A DENGAN GANGGUAN
PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SIBUAL-
BUALI DI RUMAH SAKIT JIWA Prof.Dr.ILDREM MEDAN
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
JURUSAN KEPERAWATAN
T.A 2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas berkat dan rahmat karuniaNya kami dapat menyelesaikan makalah
keperawatn jiwa ini dengan baik. Makalah keperawatan jiwa yang berjudul ASUHAN
KEPERAWATAN JIWA PADA Tn.A DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI
HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SIBUAL-BUALI DI RUMAH SAKIT JIWA
Prof.Dr.M.ILDREM MEDAN disusun untuk memenuhi tugas mahasiswa mata kuliah
keperawatan jiwa jurusan DIII Keperawatan Polrtekkes Kemenkes Medan. Pada kesempatan ini
penyusun mengungkapkan terima kasih kepada :
1. Direktur Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.M.ILDREM Provinsi Sumatra Utara yang telah
memberikan kami ijin dalam melakukan praktik lapangan keperawatan jiwa
2. Pembimbing lapanagan Bapak Safaruddin Lubis Skep,Ns di Rumah Sakit Jiwa
Prof.Dr.ILDREM MEDAN
3. Ibu Nurhaidah, SST.,S.Pd selaku pembimbing di Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.M.Ildrem
medan
4. Ibu Johani Dewita Nasution, SKM,M.Kes selaku ketua jurusan Poltekkes Kemenkes
Medan Jurusan Keperawatan
5. Bapak Syarif Zein Yahya,SKp,M.Kep selaku koordinator keperawatan jiwa Poltekkes
Kemenkes Medan Jurusan Keperawatan
6. Ibu Tiurlan M Dolok Saribu, S.Kep,Ns,M.Kep selaku dosen pembimbing keperawatan
jiwa Poltekkes Kemenkes Medan Jurusan Keperawatan
7. Serta rekan-rekan dan semua pihak yang terkait dalam penyelesaian dan penyusunan
makalah keperawatan jiwa ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah keperawatan
jiwa ini kedepannya.
Akhir kata semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi semua pihak yang membaca
serta dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan para mahasiswa dan
pembaca.
Daftar isi
KATA PENGANTAR 2
LEMBAR PERSETUJUAN 5
B.TUJUAN PENULISAN 8
1.Tujuan Umum 8
2.Tujuan Khusus 8
C.RUANG LINGKUP 8
D.SISTEMATIKA PENULISAN 9
BAB II 10
LANDASAN TEORI 10
A.DEFINISI 10
B.ETIOLOGI 10
C.MANIFESTASI KLINIK 12
D.PSIKOPATOLOGI 13
E. PENATALAKSANAAN 15
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN 17
G.FOKUS INTERVENSI 17
BAB III 19
TINJAUAN KASUS 19
I. IDENTITAS KLIEN 19
II.ALASAN MASUK 19
III. FAKTOR PREDISPOSISI 19
IV. FISIK 19
V.PSIKOSOSIAL 20
VI. STATUS MENTAL 21
VII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG 23
VIII. MEKANISME KOPING 23
IX. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN 23
X.PENGETAHUAN KURANG TENTANG 23
XI. ASPEK MEDIK 23
XII. ANALISA DATA 24
XIII. POHON MASALAH 25
XV. DIAGNOSA KEPERAWATAN 25
XIV. RENCANA KEPERAWATAN 26
XV. TINDAKAN KEPERAWATAN 30
BAB IV 34
PEMBAHASAN 34
BAB V 38
KESIMPULAN DAN SARAN 38
a.kesimpulan 38
b.saran 38
DAFTAR PUSTAKA 39
LEMBAR PERSETUJUAN
Telah disetujui oleh pembimbing untuk dipertahankan di depan tim penguji seminar dengan
judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.A DENGAN GANGGUAN PERSEPSI
SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SIBUAL-BUALI DI RUMAH
SAKIT JIWA PROF.Dr.ILDREM MEDAN TAHUN 2019”
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tuntutan dan masalah hidup yang semakin meningkat serta perkembangan teknologi yang
pesat menjadi stressor pada kehidupan manusia. Jika individu tidak mampu melakukan koping
dengan adaptif, maka individu beresiko mengalami gangguan jiwa. Gangguan jiwa
merupakan gangguan pikiran, perasaan atau tingkah laku seseorang sehingga
menimbulkan penderitaan dan terganggunya fungsi sehari-hari. Gangguan jiwa disebabkan
karena gangguan fungsi sel-sel syaraf di otak, dapat berupa kekurangan maupun kelebihan
neutrotransmiter atau substansi tertentu (Febrida, 2007).
WHO, (2009) memperkirakan terdapat 450 juta jiwa diseluruh dunia yang mengalami
gangguan mental, sebagian besar dialami oleh orang dewasa muda antara usia 18-21 tahun, hal
ini dikarenakan pada usia tersebut tingkat emosional masih belum terkontrol. Di indonesia
sendiri prevalensi penduduk yang mengalami gangguan jiwa cukup tinggi, data WHO, (2006)
mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk Indonesia atau kira-kira 12-16 % mengalami gangguan
jiwa. Berdasarkan data Departemen Kesehatan, jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia
mencapai 2,5 juta jiwa.
Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di indonesia terdapat di daerah khusus ibu kota jakarta
yaitu sebanyak 24,3% (DepkesRI,2008). Berdasarkan data Riset Kesehatan
Dasar, (2007) menunjukan bahwa prevalensi gangguan jiwa secara nasional mencapai 5,6% dari
jumlah penduduk, dengan kata lain menunjukan bahwa pada setiap 1000 orang penduduk
terdapat 4 sampai 5 orang yang mengalami gangguan jiwa. Prevalensi gangguan jiwa di
indonesia diperkirakan akan terus bertambah seiring dengan meningkatnya beban hidup yang
dihadapi oleh masyarakat indonesia.
Secara umum gangguan jiwa bisa di bedakan menjadi dua kategori yaitu psikotik dan non-
psikotik yang meliputi gangguan cemas, psikoseksual, kepribadian, alkoholisme, dan menarik
diri. Gangguan jiwa psikotik meliputi gangguan jiwa organik dan non- organik. Gangguan jiwa
organik meliputi delirium, epilepsi dan dimensia, sedangkan gangguan jiwa non-organik meliputi
skizofrenia, waham, gangguan mood, psikosa (mania, depresi), gaduh, gelisah, dan halusinasi
(Kusumawati, 2010).
Halusinasi adalah salah satu bentuk gangguan jiwa yang menjadi penyebab seseorang
dibawa ke Rumah Sakit Jiwa. Berdasarkan data yang diperoleh di ruang inap pasien jiwa Rumah
Sakit Mitra Siaga Tegal periode bulan Mei 2014, pasien yang dirawat di ruang Pavilliun
Flamboyan di dapatkan dari 13 pasien yang mengalami gangguan jiwa terdapat 7 pasien
mengalami gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran yang rata-rata berumur antara
antara 23 tahun sampai 65 tahun.
Pasien dengan halusinasi jika tidak segera ditangani akan memberikan dampak yang buruk
bagi penderita, orang lain, ataupun lingkungan disekitarnya, karena pasien dengan halusinasi
akan kehilangan kontrol dirinya. Pasien akan mengalami panik dan perilakunya dikendalikan
oleh halusinasinya, pada situasi ini pasien dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh
orang lain (homicide), bahkan merusak lingkungan. Untuk meminimalkan dampak yang
ditimbulkan dibutuhkan peran perawat yang optimal dan cermat untuk melakukan pendekatan
dan membantu klien memecahkan masalah yang dihadapinya dengan memberikan
penatalaksanaan untuk mengatasi halusinasi. Penatalaksanaan yang diberikan antara lain meliputi
farmakologis dan non-farmakologis. Penatalaksanaan farmakologis antara lain dengan
memberikan obat-obatan antipsikotik. Adapun penatalaksanaan non-farmakologis dari halusinasi
dapat meliputi pemberian terapi-terapi modalitas (Direja, 2011).
