Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


VAP (Ventilator Associated Pneumonia) merupakan penyakit infeksi pneumonia terkait
pelayanan kesehatan atau Healtcare Associated Infection (HAIs) yang paling umum
ditemukan di Intensif Care Unit (ICU) (Kemenkes RI, 2017). Risiko VAP pada pasien
terintubasi ventilasi mekanik meningkat disebabkan oleh tabung endotrakeal yang terpasang
invasif memungkinkan masuknya bakteri secara langsung ke saluran pernapasan bagian
bawah karena tabung berada di trakea. Kolonisasi bakteri pada saluran pernapasan lebih
lanjut difasilitasi oleh tidak adanya refleks batuk dan sekresi lendir yang berlebihan pada
pasien dengan ventilasi mekanik (Yunita & Rondhianto, 2015).
Perkembangan teknologi semakin lama semakin pesat dan menyentuh hampir semua
bidang kehidupan manusia. Pada akhirnya setiap individu harus mempunyai pengetahuan
dan keterampilan untuk menggunakan teknologi, agar dapat beradaptasi terhadap
perkembangan tersebut. Hal ini juga berlaku untuk profesi keperawatan, khususnya area
keperawatan kritis di ruang perawatan intensif (intensif care unit/ICU). (Jurnal Enni Juliani,
Nia Rosliany & Suharni, 2018).
Di ruang perawatan kritis, pasien yang dirawat disana adalah pasien-pasien yang
memerlukan mesin-mesin yang dapat menyokong kelangsungan hidup mereka, diantaranya
mesin ventilator, monitoring, infus pump, syringe pump, dll. Dengan adanya keadaan
tersebut maka tenaga kesehatan terutama perawat yang ada di ruang perawatan kritis,
seharusnya menguasai dan mampu menggunakan teknologi yang sesuai dengan mesin-mesin
tersebut, karena perawat yang akan selalu ada di sisi pasien selama 24 jam.
Ventilasi mekanik (ventilator) memegang peranan penting bagi dunia keperawatan kritis,
dimana perannya sebagai pengganti bagi fungsi ventilasi bagi pasien dengan gangguan
fungsi respiratorik (Sundana, 2014). Ventilator merupakan alat bantu pernafasan bertekanan
negatif atau positif yang menghasilkan udara terkontrol pada jalan nafas sehingga pasien
mampu mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam jangka waktu lama.
Dimana tujuan dari pemasangan ventilator tersebut adalah mempertahankan ventilasi

1
alveolar secara optimal untuk memenuhi kebutuhan metabolik pasien, memperbaiki
hipoksemia, dan memaksimalkan transport oksigen (Purnawan. 2010).
Dua cara dalam menggunakan ventilasi mekanik yaitu secara invasif dan non invasif.
Pemakaian secara invasif dengan menggunakan pipa Endo Tracheal Tube (ETT) yang
pemasangannya melalui intubasi, dimana pemasangan pada pipa ETT akan menekan sistem
pertahanan host, menyebabkan trauma dan inflamasi lokal, sehingga meningkatkan
kemungkinan aspirasi patogen nasokomial dari oropharing disekitar cuff (setiadi, &
Soemantri, 2009). Pemakaian secara non invasif dengan menggunakan masker, penggunaan
ventilator non invasif ini di ICU jarang ditemukan, karena tidak adekuatnya oksigen yang
masuk kedalam paru-paru, kecenderungan oksigen masuk kedalam abdomen, maka dari itu
pemakaian ventilator invasif jarang sekali digunakan (Sherina & RSCM, 2010).
Pasien yang dirawat di ICU berisiko tinggi terkena infeksi nosokomial. Infeksi
nosokomial yang cukup sering diderita pasien adalah pneumonia. 87% kejadian pneumonia
di ICU terkait dengan penggunaan dan asuhan keperawatan ventilator mekanik yang tidak
tepat sehingga menimbulkan kolonisasi kuman di orofaring yang berisiko terjadinya
pneumonia terkait ventilator / Ventilator Associated Pneumonia (VAP) (Koenig SM, Truwit
JD, 2006).
Ventilator Associated Pneumonia (VAP) didefiniskan sebagai pneumonia yang terjadi 48
jam atau lebih setelah ventilator mekanik diberikan. Ventilator Associated Pneumonia
(VAP), merupakan bentuk infeksi nosokomial yang paling sering ditemui diunit perawatan
intensif, khususnya pada pasien yang menggunakan ventilator mekanik (Wiryana, 2007).
VAP menjadi perhatian utama di ICU karena merupakan kejadian yang cukup sering
dijumpai, sulit untuk di diagnosis secara akurat dan memerlukan biaya yang cukup besar
untuk pengobatannya. Kejadian VAP memperpanjang lama perawatan pasien di ICU dan
berhubungan erat dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas pasien di ICU, dengan
angka kematian mencapai 40 - 50% dari total penderita (Hunter JD, 2006).
Beberapa faktor risiko dicurigai dapat memicu terjadinya VAP, antara lain : usia lebih
dari 60 tahun, derajat keparahan penyakit, penyakit paru akut atau kronik, sedasi yang
berlebihan, nutrisi enteral, uka bakar yang berat, posisi tubuh yang supine, Glasgow Coma
Scale (GCS) kurang dari 9, penggunaan obat pelumpuh otot, perokok dan lama pemakaian
ventilator (Clare M, Hopper K, 2005).

2
Insiden VAP pada pasien yang mendapatkan ventilasi mekanik di dunia adalah sekitar
22,8% dan pasien yang mendapat ventilasi mekanik menyumbangkan sebanyak 86% dari
kasus infeksi nasokomial(Augustyn, 2007). Sedangkan di indonesia yaitu dari 10 RSU
Pendidikan, tingkat kejadian infeksi nasokomial cukup tinggi yaitu 6-16% dengan rata-rata
tingkat kejadian 9,8% (Jeyamohan, 2010) termasuk VAP.
Berdasarkan penelitian tentang perbandingan Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS)
dan kriteria klinik dalam mendiagnosis Ventilator Associated Pneumonia (VAP) pada pasien
yang kompleks menunjukkan, 40 orang pasien dirawat di ICU dengan umur rata-rata adalah
14,8-59,6 tahun. Lama hari rawat di ICU antara 14,5-19,2 hari, dengan rata-rata durasi
penggunaan ventilator mekanik 12,3-13,6 hari. Sensitifitas menunjukkan 95,7% dan 81,3%
pada hari pertama dan hari ketiga dari hari rawat masing – masing pasien. (Tan
Bnazon,Ayuyoga dan Guia, 2007).
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi VAP adalah dengan VAP Bundle.
VAP bundel digambarkan sebagai sekelompok intervensi berbasis-bukti yang akan
membantu mencegah VAP. Pentingnya Bundle dalam pencegahan infeksi nasokomial VAP
dapat mengurangi biaya 10 kali lipat dan meningkatkan hasil pasien terkait dan keselamatan
pasien dan kualitas pelayanan. Intervensi keperawatan kritis dilakukan secara rutin telah
terbukti mengurangi angka kejadian VAP. The Institute for Healthcare Improvement (IHI,
2006). The Centers for Disease Control and Prevention (CDC, 2003) dan A European Care
Bundle (Rello et al. 2010) telah merancang VAP bundle (VBs) untuk membantu mengurangi
atau menghilangkan VAP dan mempromosikan kepatuhan terhadap pedoman bukti dasar
(EBGs), dalam rangka meningkatkan hasil pasien. Seperti elevasi kepala tempat tidur (HOB)
30°-45°, sedasi harian, Deep Vein Trombosis (DVT) prophylaxis, ulkus peptikum
prophylaxis, perawatan mulut (oral care).
Dengan seringnya intervensi keperawatan yang dilakukan oleh petugas yang merawat,
berakibat terjadinya penyebaran organisme dari klien ke klien lainnya. Infeksi silang bisa
disebabkan oleh perawat, dokter dan staf lainnya yang menjadi medium utama peyebaran
infeksi nasokomomial. Tingginya angka infeksi nasokomial ini tidak terlepas dari peranan
tenaga kesehatan terutama tenaga keperawatan sebagai tenaga mayoritas di rumah sakit
(Saanin, 2006). Perawat yang bekerja pada area critical care harus ditunjang dengan
kemampuan, perawat yang professional, berpengalaman, serta mampu mengunakan

3
peralatan modern khususnya ventilasi mekanik (Dewi & dkk, 2014). Tindakan perawatan
ventilasi mekanik merupakan salah satu aspek kegiatan perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan sehari-hari dalam fungsi independen dan interdenpenden dengan tim medis.
Menurut penelitian di Filandia tahun 2013, pengetahuan perawat perawatan kritis tentang
kepatuhan terhadap pedoman bukti dasar (EBGs/ Evidence-based guidelines), untuk
mencegah VAP saat ini terbatas. Kurangnya pengetahuan mungkin menjadi penghalang
terhadap kepatuhan EBGs. Meskipun seringnya pengingat dan pendidikan tambahan,
kepatuhan dan sikap terhadap EBGs dilaporkan miskin (Jansson, Kokko, Ylipalosaari,
Syarjala, & Kyngas, 2013).
Penelitian di Amerika tahun 2012 menegaskan, pendidikan akan meningkatkan hasil pada
pasien yang memerlukan ventilasi mekanik, dan pendidikan lanjutan sangat penting untuk
perawat yang berkualitas. Dokter dengan gelar Doktor dari praktek keperawatan sangat
berperan aktif dalam memfasilitasi kompetensi untuk perawat dalam masalah kesehatan
berkualitas, dan harus mengembangkan strategi untuk melaksanakan pedoman VAP dan
memperluas basis pengetahuan mereka dengan memberdayakan profesi keperawatan untuk
mengobati bukti dasar pengurangan kejadian VAP. Disamping itu, perawat harus memiliki
tanggung jawab untuk memahami penyebab VAP (Gallagher, 2012).
Pemanfaatan teknologi di area perawatan kritis terjadi dengan dua proses yaitu transfer
dan transform teknologi dari teknologi medis menjadi teknologi keperawatan. Transfer
teknologi adalah pengalihan teknologi yang mengacu pada tugas, peran atau penggunaan
peralatan yang sebelumnya dilakukan oleh satu kelompok profesional kepada kelompok
yang lain. Sedangkan transform (perubahan) teknologi mengacu pada penggunaan teknologi
medis menjadi bagian dari teknologi keperawatan untuk meningkatkan asuhan keperawatan
yang diberikan dan hasil yang akan dicapai oleh pasien. Ventilasi mekanik yang lebih
dikenal dengat ventilator merupakan teknologi medis yang ditransfer oleh dokter kepada
perawat dan kemudian ditransform oleh keperawatan sehingga menjadi bagian dari
keperawatan. Perawat pemula yang pengetahuan dan pengalaman teknologinya masih
kurang akan menganggap ventilator sebagai beban kerja tambahan, karena mereka hanya
bisa melakukan monitoring dan merekam hasil observasi pasien. Sedangkan pada perawat
yang sudah berpengalaman akan memanfaatkan dan menggunakan ventilator sebagai bagian

4
dari keperawatan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan kepada pasien di ruang
kritis dan akan berdampak positif terhadap profesi keperawatan.
Berdasarkan temuan ini, maka peneliti tertarik untuk melakukan Literatur Riview dengan
judul “Hubungan Karakteristik Perawat Dengan Tingkat Pengetahuan Mengenai Ventilator
Associated Pneumonia (VAP) Di ICU”

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Bagaimana Hubungan Karakteristik Perawat Dengan Tingkat Pengetahuan
Mengenai Ventilator Associated Pneumonia (VAP) Di ICU berdasarkan Literatur Riview”

1.3 TUJUAN PENELITIAN


1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Karakteristik Perawat Dengan
Tingkat Pengetahuan Mengenai Ventilator Associated Pneumonia (VAP) Di ICU
berdasarkan Literatur Riview
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mencari persamaan penelitian dengan menggunakan literatur riview
b. Untuk mencarikelebihan penelitian dengan menggunakan literatur riview
c. Untuk mencari kekurangan penelitian dengan menggunakan literatur riview

1.4 MANFAAT PENELITIAN


1. Bagi Insitusi
Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi bagi mahasiswa jurusan keperawatan
tentang pengetahuan perawat mengenai Ventilator Associated Pneumonia (VAP) Di ICU
berdasarkan Literatur Riview
2. Bagi Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi tambahan bagi
perawat dalam meningkatkan pengetahuan mengenai Ventilator Associated Pneumonia
(VAP) berdasarkan Literatur Riview

5
3. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini berguna bagi peneliti untuk mendapatkan pengalaman pertama dalam
melakukan penelitian dan mengetahui pengetahuan perawat mengenai Ventilator
Associated Pneumonia (VAP) Di ICU berdasarkan Literatur Riview

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai