sinaptik di otak,
didapatkan, dimana penurunan kadar
khususnya
dopamin, yang ditunjukkan oleh
penurunan kadar metabolitnya yaitu
homovanilic acid (HVA) berkorelasi
dengan perbaikan gejala yang dialami
6
oleh pasien. Pemberian
trihexyphenidyl, suatu agen
antikolinergik,bertujuan untuk menekan
efek ekstra piramidal (tremor,
rigiditas, dan peningkatan produksi
saliva) yang diakibatkan oleh obat anti-
9
psikosis tipikal. Selain pemberian obat
kepada pasien, pemberian psikoterapi
kepada pasien dan keluarganya juga
sangat penting untuk dilakukan. Hal ini
berkaitan dengan dukungan dari pihak
keluarga yang sangat penting untuk
membantu kesembuhan pasien.

Prognosis pasien dengan gangguan


waham menetap, selain pada ketaatan
pasien menjalani pengobatan, juga
sangat bergantung pada lingkungan
keluarga dan masyarakat.Pasien pada
kasus ini memiliki keluarga yang sangat
memperhatikan dan terus mendukung
kesembuhan pasien.Namun pasien
memang harus lebih berhati-hati dalam
menerima informasi yang diberikan oleh
teman-temannya agar tidak percaya
begitu saja tanpa alasan yang jelas. Pasien dengan gangguan waham

menyeluruh memiliki respon positif


yang sangat baik terhadap pengobatan,
dimana lebih dari 50% pasien akan
sembuh sempurna ataupun mengalami
10
perbaikan gejala. Pasien pada kasus
ini juga memperlihatkan respon yang
positif terhadap pengobatan, dimana
pasien saat ini sudah mengalami
pengurangan gejala curiga dan mulai
jarang marah-marah. Bahkan pasien
sudah mulai mempercayai
istrinya untuk bekerja kembali.Sehingga
pasien diharapkan untuk terus
melanjutkan pengobatan hingga
mengalami kesembuhan sempurna.
ANALISIS JURNAL

PROBLEM:
Beberapa penelitian saat ini sedang mencari suatu hubungan antara
penyalahgunaan narkoba dengan kejadian gangguan psikiatri.Ganja
(Cannabis sp) sebagai salah satu jenis narkoba yang paling sering disalah
gunakan oleh remaja memiliki efek samping akut dan kronis yang terkait
dengan gangguan psikiatri.Penggunaan ganja dapat menyebabkan efek
samping akut seperti kecemasan, panik dan gejala psikotik (pada dosisi
tinggi).

INTERVENTION:
Pemberian obat dari golongan ini juga sesuai dengan temuan yang
didapatkan, dimana penurunan kadar dopamin, yang ditunjukkan oleh
penurunan kadar metabolitnya yaitu homovanilic acid (HVA) berkorelasi
6
dengan perbaikan gejala yang dialami oleh pasien. Pemberian
trihexyphenidyl, suatu agen antikolinergik,bertujuan untuk menekan efek
ekstra piramidal (tremor,rigiditas, dan peningkatan produksi saliva) yang
9
diakibatkan oleh obat anti-psikosis tipikal.

COMPARE:
Penegakan diagnosis ini sesuai dengan pedoman diagnosis DSM-IV-
TR yang mendefinisikan gangguan waham menetap berdasarkan beberapa
kriteria, yakni terdapat suatu waham nonbizarre yang terjadi selama
minimal tiga bulan, kriteria pasien tidak memenuhi diagnosis skizofrenia
(tidak terdapat halusinasi yang simultan, bicara kacau, serta gejala negatif
seperti afek datar atau perilaku kacau lainnya), selain akibat dari waham
pasien fungsi dan perilaku pasien cenderung normal dan wajar, jika terdapat
gangguan mood biasanya berlangsung singkat, dan gangguan yang terjadi
tidak diakibatkan oleh suatu efek fisiologis langsung dari suatu zat
(penyalahgunaan zat atau pengobatan) atau suatu kondisi medis. Gangguan
waham memiliki beberapa subtipe yaitu erotomania, grandiose, curiga,
persecutory, somatis, campuran, dan tidak spesifik
OUTCOME:
Pasien pada kasus ini juga memperlihatkan respon yang positif
terhadap pengobatan, dimana pasien saat ini sudah mengalami
pengurangan gejala curiga dan mulai jarang marah-marah. Bahkan pasien
sudah mulai mempercayai
istrinya untuk bekerja kembali.Sehingga pasien diharapkan untuk terus
melanjutkan pengobatan hingga mengalami kesembuhan sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

Rusdi Maslim. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta:


PT. Nuh Jaya; 2001
American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders. Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR).
Washington, DC:American Psychiatric; 2000
James A. Bourgeois. Delusional Disorder. 2013. [Diakses: 5 Juni 2014]
Diambil dari: http://emedicine.medscape.com/article/ 292991-
overview#showall
Sandeep Grover, Nitin Gupta, Surendra Kumar Mattoo. Delusional Disorders:
An Overview. German J Psycjiatry 2006;9:62-73
Slobodan Loga, Svjetlana Loga-Zec, Mira Spremo. Cannabis and Psychiatric
Disorders. Psychiatria Danubina 2010;22(2):296-297
Morimoto K, Miyatake R, et al. Delusional Disorder: Molecular Genetic
Evidence for Dopamine Psychosis. Neuropsychopharmacology
2002;26(6):794-801
Conway CR, Bollini AM, et al. Sensory Acuity and Reasoning in
Delusional Disorder. Compr Psychiatry 2002;43(3):175-178
Masood A. Khan, Sailaja Akella. Cannabis-Induced Bipolar Disorder with
Psychotic Features: A Case Report. Psychiatry (Edgemont)
2009;6(12):44-48
Rusdi Maslim. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi Ketiga. Jakarta:
PT. Nuh Jaya; 2007
Theo C. Manschreck, Nealia L. Khan. Recent Advances in the Treatment of
Delusional Disorder. Can J Psychiatry 2006;51(2):114-119
PENGARUH PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN TERHADAP
KEMAMPUAN KLIEN MENGONTROL WAHAM DI RUMAH SAKIT KHUSUS
DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

Salmawati1, Faisal Asdar2, Rusli3


1STIKES Nani Hasanuddin Makassar
2STIKES Nani Hasanuddin Makassar
3
Poltekkes Kemenkes Makassar

ABSTRAK

Waham adalah Kesalahan dalam menilai diri sendiri, atau keyakinan dengan
isi pikirannya padahal tidak sesuai dengan kenyataan. Atau kepercayaan
yang telah terpaku/terpancang kuat dan tidak dapat dibenarkan
berdasarkan fakta dan kenyataan tetapi tetap dipertahankan. Jika disuruh
membuktikan berdasar akal sehatnya.Atau disebut juga kepercayaan yang
palsu dan sudah tidak dapat dikoreksi (Baihaqi, 2009). Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan asuhan
keperawatan terhadap kemampuan klien mengontrol waham Di Rumah
Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini
merupakan jenis penelitian quasi ekperimental design: Non equivalen
control group desaign, Populasi dalam penelitian ini yaitu semua klien
dengan gangguan waham yang dirawat di Ruang Intermediat Rumah Sakit
Khusus Daerah Provinsi Sul-Sel sebanyak adalah 178 orang. Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu nonprobability sampling
dengan cara porpusive sampling sebanyak 30 responden sesuai dengan
kriteria inklusi dan kriteria ekslusi.pengumpulan data dilakukan dengan
mengunakan kuisioner dan lembar observasi. Data yang terkumpul
kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan komputer program
microsoft excel dan program statistik (SPSS) versi 16.0.Analisis data
mencakup analisis univariat dengan mencari distribusi frekuensi, analisis
bivariat dengan uji wilcoxon (p<0,05) untuk mengetahui hubungan
antarvariabel. Hasil analisis bivariat didapatkan ada pengaruh
penerapan asuhan keperawatan terhadap kemampuan klien mengontrol
pengaruh yang bermakna penerapan asuhan keperawatan terhadap
Kemampuan mengontrol waham pada kelompok perlakuan (p<0,00).
Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang bermakna
penerapan asuhan keperawatan terhadap kemandirian kemampuan
mengontrol waham Di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan.
Kata Kunci: Waham, asuhan, keperawatan

PENDAHULUAN. (mental disorder), yang merupakan


Pembangunan kesehatan nasional salah satu dari empat masalah
salah satunya adalah gangguan jiwa kesehatan utama di negara- negara
maju, modern, industri, dan termasuk
Indonesia.Faktanya, potensi pendekatan pada pasien melalui
seseorang terserang gangguan jiwa suatu proses keperawatan yang
sangat tinggi. Dari data Badan merupakan metode ilmiah dalam
Kesehatan Dunia (WHO) hingga menjalankan asuhan keperawatan
Oktober 2010 tercatat penderita dan penyelesaian masalah secara
gangguan jiwa di Indonesia sistematis yang digunakan oleh
mencapai 26 juta orang dari sekitar perawat. Dimana penerapan proses
220 juta orang total jumlah keperawatan dapat meningkatkan
penduduk Indonesia (Arief, 2011). otonomi, percaya diri, cara
Meskipun gangguan jiwa bukanlah berpikir logis, ilmiah dan
sebagai gangguan kesehatan yang sistematis, memperlihatkan
dapat tanggung jawab dan tanggung gugat,
menyebabkan kematian secara serta pengembangan diri perawat.
langsung, namun beratnya Disamping itu, klien dapat
gangguan tersebut dalam arti merasakan mutu pelayanan
ketidakmampuan serta invaliditas keperawatan yang lebih baik dan
baik secara individu maupun berperan aktif dalam perawatan diri,
kelompok akan menghambat serta terhindar dari malpraktik
pembangunan bangsa dan negara, (Keliat, Panjaitan, Helena, 2010).
karena mereka tidak produktif Menurut data yang diperoleh
dan tidak efisien (Setyonegoro, dari Medical Record Rumah Sakit
2008 dalam Khusus Daerah Provinsi Sulawesi
Hawari, 2011). Selatan sejak bulan Januari sampai
Keperawatan jiwa dihadirkan November tahun 2012,terhitung
sebagai upaya menuntaskan jumlah pasien dengan gangguan
tujuan kesehatan nasional yang waham sebanyak
merupakan bagian dari kesehatan 5.264 orang pasien (49,52 %),
jiwa, dan sebagai spesialisasi menarik diri sebanyak 2.105 orang
praktik keperawatan yang pasien (25%), dan waham sebanyak
menerapkan teori perilaku 1.653 orang pasien (10%). Pasien
manusia sebagai ilmunya dan rawat inap yang mengalami
penggunaan diri sendiri secara gangguan jiwa skizofrenia
terapeutik sebagai kiatnya. paranoid dan gangguan psikotik
Perawat jiwa dalam bekerja dengan gejala curiga berlebihan,
memberikan stimulus konstruktif sikap eksentrik, ketakutan, murung,
kepada klien (individu, keluarga, bicara sendiri, galak dan bersikap
kelompok, dan komunitas) dan bermusuhan (Medical Record, 2012).
membantu berespon secara Tindakan perawat dalam
konstruktif sehingga klien belajar melaksanakan praktek keperawatan
cara penyelesaian masalah. Selain pada pasien waham memiliki
menggunakan diri sendiri secara beberapa terapi yang digunakan
terapeutik, perawat juga salah satunya yaitu terapi
menggunakan terapi modalitas modalitas, dimana terapi
dan komunikasi terapeutik (Keliat, modalitas yang umum dilaksanakan
Panjaitan, Helena, 2010). adalah terapi bermain, terapi
Perawat jiwa aktivitas kelompok (TAK), terapi
menggunakan individual, terapi keluarga, terapi
milieu, terapi biologis, intervensi rancangan quasi ekperimental design:
krisis, hipnosis, terapi perilaku, Non equivalen control group desaign,
terapi singkat dan terapi pikiran yaitu sejumlah subjek yang diambil
jasmani rohani. Dalam terapi dari populasi tertentu
individual, tindakan praktek dikelompokkan dengan karakteristik
keperawatan pada pasien waham yang hampir sama. Kemudian
adalah pembentukan hubungan kelompok tersebut dibagi dua yaitu
yang terstruktur dan satu persatu kelompok eksperimen dan kelompok
antara perawat dengan klien untuk kontrol. Kelompok perlakuan dan
mencapai perubahan pada diri kelompok kontrol diberi pre-test.
klien, mengembangkan suatu Kelompok perlakuan dikenai
pendekatan yang unik dalam perlakuan dalam waktu tertentu
rangka menyelesaikan konflik,dan namun tidak bersamaan. Untuk
mengurangi penderitaan serta mengetahui seberapa jauh pengaruh
untuk memenuhi kebutuhan klien treatment kedua kelompok harus
yaitu dengan pemberian asuhan diberi post-test.
keperawatan (Erlinafsiah, Populasi terjangkau disebut
2010) pula populasi sumber target yang
Adapun standar asuhan dapat dijangkau peneliti
keperawatan yang diterapkan (Sastroasmoro & Ismael, 2008).
pada klien dalam keperawatan Populasi terjangkau dalam penelitian
jiwa yaitu strategi pelaksanaan ini yaitu semua klien dengan
komunikasi teraupetik. Dalam gangguan waham yang ada di Rumah
melakukan strategi pelaksanaan Sakit Khusus Daerah Provinsi
komunikasi teraupetik perawat Sulawesi Selatan.
Sampel adalah bagian
mempunyai empat tahap (subset) dari
komunikasi, yang setiap tahapnya populasi yang dipilih dengan cara
mempunyai tugas yang harus tertentu hingga dianggap dapat
diselesaikan oleh perawat. Empat mewakili populasinya jumlah sampel
tahap tersebut yaitu tahap 30 orang, 15 orang sampel perlakuan
prainteraksi, orientasi atau dan 15 orang sampel control.
perkenalan, kerja dan terminasi. 1. Pengumpulan Data
Dalam membina hubungan Dalam pengumpulan data ini
teraupetik perawat- klien, dilakukan dengan menggunakan
diperlukan ketrampilan teknik observasi dan wawancara.
perawat dalam berkomunikasi Lembar observasi penelitian
untuk membantu memecahkan dikembangkan menjadi
masalah klien. Perawat harus 15 item pengamatan dan setiap
hadir secara utuh baik fisik pengamatan diperlukan pilihan
maupun psikologis terutama dalam alternatif jawaban (ya) dan
penampilan maupun sikap pada (tidak), cara mengukur
saat berkomunikasi dengan klien kemampuan klien mengontrol
(Riyadi, 2009). waham ini dengan memberi skor
pada jawaban responden. Adapun
BAHAN DAN METODE skor jawaban (ya) = 1 dan (tidak) =
Bentuk penelitian yang 0, kemudian dijumlahkan dan
digunakan penulis adalah dengan jumlah merupakan petunjuk
bagaimana kemampuan klien
mengontrol waham.

