Anda di halaman 1dari 14

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Herpes simpleks adalah infeksi akut suatu lesi akut berupa vesikel
berkelompok di atas daerah yang eritema, dapat satu atau beberapa kelompok
terutama pada atau dekat sambungan mukokutan. Herpes simpleks
disebabkan oleh herpes simpleks virus (HSV) tipe I atau tipe II yang dapat
berlangsung primer maupun rekurens. Herpes simpleks disebut juga fever
blister, cold sore, herpes febrilis, herpes labialis, herpes genitalis (Handoko,
2010).
Penyakit herpes simpleks tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria
maupun wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda (Siregar, 2005). Sekitar
50 juta penduduk di Amerika Serikat menderita infeksi HSV pada usia 12
tahun atau lebih (Habif, 2004). Infeksi primer oleh HSV tipe I biasanya
dimulai pada usia anak-anak, sedangkan infeksi HSV tipe II biasanya terjadi
sebanyak 25-50% dari populasi (Sterry, 2006) pada dekade II atau III dan
berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual. Infeksi HSV berlangsung
dalam tiga tingkat : infeksi primer, fase laten dan infeksi rekurens (Handoko,
2010).

Pada infeksi primer tempat predileksi HSV tipe I di daerah pinggang ke


atas terutama daerah mulut dan hidung yang biasanya dimulai pada usia anak-
anak. Inokulasi dapat terjadi secara kebetulan, misalnya kontak kulit pada
perawat, dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya yang tidak
menggunakan sarung tangan dan mengalami Herpetic Whitlow pada jari
tangannya (Sterry, 2006).Dilaporkan juga bahwa Herpetic Whitlow sering
didapati pada wanita dengan herpes genital (Habif, 2004).Virus ini juga
sebagai penyebab herpes ensefalitis (Handoko, 2010).Gejala yang
ditimbulkan berupa perasaan gatal, rasa terbakar, eritema, malaise, demam
dan nyeri otot (Siregar, 2005).
2

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana pengkajian teoritis pada pasien dengan herpes?
1.2.2 Apa saja diagnosa keperawatan yang mungkin terjadi pada pasien
dengan herpes?
1.2.3 Bagaimana intervensi setiap diagnosa yang mungkin terjadi pada pasien
dengan herpes?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Agar mahasiswa mengetahui pengkajian teoritis pada pasien dengan
herpes
1.3.2 Agar mahasiswa mengetahui diagnosa apa saja yang mungkin terjadi
pada pasien dengan herpes
1.3.3 Agar mahasiswa mengetahui intervensi pada setiap diagnosa yang
mungkin terjadi pada pasien dengan herpes
3

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
PADA PASIEN HERPES

2.1 Pengkajian
2.1.1 Identitas Pasien
Di dalam identitas hal-hal yang perlu di kaji antara lain nama
pasien, alamat pasien, umur pasien biasanya kejadian ini mencakup
semua usia antara anak-anak sampai dewasa, tanggal masuk ruma
sakit penting untuk di kaji untuk melihat perkembangan dari
pengobatan, penanggung jawab pasien agar pengobatan dapat di
lakukan dengan persetujuan dari pihak pasien dan petugas
kesehatan
Herpes zoster biasanya muncul pada orang berkulit putih (35%
lebih tinggi dibandingkan orang kulit gelap) dan insiden meningkat
3 sampai 7 kali lebih tinggi pada orang lanjut usia. Pada pasien
immunocompromised memiliki risiko 20 kali lebih tinggi
dibandingkan pasien immunocompetent. Beberapa studi
melaporkan insiden pada wanita lebih tinggi dibandingkan laki-laki
(3,8 kasus per 1000 penduduk per tahun pada wanita dan 2,6 kasus
per 1000 penduduk per tahun) (Weinberg dkk., 2007).
Penyakit herpes simpleks tersebar kosmopolit dan menyerang
baik pria maupun wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda
(Siregar, 2005). Sekitar 50 juta penduduk menderita infeksi HSV
pada usia 12 tahun atau lebih (Habif, 2004). Infeksi primer oleh
HSV tipe I biasanya dimulai pada usia anak-anak, sedangkan
infeksi HSV tipe II biasanya terjadi sebanyak 25-50% dari populasi
(Sterry, 2006)]
2.1.2 Riwayat Keluhan Utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat
pelayanan kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul dan gatal-
4

