Anda di halaman 1dari 28

HERPES ZOSTER TANPA KOMPLIKASI

Disusun Oleh :
Amanda Elma Monica

Pembimbing : dr. Fitriana Yusiyanti Dewi, Sp. KK.

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN


RSUD DR SOESELO SLAWI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020

http://www.free-powerpoint-templates-design.com
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG TUJUAN

Herpes zoster atau shingles merupakan Definisi Etiologi epidemiologi


manifestasi klinis karena reaktivasi virus
varisela zoster (VZV). Virus varicella zoster Faktor yang mempengaruhi
dapat menyebabkan infeksi klinis utama pada
manusia yaitu varisela dan herpes zoster.
patofisiologi Manifestasi klinis

Herpes zoster 🡪 << anak-anak dan dewasa muda, Penegakan diagnosis Edukasi
kecuali pada pasien muda dengan AIDS,
limfoma, keganasan, dan pada pasien yang Tatalaksana komplikasi prognosis
menerima transplantasi sumsum tulang atau
ginjal <10% 🡪<20 tahun & hanya 5% 🡪 <15
tahun. Prevalensi penyakit pada L & P sama.

PBIDI. 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas


Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta : Pengurus Besar Ikatan
Dokter Indonesia.
Definisi

Herpes zoster atau shingles merupakan manifestasi klinis karena


reaktivasi virus varisela zoster (VZV). Virus varicella zoster dapat
menyebabkan infeksi klinis utama pada manusia yaitu varisela dan
herpes zoster. Varisela merupakan infeksi primer yang terjadi pertama
kali pada individu yang berkontak dengan virus varicella zoster.
Varisela zoster mengalami reaktivasi, menyebabkan infeksi rekuren
yang dikenal dengan nama herpes zoster.

(KSHI. 2014. Buku Panduan Herpes Zoster. Jakarta : Badan


Penerbit FKUI)
Epidemiologi

(Kang, Sewon et al. 2019. Fitzpatrick’s Dermatology 9th


edition. USA: McGraw-Hill Education.)
Insiden terbanyak

• Immunosenescence merupakan suatu proses


kompleks yang ditandai dengan penurunan fungsi
sistem imun seseorang seiring dengan bertambahnya
usia.
• Insiden HZ meningkat tajam pada usia 50–60 tahun
dan terus meningkat pada usia > 60 tahun, bahkan
pada studi kohort menunjukan pada usia 85 tahun, 1
dari 2 orang akan terkena HZ. Hal ini terjadi akibat
penurunan imunitas seluler varicella zoster.

(Kang, Sewon et al. 2019. Fitzpatrick’s Dermatology 9th


edition. USA: McGraw-Hill Education.)
Etiologi : virus varicella zoster :
- Masa inkubasi 7-12 hari
- Masa aktif kurang lebih 1minggu
- Masa resolusi 1-2 minggu

(KSHI. 2014. Buku Panduan Herpes Zoster. Jakarta : Badan


Penerbit FKUI)
Faktor risiko

Usia 🡪 immunosenescence (proses ↓ fungsi sistem imun seiring


bertambahnya usia), ↑ tajam 🡪 50-60 th, >60 🡪 terus ↑

Immunokompromais 🡪 kanker, transplantasi organ atau


sumsum tulang, HIV/AIDS, leukemia, autoimun seperti SLE,
pemakaian obat-obatan imunosupresif

(KSHI. 2014. Buku Panduan Herpes Zoster. Jakarta : Badan


Penerbit FKUI)
Patogenesis

(Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W. 2015. Buku Ajar Ilmu


Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.)
Patofisiologi Herpes zoster
Manifestasi klinis

Gejala konstitusi : nyeri


kepala, malaise, demam

Gejala prodromal

Erupsi kulit

(Kang, Sewon et al. 2019. Fitzpatrick’s Dermatology 9th


edition. USA: McGraw-Hill Education.)
Bila mengenai N. Fasialis & N. Auditorius menyebabkan
Bila mengenai cabang pertama N. Trigeminus –
sindrom ramsay hunt yaitu erupsi kulit timbul di liang herpes zooster oftalmikus
telinga luar atau membran timpani disertai parasis
fasialis, gangguang lakrimasi, gangguan pengecapan, 2/3
lidah bagian depan : tinitus, vertigo & tuli

(Kang, Sewon et al. 2019. Fitzpatrick’s Dermatology 9th


edition. USA: McGraw-Hill Education.)
Tipe tipe herpes zooster

Herpes zoster abortif


Herpes zoster oftalmikus
Sindrom Ramsay-­Hunt
Herpes zoster aberans
Herpes zoster pada imunokompromais :
Herpes zoster pada ibu hamil

(PERDOSKI. 2017. Panduan Praktik Klinis bagi dokter


spesialis kulit dan kelamin di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia.)
Herpes zoster opthalmicus

(PERDOSKI. 2017. Panduan Praktik Klinis bagi dokter


spesialis kulit dan kelamin di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia.)
Herpes zoster oticus

(PERDOSKI. 2017. Panduan Praktik Klinis bagi dokter


spesialis kulit dan kelamin di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia.)
Penegakkan diagnosis
•Anamnesis

Keluhan 🡪 nyeri radikuler dan gatal terjadi sebelum erupsi. Keluhan


dapat disertai dengan gejala prodromal sistemik berupa demam, malaise.
Setelah itu timbul gejala kulit kemerahan yang dalam waktu singkat
menjadi vesikel berkelompok dengan dasar eritema dan edema.
•Pemeriksaan fisik
Sekelompok vesikel dengan dasar eritema yang terletak unilateral
sepanjang distribusi saraf spinal/kranial.

(PERDOSKI. 2017. Panduan Praktik Klinis bagi dokter


spesialis kulit dan kelamin di Indonesia. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
Indonesia.)
Pemeriksaan Penunjang

•Identifikasi antigen/asam nukleat VZV dengan metode PCR


Tes Tzanck (adanya perubahan sitologi sel epitel dimana terlihat multi
nucleated giant sel)

Pewarnaan yang digunakan


Apusan Tzanck dapat diwarnai dengan berbagai bahan
pulasan dan tersering adalah pewarnaan Giemsa.

(Kang, Sewon et al. 2019. Fitzpatrick’s Dermatology 9th


edition. USA: McGraw-Hill Education.)
Diagnosa Banding
Herpes zooster awal : dermatitis venenata. - Herpes zooster didaerah genital : herpes simpleks.9,10
 

(PBIDI. 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas


Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta : Pengurus Besar Ikatan
Dokter Indonesia.)
- Herpes zooster diseminata : varisela.

(PBIDI. 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas


Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta : Pengurus Besar Ikatan
Dokter Indonesia.)
Tatalaksana
Edukasi
Memulai pengobatan sesegera mungkin

Istirahat hingga stadium krustasi

Tidak menggaruk lesi

Tidak ada pantangan makanan

Tetap mandi

Mengurangi kecemasan dan ketidakpahaman pasien


Medikamentosa
1. Sistemik
Pilihan antivirus
•Asiklovir oral 5x800 mg/hari selama 7 hari
Pilihan analgesik
•Parasetamol oral 3x500 mg/hari
2. Topikal
Vesikel pecah dan basah dapat diberikan kompres terbuka
dengan larutan NaCL.

(PERDOSKI. 2017. Panduan Praktik Klinis bagi dokter


spesialis kulit dan kelamin di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia.)
Medikamentosa
1. Sistemik
Antivirus diberikan tanpa melihat waktu timbulnya lesi pada: 
• Usia >50 tahun
• Dengan risiko terjadinya NPH
• HZO/sindrom Ramsay Hunt/HZ servikal/HZ sakral
• Imunokompromais, diseminata/generalisata, dengan komplikasi
• Anak-anak, usia <50 tahun dan ibu hamil diberikan terapi anti-virus bila
disertai NPH, sindrom Ramsay Hunt (HZO),imunokompromais,
diseminata/generalisata, dengan komplikasi

(PERDOSKI. 2017. Panduan Praktik Klinis bagi dokter spesialis kulit dan
kelamin di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
Indonesia.)
medikamentosa
1. Sistemik
Pilihan antivirus
• Asiklovir oral 5x800 mg/hari selama 7-10 hari
• Dosis asiklovir anak <12 tahun 30 mg/kgBB/hari selama 7 hari, anak >12
tahun 60 mg/kgBB/hari selama 7 hari
• Valasiklovir 3x1000 mg/hari selama 7 hari
• Famsiklovir 3x250 mg/hari selama 7 hari

(PERDOSKI. 2017. Panduan Praktik Klinis bagi dokter spesialis kulit dan
kelamin di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
Indonesia.)
Pemberian nacl

Bila disertai keterlibatan organ viseral diberikan asiklovir intravena 10


mg/kgBB, 3x per hari selama 5-­10 hari. Asiklovir dilarutkan dalam 100 cc NaCl
0,9% dan diberikan tetes selama satu jam.

(PERDOSKI. 2017. Panduan Praktik Klinis bagi dokter


spesialis kulit dan kelamin di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia.)
A. Komplikasi

Neuralgia pasca herpes yaitu nyeri menetap pada


dermatom yang terkena setelah erupsi herpes zooster
menghilang, batasan waktunya adalah nyeri yang menetap
hingga 3 bulan setelah erupsi kulit menyembuh.

(PBIDI, 2017; PERDOSKI. 2017)


A. Prognosis

Prognosis tergantung usia.

1. Usia <50 tahun:


Ad vitam bonam
Ad functionam bonam
Ad sanactionam bonam
2. Usia >50 tahun dan imunokompromais:
Ad vitam bonam
Ad functionam dubia ad bonam
Ad sanactionam dubia ad bonam
(PBIDI, 2017; PERDOSKI. 2017)
Thank You

Anda mungkin juga menyukai