Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP TBC

DI SUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS PRAKTIKUM KEPERAWATAN


MATA KULIAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1
Dosen Pembimbing :
Rio Ady Erwansyah, S.Kep,Ns,M.Kep

Oleh :
ZAINUR ROHMATUS SYIFA’
(A1R19036)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


STIKES HUTAMA ABDI HUSADA TULUNGAGUNG
TAHUN AJARAN 2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP TBC
DI SUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS PRAKTIKUM KEPERAWATAN
MATA KULIAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1

Telah disetujui dan disahkan pada :


Hari                 :
Tanggal           :

Mengetahui

Mahasiswa Dosen Pembimbing

(Zainur Rohmatus Syifa’) (Rio Ady Erwansyah, S.Kep,Ns,M.Kep)

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan
Karunia serta Hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan Asuhan
Keperawatan TBC yang di susun untuk memenuhi tugas praktikum keperawatan
matakuliahKeperawatan Medikal Bedah 1 oleh dosen pembimbing Rio Ady Erwansyah,
S.Kep,Ns,M.Kep
Dalam pembuatan laporan pendahuluan  ini saya banyak mendapatkan bimbingan dan
arahan dari berbagai pihak, oleh sebab itu saya mengucapkan banyak terimakasih kepada
dosen pembimbing yakni bapak Rio Ady Erwansyah, S.Kep,Ns,M.Kep dan rekan-
rekan mahasiswa yang telah membantu dan memberikan dorongan dalam pembuatan laporan
pendahuluan ini.
Saya menyadari bahwa penulisan laporan pendahuluan ini masih belum sempurna, oleh
karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan
ini.Saya mengharapkan semoga laporan pendahuluan  ini  bermanfaat bagi kita semua. Akhir
kata saya ucapkan terima kasih.
                                                                                      

Tulungagung,19 Juli 2021

Zainur Rohmatus Syifa’

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................................................iii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iv
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN............................................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................1
C. Tujuan.........................................................................................................................1
BAB II..............................................................................................................................2
PEMBAHASAN..............................................................................................................2
A. Definisi........................................................................................................................2
B. Etiologi........................................................................................................................2
C. Klasifikasi...................................................................................................................3
D. Patofisiologi................................................................................................................4
E. Phatway.......................................................................................................................5
F. Manifestasi Klinik.......................................................................................................6
G. Komplikasi..................................................................................................................6
H. Pemeriksaan Penunjang..............................................................................................7
I. Penatalaksanaan..........................................................................................................9
J. Konsep Dasar Keperawatan......................................................................................11

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru. Penyebaran penyakit TB
bersumber dari orang ke orang melalui udara, ketika orang dengan TB paru batuk, bersin atau
meludah sehingga mendorong kuman TB ke udara bebas. Seseorang dapat terinfeksi penyakit
TB hanya dengan menghirup kuman TB masuk ke dalam paru-paru (CDC: Basic TB Facts,
2012).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam Global Tuberculosis Report 2015 melaporkan
terdapat 9,6 juta kasus TB baru di tahun 2014 yang terdiri dari 5,4 juta laki-laki, 3,2 juta
perempuan dan 1 juta anak. Sejak tahun 1990, selama lebih dari 20 tahun WHO terus
meningkatkan pengawasan dan metode pelaporan peningkatan penyakit TB secara global.
Kemajuan dalam memperluas akses terhadap diagnosis dan pengobatan TB yang efektif
menghasilkan sekitar 43 juta jiwa diselamatkan sejak tahun 2000 (WHO: Global Tuberculosis
Report, 2015).
Target TB global yang diatur dalam konteks Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs)
adalah strategi Stop TB yang berakhir di tahun 2015 dan menuju era Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan (SDGs) menjadi strategi End TB. Namun TB tetap menjadi salah satu ancaman
kesehatan terbesar didunia. Pada tahun 2014, terdapat 1,5 juta kematian terkait TB terdiri dari
890.000 laki-laki, 480.000 perempuan dan 140.000 anak-anak. Penelitian tentang TB pediatri
menunjukkan adanya peningkatkan sebesar dua kali lipat dari perkiraan pada tahun-tahun
sebelumnya 2 dalam jumlah kasus TB baru diantara anak-anak. Hal tersebut menunjukkan
penyebaran penyakit TB pada anak terus meningkat (WHO: Global Tuberculosis Report,
2015)
Sumber penularan yang paling berbahaya adalah penderita TB dewasa dan orang dewasa
yang mengidap TB paru. Karena kasus seperti ini sangat infeksius dan dapat dengan cepat
menularkan penyakit TB melalui batuk, bersin, dan ketika sedang melakukan percakapan.
Semakin sering dan lama kontak makin besar pula kemungkinan terjadinya penularan. Sumber
penularan bagi bayi dan anak yang disebut dengan kontak erat adalah orangtuanya, orang
serumah atau orang yang sering berkunjung dan sering berinteraksi langsung (Kemenkes RI,
2013).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Tuberkulosis ?
1
2. Bagaimana klasifikasi dan penyebab dari Tuberkulosis?
3. Apa gejala yang ditimbulkan dari Tuberkulosis?
4. Bagaimana patofisiologis dan phatway Tuberkulosis?
5. Apa komplikasi dan pencegahandari Tuberkulosis?
6. Penatalaksanaan dan pemeriksaan penunjang apa yang dilakukan untuk penyakit
Tuberkulosis?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari Tuberkulosis
2. Untuk mengetahui klasifikasi penyebab terjadinya Tuberkulosis
3. Untuk mengetahui gejala-gejala dari Tuberkulosis
4. Untuk mengetahui patofisiologi dan phatway Tuberkulosis
5. Untuk mengetahui komplikasi dan pencegahan dari Tuberkulosis
6. Untuk mengetahui pemeriksaan dan pengobatan yang dapat dilakukan untuk penderita
Tuberkulosis

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
Mycrobacterium Tuberculosis.Sebagian bersar kuman tuberculosis menyerang paru tetapi juga
dapat menyerang organ tubuh lainnya (Depkes, 2008).
Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang
dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru dan organ di luar paruseperti
kulit, tulang, persendian, selaput otak, usus serta ginjal yang sering disebut dengan
ekstrapulmonal TBC (Chandra,2012).
Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru. Penyebaran penyakit TB
bersumber dari orang ke orang melalui udara, ketika orang dengan TB paru batuk, bersin atau
meludah sehingga mendorong kuman TB ke udara bebas. Seseorang dapat terinfeksi penyakit
TB hanya dengan menghirup kuman TB masuk ke dalam paru-paru (CDC: Basic TB Facts,
2012).

B. Etiologi
Mycobacterium Tuberkulosis merupakan kuman berbentuk batang yang berukuran dengan
panjang 1-4 mm dan dengan tebal 0,3-0,6 mm. sebagian besar komponen M. tuberculosis
adalah berupa lemak atau lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat
tahan dengan zat kimia dan factor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yaitu
menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu, M. tuberculosis senang tinggal di
daerah apeks paru-paru 10 yang dimana terdapat kandungan oksigen yang tinggi. Daerah
tersebut menjadi daerah yang kondusif untuk penyakit Tuberkulosis (Somantri, 2008).
Kuman ini tahan pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-
tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman pada saat itu berada dalam sifat dormant.
Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit dari tidurnya dan menjadikan tuberculosis aktif
kembali. Tuberculosis paru merupakan penyakit infeksi pada saluran pernapasan. Basil
mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran nafas (droplet
infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyerang
kelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke), keduanya ini
dinamakan tuberculosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami
penyembuhan. Tuberculosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai
kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberculosis yang kebanyakan didapatkan

3
pada usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberculosis post primer (reinfection) adalah
peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh
terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut (Abdul, 2013).

C. Klasifikasi

1. TB Paru BTA Positif


Disebut TB Paru BTA (+) apabila sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS
(Sewaktu Pagi Sewaktu) hasilnya positif, atau 1 spesimen dahak SPS positif disertai
pemeriksaan radiologi paru menunjukan gambaran TB aktif.
2. TB Paru BTA Negatif
Apabila dalam 3 pemeriksaan spesimen dahak SPS BTA negatif dan pemeriksaan
radiologi dada menunjukan gambaran TB aktif. TB Paru dengan BTA (-) dan gambaran
radiologi positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan, bila menunjukan keparahan yakni
kerusakan luas dianggap berat.
3. TB Ekstra Paru
TB yang menyerang organ tubuh di luar paru, termasuk  pleura yaitu yang menyelimuti
paru, serta organ lain seperti selaput otak, selaput jantung pericaditis, kelenjar limpa, kulit,
persendian ginjal, saluran kencing, dan lain-lain.

Berdasarkan keparahannya, maka TB dapat dikategorikan ke dalam tingkatan ringan,


dan berat. Yang termasuk berat pericarditis, milier, menginitis, TB usus.

D. Patofisiolgi
Menurut Somantri (2008), infeksi diawali karena seseorang menghirup basil
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu
berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium tuberculosis juga
dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui
sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area
lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan
melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan
bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan
jaringan normal.
Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.Interaksi
antara Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi
membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas
gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma

4
selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut
8 disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik
yang selanjutnya membentuk materi yang berbentuk seperti keju (necrotizing caseosa).Hal ini
akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri
menjadi nonaktif.
Menurut Widagdo (2011), setelah infeksi awaljika respons sistem imun tidak adekuat
maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi
ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif, Pada kasus ini, ghon
tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam
bronkus.Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan
parut.Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya
bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya.Pneumonia seluler ini dapat sembuh
dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di
dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari).
Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan
fibroblas akan memberikan respons berbeda kemudian pada akhirnya membentuk suatu kapsul
yang dikelilingi oleh tuberkel.

E. Phatway

5
F. Manifestasi Klinik
Menurut Wong (2008) tanda dan gejala tuberkulosis adalah:
6
1. Demam
2. Malaise
3. Anoreksia
4. Penurunan berat badan
5. Batuk ada atau tidak (berkembang secara perlahan selama berminggu – minggu sampai
berbulan – bulan)
6. Peningkatan frekuensi pernapasan
7. Ekspansi buruk pada tempat yang sakit
8. Bunyi napas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi
9. Demam persisten
10. Manifestasi gejala yang umum: pucat, anemia, kelemahan, dan penurunan berat badan

G. Komplikasi
1. Kerusakan tulang dan sendi
Nyeri tulang punggung dan kerusakan sendi bisa terjadi ketika infeksi kuman TB
menyebar dari paru-paru ke jaringan tulang. Dalam banyak kasus, tulang iga juga bisa
terinfeksi dan memicu nyeri di bagian tersebut.

2. Kerusakan otak
Kuman TB yang menyebar hingga ke otak bisa menyebabkan meningitis atau
peradangan pada selaput otak. Radang tersebut memicu pembengkakan pada membran yang
menyelimuti otak dan seringkali berakibat fatal atau mematikan.

3. Kerusakan hati dan ginjal

Hati dan ginjal membantu menyaring pengotor yang ada adi aliran darah. Fungsi ini
akan mengalami kegagalan apabila kedua organ tersebut terinfeksi oleh kuman TB.

4. Kerusakan jantung

Jaringan di sekitar jantung juga bisa terinfeksi oleh kuman TB. Akibatnya bisa
terjadi cardiac tamponade, atau peradangan dan penumpukan cairan yang membuat jantung
jadi tidak efektif dalam memompa darah dan akibatnya bisa sangat fatal.

5. Gangguan mata

7
Ciri-ciri mata yang sudah terinfeksi TB adalah berwarna kemerahan, mengalami
iritasi dan membengkak di retina atau bagian lain.

6. Resistensi kuman

Pengobatan dalam jangka panjang seringkali membuat pasien tidak disiplin,


bahkan ada yang putus obat karena merasa bosan. Pengobatan yang tidak tuntas atau tidak
disiplin membuat kuman menjadi resisten atau kebal, sehingga harus diganti dengan obat
lain yang lebih kuat dengan efek samping yang tentunya lebih berat.

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan Bakteriologi
1) Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung

Pemeriksaan dahak selain berfungsi untuk menegakkan diagnosis, juga untuk menentukan
potensi penularan dan menilai keberhasilan pengobatan. Pemeriksaan dahak untuk
penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 2 contoh uji dahak yang
dikumpulkan berupa dahak Sewaktu-Pagi (SP):
S (Sewaktu): dahak ditampung di fasilitas pelayanan kesehatan.
P (Pagi): dahak ditampung pada pagi segera setelah bangun tidur. Dapat dilakukan dirumah
pasien atau di bangsal rawat inap bilamana pasien menjalani rawat inap.
2) Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) TB Pemeriksaan tes cepat molekuler dengan
metode Xpert MTB/RIF. TCM
merupakan sarana untuk penegakan diagnosis, namun tidak dapat dimanfaatkan untuk
evaluasi hasil pengobatan.
3) Pemeriksaan Biakan

Pemeriksaan biakan dapat dilakukan dengan media padat (Lowenstein-Jensen) dan media
cair (Mycobacteria Growth Indicator Tube) untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis
(M.tb). Pemeriksaan tersebut diatas dilakukan disarana laboratorium yang terpantau mutunya.
Dalam menjamin hasil pemeriksaan laboratorium, diperlukan contoh uji dahak yang
berkualitas.Pada faskes yang tidak memiliki akses langsung terhadap pemeriksaan TCM,
biakan, dan uji kepekaan, diperlukan sistem transportasi contoh uji. Hal ini bertujuan untuk
menjangkau pasien yang membutuhkan akses terhadap pemeriksaan tersebut serta
mengurangi risiko penularan jika pasien bepergian langsung ke laboratorium.

8
2. Pemeriksaan Penunjang Lainnya
1) Pemeriksaan foto toraks
2) Pemeriksaan histopatologi pada kasus yang dicurigai TB ekstraparu.

3. Pemeriksaan uji kepekaan obat

Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi M.tb terhadap
OAT. Uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan di laboratorium yang telah lulus uji
pemantapan mutu/Quality Assurance (QA), dan mendapatkan sertifikat nasional maupun
internasional.

4. Pemeriksaan serologis

Pemeriksaan serologis sampai saat ini belum direkomendasikan, tidak dibenarkan


mendiagnosis TB hanya dengan pemeriksaan serologis (Kemenkes RI, 2016).Dalam upaya
pengendalian TB secara nasional,maka diagnosis TB paru pada orang dewasa harus ditegakkan
terlebih dahulu dengan pemeriksaan
bakteriologis berupa pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan dan tes cepat. Apabila
pemeriksaan secara bakteriologis hasilnya negatif, maka penegakkan diagnosis TB dapat
dilakukan secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis dan penunjang (setidak-tidaknya
pemeriksaan foto toraks) yang sesuai danditetapkan oleh dokter yang telah terlatih TB. Sumber
penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik dahak yang dikeluarkannya. Namun,
bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung kuman
dalam dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi oleh karena jumlah kuman
yang terkandung dalam contoh uji ≤ 5.000 kuman/cc dahak sehingga sulit dideteksi melalui
pemeriksaan mikroskopis langsung (Kemenkes RI, 2014).Pada TB anak, pemeriksaan
mikrobiologi sulit dilakukan karena sulitnya mendapatkan contoh uji. Guna mengatasi kesulitan
menemukan kuman penyebab
TB pada anak penegakkan diagnosis TB pada anak dapat dilakukan dengan memadukan gejala
klinis dan pemeriksaan penunjang lain yang sesuai. Pemeriksaan penunjang utama untuk
membantu menegakkan diagnosis TB pada anak adalah membuktikan adanya infeksi yaitu dengan
informasi mengenai ada
atau tidaknya kontak erat dengan pasien TB menular, melakukan uji tuberkulin dan juga
pemeriksaan foto toraks selanjutnya dilakukan pembobotan dengan sistem scoring (Kemenkes RI,
2014).

9
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tuberkulosis paru (TB paru) dapat dibagi menjadi dua fase, yaitu fase
intensif dan fase lanjutan. Penggunaan obat juga dapat dibagi menjadi obat utama dan tambahan.

 Medikamentosa

Obat anti tuberkulosis (OAT) yang dipakai sebagai tatalaksana lini pertama adalah
rifampisin, isoniazid, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol, yang tersedia dalam tablet
tunggal maupun dalam sediaan dosis tetap (fixed dose combination). Jenis obat lini kedua
adalah kanamisin, kuinolon, dan derivat rifampisin dan isoniazid.

 Dosis OAT adalah sebagai berikut :


 Rifampisin (R) diberikan dalam dosis 10 mg/KgBB per hari secara oral, atau 10 mg/kgBB oral
dua kali seminggu dengan perlakuan DOT, maksimal 600 mg/hari. Dikonsumsi pada waktu
perut kosong agar baik penyerapannya.
 Isoniazid (H) diberikan dalam dosis 5 mg/kgBB oral tidak melebihi 300 mg per hari untuk TB
paru aktif, sedangkan pada TB laten pasien dengan berat badan >30 kg diberikan 300 mg oral.
Pemberian isoniazid juga bersamaan dengan Piridoksin (vitamin B6) 25-50 mg sekali sehari
untuk mencegah neuropati perifer
 Pirazinamid (Z) pada pasien dengan HIV negatif diberikan 15-30 mg/kgBB per hari secara
oral dalam dosis terbagi, tidak boleh melebihi dua gram per hari. Atau dapat diberikan dua
kali seminggu dengan dosis 50 mg/kg BB secara oral
 Etambutol (E) pada fase intensif dapat diberikan 20 mg/kgBB. Sedangkan pada fase lanjutan
dapat diberikan 15 mg/kgBB , atau 30 mg/kgBB diberikan 3 kali seminggu, atau 45 mg/kgBB
diberikan 2 kali seminggu
 Streptomisin (S) dapat diberikan 15 mg/kgBB secara intra muskular, tidak melebihi satu gram
per hari. Atau dapat diberikan dengan dosis dua kali per minggu, 25-30 mg/kgBB secara intra
muskular, tidak melebihi 1,5 gram per hari

Panduan pemberian OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis
di Indonesia adalah :
Kategori 1 : 2RHZE/4RH3
Kategori 2 : 2 RHZES/RHZE/5RH3E3

 Kategori 1

OAT Kategori 1 diberikan pada pasien baru, yaitu pasien TB paru terkonfirmasi

10
bakteriologis, TB paru terdiagnosis klinis, dan pasien TB ekstra paru. OAT kategori 1
diberikan dengan cara RHZ diberikan selama 2 bulan, dilanjutkan dengan RH 4 bulan.

 Kategori 2

OAT Kategori 2 diberikan pada pasien BTA positif yang sudah diberikan tatalaksana
sebelumnya, yaitu pada pasien kambuh, pasien gagal pengobatan dengan kategori 1, dan
pasien yang diobati kembali setelah putus obat.

 Terapi MDR-TB

Gunakan sedikitnya 4-5 obat yang tidak pernah diberikan sebelumnya, dimana obat-obat
tersebut masih sensitif secara in vitro. Jangan gunakan obat yang sudah resisten. Ada baiknya
mengonsultasikan pasien dengan MDR-TB kepada spesialis penyakit paru.

Berikut ini adalah pilihan obat yang dapat diberikan pada pasien dengan MDR-TB, dengan
catatan bahwa obat-obat ini masih sensitif :

 Grup 1: first- lineterapi oral, misalnya: pirazinamid, etambutol, rifampisin


 Grup 2: injeksi, misalnya: kanamisin, amikasin, capreomycin, streptomisin
 Grup 3: golongan fluoroquinolon, misalnya: levofloksasin, moxifloksasin, ofloksasin
 Grup 4: second- lineterapi oral bakteriostatik, misalnya: cycloserine, terizidone, asam para
aminosalisilat (PAS), etionamide, protionamide
 Grup 5: obat-obat ini tidak dianjurkan oleh WHO untuk penggunaan rutin karena
efektifitasnya masih belum jelas. Namun diikutsertakan dengan alasan bahwa bilamana ke 4
grup obat tersebut diatas tidak mungkin diberikan kepada pasien, seperti pada XDR-TB.

Penggunaan obat ini mesti dikonsultasikan terlebih dahulu dengan spesialis penyakit paru.
Contoh obatnya: clofazimine, linezolid, amoksisilin klavulanat, thiocetazone, imipenem/cilastatin,
klaritromisin, INH dosis tinggi

 Kehamilan

Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan TB pada
umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin dan
kanamisin yang bersifat ototoksik pada janin. Pemberian kedua obat tersebut akan menyebabkan
gangguan pendengaran dan keseimbangan pada bayi ketika lahir.
Pada ibu hamil yang mengkonsumsi OAT, dianjurkan pemberian piridoksin 50 mg/hari. Vitamin
11
K juga dianjurkan diberikan dengan dosis 10 mg/hari jika rifampisin digunakan pada trimester
ketiga.

 Ibu Menyusui

Pada prinsipnya, pengobatan OAT pada ibu menyusui tidak berbeda dengan pengobatan TB
pada umumnya. Semua jenis OAT aman bagi ibu menyusui. Tatalaksana OAT yang adekuat akan
mencegah penularan TB ke bayi. Untuk bayi yang menyusu dari ibu penderita TB, terapi
profilaksis isoniazid dapat diberikan.

J. Konsep Dasar Keperawatan


 Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi jalan nafas d.d batuk tidak efektif, sputum
berlebih, wheezing, frekuensi napas berubah
2. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas .d pola napas abnormal takipnea, fase
kspirasi memanjang
 Intervensi Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi jalan nafas
Manajemen Jalan Nafas (I. 01011)

1. Observasi
 Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
 Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, weezing, ronkhi kering)
 Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
2. Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika
curiga trauma cervical)
 Posisikan semi-Fowler atau Fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi sebelum
 Penghisapan endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsepMcGill
 Berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi

12
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi.
 Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

2) Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas

Pemantauan Respirasi (I.01014)

1. Observasi
a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
b. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-
Stokes, Biot, ataksik0
c. Monitor kemampuan batuk efektif
d. Monitor adanya produksi sputum
e. Monitor adanya sumbatan jalan napas
f. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
g. Auskultasi bunyi napas
h. Monitor saturasi oksigen
i. Monitor nilai AGD
j. Monitor hasil x-ray toraks
2. Terapeutik
a. Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
b. Dokumentasikan hasil pemantauan
3. Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

 Implementasi keperawatan

Tindakan keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan


yang telah disusun pada tahap perencanaan. Pada tahap ini, perawat yang akan memberikan
perawatan kepada pasien dan sebaiknya tidak bekerja sendiri tetapi juga melibatkan tenaga
medis yang lain untuk memenuhi kebutuhan pasien (Ida, 2016).

 Evaluasi keperawatan

Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana
13
tentang kesehatan pasien dengan tujuan/kriteria hasil yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan tenaga medis yang lain agar mencapai
tujuan/kriteria hasil yang telah ditetapkan (Ida,
2016).

14
15

Anda mungkin juga menyukai