gatal pada daerah yang terkena pada fase-fase awal baik pada
herpes zoster maupun simpleks.
2.1.3 Riwayat Keperawatan
1. Riwayat penyakit sekarang
Herpes Simpleks : Kembangkan pola PQRST pada setiap
keluhan klien. Pada beberapa kasus, timbul lesi berkelompok
pada penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area
kulit yang mengalami peradangan berat dan vesikulasi yang
hebat.
Herpes Zooster : Terdapat lesi/vesikel perkelompok dan
penderita juga mengalami demam. Selain itu, biasanya klien
mengeluh sudah beberapa hari demam dan timbul rasa gatal dan
timbul rasa gatal/nyeri kepala dan badan terasa lelah. Mula-mula
timbul papula berbentuk urtika, setelah 1-2 hari timbul
gerombolan vesikula.
2. Riwayat penyakit dahulu
Diderita kembali oleh pasien yang pernah mengalami penyakit
herpes simplek, klien pernah kontak dengan penderita varisela,
atau memiliki riwayat penyakit seperti ini.
3. Riwayat penyakit keluarga
Sering diderita kembali oleh klien yang pernah mengalami
penyakit herpes simpleks maupun zooster atau memiliki riwayat
penyakit seperti ini
2.1.4 Pola-Pola Kesehatan
1. Pola Persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pasien dengan herpes biasanya memiliki pola hidup yang kurang
bisa menjaga kebersihan lingkungan
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada pasien dengan herpes simpleks maupun herpes zooster
pasien mengalami penurunanan nafsu makan , karena mengeluh
nyeri pada daerah wajah dan pipi sehingga pasien tidak dapat
5

mengunyah makanan dengan baik karena disebabkan oleh rasa


nyeri
3. Pola eliminasi
Tidak ada gangguan eliminasi, kecuali lesi meluas ke area
genetalia
4. Pola tidur dan istirahat
Pasien mengeluh merasa cemas, tidak bisa tidur karena nyeri,
dan gatal.
5. Pola aktivitas
Dengan adanya nyeri dan gatal yang dirasakan, terjadi
penurunan pola saat aktifitas berlebih ,sehingga pasien akan
membatasi pergerakan aktivitas .
6. Pola hubungan dan peran
Pasien akan sedikit mengalami penurunan psikologis, isolasi
karena adanya gangguan citra tubuh.
7. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya penderita herpes ini akan mengalami gangguan citra
tubuh, merasa minder karena penyakit yang dideritanya menular
8. Pola sensori dan kognitif
Jika daerah lesi meluas ke organ indera, tentunya akan
mempengaruhi fungsi kerja dari indera tersebut
9. Pola reproduksi seksual
Jika herpes meluas ke area genetalia, penderita merasa
terganggu dengan pola seksual reproduksinya.
10. Pola penanggulangan stress
Pasien dengan herpes, biasanya mengalami stres jika penderita
tidak bisa menerima penyekitnya/ kurang kooperatif
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pasien dengan herpes biasanya tidak mengalami gangguan
dalam menjalankan ibadah, ataupun hal-hal yang dapat
mempengaruhi kepercayaannya
6

2.1.5 Pengkajian Fisik


Keadaan Umum
Tingkat Kesadaran : Composmetis
TTV ( S : >37,5 C , TD tergantung pada psikologis pasien, jika
pasien cemas maka TD bisa >120/80 mmhg, RR : 16-20x/menit, RR
: >80x/menit jika cemas/nyeri)
Head To Toe
1. Kepala
wajah: biasanya ada lesi (ukuran > 1 , bentuk :benjolan berisi
air , penyebaran : merata dengan kulit)
2. Rambut
Biasanya rambut hitam, tidak ada bau pada rambut, keadaan
rambut tertata rapi.
3. Mata (Penglihatan)
Biasanya terdapat nyeri tekan, ada penurunan penglihatan.
4. Hidung (Penciuman)
Biasanya tidak ada gangguan, septum nasi tepat ditengah, tidak
terdapat secret, tidak terdapat lesi, dan tidak terdapat hiposmia.
5. Telinga (Pendengaran)
Inspeksi
Daun telinga : tidak terdapat lesi, kista epidemoid, dan keloid
Lubang telinga : tidak terdapat obstruksi akibat adanya benda
asing.
Palpasi
Tidak terdapat edema, tidak terdapat nyeri tekan pada otitis
media dan mastoidius.
6. Mulut dan gigi
Mukosa bibir lembab, tidak pecah-pecah, warna gusi merah
muda, tidak terdapat perdarahan gusi, dan gigi bersih.
7. Abdomen
Inspeksi
Bentuk : normal simetris
7

Benjolan : tidak terdapat lesi


Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan
Tidak terdapat massa / benjolan
Tidak terdapat tanda tanda asites
Tidak terdapat pembesaran hepar
8. Integument
Ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri;
edema di sekitar lesi,dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi
sekunder; akral hangat; turgor kulit normal/ kembali <1 detik;
terdapat lesi pada permukaan kulit wajah
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Tzanck Smear
Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru,
kemudian diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin,
Giemsa’s, Wright’s, toluidine blue ataupun Papanicolaou’s.
Dengan menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai
multinucleated giant cells. Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar
84%. Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella
zoster dengan herpes simpleks virus.
2. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibodi: Pemeriksaan
digunakan untuk membedakan diagnosis herpes virus
3. Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit
4. Pemerikasaan mikroskop electron
5. Kultur virus
6. Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ
7. Deteksi antibody terhadap infeksi virus
8. Biopsi kulit, pemeriksaan histopatologis tampak vesikel
intraepidermal dengan degenerasi sel epidermal dan acantholysis.
Pada dermis bagian atas dijumpai adanya lymphocytic infiltrate.
(Price, Sylvia Anderson. 2005 )
8

2.1.7 Terapi
Terapi suportif
1. Istirahat, makan cukup
2. Jangan digaruk
3. Pakaian longgar
4. Tetap mandi
Pengobatan Antivirus :
1. Asiklovir dewasa : 5 x 800 mg/hari selama 7-10hari atau
2. Asiklovir iv 3x10 mg/kgBB/hari
3. Valasiklovir untuk dewasa 3x1 gram/hari selama 7 hari
4. Famsiklovir untuk dewasa: 3x250 mg/hari selama 7 hari.
Catatan khusus :
a. Pemberian antivirus masih dapat diberikan setelah 72 jam. Bila
masih timbul lesi baru/ terdapat vesikel berumur < 3 hari.
b. Bila disertai keterlibatan organ viseral diberikan asiklovir.
intravena 10 mg/kgBB, 3x per hari selama 5-10 hari. Asiklovir
dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0,9% dan diberikan tetes selama
satu jam.
c. Untuk wanita hamil diberikan asiklovir
d. Untuk herpes zoster dengan paralisis fasial/kranial, polineuritis,
dan keterlibatan SSP dikombinasikan dengan kortikosteroid
walaupun keuntungannya belum dievaluasi secara sistematis.

2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Hipertermia berhubugan dengan penyakit
2. Nyeri b/d proses peradangan
3. Gangguan integritas kulit b/d proses peradangan
4. Ketidakefektifan pola seksual berhubungan dengan takut infeksi
menular seksual
5. Gangguan Citra Tubuh b/d perubahan fisik
6. Risiko penularan infeksi b.d pemajanan melalui kontak (kontak
langsung,tidak langsung , kontak droplet)
9

2.3 Intervensi Keperawatan

DATA SUBJEKTIF DAN


NO INTERVENSI
DATA OBJEKTIF
Hipertermia berhubugan dengan
a. Monitor suhu pasien
penyakit
b. Monitor nadi, RR pasien
Tujuan :
c. Monitor intake output pasiend.
selama dilakukan tindakan
d. Berikan penjelasan tentang
keperawatan, pasien mampu
penyebab demam atau peningkatan
mempertahankan kondisi
1 suhu tubuhe.
normotermi dengan
e. Beri kompres hangat di daerah
kriteria hasil:
ketiak dan dahif.
a. Suhu tubuh dalam
f. Kolaborasi dengan dokter dalam
rentang normal
pemberian antiviral, antipiretik
b. Nadi dan RR dalam
rentang normal
2 Nyeri b/d proses peradangan a. Kaji tingkat nyeri , frekuensi,
yang di tandai dengan : dan reaksi nyeri yang dialami
Tujuan : Setelah di lakukan pasien
tindakan keperawatan selama b. Ajarkan tekhnik relaksasi
2X 24 kepada pasien
jam,diharapkan nyeri akan c. Berikan analgetik sesuai
berkurang bahkan hilang dengan indikasi medis
skala 10 – 0 dan kebutuhan tidur d. Observasi TTV
pasien tercukupi
kriteria hasil :

e. Ajarkan pola istirahat/tidur


a. Nyeri berkurang dan
yang adekuat
meningkatnya kenyamanan
f. Kaji pola tidur pasien
perasaan senang secara fisik
g. Ciptakan lingkungan nyaman
dan psikologis
dan tenang
b. kebutuhan tidur pasien
h. Batasi pengunjung
tercukupi dan pasien dapat
10

tidur degan nyenyak

3 Gangguan integritas kulit b/d a. Observasi TTV


proses peradangan yang di b. Observasi Leukosit setiap hari
tandai dengan : c. Monitor kulit akan adanya
Tujuan : Setelah di lakukan kemerahan
tindakan keperawatan selama d. Anjurkan pasien untuk
2X 24 menjaga kebersihan kulit agar
jam,diharapkan integritas kulit tetap bersih dan kering
berkurang bahkan hilang. e. Kaji tingkat nyeri , frekuensi,
kriteria hasil : dan reaksi nyeri yang dialami
pasien
a. nyeri berkurang
f. Ajarkan pada keluarga tentang
b. suhu tubuh kembali normal
luka dan perawatan luka
( dari 38,5 menjadi 36-
g. Mobilisasi pasien (ubah posisi
37,5c)
pasien) setiap dua jam sekali
c. leukosit kembali normal
dari 12.000 menjadi 4.000-
10.000)
4 Ketidakefektifan pola seksual a. Kaji tingkat kecemasan klien
berhubungan dengan takut yang berhubungan dengan pola
infeksi menular seksual seksual
Tujuan : b. Jelaskan pada klien waktu
Setelah dilakukan tindakan untuk melakukan hubungan
keperawatan, pola seksual seksual sesuai kondisinya
pasien kembali efektif dengan c. Beri edukasi tentang keadaan
kriteria hasil : klien apabila berhubungan
seksual
1. Pola seksualitas klien
d. Anjurkan pada pasien untuk
11

normal mengikuti program pengobatan


2. Klien terlihat tidak danperawatan sampai tuntas
cemas terhadap aktifitas
seksualnya
3. Klien mampu
menggunakan
mekanisme koping yang
efektif
5 Gangguan Citra Tubuh b/d a. Dorong klien mengungkapkan
perubahan fisik perasaannya
Tujuan : b. Jelaskan tentang pengobatan,
Setelah dilakukan tindakan perawatan
keperawatan pasien tidak c. Fasilitasi kontak individu
mengalami gangguan citra dengan kelompok kecild.
tubuh, dengan d. Beri reinforcement yang positif
kriteria hasil :

a. body image positif


b. Mempertahankan interaksi
sosial

6 Risiko penularan infeksi b.d a. Tekankan pentingnya teknik


pemajanan melalui kontak cuci tangan yang baik untuk
(kontak langsung,tidak langsung semua individu yang datang
, kontak droplet) kontak dengan pasien.
Tujuan : b. Gunakan skort, sarung tangan,
Selama dilakukan tindakan masker dan teknik
keperawatan, pasien terhindar c. Cukur atau ikat rambut di
dari infeksi sekunder dengan sekitar daerah yang terdapat
kriteria hasil : erupsi.
d. Bersihkan jaringan nekrotik /
a. Klien mampu
yang lepas (termasuk pecahnya
12

mendeskripsikan proses lepuh)


penularan penyakit, faktor e. Kolaborasi dengan dokter
yang mempengaruhi dalam pemberian antivirus
b. Menunjukan kemampuan
untuk mencegah timbulnya
infeksi baru
c. Menunjukan perilaku hidup
sehat
13

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Herpes simpleks adalah infeksi akut suatu lesi akut berupa vesikel
berkelompok di atas daerah yang eritema, dapat satu atau beberapa
kelompok terutama pada atau dekat sambungan mukokutan. Diagnosa
herpes zoster dapat ditegakkan dengan mudah melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Jika diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan
laboratorium sederhana, yaitu Test Tzanck. Pada umumnya penyakit
herpes zoster dapat sembuh sendiri tetapi pada beberapa kasus dapat
timbul komplikasi. Semakin lanjut usia, semakin tinggi frekuensi
timbulnya komplikasi.

3.2 Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca
agar dapat menelaah dan memahami apa yang telah tertulis dalam makalah
ini sehingga sedikit banyak bisa menambah pengetahuan pembaca. Di
samping itu saya juga mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca
sehingga kami bisa berorientasi lebih baik pada makalah kami selanjutnya.
14

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai