Anda di halaman 1dari 39

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PENDERITA HERPES

ZOSTER DI POLI KULIT DAN KELAMIN RUMAH


SAKIT HAJI PERIODE JANUARI TAHUN 2014-
JANUARI TAHUN 2016

Disusun Oleh :
BONA RUHUT SIAGIAN 71150891021
DESTIFIKA ANDRIANI HSB 71150891047
DESY RIZKY E RAMBE 71150891134

Pembimbing :
dr. Faisal Balatif, M.Kes
LATAR BELAKANG BAB
BAB 11

Herpes Telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes


zoster zoster disebabkan oleh virus yang sama dengan
varisela, yaitu virus varisela zoster.

Herpes zoster atau shingles adalah penyakit neurokutan dengan


manifestasi erupsi vesikular berkelompok dengan dasar
eritematosa disertai nyeri radikular unilateral yang umumnya
terbatas disatu dermatom. Herpes zoster merupakan manifestasi
reaktivasi infeksi laten endogen virus varisela zoster di dalam
neuron ganglion saraf autonomik yang menyebar kejaringan
saraf dan kulit dengan segmen yang sama.
Faktor-faktor yang berpotensi menyebabkan reaktivasi adalah pajanan VVZ
sebelumnya (cacar air, vaksinasi), usia lebih dari 50 tahun, keadaan
imunokompromais, obat-obatan imunosupresif, HIV/AIDS, transflantasi
sumsum tulang atau organ, keganasan, terapi steroid jangka panjang, stres
psikologis, trauma dan tindakan pembedahan

Insiden Yaitu sejak lahir – 9 tahun 0,74/1000;


berdasarkan usia 10-19 tahun 1,38/1000;
usia usia 20-29 tahun 2,58/1000.

Kompetensi herpes zoster tanpa komplikasi bagi dokter umum adalah 4A,
yang berarti level kompetensi tertinggi yang perlu dicapai oleh dokter umum,
di mana dokter dapat mengenali tanda klinis, mendiagnosis, menatalaksana
hingga tuntas kecuali pada perjalanannya timbul komplikasi
• Insidens herpes zoster di Amerika Serikat
Departemen
Departemen Terjadi peningkatan dari 1,7/ 1000 orang pada
penelitian pusat tahun 1993 menjadi 4,4/ orang pada tahun
kesehatan 2006. Peningkatan tertinggi pada kelompok
Omsteld
Omsteld usia lebih dari 65 tahun, yakni hingga 3 kali
lipat selama periode tersebut.
• Peningkatan insidens herpes zoster juga
dilaporkan di Australia dari rata-rata 4,7/ 1000
orang pada periode April 2000 hingga September
2006 menjadi 5,6/ 1000 orang, pada periode
Oktober 2006 – Maret 2013.
• Dari total 2232 pasien herpes zoster pada 13
Di indonesia rumah sakit pendidikan di indonesia (2011-2013)
o Puncak kasus HZ terjadi pada usia 45-64 : 851
(37.95 % dari total kasus HZ)
o Gender : Wanita cenderung mempunyai insiden
lebih tinggi.
RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan


masalah dalam penelitian ini adalah
“Bagaimana Hubungan Karakteristik Herpes
Zoster Di Poli Kulit & Kelamin Rumah Sakit
Haji Medan Januari Tahun 2014-Januari
Tahun 2016”.
TUJUAN PENELITIAN

Tujuan Khusus
Tujuan Umum • Untuk mengetahui hubungan karakteristik
 Penelitian ini bertujuan penderita Herpes Zoster yang
untuk mengetahui berhubungan dengan Usia.
hubungan karakteristik • Untuk mengetahui hubungan karakteristik
Herpes Zoster di poli kulit penderita Herpes Zoster yang
& kelamin di Rumah berhubungan dengan Jenis Kelamin.
Sakit Haji Medan pada • Untuk mengetahui hubungan karakteristik
bulan Januari Tahun 2014- penderita Herpes Zoster yang
Januari 2016. berhubungan dengan Pekerjaan.
Manfaat Penelitian

Bagi ●
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memahami dan
mengetahui tentang Hubungan Karakteristik Penderita
Herpes Zoster Di Poli Kulit & Kelamin Rumah Sakit
Peneliti Haji Medan Bulan Januari 2014-Januari 2016

Bagi institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur program studi
Pendidikan Kedokteran, sehingga dapat digunakan untuk penelitian
selanjutnya dan untuk menambah pengetahuan mahasiswa tentang

Pendididkan Hubungan Karakteristik Penderita Herpes Zoster Di Poli Kulit &


Kelamin Rumah Sakit Haji Medan Bulan Januari 2014-Januari 2016.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan


Bagi institusi

masukan bagi Rumah Sakit Haji Medan dalam


menyusun langkah-langkah promotif untuk
Kesehatan menurunkan angka kejadian Herpes zoster.
TINJAUAN PUSTAKA BAB
BAB 22

Herpes
Zoster

Herpes Zoster atau shingles adalah penyakit neurokutan dengan


manifestasi erupsi vesikuler berkelompok dengan dasar eritematosa
disertai nyeri radikular unilateral yang umumnya terbatas di satu
dermatom. Herpes zoster merupakan manifestasi reaktivasi infeksi
laten endogen virus varisela zoster di dalam neuron ganglion sensoris
radiks dorsalis, ganglion saraf kranialis atau ganglion saraf autonomik
yang menyebar ke jaringan saraf dan kulit dengan segmen yang sama.
Epidemiologi

Kebanyakan kasus berumur lebih dari 45 tahun dan insidensnya meningkat


sesuai pertambahan usia. Menurunnya imunitas seluler karena usia lanjut
merupakan faktor utama penyebab reaktivasi, dan sering kali dijumpai pada
pasien dengan status imun inkompeten. Dari data yang didapat terlihat umur
merupakan faktor resiko utama reaktivasi, individu berumur kurang dari 50 tahun
ratio insidensnya 2,5/ 1000, pada individu lebih tua ( 60-79 tahun) 6,5 / 1000
sedangkan pada usia lebih dari 85 tahun mempunyai probabilitas Herpes Zoster
50 %. Jumlah Herpes Zoster di Subbagian Dermatologi Umum Bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI / RSCM, Jakarta selama tahun 2000 tercatat
berjumlah 122 pasien, 40 pasien berumur 15-24, 48 pasien berumur 25-44, dan
34 pasien berumur 45-64. Keadaan ini tidak menunjukkan jumlah kasus dengan
kecendrungan meningkat menurut usia, banyak faktor yang mempengaruhi,
kemungkinan kunjungan usia produktif ke RSCM lebih banyak dibandingkan
dengan para lanjut usia
Etiologi

Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) yang
termasuk subfamili alfa herpes viridae. VVZ dalam subfamili alfa mempunyai
sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi
vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa
biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang
laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in
vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus
pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting untuk replikasi
meliputi virus spesifik DNA polimerase dan virus spesifik deoxypiridine
(thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi
Faktor Resiko

a. Usia lanjut (Immunosenescence)


Immunosenescence merupakan suatu proses kompleks yang ditandai
dengan penurunan fungsi system imun seseorang seiring dengan
bertambahnya usia.
Neuralgia paska herpes NPH merupakan komplikasi paling sering,
komplikasi HZ lain yang sering terjadi pada usia lanjut adalah inflamasi
okular pada HZ oftalmukis, stroke sekunder akibat artritis granulomatous di
arteri carotid internal pada HZ oftalmikus, paresis motoric, sindrom Ramsay
Hunt, dan infeksi bakteri sekunder pada lesi HZ.
b. Immunokompromais
Disfungsi imunitas seluler pada pasien immunokompromais merupakan
pemicu HZ yang potensial, sehingga insiden HZ meningkat pada pasien-
pasien immunokompromais sebagai berikut :
1. Gangguan limfoproliferatif
2. Kanker
3. Pemberian kemoterapi
4. Transplantasi organ dan umsum tulang
5. Defisiensi imunitas seluler
6. Infeksi HIV
7. Penyakit Hodgkin’s
8. Limfoma non-Hodgkin’s
9. Leukemia
10. Penyakit otoimun seperti sistemik lupus eritematosus
11. Pemakaian obat-obat immunosupresif.
c. Komorbid lain
Ada10 penyakit kronis yang meningkatkan resiko terjadinya HZ (tanpa
mengikut sertakan pasien immunokompromais) yang paling sering ditemukan
di Amerika (rhinitis alergika, penyakit paru obstruktif kronis, penyakit jantung
koroner, depresi, diabetes milituss (DM), gout, hyperlipidemia, hipertensi,
hipotiroidsm, dan osteoarthritis), maka 8 penyakit kronis tersebut signifikan
meningkatkan resiko HZ, kecuali gout dan hipertensi. Namun studi konfirmasi
masih perlu dilakukan lebih lanjut.
Patogenesis

Patogenesis Herpes zoster belum seluruhnya dipahami. Secara alami virus


mencapai ganglion sensoris, diduga dengan cara hematogenik, transport
neuronal retrograd, atau keduanya dan menjadi laten pada sel ganglion.
Latensi adalah tanda utama virus Varisela Zoster dan tidak diragukan lagi
perananya dalam patogenesis. Sifat latensi ini menandakan virus dapat
bertahan seumur hidup hospes dan pada suatu saat masuk dalam fase
reaktivasi yang mampu sebagai media transmisi penularan kepada seseorang
yang rentan.
Kemungkinan lain patogenesisnya adalah VVZ tidak bereplikasi sempurna
selama latensi, walaupun gen translansi mengekspresikan produknya namun
tidak ditempatkan di nukleus tetapi di sitoplasma sehingga terjadi lokalisasi
aberan yang bearti mengganggu replikasi DNA. Pada keadaan reaktivasi, gen
translansi dan transkripsi mampu mencapai DNA virus di nukleus sel dan
mengaktifkan replikasi virus serta memproduksi virus yang infeksius. Virus
tersebut kemudian keluar dari sel ganglion dan menginfeksi sel epitel
sekitarnya membentuk lesi Zoster. Zoster menstimulasi respon imun, yang
mampu mencegah reaktivasi pada ganglion lainnya serta reaktivasi klinis
berikutnya. Oleh karena itu Zoster umumnya hanya menyerang satu sejumlah
kecil ganglion serta hanya sekali muncul selama hidup
GAMBAR : Patogenesis infeksi Herpes Zoster
Gejala klinis

Herpes Zoster dapat dimulai dengan timbulnya gejala prodromal berupa


sensasi abnormal atau nyeri otot lokal, nyeri tulang, pegal, parestesia
sepanjang dermatom, gatal, rasa terbakar dari ringan sampai berat. Nyeri dapat
menyerupai sakit gigi, pleuritis, infark jantung, nyeri duodenum, kolesistisis.
Dapat juga dijumpai gejala konstitusi misalnya nyeri kepala, malaise dan
demam. Gejala prodmal dapat berlangsung beberapa hari ( 1 – 10 hari, rata-
rata 2 hari).
Setelah awitan gejala prodmal, timbul erupsi kulit yang biasanya gatal atau
nyeri terlokalisata ( terbatas di satu dematom ) berupa makula kemerahan.
Kemudian berkembang menjadi papul, vesikel jernih berkelompok selama 3-5
hari. Selanjutnya isi vesikel menjadi keruh dan akhirnya pecah menjadi krusta
( berlangsung selam 7 – 10 hari). Erupsi kulit mengalami involusi setelah 2-4
minggu. Sebagian besar kasus Herpes zoster, erupsi kulitnya menyembuh
secara spontan tanpa gejala sisa
GAMBAR : Gambaran klinis Herpes Zoster
Diagnosa
banding

a. Stadium praerupsi
Nyeri akut segmental sulit dibedakan dengan nyeri yang timbul
karena penyakit sistemik sesuai dengan lokasi anatomik.

b. Stadium erupsi
Herpes simpleks zosteriformis, dermatitis kontak iritan,
dermatitis venenata, penyakit Duhring, luka bakar, autoinoklusi
vaksinasi, infeksi bakterial setempat.
.
Diagnosa

Diagnosis penyakit herpes zoster sangat jelas, karena gambaran klinisnya


memiliki karakteristik tersendiri. Untuk kasus-kasus yang tidak jelas, deteksi
antigen atau nucleic acid varicella zoster virus, isolasi virus dari sediaan hapus
lesi atau pemeriksaan antibodi igM spesifik diperlukan. Pemeriksaan dengan
teknik polymerase chain reaction (PCR) merupakan tes diagnostik yang paling
sensitif dan spesifik (dapat mendeteksi DNA virus varisela zoster dari cairan
vesikel).
Pemeriksaan direct immunofluorecent antigen-staining lebih cepat serta
mempunyai sensitivitas yang lebih tinggi daripada kultur dan dipakai sebagai
tes diagnostik alternatif bila pemeriksaan PCR tidak tersedia.
Lesi varisela dan herpes zoster sulit dibedakan secara histopatologi
karena keduanya mengandung virion, antigen VVZ dan nukleus VVZ. Sel
raksasa berinti banyak dan sel epitel mengandung badan inklusi eosinofilik
dapat membedakan dengan lesi vesikuler lain kecuali herpes simpleks virus
(HSV), sel ini dapat diperiksa dengan sediaan hapus Tzanck. Dengan biopsi
plong (punch) diagnosis lebih pasti dibandingkan dengan sediaan hapus
Tzanck, melalui bantuan mikroskop elektron dapat terlihat partikel virus tetapi
belum dapat dibedakan virus VVZ atau HSV.
Pengobatan

Prinsip pengobatan herpes zoster adalah menghilangkan nyeri secepat


mungkin dengan cara membatasi replikasi virus, sehingga mengurangi
kerusakan saraf lebih lanjut.
1. Sistemik
a. Obat antivirus
Obat antivirus terbukti menurunkan durasi lesi herpes zoster dan derajat
keparahan nyeri herpes zoster akut. Efektivitasnya dalam mencegah NPH masih
kontroversial.
Tiga antivirus oral yang disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA)
untuk terapi herpes zoster, famsiklovir, valasiklovir hidrokhlorida, dan asiklovir.
Bioavailabilitas asiklovir hanya 15-20%, lebih rendah dibandingkan valasiklovir
(65%) dan famsiklovir (77%). Antivirus famsiklovir 3 x 500 mg atau valasilovir 3
x 1000 mg atau asiklovir 5 x 800 mg diberikan sebelum 72 jam awitan lesi selama
7 hari.
b. Analgetik
Pasien dengan nyeri akut ringan menunjukkan respon baik terhadap
AINS (asetosal, piroksikam, ibuprofen, diklofenak), atau analgenik non opioid
(parasetamol, tramadol, asam mefenamat). Kadang-kadang dibutuhkan opioid
(kodein, morfin atau oksikodon) untuk pasien dengan nyeri kronik hebat.
Pernah dicoba pemakaian kombinasi parasetamol dengan kodein 30-60 mg.

c. Antidepresan dan antikonvulsan


Penelitian-penelitian terakhir menunjukkan bahwa kombinasi terapi asiklovir
dengan antidepresan trisiklik atau gabapentin sejak awal mengurangi prevalensi
NPH.
Catatan khusus pengobatan :
1. Pemberian antivirus masih dapat diberikan setelah 72 jam bila masih
timbul lesi baru/terdapat vesikel berumur <3 hari
2. Bila disertai keterlibatan organ visceral diberikan asiklovir intravena
10mg/kgBB, 3 x per hari selama 5-10 hari. Asiklovir dilarutkan dalam 100 cc
NaCl 0,9% dan diberikan tetes selama selama 1 jam
3. Untuk wanita hamil diberikan asiklovir
4. Untuk herpes zoster dengan paralisis fasial/kranial, polyneuritis, dan
keterlibatan SSP dikombinasikan dengan kortikosteroid walaupun
keuntungannya belum dievaluasi secara sistematis.
 
Indikasi rawat inap :
Penderita HZ yang luas sampai mengganggu keadaan umum (tidak dapat
makan atau minum)
HZ dengan komplikasi
HZ dengan immunokompromais yang multi segmental atau diseminata.
Pencegahan

Metode pencegahan dapat berupa :


a. Dengan cara pemakaian asiklovir jangka panjang dengan dosis supresi.
Misalnya, asiklovir sering diberikan sebagai obat pencegahan pada penderita
leukemia yang akan melakukan transplantasi sumsum tulang dengan dosis 5 x
200 mg/hari, dimulai 7 hari sebelum transplantasi sampai 15 hari sesudah
transplantasi.
b. Pemberian vaksinasi dengan vaksin VZV hidup yang dilemahkan (Zostavax),
sering diberikan pada orang lanjut usia untuk mencegah terjadinya penyakit,
meringankan beban penyakit, serta menurunkan terjadinya komplikasi NPH.
Komplikasi

1. Komplikasi kutaneus
a. Infeksi sekunder
Dapat menghambat penyembuhan dan pembentukan jaringan parut (selulitis,
impetigo).
b. Gangren superfisialis
Menunjukkan herpes zoster yang berat, mengakibatkan hambatan penyembuhan
dan pembentukan jaringan parut.
2. Komplikasi neurologis
b. Neuralgia paska herpes (NPH)
Nyeri yang menetap di dermatom yang terkena 3 bulan setelah erupsi
herpes zoster menghilang. Insidens NPH berkisar sekitar 10-40% dari kasus
herpes zoster
b. Meningioensefalitis, arteritis granulomatosa, mieyelitis, motor neuropati
(defisit motorik), stroke dan bell’s palsy.
3. Komplikasi mata
a. Keterlibatan saraf trigeminal cabang pertama menyebabkan herpes zoster
Oftalmikus, terjadi pada 10-25% dari kasus herpes zoster, yang dapat
menyebabkan hilangnya penglihatan, nyeri menetap lama, dan/atau luka parut.
b. Keratitis (2/3 pasien herpes zoster oftalmikus), Kunjungtivitis, Uveitis,
Episkleritis, Skleritis, Koroiditis, Neuritis Optika, Retinitis, Retraksi kelopak,
Ptosis, dan Glukoma.
4. Komplikasi THT
Sindrom Ramsay Hunt sering disebut herpes zoster Otikus merupakan
komplikasi pada THT yang jarang terjadi namun dapat serius.
Prognosis

Varicella dan herpes zoster pada anak immunokompeten


tanpa disertai komplikasi prognosis biasanya sangat baik
sedangkan pada anak immunokompromais, angka morbiditas
dan mortalitasnya signifikan.
KERANGKA KONSEP DAN BAB
BAB 33
DEFINISI OPERASIONAL
Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep adalah hubungan konsep- konsep yang diamati atau
diukur
melalui penelitian yang akan dilakukan pada penelitian.

Variabel
Variabel independen
independen Variabel
Variabel dependen
dependen

Faktor Resiko :
a. Umur
b. Jenis Kelamin Herpes zoster
c. Pekerjaan
DEFENISI OPERASIONAL
No Variabel Definisi operasional Alat Ukur dan Hasil ukur (skor) Skala
Cara Ukur
Herpes Zoster Herpes Zoster Rekam Medis Herpes zoster Nominal
1.
atau adalah dan
penyakit Observasi
neurokutan
dengan
manifestasi
erupsi vesikuler
berkelompok
dengan dasar
eritematosa
disertai nyeri
radikular
unilateral yang
umumnya
terbatas di satu
dermatom
No Variabel Definisi operasional Alat Ukur dan Hasil ukur (skor) Skala
Cara Ukur
Jenis Kelamin Jenis kelamin Rekam Dikategorikan Nominal
sifat laki-laki Medis dan atas :
atau perempuan Observasi a. Laki-laki
b. Perempuan

Usia Usia pasien yang Rekam Dikategorikan Nominal


dihitung dari Medis dan menjadi :
tanggal lahir Observasi c. <50 tahun
yang tertulis d. >50 tahun
dalam rekam
medis sampai
waktu
pengambilan
data dalam
ukuran tahun
No Variabel Definisi operasional Alat Ukur dan Hasil ukur (skor) Skala
Cara Ukur
Status Pekerjaan Pekerjaan sifat Rekam Dikategorikan Nominal
bekerja atau Medis dan atas :
tidak bekerja Observasi a. Bekerja
b. Tidak
bekerja
Hipotesis
Penelitian

Hipotesis adalah pernyataan sebagai jawaban sementara atas pernyataan,


yang harus diuji validitasnya secara empiris. Jadi, Hipotesis tidak dinilai benar
atau salah, melainkan diuji apakah sahih ( valid) atau tidak. Hipotesis
penelitian ini
a. H0 : Tidak ada hubungan antara usia dengan Herpes Zoster
b. H0 : Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan penyakit Herpes
Zoster
c. H0 : Tidak ada hubungan antara Pekerjaan dengan penyakit Herpes Zoster
METODOLOGI PENELITIAN BAB
BAB 44

Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode survey yang bersifat analitik, dengan pendekataan case control study yaitu suatu
penelitian yang dilakukan secara retrospektif. Rancangan tersebut bergerak dari akibat ( penyakit ) ke sebab ( paparan ).

Lokasi Penelitian


Di Rumah Sakit Umum Haji Medan

Waktu
Waktu Penelitian
Penelitian


Oktober 2016- Desember 2016
Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi kasus

Semua pasien yang berobat ke poli Kulit dan Kelamin menderita


penyakit Herpes Zoster pada periode Januari 2014– Januari tahun 2016 yang
tercatat di rekam m edis di Rumah Sakit Umum Haji Medan Sumatera Utara
yang berjumlah 40 penderita.

Populasi kontrol

Populasi Kontrol dalam penelitian ini adalah semua pasien yang berobat
di Poli Kulit dan Kelamin yang tidak menderita penyakit Herpes Zoster pada
periode Januari – Desember tahun 2016 yang tercatat di rekam medis di
Rumah Sakit Umum Haji Medan Sumatera Utara yang berjumlah sebanyak
900 penderita.
Sampel kasus

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik total sampling yaitu


sebanyak 40 penderita. Sampel penelitian ini diambil semua populasi pasien
yang berobat ke Poli Kulit dan Kelamin menderita Herpes Zoster pada
periode Januarin Tahun 2014– Januari tahun 2016 di Rumah Sakit Umum
Haji Medan Sumatera Utara

Sampel kontrol

Sampel Kontrol diambil sebanyak 40 penderita dimana banyaknya


sampel kontrol sesuai dengan sampel kasus. Teknik penelitian ini
menggunakan metode simple random sampling artinya pengambilan sampel
sederhana secara acak.
Metode Pengumpulan Data

Sumber Data

Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperlukan dari rekam medis
berupa, jenis kelamin, umur, dan pekerjaan dari pasien yang berobat di Poli
Kulit dan Kelamin yang menderita Herpes Zoster dan tidak menderita
penyakit Herpes Zoster di Rumah Sakit Umum Haji Medan sumatera Utara
Tahun 2014-2016.

Langkah-langkah
pengumpulan data
Sebelum pengumpulan data dilakukan, tahap awal dalam proses ini adalah
melakukan persiapan untuk kelancaran pelaksanaan berupa surat izin
penelitian dan survei awal ketempat dimana akan dilaksanakan penelitian.
Setelah persyaratan terpenuhi, xelanjutnya dilakukan proses pengambilan
data.
Pengelohan Data dan Teknik Analisa Data

Pengolahan data

Data yang dikumpulkan kemudian dilakukan pengolahan secara SPSS 24,


dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Editing
b. Coding
c. Entry
d. Cleaning

Analisa data

1. Analisa Univariat
2. Analisa Bivariat

Anda mungkin juga menyukai