LATAR BELAKANG
1
Kemudian prevalensi Virus Herpes Simpleks secara lazim mencapai 33% di
seluruh dunia, 15-45% terjadi pada orang dewasa yang mengalammi herpes
simpleks labialis dan memiliki kecenderungan untuk menurun seiring
pertambahan usia. Pasien dengan riwayat Virus Herpes Simpleks labialis
memiliki prevalensi 30-70& dengan VHS-1 antibodi. Menurut FS 508 The
AIDS pada 1 juli 2014 Prevalensi infeksi HSV sudah meningkat bermakna
selama dasawarsa terahir. Sekitar 80% orang dengan HIV juga terinfeksi
herpes simpleks genitalis.
Menurut Buku Panduan Herpes Zooster di Indonesia tahun 2014 untuk
prevalensi Herpes Zooster meningkat secara dramatis seiring bertambahnya
usia. Kira-kira 30%populasi (1 dari 3 orang) akan mengalami Herpes Zooster
selama hidupnya, bahkan pada usia 85 tahun. 50 % (1 dari 2 orang) akan
mengalami Herpes Zoster. Insiden Herpes Zooster pada anak-anak 0.74 per
1000 orang per tahun. Insidens ini meningkat menjadi 2,5 per 1000 di usia
20-50 tahun, 7per 1000 di usia lebih dari 60 tahun dan mencapai 10-1000
orang per tahun di usia 80 tahun. Pada tahun 2011-2013 dari total 2232 pasien
herpes zoster pada 13 Rumah Sakit Pendidikan di Indonesia puncak kasus
Herpes Zooster terjadi usia 45-64 yakni 37.95% dari total kasus Herpes
Zooster.
Menurut data dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Rs Dr Cipto
Mangunkusumo Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia angka kejadian
varicella di Indonesia belum pernah diteliti sedangakan berdasarkan dari
poliklinik umum Ilmu Kesehatan Anak RSCM dalam lima tahun terakhir
tercatat 77kasus varicella tanpa penyulit. Menurut Buku Panduan Herpes
Zooster di Indonesia tahun 2014 tingginya infeksi varicella di Indonesia
terbukti pada studi yang dilakukan jufri, et al tahun 1995-1996 dimana 2/3
dari populasi beusia 15 tahun seropositive terhadap antibody varicella. Dari
data diatas tentang angka kejadian pada Herpes Zooster, Herpes Simpleks,
dan Varicella dapat kita simpulkan bahwa angka kejadinnya setiap tahun
bertambah meningkat.
Alur dari ketiga penyakit ini adalah akibat terserang virus yang serumpun
dan diperberat adannya beberapa factor pendukung seperti host, agen dan
2
lingkungan dan hubungan antara herpes zoster dengan varicella yaitu dari
penyebabnya.
Maka, dengan dijabarkan tentang Herpes Zooster,Herpes Simpleks, dan
Varicellapada makalah ini perawat dapat melakukan asuhan keperawatan
yang baik dan benar pada saat bertugas.
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Makalah ini menjabarkan secara rinci tentang teori konseptual mengenai
Herpes Simpleks, Herpes Zooster, dan Varicella dan bagaimana cara
memberikan penatalaksaan yang cepat dan tepat, serta pembaca
diharapkan memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada kasus
Herpes Simpleks, Herpes Zooster, dan Varicella secara komprehensif.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu
3
1. Menjelaskan anatomi dan fisiologi kulit
2. Menjelaskan definisi dari Herpes Simpleks, Herpes Zooster, dan
Varicella
3. Menjelaskan etiologi dari Herpes Simpleks, Herpes Zooster, dan
Varicella
4. Menjelaskan manifestasi klinis dari Herpes Simpleks, Herpes Zooster,
dan Varicella
5. Menjelaskan faktor resiko dari Herpes Simpleks, Herpes Zooster, dan
Varicella
6. Menjelaskan patofisiologi dari Herpes Simpleks, Herpes Zooster, dan
Varicella
7. Menjelaskan komplikasi dari Herpes Simpleks, Herpes Zooster, dan
Varicella
8. Menjelaskan pemeriksaan pennjang dari Herpes Simpleks, Herpes
Zooster, dan Varicella
9. Menjelaskan penatalaksanaan dari Herpes Simpleks, Herpes Zooster,
dan Varicella
10. Menjelaskan prognosis dari Herpes Simpleks, Herpes Zooster, dan
Varicella
11. Menjelaskan pencegahan dari Herpes Simpleks, Herpes Zooster, dan
Varicella
12. Menjelaskan Web of Cautation dari Herpes Simpleks, Herpes Zooster,
dan Varicella
13. Menjelaskan Asuhan Keperawatan Herpes Simpleks, Herpes Zooster,
dan Varicella
1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Herpes Simpleks, Herpes
Zooster, dan Varicella sehingga perawat akan lebih peka dan teliti dalam
mengumpulkan data pengkajian awal dan menganalisa suatu respon tubuh
pasien terhadap penyakit, sehingga Herpes Simpleks, Herpes Zooster, dan
Varicella tidak semakin berat.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
5
Gambar 1.1 Struktur Kulit (Djuada,2010)
6
Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya ditengah dan
sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula
keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel
Langerhans.
4. Stratum Spinosum
Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril, dianggap
filament – filament tersebut memegang peranan penting untuk
mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi.
Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan
mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril. Stratum
basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malpighi. Terdapat
sel Langerhans.
7
Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga
mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar
sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya
derivat epidermis di dalam dermis. Fungsi Dermis : struktur penunjang,
mechanical strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon
inflamasi.
3. Subkutis (Perdanakususma 2007)
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari
lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan
kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya
berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu.
Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi, melekat ke
struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan
mechanical shock absorber.
Fisiologi Kulit
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh
diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi
lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi),
sensasi, eskresi dan metabolisme.
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari
elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi
mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi
kulit dalam merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf seperti
pada daerah bibir, puting dan ujung jari.
Kulit berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit.
Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer mengalami
proses keseimbangan melalui keringat, insessible loss dari kulit, paru-paru
dan mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi
pembuluh darah kulit. Bila temperature meningkat terjadi vasodilatasi
pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur dengan
melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat
meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh
8
darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas
(Perdanakususma 2007).
9
Gambar 1.1 HSV-1 dan gejalanya (herpes pada mukos bibir,pipi,mata)
2. HSV-Tipe II
Cara penularannya biasanya melalui hubungan seksual yang
menginfeksi daerah genital dan menyebabkan herpes genitalia.
Gambar 2.1 HSV-II dan herpes pada genitalia laki-laki dan wanita
10
1. Infeksi primer yaitu tubuh terkena virus herpes simplex untuk pertama
kalinya,yang biasanya disertai gejala ( simtomatik ) meskipun dapat
pula tanpa gejala ( asimtomatik ). Kejaidan infeksi HSV-I paling
banyak pada usia 2-3 tahun, sedangkan infeksi HSV-II terjadi pada
usia yang telah aktif secara seksual. Keadaan tanpa gejala
kemungkinan karena adanya imunitas tertentu dari antibodi yang
bereaksi silang dan diperoleh setelah menderita infeksi tipe 1 saat
anak-anak. Masa inkubasi yang khas selama 3 – 6 hari ( masa inkubasi
terpendek yang pernah ditemukan 48 jam ) yang diikuti dengan erupsi
papuler dengan rasa gatal, atau pegal-pegal yang kemudian menjadi
nyeri dan pembentukan vesikel dengan lesi vulva dan perineum yang
multipel dan dapat menyatu. Dalam waktu 2 – 4 minggu, semua
keluhan dan gejala infeksi akan menghilang tetapi dapat kambuh lagi
karena terjadinya reaktivasi virus dari ganglion saraf. Kelainan pada
serviks sering ditemukan pada infeksi primer dan dapat
memperlihatkan inflamasi serta ulserasi atau tidak menimbulkan
gejala klinis.Infeksi primer dapat terjadi di sembarang tempat di kulit
misalnya :
a. Mulut dan hidung (yang biasanya menyebabkan terjadinya
gingivostomatitis)
b. Sekeliling mata (menyebabkan konjungtivitis)
c. Jari tangan (menyebabkan herpes jari tangan)
d. Bokong atau genital (menyebabkan (vulvovaginitis).
Gejala infeksi diantara lain terjadinya:
a. Edema kulit yang berat
b. Vesikulasi yang luas
c. Nyeri hebat
Infeksi primer berlangsung selama 6 minggu. Infeksi herpes awal
biasanya ringan, sehingga penderita tidak menyadari bahwa dia
terkena infeksi primer. Virus pada infeksi primer ,virus berjalan naik
melalui saraf perifer menuju ganglia radiks dorsalis yang merupakan
tempat virus pada stadium tidak aktif. (Price ,2006)
2. Infeksi rekuren (infeksi kambuhan) yang merupakan infeksi lanjutan
setelah virus herpes simplex bersembunyi dalam tubuh menjadi aktif
11
kembali. Infeksi rekuren ini umumnya menimbulkan gejala. Bila
terjadi suatu kondisi tertentu seperti penurunan daya tahan tubuh,
virus akan menjadi aktif kembali dan bereplikasi sehingga
menimbulkan gejala klinis yaitu sariawan. Setelah fase rekurensi
maka virus akan kembali laten di ujung saraf hingga ada faktor yang
mencetuskannyaa aktif kembali.
Infeksi rekuiren biasanya tidak begitu nyeri dibandingkan dengan
infeksi primer. Infeksi herpes rekuiren dapat mengikuti infeksi primer
dalam beberapa minggu, bulan atau tahun. Lesi biasanya hilang dalam
2 minggu. infeksi . Episode pertama (infeksi pertama) dari infeksi
HSV adalah yang paling berat dan dimulai setelah masa inkubasi 4-6
hari. Gelala yang timbul, meliputi nyeri, inflamasi dan kemerahan
pada kulit (eritema) dan diikuti dengan pembentukan gelembung
gelembung yang berisi cairan. Cairan bening tersebut selanjutnya
dapat berkembang menjadi nanah, diikuti dengan pembentukan
keropeng atau kerak atau scab (Price,2006).
12
b. Portal of Exit : Oral (sex oral pada penderiota Herpes Genitalis),
kulit (kontak langsung dengan penderita), cairan tubuh (gelembung
yang berisi cairan pecah).
13
hidung, dan penglihatan klien. Untuk mengetahui adanya nyeri, kita
dapat mengkaji respon klien terhadap nyeri akut secara fisiologis atau
melalui respon perilaku. Secara fisiologis, terjadi diaphoresis,
peningkatan denyut jantung, peningkatan pernapasan, dan peningkatan
tekanan darah; pada perilaku, dapat juga dijumpai menangis, merintih,
atau marah. Lakukan pengukuran nyeri dengan menggunakan skala
nyeri 0-10 untuk orang dewasa. Untuk anak-anak, pilih skala yang
sesuai dengan usia perkembangannya, bisa menggunakan skala wajah
untuk mengkaji nyeri sesuai usia; libatkan anak dalam pemilihan.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menentukan virus
herpes simplex yang ada di dalam tubuh. Pemeriksaan laboraturium
terhadap virus herpes simplex sebagian besar dilakukan hanya untuk
yang terinfeksi HSV tipe 2. Sedangkan untuk mengetahui apakah luka
yang diderita penderita herpes simplex ini akibat virus HSV atau
bukan, maka tes yang lain perlu dilakukan. Tanda-tanda pada
permukaan sel yang terindeksi oleh virus herpes simplex akan
diketahui dari hasil pemeriksaan laboraturium. Pemeriksaan
laboratorium ini juga bisa mengungkap perbedaan HSV-1 atau HSV-2.
Umumnya pemeriksaan laboratorium ini meliputi IgG dan IgM baik
itu untuk HSV-1 maupun HSV-2. Pemeriksaan adanya infeksi HSV
ada dua jenis yaitu:
a. IgM anti HSV : Tes IgM menandakan bahwa sedang terjadi infeksi
ataupun infeksi yang baru saja berlangsung.
b. IgG anti HSV : Tes IgG menandakan bahwa infeksi telah terjadi
dalam kurun waktu beberapa lama (lebih dari 6 bulan) dan
penderita telah memiliki kekebalan tubuh.
Pemeriksaan laboratorium yang paling sederhana adalah test tzank
yang diwarnai dengan pengecatan gyemsa atau wright, akan terlihat sel
raksasa berinti banyak. Sensitifitas dan spesifitas pemeriksaan ini
umumnya rendah. Tes Tzanck dapat diselesaikan dalam waktu 30 menit
atau kurang. Caranya dengan membuka vesikel dan korek dengan
lembut pada dasar vesikel tersebut lalu letakkan pada gelas obyek
kemudian biarkan mengering sambil difiksasi dengan alkohol atau
14
dipanaskan. Selanjutnya beri pewarnaan (5% methylene blue, Wright,
Giemsa) selama beberapa detik, cuci dan keringkan, beri minyak emersi
dan tutupi dengan gelas penutup. Jika positif terinfeksi hasilnya berupa
keratinosit yang multinuklear dan berukuran besar berwarna biru
(Frankel,2006).
Identifikasi virus dengan PCR, mikroskop elektron, atau kultur
(Sterry,2006). Tes serologi menggunakan enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA) spesifik HSV tipe II dapat membedakan
siapa yang telah terinfeksi dan siapa yang berpotensi besar menularkan
infeksi (McPhee, 2007).
c. Pemeriksaan Diagnostik
Virus herpes ini dapat ditemukan pada vesikel dan dapat dibiak.
Pada keadaan tidak ada lesi dapat diperiksa antibody VHS. Pada
percobaan tzanck dengan pewarnaan geimsa dapat ditemukan sel
datia berinti banyak dan badan inklusi.
15
b. Herpes Genitalis
- Infeksi Primer
Rekomendasi WHO 2003 Rekomendasi CDC 2006
Acyclovir 200 mg po 5 Acyclovir 200 mg po 5 x/hr,
x/hr, selama 7 hari atau selama 7-10 hari atau
Acyclovir 400 mg po 3 Acyclovir 400 mg po 3 x/hr,
x/hr, selama 7 hari atau selama 7-10 hari, atau
Valaciclovir 1 gr po 2x/hr Valaciclovir 1 gr po 2x/hr selama
selama 7 hari 7-10 hari, atau
Famciclovir 250 mg po 3x/hr
selama 7-10 hari
- Infeksi Rekuren
Terapi rekuren ditujukan untuk mengurangi angka kekambuhan dari
herpes genitalis, dimana tingkat kekambuhan berbeda pada tiap
individu, bervariasi dari 2 kali/tahun hingga lebih dari 6 kali/tahun.
Terdapat 2 macam terapi dalam mengobati infeksi rekuren, yaitu
terapi episodik dan terapi supresif.
2. Terapi Non-Spesifik
Pengobatan non-spesifik ditujukan untuk memperingan gejala yang
timbul berupa nyeri dan rasa gatal. Rasa nyeri dan gejala lain
bervariasi, sehingga pemberian analgetik, antipiretik dan antipruritus
disesuaikan dengan kebutuhan individu. Zat-zat pengering yang
bersifat antiseptik juga dibutuhkan untuk lesi yang basah berupa
jodium povidon secara topical untuk mengeringkan lesi, mencegah
infeksi sekunder dan mempercepat waktu penyembuhan. Selain itu
pemberian antibiotik atau kotrimoksasol dapat pula diberikan untuk
mencegah infeksi sekunder.
3. Terapi Profilaksis
Langkah – langkah yang dapat diambil guna mencegah penularan
penyakit herpes simplek yaitu dengan memberi penjelasan kepada
penderita tentang sifat penyakit yang dapat menular terutama bila
sedang terkena serangan. Selain itu juga dilakukan proteksi individual
16
dengan menggunakan kondom. Kombinasi tersebut bila diikuti dengan
pencucian alat kelamin memakai air dan sabun pasca koitus, dapat
mencegah transmisi herpes genitalis hampir 100%..
4. HSV pada Neonatus
Penatalaksanaan bayi lahir dari ibu dengan herpes genitalis yaitu
mengidentifikasi secepatnya kemungkinan adanya infeksi herpes pada
bayi tersebut. Oleh karena itu direkomendasikan dilakukan
pemeriksaan kultur virus dari sekret servik ketika persalinan
berlangsung pada semua ibu hamil dengan riwayat herpes genitalis.
Selain itu juga pemeriksaan kultur virus dari mukosa orofaring atau
mukosa konjungtiva dari bayi yang dicurigai. Pada bayi dengan ibu
mengidap herpes genitalis primer pada saat persalinan pervaginam,
harus diberikan terapi profilaksis acyclovir intravena dengan dosis 60
mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis yang diberikan selama 21
hari atau acyclovir intravena 10 mg/kgBB tiap 8 jam selama 10-21
hari Terapi ini juga diberikan pada bayi yang dinyatakan positif
terinfeksi, dan terapi diberikan seawall mungkin ketika mulai timbul
gejala.
17
bayinya. Bayi yang terlahir dengan herpes maka biasanya mereka akan
meninggal atau juga mengalami gangguan yang terjadi pada otak, kulit,
atau juga mata. Dan jika herpes genital muncul pada ibu hamil, maka ini
haruslah mendapatkan perhatian khusus dan serius karena virus herpes
bisa melalui plasenta, sampai menuju ke sirkulasi fetal serta bisa
menimbulkan terjadinya suatu kerusakan atau bahkan kematian pada
janinnya.
18
jarang. Pada orang dengan gangguan imunitas , misalnya pada penyakit-
penyakit dengan tumor di sistem retikuloendotelial, pengobatan dengan
imunosupresan yang lama atau fisik yang sangat lemah, menyebabkan
infeksi ini dapat menyebar ke alat-alat dalam dan dapat fatal. Prognosis
akan lebih baik seiring dengan meningkatnya usia seperti pada orang
dewasa. (Adhi Djuanda, 2007).
19
WOC HERPES SIMPLEX Tranmisi /penularan melalui
kontak langsung dengan
individu yang terkena virus
melalui permukaan
kulit,mukosa oral, ,membrane
mukosa, genital
Virus melakukan vusi
langsung ke dalam Virus HSV I dan HSV II masuk Virus masuk saluran limfe
membrane sel yang ada di
sekitarnya
Virus masuk ke pembuluh Virus menyebar melalui
darah saluran limfe ke kelenjar
Adanya proses perlawanan
limfe regional
antibody -antigen
Virus dibawa aliran darah ke
sirkulasi
limfadenopati
KASUS
Ny. A umur 35 tahun, alamat Surabaya. Pada tanggal 21 Maret 2016 pukul
10.00 pagi klien datang ke rumah sakit dengan diantar oleh suaminya. Ny. A
mengeluh adanya nyeri dan gatal pada kemaluan. Ny A mengatakan timbul
adanya lepuhan yang bergerombol dan disertai warna kemerahan di sekelilingnya
membentuk sebuah gelembung cair pada daerah genetalia. Sebelumnya Ny. A
mengalami gatal-gatal selama 4 hari, kemudian timbul nyeri di daerah genetalia
dan kulitnya. Dari hasil observasi keadaan umum ibu lemas, kesadaran Compos
Mentis, status emosional stabil, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 82 kali/menit,
pernafasan 24 kali/menit, suhu 38,6 0 C, terdapat vesikel yang multipel di daerah
mulut dan kulitnya. Leukosit < 4000/mmk.
Pengkajian
1. Identitas
Nama : Ny. A
Usia : 35 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Alamat : Surabaya
2. Riwayat Kesehatan
- Keluhan Utama : Gatal dan nyeri pada daerah kemaluan
- Riwayat Kesehatan Sekarang
Sebelumnya Ny. R mengalami gatal-gatal selama 4 hari. Ny. R mengeluh
nyeri di daerah genetalia berwarna kemerahan pada kulit kemudian di
ikuti gelembung gelembung berisi cairan .
- Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini, pasien
juga tidak memiliki alergi. Jika merasa gatal biasanya diolesi minyak
kayu putih bisa hilang dengan sendirinya.
- Riwayat Penyakit Keluarga
Suami pernah terkena herpes simpleks sebelumnya, tapi herpes
menyerang daerah genetalia dan sekitarnya. Dua minggu yang lalu
penyakitnya kambuh tapi sekarang sudah sembuh.
3. Pemeriksaan Fisik
21
a.Pemeriksaan TTV
Tekanan Darah : 120/80 mmHg,
Nadi : 82 kali/menit
RR : 24 kali/menit,
Suhu : 38,6 0 C
4. Pemeriksaan B1 – B6
B1 ( Breathing ) : dispnea
B2 ( Blood ) : tidak ada
B3 ( Brain ) : kesadaran composmentis (GCS : 4-5-6)
B4 ( Bladder ) :disuria, adanya lepuhan yang bergerombol dan
dikelilingi oleh daerah kemerahan membentuk
sebuah gelembung cair pada daerah kemaluan.
B5 ( Bowel ) : nafsu makan agak menurun
B6 ( Bone ) : tidak ada
5. Pola Aktivitas Sehari-hari
a. Pola Manajemen Kesehatan
Pasien mengatakan jika ada keluarga yang sakit maka segera dibawa
tempat pelayanan kesehatan terdekat baik itu poliklinik maupun
dokter.
b. Pola Eliminasi
Untuk BAK pasien mengalami gangguan selama sakitnya, walaupun
pasien tetap kencing dengan frekuensi seperti biasanya, tetapi pasien
merasa nyeri saat berkemih.
c. Pola Aktivitas
Pasien mampu beraktivitas seperti biasanya, tapi agak mengurangi
aktivitasnya karena pasien merasakan nyeri saat berjalan.
Analisa Data
Masalah
Data Analisa data
keperawatan
DS : klien menyatakan Infeksi primer Nyeri
nyeri di daerah mulut
DO : klien Nampak Peradangan
meringis menahan
nyeri Hipotalamus
P: adanya luka di
Pusat nyeri
22
daerah bibir
Q: sering
R:pada area sekitar
Nyeri diekspresikan
luka genitalia
S: 3
Nyeri
T: tidak tentu
Hipertermi
DS : klien menyatakan Virus pada p.d atau Kerusakan integritas
luka di kulitnya jaringan kulit kulit
semakin melepuh
Membentuk vesikel di
DO : muncul ulkus permukaan kulit
pada kulit , melepuh.
Ada perubahan bentuk dan
warna
23
gelisah Cemas
Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d inflamasi jaringan
b. Hipertermi b.d proses penyakit /inflamasi
c. Kerusakan integritas kulit b.d agen injury
d. Ansietas b.d kondisi kurangnya informasi/ pengetahuan tentang penyakit
Intervensi
a. Domain 12. Comfort
Class 1. Physical comfort
Kode 0013 Pain
Definisi : Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenagkan
yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau
digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa.
NOC NIC
Domain IV – Health knowledge & Domain 1 – Physiological bassic
Behavior Class E – physiological comfort
Class Q – Health Behavior promotion
1400 pain management
1605 – Pain Control 1.1.1.1.1.1.1.1 Lakukan pengkajian nyeri secara
160502 Mengenali onset nyeri (1-5) komperhensif
1.1.1.1.1.1.1.2 Gunakan teknik komunikasi
160501 Mendreskripsikan faktor
terapeutik untuk mengetahui
penyebab (1-5)
pengalaman nyeri pasien
160510 Menggunakan catatan untuk
1.1.1.1.1.1.1.3 Kontrol lingkungan yang dapat
memantau gejala setiap waktu (1-5)
mempengaruhi nyeri
160504 Menggunakan tindakan1.1.1.1.1.1.1.4
non – Kurangi faktor presipitasi nyeri
1.1.1.1.1.1.1.5 Beri analgesik untuk mengurangi
analgesik (1-5)
nyeri
1.1.1.1.1.1.1.6 Tingkatkan istirahat
1.1.1.1.1.1.1.7 Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
Domain 2 – Physiological Complex
Class H Drug management
2210 Analgesic administration :
a. Tentukan lokasi, karakteristik,
24
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
b. Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Tentukan pilihan algesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
e. Monitoring vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama
f. Evaluasi efektifitas analgesik,
tanda dan gejala.
25
110103 Elastisitas (1-5) yang teksturnya kasar.
110108 Tekstur (1-5) b. Pantau karakteristik luka seperti
110105 Pigmen kulit tidak normal
warna ,ukuran.
(1-5) c. Menerapakan salep yang sesuai
dengan kulit/ lesi
d. Gunakan obat pengurang rasa
sakit di area sekitar.
e. Gunakan antiinflamasi untuk area
sekitar yang disesuaikan.
f. Pastikan tempat tidur klien bersih,
kering dan bebas dari kerutan.
g. Dokumentasikan derajat
kerusakan kulit
26
Varisela berasal dari bahasa latin yaitu Varicella. Di Indonesia
penyakit ini dikenal dengan istilah cacar air, sedangkan diluar negeri
terkenal dengan nama Chicken-pox.
Varicella adalah penyakit infeksi virus akut dan menular yang
disebabkan oleh virus varicella zoster (VZV) yang menyerang kulit dan
mukosa, ditandai oleh adanya vesikel-vesikel. (Rampengan, 2008).
Varicella merupakan penyakit akut menular yang ditandai oleh
vesikel di kulit dan selaput lendir yang disebabkan oleh virus varisella.
Varisela adalah infeksi akut prime yang menyerang kulit dan mukosa
secara klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorfi
terutama berlokasi di bagian sentral tubuh, disebut juga cacar air,
chicken pox (Kapita Selekta, 2000).
27
Di daerah metropolitan yang beriklim sedang , dimana epidemi
varicella sering terjadi pada musim dingin dan musim semi.
28
Masa inkubasi Varicella bervariasi antara 10-21 hari, rata-rata 10-14
hari. Penyebaran varicella terutama secara langsung melalui udara
dengan perantaraan percikan liur. Pada umumnya tertular dalam
keluarga atau sekolah. (Rampengan,2008)
Perjalanan penyakit ini dibagi menjadi 2 stadium, yaitu:
1. Stadium Prodromal: 24 jam sebelum kelainan kulit timbul, terdapat
gejala panas yang tidak terlalu tinggi, perasaan lemah (malaise), sakit
kepala, anoreksia, rasa berat pada punggung dan kadang-kadang
disertai batuk keringdiikuti eritema pada kulit dapat berbentuk
scarlatinaform atau morbiliform. Panas biasanya menghilang dalam 4
hari, bilamana panas tubuh menetap perlu dicurigai adanya komplikasi
atau gangguan imunitas.
2. Stadium erupsi: dimulai saat eritema berkembang dengan cepat
(dalam beberapa jam) berubah menjadi macula kecil, kemudian
papula yang kemerahan lalu menjadi vesikel. Vesikel ini biasannya
kecil, berisi cairan jernih, mudah pecah serta mengering membentuk
krusta.
Lesi kulit mulai nampak di daerah badan dan kemudian
menyebar secara sentrifugal ke bagian perifer seperti muka dan
ekstremitas. Dalam perjalanan penyakit ini akan didapatkan tanda
yang khas yaitu terlihat adanya bentuk papula, vesikel, krusta dalam
waktu yang bersamaan, dimana keadaan ini disebut polimorf. Jumlah
lesi pada kulit dapat 250-500. Lesi baru tetap timbul selama 3-5 hari,
lesi sering menjadi bentuk krusta pada hari ke-6 dan sembuh lengkap
pada hari ke-16.
Erupsi kelamaan atau terlambatnya berubah menjadi krusta dan
penyembuhan, biasanya dijumpai pada penderita dengan gangguan
imunitas seluler. Bila terjadi infeksi sekunder, sekitar lesi akan tampak
kemerahan dan bengkak serta cairan vesikel yang jernih berubah
menjadi pus disertai limfadenopati umum. Vesikel tidak hanya
terdapat pada kulit, melainkan juga terdapat pada mukosa mulut, mata,
dan faring. Pada penderita varicella yang disertai dengan difisiensi
imunitas (imun defisiensi) sering menimbulkan gambaran klinik yang
khas berupa perdarahan, bersifat progresif dan menyebar menjadi
29
infeksi sistemik. Demikian pula pada penderita yang sedang
mendapat imunosupresif. Hal ini disebabkan oleh terjadinya
limfopenia.
Pada ibu hamil yang menderita varicella dapat menimbulkan
beberapa masalah pada bayi yang akan dilahirkan dan bergantung
pada masa kehamilan ibu, antara lain:
1. Varisela neonatal
Varisela neonatal dapat merupakan penyakit serius, hal ini
bergantung pada saat ibu kena varisela dan persalinan.
a. Bila ibu hamil terinfeksi varisela 5 hari sebelum partus atau 2
hari setelah partus, berarti bayi tersebut terinfeksi saat viremia
kedua dari ibu, bayi terinfeksi transplasental, tetapi tidak
memperoleh kekebalan dari ibu karena belum cukupnya waktu
ibu untuk memproduksi antibody. Pada keadaan ini, bayi yang
dilahirkan akan mengalami varisela berat dan menyebar. Perlu
diberikan profilaksis atau pengobatan dengan varicella-zoster
immune globulin (VZIG) dan asiklovir. Bila tidak diobati
dengan adekuat, angka kematian sebesar 30%. Penyebab
kematian utama akibat pneumonia berat dan hepatitis fulminan.
b. Bila ibu terinfeksi varisela lebih dari 5 hari antepartum,
sehingga ibu mempunyai waktu yang cukup untuk
memproduksi antibody dan dapat diteruskan kepada bayi. Bayi
cukup bulan akan menderita varisela ringan karena pelemahan
oleh antibody transplasental dari ibu. Pengobatan dengan VZIG
tidak perlu, tetapi asiklovir dapat dipertimbangkan
pemakaiannya, bergantung pada keadaan bayi.
2. Sindrom varisela congenital
Varisela congenital dijumpai pada bayi dengan ibu yang
menderita varisela pada umur kehamilan trimester I atau II dengan
insidens 2%. Manisfestasi klinik dapat berupa retardasi
pertumbuhan intrauterine, mikrosefali, atrofi kortikalis, hipoplasia
ekstremitas, mikroftalmin, katarak, korioretinitis dan scarring pada
kulit. Beratnya gejala pada bayi tidak berhubungan dengan
beratnya penyakit pada ibu. Ibu hamil dengan zoster tidak
berhubungan dengan kelainan pada bayi.
30
3. Zoster infantile
Penyakit ini sering muncul dalam umur bayi satu tahun
pertama, hal ini disebabkan karena infeksi varisela maternal setelah
nasa gestasi ke-20. Penyakit ini sering menyerangg pada saraf
dermatom thoracis.
31
Tindakan pencegahan ditujukan pada kelompok yang beresiko tinggi
untuk menderita varicella yang fatal seperti neonatus, pubertas ataupun
orang dewasa, dengan tujuan mencegah ataupun mengurangi gejala
varicella.
1. Imunisasi Pasif
a. Menggunakan VZIG (Varicella Zoster Imunoglobulin)
b. Pemberian dalam waktu 3 hari setelah terpajan VZV, pada anak-
anak imunokompromais pemberian VZIG dapat meringankan
gejala varicella.
c. VZIG dapat diberikan pada yaitu:
a. Anak-anak yang berusia < 15 tahun yang belum pernah
menderita varicella
b. Usia pubertas > 15 tahun yang belum pernah menderita
varicella dan tidak mempunyai antibodi terhadap VZV.
c. Bayi yang baru lahir, dimana ibunya menderita varicella dalam
kurun waktu 5 hari sebelum atau 48 jam setelah melahirkan.
d. Bayi premature dan bayi usia ≤ 14 hari yang ibunya belum
pernah menderita varicella.
e. Anak-anak yang menderita leukimia atau lymphoma yang
belum pernah menderita varicella.
f. Dosis: 125 U/10 kg BB
g. Pemberian secara IM
h. Perlindungan yang didapat bersifat sementara.
2. Imunisasi Aktif
a. Vaksinasinya menggunakan vaksin varicella virus (Oka strain) dan
kekebalan yang didapat dapat bertahan hingga 10 tahun.
b.Daya proteksi melawan varicella berkisar antara 71-100%
c. Vaksin efektif jika diberikan pada umur ≥ 1 tahun dan
direkomendasikan diberikan pada usia 12-18 bulan.
d.Anak yang berusia ≤ 13 tahun yang tidak menderita varicella
direkomendasikan diberikan dosis tunggal dan anak lebih tua
diberikan dalam 2 dosis dengan jarak 4-8 minggu.
e. Efek samping: timbul demam dan reaksi lokal seperti ruam
makulopapular atau vesikel, terjadi pada 3-5% anak-anak dan timbul
10-21 hari setelah pemberian pada lokal penyuntikan.
Tidak boleh diberikan pada wanita hamil karena dapat menyebabkan
terjadinya kongenital varicella.
32
a. Infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri
Sering dijumpai infeksi pada kulit dan timbul pada anak-anak yang
berkisar antara 5-10%. Lesi pada kulit tersebut menjadi tempat
masuk organisme yang virulen dan apabila infeksi meluas dapat
menimbulkan impetigo, furunkel, cellulitis dan erysepelas.
b. Scar
Timbulnya scar yang berhubungan dengan infeksi staphylococcus
atau streptococcus yang berasal dari garukan.
c. Pneumonia
Dapat timbul pada anak-anak dan orang dewasa. Pada orang dewasa
insiden varicella pneumonia 1: 400 kasus.
d. Neurologik
1) Acute postinfeksius cerebelar ataxia
Ataxia sering muncul tiba-tiba, terjadi 2-3 minggu setelah timbul
varicella. Keadaan ini dapat menetap selama 2 bulan.
Manifestasinya berupa tidak dapat mempertahankan posisi berdiri
hingga tidak mampu untuk berdiri.
2) Encephalitis
Muncul selama terjadi varicella akut yaitu beberapa hari setelah
timbulnya ruam. Letargi, drowsines dan confusion adalah gejala
yang sering dijumpai.
e. Herpes Zoster
Komplikasi yang lambat dari varicella yaitu timbulnya herpes zoster,
timbul beberapa bulan hingga tahun setelah terjadinya infeksi primer
f. Sindrom Reye
Ditandai dengan fatty liver dengan encephalophaty. Keadaan ini
berhubungan dengan penggunaan aspirin, tetapi setelah digunakan
acetaminophen (antipiretik) secara luas.
33
4) Kuku jari harus dipotonguntuk mencegah terjadinya infeksi
sekunder akibat garukan.
5) Obat antivirus
a. Pemberian antivirus dapat mengurangi lama sakit, keparahan
dan waktu penyembuhan akan lebih singkat.
b. Pemberian antivirus dalam jangka waktu kurang dari 48-72 jam
setelah erupsi dikulit muncul.
c. Golongan antivirus yang dapat diberikan yaitu asiklovir,
valasiklovir, dan famasiklovir.
34
dan spesifik, hampir serupa dengan pemeriksaan enzyme
immunoassay atau imunoblotting. Pemeriksaan serologik lain yang
mendukung adalah lateks aglutinasi, untuk mengetahui status
imunitas terhadap VZV.
3. Tzanck Smear
a. Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru,
kemudian diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin,
Giemsa’s, Wright’s, Toluidine blue atau papanicolaou’s. Dengan
menggunakan mikroskope cahaya akan dijumpai multinucleated
giant cell.
b. Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.
c. Test ini tidak dapat membedakan antara VZV dengan herpes
simpleks virus.
35
WOC Varicella
Percikan ludah berasal
Masuk melalui
dari batuk/ bersin
paru-paru
penderita
Infeksi virus
Varicella-Zoster
VARICELLA
Tersebar melalui
kelenjar getah bening
ke seluruh tubuh
Menyebar melalui
pembuluh darah
RESIKO INFEKSI
Infeksi merangsang akumulasi Menyebar ke
monosit, magrofag, sel T helper, jaringan kulit
dan fibroblas Timbul luka
Terbentuk makula
Pelepasan pirogen
(bintik-bintik merah) Respon menggaruk
endogen (sitokin)
Papula (benjolan
Merangsang kecil pada kulit) Penumpukan histamin
saraf vagus menyebabkan gatal
Vesikel (gelembung kecil
berisi cairan jernih)
Sinyal mencapai Pelepasan mediator nyeri
saraf pusat (histamin, bradikinin,
Pustula (cairan gelembung
prostaglandin, serotonin)
menjadi keruh)
Pembentukan
prostaglandin otak
Terbentuk lesi yang bermula Kerusakan sel
pada bagian tengah tubuh
Merangsang
hipotalamus untuk
Menyebar ke ferifer Merangsang nosiseptor
meningkatkan suhu
menuju ekstremitas
Menggigil,
meningkatkan Lesi menjadi krusta / Medulla spinalis
suhu basal keropeng (eksudat yang
mengering)
HIPERTERMI
Otak (korteks
HIPERTERMI somatosensorik)
Krusta GANGGUAN
mengelupas INTEGRITAS Persepsi nyeri
KULIT
GANGGUAN
CITRA TUBUH
Asuhan Keperawatan Umum Varicella
Pengkajian
Anamnesa
1) Identitas Klien
a. Nama
b. Alamat
c. Umur
d. Jenis Kelamin
e. Berat Badan
f. Agama
g. Pekerjaan
2) Riwayat Kesehatan
(1) Keluhan Utama
Klien merasakan gatal dan terdapat gelembung berisi cairan pada hampir
seluruh tubuh sejak.
(2) Riwayat Penyakit Sekarang
Awalnya klien merasakan demam yang dirasakan terus menerus sepanjang
hari, juga ada nyeri saat menelan, tidak nafsu makan, mual muntah, dan
badan terasa pegal-pegal. Terdapat gelembung-gelembung kecil berisi
cairan pada hampir seluruh permukaan tubuh berwarna kemerahan dan
dirasakan gatal dan nyeri. Awalnya gelembung-gelembung cairan ini
muncul di dada, kemudian dirasakan semakin banyak dan menyebar ke
muka, punggung, kedua tangan dan perut dan sebagian gelembung sudah
ada yang pecah.
(3) Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji apakah klien pernah memiliki riwayat sakit seperti ini sebelumnya
dan apa ada penyakit kulit sebelumnya.
(4) Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya anggota keluarga lain yang mengidap varisela.
(5) Riwayat Alergi
Kaji apakah klien dan keluarga memiliki riwayat alergi.
(6) Riwayat Penggunaan Obat
Kaji obat apa yang sudah dikonsumsi selama ini, obat apa yang sudah
diminum sebelum MRS.
1. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (breathing)
Biasanya dalam batas normal (16-20x/mnt)
2) B2 (blood)
Hipertermi (demam sub febris 37-38˚C), bradikardi
3) B3 (brain)
Klien merasakan pusing
4) B4 (bladder)
Kaji bagaimana warna dan jumlah urine, kaji intake cairan, kaji
apakah ada pembesaran kandung kemih.
5) B5 (bowel)
Kaji apakah ada nyeri tekan abdomen, apakah ada kram abdomen,
apakah ada mual dan muntah
6) B6 (bone)
Adanya ruam yang muncul diarea sekitar tubuh, ruam tersebut
berwarna merah, berisi air, dan ketika dipegang terasa nyeri. Setelah
beberapa hari ruam tersebut menyebar di area tubuh, wajah, leher,
tangan, dan kepala.
Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Keperawatan
Pembentukan prostaglandin
otak
Merangsang hipotalamus
untuk meningkatkan suhu
Hipertermi
Merangsang nosiseptor
Nyeri akut
Lesi
Kerusakan integritas kulit
Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi b.d proses inflamasi virus
2. Nyeri akut b.d kerusakan jaringan
3. Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan, sekunder akibat
penyakit
4. Kerusakan integritas kulit b.d injury
Intervensi
Hipertermi b.d proses inflamasi virus
NOC NIC
Sistem respiratorik
Replikasi di kelenjar
getah bening
Menyebar dialiran
darah
Viremia
Herpes zoster
Inflamasi
Analisa data
Data Analisa Data Masalah
Keperawatan
Respon inflamasi
nyeri
Demam,pusing
hipertermi
Meninggalkan bekas
hitam
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d proses inflamasi virus
2. Hipertermi b.d proses penyakit
3. Gangguan integritas kulit b.d proses peradangan
4. Gangguan citra tubuh b.d penyakit
Intervensi Keperawatan
Bethany A. Weaver, DO, MPH (2009). "Herpes Zoster Overview: Natural History and
Incidence". J Am Osteopath Assoc 109 (6): S2–S6.
Blackwell,Wiley. 2014. Nursing Diagnoses Definitions and Classification 2015-
2017 Tenth Edition
Christo PJ, Hobelmann G, Maine DN. 2007 Post - herpetic neuralgia in older
adults. Drugs Aging Journal ;24(1):1-19
Djuanda, Adhi. 2010.Ilmu penyakit Klulit dan Kelamin, Adhi, Edisi Enam
Cetakan Kedua, Fakultas Kedokteran UI. Jakarta
Dworkin RH, Johnson RW, Breuer J, Gnann JW, Levin MJ, Backonja M. 2007.
Recommendations for the management of herpes zoster. Clinical Infection
Disease Journal; 44:1-21.
Gershon AA. 2008.Varicella-Zoster Infections. Pediatricsin Review
Handoko R. Penyakit virus. 2007. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.hlm 88-100
Lia Kinasih Ayuningati, D.M.2015. Studi Retrospektif: Karakteristik pasien
Herpes Zooster. BIKKK – Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin –
Periodical of Dermatology and Venereology. 211-212
Linton.2012. Intoduction to medical Surgical Nursing ed 5. Library of congress
cataloging in publication data: Saragih.2014. Herpes Zooster pada Geriatri. 19
Mulechek, Gloria M et all. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth
Edition. Elvesier Mosby
Moorhead,Sue et all.2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition.
Elvesier Mosby
McCrary ML, Severson J, Tyring SK. 2009. Varicella Zoster Virus. Journal of the
American Academy of Dermatology;41:1-13.
Myers MG, Stanberry LR, Seward JF. 2004. Varicella-ZosterVirus. Dalam:
Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-
17. Philadelphia: Elseviers Saunders.
Nanda, NOC, NIC.2015-2017.Asuhan Keperawatan
Perdanakusuma, DS (2007). Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka.
“From Caring to Curing, Pause Before You Use Gauze”.
http://www.gobookee.org/anatomi-fisiologi-kulit/ diunduh 23/03/2016
Price,Sylvia et al.2006. Patofisiologi KOnsep Klinis Proses-Proses Penyakit Vol 2
Edisi 6. ECG: Jakarta
Sahriani HR, M. G. 2012. Profil Herpes Zoster Di Poliklinik Kulit Dan Kelamin
Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. 2.
Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. 2002.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak
Infeksi dan Penyakit Tropis. Edisi ke-1. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Utama, Hendra.et al. 2014. Buku Panduan Herpes Zooster. Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
Wolff, Klaus. Johnson, Richard Allen.2009. Fitzpatrick’s Color Atlas and
Sypnosis of Clinical Dermatology sixth edition.
Weinberg JM. 2007. Herpes zoster: Epidemiology, natural history, and common
complications. Journal of the American Academy of Dermatology;57:130-5.
Whitley RJ. 2007. Herpes simplex virus infections. In: Goldman L, Ausiello D,
eds. Cecil Medicine . 23rd ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier: chap 397.
WHO.2016. Herpes Simplex . WHO. Switzerland
BAB III
KESIMPULAN
Herpes Zooster, Herpes Simpleks, dan Varicella merupakan suatu penyakit yang
disebabkan oleh infeksi virus yang menyerang system integument. Mengingat
prevalensi angka terjadinya Herpes Zooster, Herpes Simpleks, dan Varicella di
Indonesia masih cukup tinggi, maka diperlukan suatu penanganan yang tepat dan
baik guna untuk mengurangi terjadinya komplikasi pada Herpes Zooster, Herpes
Simpleks, dan Varicella serta untuk meningkatkan tingkat morbiditas dan
mortalitas di Indonesia. Peran kita sebagai perawat adalah memberikan asuhan
keperawatan yang baik dan tepat sesuai dengan teori tentang penyakit Herpes
Zooster, Herpes Simpleks, dan Varicella agar kita dapat membantu untuk
meningkatkan tingkat mortalitas dan morbiditas di Indonesia.