Peran perawat dalam menangani halusinasi di rumah sakit salah satunya melakukan
penerapan standar asuhan keperawatan yang mencakup penerapan strategi pelaksanaan
halusinasi. Strategi pelaksanaan adalah penerapan standar asuhan keperawatan terjadwal yang
diterapkan pada pasien yang bertujuan untuk mengurangi masalah keperawatan jiwa yang
ditangani. Strategi pelaksanaan pada pasien halusinasi mencakup kegiatan mengenal halusinasi,
mengajarkan pasien menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan orang lain saat halusinasi
muncul, melakukan aktivitas terjadwal untuk mencegah halusinasi, serta minum obat dengan
teratur (Akemat dan Keliat, 2010).
Hasil dari beberapa penelitian menunjukan pemberian asuhan keperawatan sesuai standar
dengan penerapan strategi pelaksanaan halusinasi di rumah sakit memberikan dampak perbaikan
pada kondisi pasien, serta membantu menurunkan tanda dan gejala halusinasi. Pasien gangguan
jiwa yang menjalani rawat inap di rumah sakit banyak yang menunjukan perbaikan pada
kondisinya dan di perbolehkan untuk pulang, akan tetapi banyak juga pasien yang kembali lagi
ke rumah sakit, hal ini sebagian besar di sebabkan kurangnya pengarahan terhadap keluarga
pasien terkait dengan penanganan dirumah menjelang pasien pulang.
B. TUJUAN PENULISAN
1.Tujuan Umum
Menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan dengan gangguan persepsi
sensori : halusinasi Pendengaran.
2.Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran.
b. Mampu menentukan masalah keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi sensori :
halusinasi pendengaran.
c. Mampu membuat diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi sensori :
halusinasi Pendengaran.
d. Mampu membuat intervensi atau rencana keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi
sensori : halusinasi Pendengaran.
e. Mampu membuat implementasi atau tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan
persepsi sensori : halusinasi Pendengaran.
f. Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi sensori
halusinasi Pendengaran.
C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup masalah ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.Ildrem medan pada
bulan oktober tahun 2019.Dimana dalam pembuatan makalah ini akan ditinjau sejauh mana
halusinasi pendengaran akan mempengaruhi sifat mal adaftif dan cara penanggulangannya atau
tindakan yang dilakukan kepada pasien.Alasan dalam pembuatan makalah ini karena halusinasi
merupakan penyebab terbanyak pada gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.Ildrem
medan.Dipilihnya Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.Ildrem Medan karna menjadi salahsatu tempat
rujukan di daerah Sumatera ini.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
1.COVER JUDUL DAN NAMA NAMA ANGGOTA KELOMPOK
2.LEMBAR PERSETUJUAN
3.KATA PENGANTAR
4.DAFTAR ISI
5.a.BAB I : PENDAHULUAN
d.BAB IV : PEMBAHASAN
e.BAB V : PENUTUP
Membahas tentang kesimpulan dari prose dan hasil pemberian asuhan
keperawatan yang telah dilakukan serta menguraikan saran atau rekomendasi
6.DAFTAR PUSTAKA
BAB II
LANDASAN TEORI
A. DEFINISI
Halusinasi dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya
rangsangan dari luar (Yosep, 2011). Menurut Direja, (2011) halusinasi merupakan hilangnya
kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal
(dunia luar). Sedangkan halusinasi menurut Keliat dan Akemat, (2010) adalah suatu gejala
gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi; merasakan
sensasi palsu berupa penglihatan, pengecapan, perabaan penghiduan, atau pendengaran.
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara
sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara
atau bunyi tersebut (Stuart, 2007). Halusinasi pendengaran meliputi mendengar suara-suara,
paling sering adalah suara orang, berbicara kepada klien atau membicarakan klien. Mungkin ada
satu atau banyak suara, dapat berupa suara orang yang dikenal atau tidak dikenal. Berbentuk
halusinasi perintah yaitu suara yang menyuruh klien untuk mengambil tindakan, sering kali
membahayakan diri sendiri atau orang lain dan di anggap berbahaya (Videbeck, 2008).
Berdasarkan beberapa pengertian dari halusinasi di atas, penulis dapat menyimpulkan
bahwa halusinasi adalah suatu persepsi klien terhadap stimulus dari luar tanpa adanya obyek
yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran adalah dimana klien mendengarkan suara,
terutama suara-suara orang yang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan
memerintahkan untuk melakukan sesuatu hal yang kemudian direalisasikan oleh klien dengan
tindakan.
B. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep, (2011) ada beberapa faktor penyebab terjadinya gangguan halusinasi,
yaitu faktor perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis, genetic dan poala asuh. Adapun
penjelasan yang lebih detail dari masing-masing faktor adalah sebagai berikut :
a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan
keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya
diri dan lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosikultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkuanganya sejak bayi (Unwanted child) akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkunagannya.
c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami
seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogik
neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak. Misalnya terjadi
ketidakseimbangan Acetylcholin dan Dopamin.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil
keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari
alam nyata menuju alam khayal.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart, (2007) ada beberapa faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi,
yaitu faktor biologis, faktor stress lingkungan, dan faktor sumber koping. Adapun penjelasan
yang lebih detail dari masing-masing faktor tersebut adalah sebagai berikut ini :
a. Faktor Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi
serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
b. Faktor Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang ditentukan secara biologis berinteraksi
dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Faktor Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
C. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Videbeck, (2008) ada beberapa tanda dan gejala pada klien dengan gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran dilihat dari data subyektif dan data obyektif klien,
yaitu :
1. Data Subyektif :
a. Mendengar suara atau bunyi.
b. Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
c. Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
d. Mendengar seseorang yang sudah meninggal.
e. Mendengar suara yang mengancam diri klien atau orang lain bahkan suara lain yang
membahayakan.
2. Data Obyektif.
a. Mengarahkan telinga pada sumber suara.
b. Bicara sendiri.
c. Tertawa sendiri.
d. Marah-marah tanpa sebab.
e. Menutup telinga.
f. Mulut komat-kamit.
g. Ada gerakan tangan.
D. PSIKOPATOLOGI
Terjadinya halusinasi dimulai dari beberapa fase, hal ini dipengaruhi oleh intensitas
keparahan dan respon individu dalam menanggapi adanya rangsangan dari luar.
Menurut Direja, (2011) Halusinasi berkembang melalui empat fase yaitu fase comforting, fase
condemming, fase controlling, dan fase conquering. Adapun penjelasan yang lebih detail dari
keempat fase tersebut adalah sebagai berikut :
1. Fase Pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada tahap ini masuk
dalam golongan nonpsikotik.
Karakteristik atau Sifat :
Klien mengalami stres, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak dan
tidak dapat diselesaikan. klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan,
cara ini hanya menolong sementara.
Perilaku Klien :
Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, mengerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata
cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
2. Fase Kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi menjijikan.
Termasuk dalam psikotik ringan.
Karakterisktik atau Sifat :
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berpikir
sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain
tahu dan dia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku Klien :
Meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan
darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.
3. Fase Ketiga
Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi berkuasa.
Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakterisktik atau Sifat :
Bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi
terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku Klien :
Kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, Tanda-
tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase Keempat
Adalah fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.Termasuk
dalam psikotik berat.
Karakterisktik atau Sifat :
Halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi
takut, tidak berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain
di lingkungan.
Perilaku Klien :
Perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau
katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih
dari satu orang.
E. PENATALAKSANAAN
Menurut Townsend, (2003) ada dua jenis penatalaksanaan yaitu sebagai berikut :
1.Terapi Farmakologi
a. Haloperidol (HLP)
1) Klasifikasi antipsikotik, neuroleptik, butirofenon.
2) Indikasi
Penatalaksanaan psikosis kronik dan akut, pengendalian hiperaktivitas dan masalah prilaku berat
pada anak-anak.
3) Mekanisme kerja
Mekanisme kerja anti psikotik yang tepat belum dipahami sepenuhnya, tampak menekan SSP
pada tingkat subkortikal formasi reticular otak, mesenfalon dan batang otak.
4) Kontra indikasi
Hipersensitifitas terhadap obat ini pasien depresi SSP dan sumsum tulang, kerusakan otak
subkortikal, penyakit Parkinson dan anak dibawah usia 3 tahun.
5) Efek samping
Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, mulut kering dan anoreksia.
b. Chlorpromazin
1) Klasifikasi sebagai antipsikotik, antiemetik.
2) Indikasi
Penanganan gangguan psikotik seperti skizofrenia, fase mania pada gangguan bipolar, gangguan
skizoaktif, ansietas dan agitasi, anak hiperaktif yang menunjukkan aktivitas motorik berlebihan.
3) Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja antipsiotik yang tepat belum dipahami sepenuhnya, namun mungkin
berhubungan dengan efek antidopaminergik. Antipsikotik dapat menyekat reseptor dopamine
postsinaps pada ganglia basal, hipotalamus, system limbik, batang otak dan medula.
4) Kontra Indikasi
Hipersensitivitas terhadap obat ini, pasien koma atau depresi sum-sum tulang, penyakit
Parkinson, insufiensi hati, ginjal dan jantung, anak usia dibawah 6 bulan dan wanita selama
kehamilan dan laktasi.
5) Efek Samping
Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, hipotensi, ortostatik, hipertensi, mulut kering,
mual dan muntah.
c. Trihexypenidil (THP)
1) Klasifikasi antiparkinson
2) Indikasi
Segala penyakit Parkinson, gejala ekstra pyramidal berkaitan dengan obat antiparkinson
3) Mekanisme kerja
Mengoreksi ketidakseimbangan defisiensi dopamine dan kelebihan asetilkolin dalam korpus
striatum, asetilkolin disekat oleh sinaps untuk mengurangi efek kolinergik berlebihan.
4) Kontra indikasi
Hipersensitifitas terhadap obat ini, glaucoma sudut tertutup, hipertropi prostat pada anak
dibawah usia 3 tahun.
5) Efek samping
Mengantuk, pusing, disorientasi, hipotensi, mulut kering, mual dan muntah.
G. FOKUS INTERVENSI
1.Strategi pelaksanaan untuk pasien
Strategi pelaksanaan I:
TINJAUAN KASUS
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Tn. A Tanggal Pengkajian : 22 Oktober 2019
Jelaskan : -
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
2. Konsep diri
a. Gambaran diri : Klien menyukai semua anggota tubuhnya.
c. Peran Diri : Klien berperan sebagai anak tetapi tidak mampu melakukan perannya
d. Ideal diri : Klien berharap agar cepat sembuh dan ingin pulang dan berkumpul
dengan keluarga
e. Harga diri : Klien merasa tidak dihargai oleh keluarga dan dikucilkan masyarakat
3. Hubungan Sosial
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : klien tidak mau bergaul dengan orang lain
atau masyarakat
4. Spiritual
2. Pembicaraan
Jelaskan : Klien dapat menjawab pertanyaan dengan baik
3. Aktivitas Kelompok
Jelaskan : pasien dapat melakukan aktivitasnya dengan baik
4. Alam Perasaan
4. Afek
Jelaskan : Labil. Terkadang klien terlihat baik-baik saja tetapi klien mudah
marah atau emosi apabila masalahnya ditanya berulang kali
6. Persepsi
Jelaskan : Klien mengatakan mendengar suara – suara yang tidak terlihat
wujudnya yang menyuruh klien melakukan hal-hal yang tidak ingin klien lakukan
7. Proses Pikir
Jelaskan :-
8. Isi Pikir
Jelaskan : klien mengatakan tidak dapat mengendalikan pikirannya, karena sering
melakukan hal-hal yang pasien dengar namun tidak nyata
9. Memori
Jelaskan : Tidak mengalami gangguan memori
-DO:
Be -Berbicara sendiri
-DO:
DO
XIII. POHON MASALAH
Resiko tinggi perilaku kekerasan
Sp2
Sp3 :
Sp4 :
PEMBAHASAN
a.Pengkajian
Pada pengkajian pengumpulan data dilakukan menggunakan format pengkajian
perawatan jiwa yang telah ditetapkan. Data yang dikumpulkan dengan wawancara langsung
dengan klien dari data catatan keperawatan dan medis ditemukan kesenjangan antara data-data
teoritis dengan apa yang didapat dengan kasus di lapangan. Pengumpulan data yang dilakukan
hanya dengan wawancara dengan klien, observasi dan dari pendokumentasian keperawatan di
ruangan.Sedangkan data dari keluarga tidak didapatkan hal tersebut. Dikarenakan selama proses
pengkajian keluarga klien tidak dapat menjenguk.
Menurut data teoritis secara umum dari factor predisposisi diterangkan bahwa gangguan
persepsi sensori: halusinasi pendengaran dapat terjadi dari berbagai factor berupa factor
psikologis, biologis, factor genetic, factor social budaya yang pasti mungkin terlihat dalam
perkembangan suatu kelainan psikologis tampak bahwa individu yang berada pada resiko tinggi
terhadap kelainan ini adalah mereka yang memiliki anggota keluarga dengan kelainan yang sama
(orang tua saudara kandung yang lain) dan di keluarga hanya klien yang mengalami gangguan
jiwa.
c.Intervensi
Intervensi adalah suatu rencana tindakan yang disusun untuk mengatasi permasalahan yang
dialami klien. Berikut adalah intervensi yang dibuat :
1. SP 1:
2. SP 2 :
-Anjurkan klien memasukkan cara mengontrol halusinasi dengan melakukan aktifitas ke dalam
jadwal kegiatan harian
Dalam proses pelaksanaan kasus ini kelompok tidak melibatkan keluarga karena selama
klien dirawat keluarga jarang berkunjung ke RSJ Prof Dr Muhammad Ildrem Provsu Medan.
d.Implementasi
Implementasi merupakan tahap dimana segala intervensi keperawatan dilaksanakan
untuk memenuhi semua kebutuhan klien secara optimal. Kelompok telah melakukan asuhan
keperawatan sesuai intervensi keperawatan yang telah dibuat sebelumnya yaitu membina
hubungan saling percaya, membantu klien untuk mengontrol halusinasinya dengan cara yang
pertama menghardik ( SP 1 ) Mengevaluasi kembali kemampuan pasien dalam mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik seperti yang diajarkan di pertemuan sebelumnya,
mengajari pasien cara mengontrol halusinasi dengan cara yang ke 2 dan ke 3, mengajarkan
cara bercakap – cakap ketika halusinasi muncul ( SP 2 , mengajarkan pasien melakukan
aktifitas terjadwal ( SP 3 ), mengajari pasien cara menolak halusinasi dengan cara yang ke 4
meminum obat secara teratur, menjelaskan dosis dan fungsi obat, menjelaskan manfaat
meminum obat secara teratur.
e.Evaluasi
Evaluasi dilakukan dari awal hingga akhir kegiatan yang setiap kali berinteraksi
menggunakan analisis SOAP (Subjektif, Objektif, Analisis, Problem). Semua tindakan
keperawatan dengan gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran yang dibahas kelompok
melalui strategi pelaksanaan dapat dilaksanakan klien dapat membina hubungan saling percaya,
Klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, klien dapat mengontrol halusinasi
dengan cara bercakap – cakap dengan orang lain, klien mampu mengontrol halusinasi dengan
cara melakukan aktifitas terjadwal,klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara meminum
obat secara teratur.
BAB V
b.saran