Pendahuluan
Monkeypox atau cacar monyet merupakan emerging zoonosis yang disebabkan virus Monkeypox. 1,2
Walaupun gejalanya lebih ringan daripada smallpox, namun monkeypox dapat berkembang menjadi
penyakit dengan gejala berat dan bahkan kematian. Sejak eradikasi cacar (smallpox) secara global,
Infeksi virus monkeypox mulai muncul pada manusia. Monkeypox pada manusia pertama kali
ditemukan di Republik Demokratik Kongo (DRC) tahun 1970. 1,3-6 Selama lima dekade terakhir,
sebagian besar infeksi monkeypox pada manusia dilaporkan dari DRC hingga lebih dari seribu kasus
dilaporkan setiap tahun. Pada Penyakit monkeypox umumnya terjadi di negara-negara Afrika Selatan
dan Afrika Tengah. Negara endemis monkeypox yaitu Benin, Kamerun, Republik Afrika Tengah,
Republik Demokratik Kongo, Gabon, Ghana, Pantai Gading, Liberia, Nigeria, Republik Kongo, dan
Sierra Leone.1
Sejak Mei 2022, Monkeypox menjadi penyakit yang menjadi perhatian kesehatan masyarakat global,
karena dilaporkan dari negara non endemis. 1,3,7 Hingga saat ini masih dilakukan investigasi dan studi
lebih lanjut untuk lebih memahami epidemiologi, sumber infeksi, pola penularan di negara non
endemis yang melaporkan kasus. Namun karena adanya laporan penularan antar manusia di negara
non endemis, maka dipandang perlu bagi Indonesia sebagai negara non endemis untuk melakukan
kesiapsiagaan terhadap penyakit monkeypox dengan mempertimbangkan situasi saat ini. Berbagai
upaya perlu dipersiapkan dengan lingkup surveilans, manajemen klinis, pemeriksaan laboratorium,
komunikasi risiko, dan pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu dalam rangka mencegah dan
mengendalikan penyakit monkeypox yang adekuat, perlu suatu pemahaman secara umum kepada
petugas Kesehatan dan masyakarat tentang monkeypox atau cacar monyet dan pencegahannya.
Penularan
Terdapat tiga kemungkinan cara penularan kepada manusia terjadi melalui kontak langsung dengan
hewan ataupun manusia yang terinfeksi, atau melalui benda yang terkontaminasi oleh virus
tersebut.1,3,6,7 Penularan dari hewan ke manusia, yang juga dikenal sebagai penularan zoonosis, terjadi
melalui kontak langsung dengan salah satu inang virus alami yang disebutkan di atas atau konsumsi
inang ini. Selain itu, penularan zoonosis dapat terjadi melalui kontak langsung dengan darah, cairan
tubuh, dan inokulasi dari lesi mukokutan pada hewan yang terinfeksi. 7 Virus dapat masuk ke dalam
tubuh melalui kulit yang luka/terbuka (walaupun tidak terlihat), saluran pernapasan, atau selaput
lendir (mata, hidung, atau mulut). Di negara endemis, monkeypox kemungkinan bersirkulasi antara
hewan mamalia, dengan sesekali menyebar ke manusia. Di negara endemis, penularan ke manusia
dapat terjadi melalui gigitan atau cakaran, mengolah daging hewan liar, kontak langsung dengan
cairan tubuh atau bahan lesi, atau kontak tidak langsung dengan bahan lesi, seperti melalui benda
yang terkontaminasi.1,3,7
Monkeypox antar manusia tidak secara mudah menular. Penularan dari manusia ke manusia dapat
melalui kontak erat dengan droplet, cairan tubuh atau lesi kulit orang yang terinfeksi, atau kontak
tidak langsung pada benda yang terkontaminasi. Penularan melalui droplet biasanya membutuhkan
kontak yang lama, sehingga anggota keluarga yang tinggal serumah atau kontak erat dengan kasus
berisiko lebih besar untuk tertular. Orang dengan monkeypox menular ketika bergejala (biasanya
antara dua sampai empat minggu). Ruam, cairan tubuh (seperti cairan, nanah atau darah dari lesi kulit)
dan koreng sangat menular. Pakaian, tempat tidur, handuk atau peralatan makan/piring yang telah
terkontaminasi virus dari orang yang terinfeksi juga dapat menulari orang lain. 1,7
Monkeypox dapat menyebar melalui kontak langsung kulit ke kulit saat berhubungan seks, termasuk
ciuman, sentuhan, seks oral dan penetrasi dengan seseorang yang memiliki gejala. Ruam kadang-
kadang ditemukan pada alat kelamin dan mulut, yang kemungkinan berkontribusi terhadap penularan
selama kontak seksual. Kontak mulut ke kulit dapat menyebabkan penularan di mana terdapat lesi
kulit atau mulut. Hindari melakukan kontak dengan siapa pun yang memiliki gejala. Oleh karena itu,
orang yang berinteraksi termasuk pasangan seksual juga memiliki risiko lebih besar untuk terinfeksi.
Saat ini belum diketahui secara pasti penularan melalui air mani atau cairan vagina. Begitu pula
penularan dari orang tanpa gejala (asimptomatis) belum pasti. 1,7
Setelah masa inkubasi 4 sampai 21 hari, rata-rata 7 sampai 14 hari, penyakit monkeypox sering
dimulai dengan gejala prodromal yang tidak spesifik, yaitu demam selama 1 sampai 5 hari, menggigil,
sakit kepala, kelelahan, sakit tenggorokan, mialgia, dan limfadenopati. 1,10,11 Biasanya ruam timbul
dalam 1 sampai 5 hari dari onset demam dan kemudian sembuh dalam waktu 2 sampai 4 minggu.
Pertama, ruam muncul sebagai makula (1-2 hari), kemudian berkembang menjadi papula (1-2 hari),
diikuti oleh vesikel (1-2 hari), dan akhirnya pustula keras seukuran kacang polong (5-7 hari) sebelum
pengerasan kulit, keropeng, dan akhirnya rontok (7-14 hari). 1,10,11 Setelah eskar terlepas dan luka telah
sembuh dengan lapisan kulit yang baru, pasien tidak lagi dianggap menular, sekitar 2 sampai 4
minggu dari lesi pertama.1,10,11
Di Afrika, monkeypox telah terbukti menyebabkan kematian pada 1 dari 10 orang yang terjangkit
penyakit tersebut.1,10 Kasus yang berat lebih banyak terjadi kelompok berisiko (anak-anak, hamil,
gangguan system imun), terkait dengan tingkat paparan virus, status imunitas pasien dan tingkat
keparahan komplikasi. Komplikasi meliputi infeksi sekunder, pneumonia, ensefalitis dan infeksi
kornea hingga hilangnya penglihatan.1,10
Diagnosis
Diagnosis monkeypox berdasarkan pada manifestasi klinis, dan pemeriksaan laboratorium. Ruam
dimulai dengan makula, papula, vesikel dan berkembang menjadi krusta. Ruam akan mengenai area
wajah (95% kasus), telapak tangan dan kaki (75% kasus), membrane mukosa oral (70% kasus),
genitalia (30% kasus), konjungtiva dan kornea (20%). Krusta akan menghilang dalam waktu 3
minggu.1,4,10
Secara klinis, diagnosis banding monkeypox dapat mempertimbangkan penyakit dengan ruam
lainnya, seperti smallpox (meskipun sudah dieradikasi), cacar air (varicella/chickenpox), campak,
infeksi kulit akibat bakteri, kudis, sifilis, dan alergi terkait obat tertentu. Limfadenopati selama fase
prodromal dapat menjadi gambaran klinis khas untuk membedakan monkeypoxdengan penyakit cacar
lain yang serupa, seperti smallpox, cacar air/varicella (chickenpox), dan lain-lain. 1,10
Spesimen klinis yang optimal untuk analisis laboratorium meliputi spesimen dari lesi kulit seperti
swab lesi vesikular, eksudat, atau krusta yang disimpan dalam tabung kering dan steril (tanpa media
transpor virus) dan disimpan dalam suhu dingin. Kultur virus harus diperoleh dengan swab
orofaringeal atau nasofaring. Biopsi kulit dari ruam vesiculopustular atau sampel dari atap lesi
vesikular kulit yang utuh sangat berharga untuk analisis. Laboratorium rujukan dengan fasilitas
penahanan tinggi diperlukan untuk membuat diagnosis definitif menggunakan mikroskop elektron,
identifikasi kultur dan analisis molekuler dengan reaksi berantai polimerase, dan sekuensing. Tes
serologi memerlukan serum akut dan konvalesen berpasangan untuk deteksi imunoglobulin M
spesifik monkeypox virus dalam 5 hari dari presentasi, atau deteksi imunoglobulin G setelah 8
hari.1,4,11
Histologi dan imunohistokimia lesi papular dapat menunjukkan akantosis, nekrosis keratinosit
individu, dan vakuolisasi basal, bersama dengan infiltrat limfohistiositik perivaskular superfisial dan
dalam di dermis. Lesi vesikular menunjukkan spongiosis dengan degenerasi retikuler dan balon, sel
raksasa epitel berinti banyak dengan nekrosis epidermal dengan banyak eosinofil dan neutrofil, dan
gambaran vaskulitis dan inklusi virus dalam keratinosit. Inklusi intracytoplasmic, bulat-ke-oval
dengan struktur berbentuk sosis di tengah, berukuran 200 hingga 300 mm, dapat dilihat pada
pengamatan mikroskopis elektron.1,4,11
Pengobatan dan Vaksinasi
Belum ada pengobatan yang spesifik untuk infeksi virus Monkeypox. Pengobatan simptomatik dan
suportif dapat diberikan untuk meringankan keluhan yang muncul. Obat yang sedang dikembangkan
dan dievaluasi seperti tecovirimat, cidofovir, Vaccinia Immune Globulin Intravena, dan brincidofovir
untuk digunakan dalam pengobatan cacar monyet.1,12
Vaksin yang digunakan selama program pemberantasan cacar (smallpox) memberikan perlindungan
terhadap monkeypox.1 Vaksin baru yang dikembangkan untuk monkeypox seperti vaksin vaccinia
Bryer, Freeman, dan Rosenbach 3 (vaksin kompeten replikasi, disetujui untuk cacar) atau Jynneos’
Imvamune yang lebih baru (vaksin defisiensi replikasi, disetujui untuk cacar monyet). Karena masa
inkubasi cacar monyet panjang, pemberian vaksin dini dapat membantu mengurangi gejala atau
bahkan mencegah penyakit. Namun, vaksin vaccinia beberapa vaksin baru tersebut memiliki profil
efek samping yang cukup besar. Ada banyak kontraindikasi untuk vaksinasi dengan vaksin vaccinia,
termasuk alergi serius, status immunocompromised, kehamilan atau menyusui, penyakit jantung yang
mendasari, atau riwayat dermatitis atopik atau penyakit kulit eksfoliatif lainnya. Dalam kasus individu
dengan riwayat dermatitis atopik, komplikasi langka dan berpotensi mematikan yang dikenal sebagai
eksim vaccinatum dapat terjadi.12
Pencegahan
A. Mengurangi risiko penularan bagi pelaku perjalanan negara endemis
1) Hindari kontak langsung atau provokasi hewan penular monkeypox yang diduga terinfeksi
monkeypox seperti hewan pengerat, marsupial, primata non-manusia (mati atau hidup)
2) Hindari mengonsumsi atau menangani daging yang di buru dari hewan liar (bush meat)
3) Biasakan mengonsumsi daging yang sudah dimasak dengan benar
4) GunakanAPDlengkapsaatmenanganihewanterinfeksi
5) Pelaku perjalanan yang baru kembali dari wilayah terjangkit segera memeriksakan dirinya jika
mengalami gejala dan menginformasikan riwayat perjalanannya.
Conflicts of Interest
Tidak terdapat conflict of interest pada artikel ini.
Acknowledgment
Tidak terdapat acknowledgment pada artikel ini
Daftar Pustaka