Setelah kuesioner diisi oleh


responden, kemudian dikumpulkan
dalam bentuk data, data tersebut
dilakukan pengecekan dan
memeriksa kelengkapan data,
kesinambungan, dan memeriksa
keseragaman data. pengolahan
data, semua data/jawaban
disederhanakan dengan
memberikan simbol untuk setiap
jawaban c. Tabulasi Data
Dikelompokkan ke dalam suatu
tabel menurut sifat-sifat yang
dimiliki, kemudian data dianalisa
secara statistik.
a. Analisa univariat
Analisa univariat dilakukan
terhadap setiap variabel dari
hasil penelitian yang menghasilkan
distribusi dan presentase dari
tiap variabel yang diteliti
b. Analisa bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk
melihat pengaruh variabel bebas
terhadap variabel independen
dengan menggunakan uji statistik
Paitred T- Test dengan
menggunakan komputer program
SPSS 16.

HASIL
PENELITIAN
Distribusi responden
berdasarkan data demografi. Hasil
data dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 1. Distribusi frekuensi
karateristik responden berdasarkan
umur dengan masalah keperawatan
waham di ruang perawatan
intermediated RSKD Provinsi Sul-
Sel
Kelompok Kelompok

Karakteristik

Laki-laki 10 66,7 10 66,7


Perempuan 5 33,3 5 33,3
Total 15 100 15 100
Sumber : Data Primer
2013

Berdasarkan tabel diatas


menunjukkan bahwa jenis kelamin
antara kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol jumlahnya sama
yaitu, laki-laki 10 orang (66,7%) dan
perempuan 5 orang (33,3%).

Tabel 3. Distribusi frekuensi karateristik


responden berdasarkan pendidikan
dengan masalah keperawatan waham di
ruang perawatan intermediated RSKD
Kelompok Kelompok Provinsi Sul- SelKelompok Kelompok

Karakteristik KarakteristikTabel2. Distribusi


n % n frekuensi
%
karateristik responden
16 - 25 Thn 2 13,3 4 26,7 SD 5 33,3 8 53,3
26 -35 Thn 8 53,3 7 46,7 SMP berdasarkan
6 40,3 jenis
2 kelamin
13,3
35 - 45 Thn 5 33,3 3 20,0 SMA dengan 3 masalah
20,3 keperawatan
4 26,7
46 - 55 Thn 0 0 1 6,7 Diploma waham1 di6,7ruang0 perawatan
0
Total 15 100 15 100 S1 0 0 1 6,7
intermediated RSKD Provinsi
Sumber : Data Primer 2013 Total Sul- 15
Sel 100 15 100

Berdasarkan tabel diatas


menunjukkan bahwa frekuensi
terbanyak menurut umur adalah
responden pada kelompok perlakuan
dengan rentang umur 26-35 tahun
sebanyak 8 orang (53,3%) dan terkecil
rentang umur 16-25 tahun 2 orang
(13,3%), pada kelompok kontrol
terbanyak dengan rentang umur 26-35
tahun 7 orang (46,7%) terendah adalah
rentang umur
46-55 tahun sebanyak 1 orang
(6,7%)
Sumber : Data Primer 2013
Tabel 4. Distribusi frekuensi karateristik
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan responden bedasarkan status
bahwa jenjang pendidikan responden kelompok perkawainan dengan masalah
perlakuan terbanyak adalah SMP 6 orang (40,3%) keperawatan waham di perawatan
dan terkecil Diploma 1 orang (6,7%), untuk Kelompok
intermediated RSKD Provinsi Kelompok
Sul- Sel
kelompok kontrol terbanyak adalah SD 8 orang Karakteristik
(53,3%) dan terendah adalah S1 1 orang (6,7%). Status
mingguPerkawinan n
1 orang (6,7%), % untukn kelompok
%
Menikah
kontrol terbanyak 3 minggu
1-4 20,0 dan 4 1-226,7
bulan
Berdasarkan tabel diatas
sebanyak Cerai 5 33,3 1 6,7
menunjukkan bahwa status perkawinan
Belum dan terkecil 3-4 bulan 1 orang
4 orang (26,7%)
responden kelompok perlakuan
terbanyak adalah belum menikah dengan (6,7%)
Total 15 100 15 100
jumlah responden 7 orang (46,7%) dan
1. Analisis Univariat
terkecil dengan status perkawinan
a. Distribusi responden kelompok control
menikah sebanyak 3 orang (20,0%),
berdasarkan Kemampuan mengontrol
untuk kelompok kontrol status
waham responden sebelum dan setelah
perkawinan terbanyak adalah belum
dilakukan intervensi Penerapan asuhan
menikah sebanyak 10 orang (66,7%)
keperawatan di RSKD Prov. Sul-Sel Tabel 6.
dan terkecil cerai
Distribusi Responden kelompok control
1 orang
berdasarkan Kemampuan mengontrol
(6,7%).
waham sebelum dan setelah dilakukan
Kemampuan
Tabel 5. Distribusi frekuensi Mengontrol
karateristik intervensi asuhan keperawatan di RSKD
responden berdasarkan lama Waham rawat Prov. Sul-Sel
dengan masalah keperawatan Prewaham
Test diPost Test
ruang Kriteria
perawatan intermediated
N % n %
RSKDProvinsi Sul-Kurang
Sel. Kelompok Kelompok

Karakteristik
Mampu 0 0 1 6,7
Jumlah 15 100 15 100
1 - 4 Minggu 1 6,7 4 26,7
1 - 2 Bulan 0 0 4 26,7
> 2 Bulan 6 40,0 3 20,0
3 - 4 Bulan 8 53,3 1 6,7
> 4 Bulan 0 0 3 20,0
Total 15 100 15 100

Sumber : Data Primer


2013

Berdasarkan tabel diatas


menunjukkan bahwa lama dirawat
responden terbanyak kelompok
perlakuan adalah lama rawat 3-4 bulan
dengan jumlah responden 8 orang
(53,3%) terkecil lama rawat 1-4
Tabel 7. Distribusi Responden
Distribusi responden kelompok perlakuan berdasarkan
pada kelompok kontrol Kemampuan mengontrol waham
berdasarkan kemanpuan sebelum dan setelah dilakukan
mengontrol waham Kemampuan Mengontrol
intervensiasuhan keperawatan di
menunjukkan bahwa pada RSKD Prov. Sul-Sel
Waham
kemampuan mengontrol
Pre Test Post Test
waham pre test dari 15 Kriteria n % n %
responden, kebanyakan Kurang
responden memiliki
kemampuan mengontrol Mampu 0 0 14 93,3
waham yang kurang Jumlah 15 100 20 100
mampu yaitu sebanyak 15
responden (100%) dan
Sumber : Data Primer
tidak ada responden
2013
yangmampu mengontrol
waham. Sedangkan pada Distribusi responden pada
Post test dari 15 kelompok perlakuan berdasarkan
responden sebagian besar kemapuan mengontrol waham
responden masih tetap menunjukkan bahwa pada
kurang mampu dalam hal kemampuan mengontrol waham
mengontrol waham yaitu pre test dari 15 responden
sebanyak 14 responden sebagaian besar responden
(93,3%) dan yang mampu memiliki kemampuan mengontrol
dalam hal mengontrol waham kurang mampu yaitu
waham yaitu sebanyak 1 sebanyak
responden (6,7%) 15 responden (100%) dan tidak
ada responden yang memiliki
b. Distribusi responden
kemampuan mengontrol waham
kelompok perlakuan
mampu. Sedangkan pada
berdasarkan Kemampuan
kemampuan mengontrol waham
mengontrol waham
Post test dari 15 responden
responden sebelum dan
sebagian besar responden berubah
setelah dilakukan intervensi
mampu dalam mengontrol waham
Penerapan asuhan
yaitu sebanyak 14 responden
keperawatan di RSKD Prov.
(93,3%) dan yang kurang
Sul-Sel
mampu mengontrol waham yaitu sebanyak Tabel 8. Pengaruh penerapan
1 responden (6,7%) asuhankeperawatan terhadap kemandirian
Kemampuan mengontrol waham pada
2. Analisis Bivariat kelompok kontrol di RSKD Prov. Sul-Sel
a. Pengaruh penerapan asuhan Pene Kemampuan
keperawatan terhadap kemandirian ra Mengontrol Total
pan Waham Kurang
Kemampuan mengontrol waham pada asuh Mampu Mampu
kelompok kontrol an n %
keper n % n 5%
a
Pre 0 0 15 100 15 10 Kemampu
Penerap an Total
Post 14 93,3 1 6,7 15 10 an Mengont
Jumla 14 46,6 16 53,4 30 10 asuhan rolKurang
keperaw Mamp Mampu
Sumber : Data Primer 2013 ata n u n %
n % n 5%
Tabel di atas menunjukkan bahwa Pre 0 0 15 100 15 100
pada kelompok kontrol responden yang
Post 1 6,7 14 93,3 15 100
belum dilakukan penerapan asuhan
keperawatan (Pre) seluruh responden Jumlah 1 6,7 29 46,6 30 100
kurang mampu dalam mengontrol waham. Sumber : Data Primer 2013
Pada responden yang sudah dilakukan
penerapan asuhan keperawatan (Post) Tabel diatas menunjukkan bahwa
sebagian besar masih kurang mampu pada responden yang belum dilakukan
mengontrol waham sebanyak 14 responden penerapan asuhan keperawatan (Pre)
(93,3%) sedangkan responden yang mampu sebagian besar masih kurang mampu
mengontrol waham sebanyak 1 responden dalam mengontrol waham yaitu
(6,7%). sebanyak 15 responden (100%)
Berdasarkan hasil uji t diperoleh nilai sedangkan responden yang mampu
hitung p = 0,334 lebih besar dari nilai α = mengontrol waham tidak ada sama
0,05. Dari analisis tersebut dapat diartikan sekali. pada responden yang sudah
bahwa Ha ditolak atau tidak ada pengaruh dilakukan penerapan asuhan
penerapan asuhan keperawatan terhadap keperawatan (Post) sebagian besar
kemandirian Kemampuan mengontrol masih telah mampu mengontrol waham
waham pada kelompok kontrol. sebanyak 14 responden (93,3%)
sedangkan responden yang kurang
b. Pengaruh penerapan asuhan mampu mengontrol waham sebanyak 1
keperawatan terhadap kemandirian responden (6,7%).
Kemampuan mengontrol waham pada Berdasarkan hasil uji t diperoleh
kelompok perlakuan. nilai hitung p = 0,00 lebih kecil dari
Tabel 9. Pengaruh penerapan nilai α = 0,05. Dari analisis tersebut
asuhankeperawatan terhadap kemandirian dapat diartikan bahwa Ha diterima
Kemampuan mengontrol waham pada atau ada pengaruh penerapan asuhan
kelompok perlakuan di RSKD Prov. Sul-Sel keperawatan terhadap kemandirian
Kemampuan mengontrol waham pada
kelompok perlakuan.

PEMBAHASAN
Waham adalah suatu keyakinan kokoh
yang salah dan tidak sesuai dengan fakta dan
keyakinan tersebut mungkin “aneh”
(misalnya”saya adalah nabi yang menciptakan
biji mata manusia”) atau biasa pula “tidak
aneh” (hanya sangat tidak mungkin, contoh
masyarakat di surga selalu menyertai saya
kemanapun saya pergi”) dan tetap
dipertahankan meskipun telah diperlihatkan
bukti-bukti yang jelas untuk Pada mereka yang dinilai tidak mampu
mengoreksinya (Purba dkk, 2010). mengenali realitas, sering melakukan apa
Kemampuan seseorang untuk menilai yang disebut oleh Freud sebagai defends
realitas. Kemampuan ini akan menentukan mechanism. Defends mechanism ini bersifat
persepsi, respons emosi dan perilaku dalam alamiah dan timbul karena individu
berelasi dengan realitas kehidupan. berkeinginan untuk mempertahankan diri dari
Kekacauan perilaku, waham, dan halusinasi ancaman-ancaman yang timbul dari realitas
adalah salah satu contoh penggambaran yang tidak mampu ia tanggulangi. Bentuk-
gangguan berat dalam kemampuan menilai bentuk defends mechanism semakin hari
realitas. Daya nilai adalah kemampuan semakin banyak, karena pada dasarny
untuk menilai situasi secara benar dan manusia ingin bertahan dari jenis-jenis
bertindak yang sesuai dengan situasi ancaman tersebut.
tersebut.(Kaplan dan Shadock, 2009) Menurut Pender dalam Basford & Slevin
Kemampuan menilai realita berkaitan (2006), faktor yang mempengaruhi
dengan kemampuan untuk menerima peningkatan kesehatan seseorang adalah
realitas, banyak sekali masalah-masalah faktor demografis (jenis kelamin, usia,
kehidupan yang muncul. Perbedaan pendapatan, status perkawinan), faktor
(discrepancy) antara impuls-impuls, biologis, interpersonal, lingkungan, serta
harapan-harapan dan ambisi seseorang pengaruh lingkungan. Namun dalam penelitian
biasa dilihat dipihak lain, kesempatan dan yang dilakukan peneliti, karakteristik
kemampuan yang bersifat aktual dipihak responden seperti: usia, jenis kelamin,
lainnya. Maksud dari pernyataan ini adalah pendidikan, ataupun status perkawinan
bahwa pada dasarnya kita dapat menghadapi responden dijadikan sebagai distribusi
dua pihak yang bertentangan antara karakteristik responden saja. Dimana peneliti
keinginan dan kenyataan (Wiramihardja, saat mengobservasi responden melakukan
2010). pengambilan sampel dengan cara porpusive
Pada orang-orang yang tidak normal, sampling.
keinginan dan harapan seringkali terlalu Dari hasil penelitian kelompok perlakuan
jauh dibandingkan dengan kenyataan. Hal ini didapatkan bahwa sebelum dilakukan
disebabkan oleh orientaasi orang tersebut penerapan asuhan keperawatan pada pasien
terlalu bersifat subyektif atau terhadap dengan waham semua responden kurang
dirinya sendiri saja. Orang-orang dewasa mampu mengontrol waham, dikarenakan
atau normal dalam membuat suatu untuk responden kelompok perlakuan belum
keputusan bahkan merumuskan keinginan mendapatkan penerapan asuhan keperawatan.
senantiasa memperhatikan mengenai Dan dari observasi penelitz sebagian
kemungkinan suatu keinginan tercapai. besar responden kelompok kontrol bisa saja
Artinya, mempertimbangkan realitas, telah mendapatkan asuhan keperawatan
orientasi bukan hanya pada diri sendiri, selain peneliti namun tidak tuntas. Sedangkan
tetapi juga pada pihak- pihak lain yang untuk kelompok perlakuan diberikan
tersangkut. Sebaliknya, pada mereka yang intervensi dari peneliti secara tuntas.
kurang sehat mental, antara keinginan dan Dari hasil observasi peneliti sebagian besar
kenyataan tidak banyak berbeda, sehingga pasien rawat inap di ruang intermediated
tidak memperlihatkan adanya motivasi Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi
dan usaha (Wiramihardja, Selatan merupakan pasien kambuhan dengan
2011). dirawat bukan hanya pertama kali, tetapi
dengan siklus yang berulang yaitu klien yang
dulunya mengalami gejala waham setelah perbedaan responden sebelum penerapan
mendapatkan pengobatan dan perawatan asuhan keperawatan, sedangkan pada kelompok
kemudian gejala waham hilang akan tetapi kontrol hampir tidak ada perubahan nilai. Dan
beberapa waktu kemudian klien mengalami dari hasil pengamatan peneliti pada kelompok
waham. Hal ini dibuktikan dengan adanya perlakuan, beberapa responden mengalami
kejadian klien yang sudah tenang, tiba-tiba peningkatan kemampuan mengontrol waham
kembali gelisah seperti keadaan saat masuk yang sangat cepat, dikarenakan sebagian
rumah sakit sebelumnya. Hal ini diakibatkan responden dilibatkan dalam terapi modalitas,
adanya sikap yang kurang baik yang yaitu terapi kelompok yang dilakukan oleh
ditunjukan oleh keluarga untuk merawat pendamping peneliti (Dafrosia). Dimana
pasien dengan menyerahkan perawatan di kegiatan tersebut dapat membantu
rumah sakit dan enggan menjenguk ataupun anggotanya berhubungan, berkomunikasi
merawat di rumah walaupun kondisi pasien dengan orang lain serta mengubah perilaku
sudah baik dan bisa pulang. Mengingat yang destruktif dan maladaptif (Keliat &
keluarga merupakan sistem pendukung Akemat, 2004).
utama yang memberikan perawatan Untuk mengetahui besar kemaknaan
langsung pada setiap keadaan sehat sakit penerapan asuhan keperawatan diantara
penderita, dengan tujuan untuk kedua kelompok yang mendapat perlakuan
mengembangkan dan meningkatkan dan kontrol dapat diuji dengan menilai nilai
kemampuan keluarga dalam mengatasi Independen TTest (Levane’s test for Equality of
kesehatan dalam keluarga tersebut (Keliat & Mean) pada Independen Unpaired Samples Test
Akemat, 2004). Kekambuhan pasien juga dengan hasil nilai signifikan 0,00 kurang dari
didukung dengan terlalu tingginya stress 0,05. Ini berarti mempunyai nilai kemaknaan
yang dialami klien dalam ruang perawatan yang signifikan. Dengan nilai yang kurang
seperti terlalu banyak pasien dengan masalah dari 0,05 ini menunjukkan adanya pengaruh
keperawatan yang berbeda-beda, juga yang signifikan antara penerapan asuhan
ditunjang dengan jumlah tenaga perawat keperawatan terhadap kemampuan
yang tidak seimbang dengan jumlah pasien klien mengontrol waham. Dan membuktikan
dalam ruang perawatan sehingga penerapan bahwa hipotesa kerja penelitian bahwa ada
asuhan keperawatan tidak maksimal pengaruh penerapan asuhan keperawatan
dilakukan. Dari uraian di atas merupakan pada klien waham terhadap peningkatan
faktor penghambat penerapan asuhan kemampuan klien mengontrol waham adalah
keperawatan pada pasien. Menurut Yuwono benar atau terbukti.
(1995) dalam Witojo & Widodo (2008)
komunikasi adalah keinginan mengajukan
pengertian dari pengirim pesan kepada KESIMPULAN
penerima pesan dan menimbulkan Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh
perubahan tingkah laku. Teknik penerapan penerapan asuhan keperawatan pada klien
asuhan keperawatan salah satunya dengan waham terhadap kemampuan klien
menggunakan teknik komunikasi mengontrol waham di Rumah Sakit Khusus
terapeutik dipakai dalam penerapan asuhan Daerah Dadi Makassar, dapat dibuat
keperawatan pada waham. kesimpulan bahwa:
Dari hasil data yang telah diolah Ada perubahan nilai kemampuan mengontrol
didapatkan perbedaan nilai antara waham pada kelompok perlakuan setelah
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. dilakukan eksperiment, sedangkan pada
Pada kelompok perlakuan terdapat kelompok kontrol tidak terjadi perubahan nilai
terhadap kemampuan klien mengontrol
waham. Dalam hal ini penerapan asuhan
keperawatan memberikan hasil yang
bermakna terhadap kemampuan klien
mengontrol waham.

SARAN
Untuk perawat sebaiknya melakukan
penerapan asuhan keperawatan sesuai
intervensi protap keperawatan jiwa dari
SP.1p- SP.3p pada masalah keperawatan
dengan waham, karena hal ini telah terbukti
pada penelitian yang telah dilakukan oleh
peneliti di Rumah Sakit Khusus Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan
ANALISIS JURNAL

PROBLEM:

Dari hasil penelitian kelompok perlakuan didapatkan bahwa sebelum


dilakukan penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan waham
semua responden kurang mampu mengontrol waham, dikarenakan untuk
responden kelompok perlakuan belum mendapatkan penerapan asuhan
keperawatan

INTERVENTION:

Tindakan perawat dalam melaksanakan praktek keperawatan pada


pasien waham memiliki beberapa terapi yang digunakan salah satunya
yaitu terapi modalitas, dimana terapi modalitas yang umum
dilaksanakan adalah terapi bermain, terapi aktivitas kelompok (TAK), terapi
individual, terapi keluarga, terapi milieu, terapi biologis, intervensi krisis,
hipnosis, terapi perilaku, terapi singkat dan terapi pikiran jasmani rohani.

COMPARE:

Untuk mengetahui besar kemaknaan penerapan asuhan keperawatan


diantara kedua kelompok yang mendapat perlakuan dan kontrol dapat
diuji dengan menilai nilai Independen TTest (Levane’s test for Equality of
Mean) pada Independen Unpaired Samples Test dengan hasil nilai signifikan
0,00 kurang dari 0,05. Ini berarti mempunyai nilai kemaknaan yang
signifikan. Dengan nilai yang kurang dari 0,05 ini menunjukkan adanya
pengaruh yang signifikan antara penerapan asuhan keperawatan terhadap
kemampuan
klien mengontrol waham.

OUTCOME:

Dari hasil data yang telah diolah didapatkan perbedaan nilai antara
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Pada kelompok perlakuan
terdapat perbedaan responden sebelum penerapan asuhan keperawatan,
sedangkan pada kelompok kontrol hampir tidak ada perubahan nilai. Dan
dari hasil pengamatan peneliti pada kelompok perlakuan, beberapa
responden mengalami peningkatan kemampuan mengontrol waham yang
sangat cepat, dikarenakan sebagian responden dilibatkan dalam terapi
modalitas, yaitu terapi kelompok yang dilakukan oleh pendamping peneliti
(Dafrosia). Dimana kegiatan tersebut dapat membantu anggotanya
berhubungan, berkomunikasi dengan orang lain serta mengubah perilaku
yang destruktif dan maladaptif (Keliat & Akemat, 2004).
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2005). Prosedur Penelitian. Edisi revisi. Jakarta: Renika Cipta
Azwar, Azrul Joedo Prihartono. (2003). Metodologi Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Binarupa Aksara
Baihaqi, MIF, dkk. (2007). Psikiatri-Konsep Dasar & Gangguan-Gangguan.
Bandung: PT Refika Aditama
Carolina, (2008). Pengaruh Penerapan Standar Asuhan Keperawatan
Halusinasi terhadap Kemampuan Klien Mengontrol Halusinasi di RS
Jiwa Dr.Soeharto Heerdjan. Diambil pada tanggal 23 Oktober 2012,
dari http://www.digilib.ui.ac.id Corey, Gerald. (2008). Theory And
Practice of Counseling and Psychotherapy, Terj. E. Koswara.
Bandung: Refika Aditama.
Davison, Gerald C. (2006). Psikologi Abnormal. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada (Terjemahan) Erlinafsiah. (2010). Modal Perawat Dalam
Praktik Keperawatan Jiwa. Jakarta: CV. Trans Info Media
Hidayat, A. Aziz A. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Tehnik
Analisis Data. Jakarta: Salemba
Medika Kaplan & Sadock. (1997). Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan
Prilaku Psikiatri Klinis. Penerjemah: Widjaja
Kusuma Ed. Ke-7. Jakarta: Bina Rupa Aksara
Keliat, B.A. (1998). Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Keliat, B.A. & Akemat. (2009). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta: EGC Notoadmojo, S. (2010) Metodologi Penelitian
Kesehatan. Edisi revisi. Jakarta: Renika Cipta
Nursalam & Pariani, S. (2001). Metodologi Riset Keperawatan: Pedoman
Praktis Penyusunan. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian.
Jakarta: Salemba Medika

Polit & Hungler. (1999). Nursing Research principles and methodes,


Philadelphia: J.B. Lippincot Company

Purba J. M,dkk. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah


Psikososial dan Gangguan Jiwa.
Medan: Usu Press

Riyadi, Sujono & Purwanto, Teguh.(2009). Asuhan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Graha Ilmu

Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan . Yogyakarta Graha


Ilmu

Townsand, M.C. (1998). Diagnosa keperawatan pada keperawatan


psikiatri: Pedoman untuk pembuatan rencana keperawatan. Jakarta:
EGC (Terjemahan)
Wiramihardja, A. Sutardjo. (2007). Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung:
PT. Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai