Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Herpes genital termasuk penyakit menular seksual yang ditakuti oleh setiap
orang. Torres melaporkan bahwa HSV-II telah menginfeksi lebih dari 40%
penduduk dunia. Syahputra, dkk, di Amerika, Inggris, dan Australia ditemukan
kurang lebih 50% wanita dengan HSV-II positif. Di Eropa, HSV-II berkisar antara
7-16%, Afrika 30-40%, oleh karena itu dikatakan bahwa saat ini herpes genitalis
sudah merupakan endemik di banyak negara. Di Indonesia sampai saat ini belum
ada angka yang pasti, dari 13 rumah sakit, disebutkan bahwa herpes genitalis
merupakan penyakit menular seksual dengan gejala ulkus genital adalah kasus yang
sering dijumpai. Kelompok resiko yang rentan terinfeksi tentunya adalah seseorang
dengan perilaku yang tidak sehat
Untuk mengatasi peningkatan prevalensi penderita herpes genetalis diperlukan
adanya pendidikan terhadap pasien tentang bahaya PMS dan komplikasinya,
pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan, cara penularan PMS dan
perlunya pengobatan untuk pasangan seks tetapnya, dan cara-cara menghindari
infeksi PMS di masa dating. Selain itu untuk wanita hamil dengan infeksi herpes
genitalis harus melaksanakan kultur virus tiap minggu dari serviks dan genitalia
eksterna sebagai jalan lahir. Persalinan secara sectio caesaria direkomendasikan
untuk mencegah infeksi bayi baru lahir. Herpes genitalis merupakan salah satu
penyakit menular seksual yang masih sering di jumpai di Indonesia. Setiap orang
dewasa mempunyai kesempatan untuk terjangkit penyakit ini dan penularannya
pun sangat mudah, yaitu kontak langsung atau melalui hubungan seksual

Dermatitis adalah penyakit kulit gatal-gatal, kering, dan kemerahan. Dematitis


juga dapat didefinisikan sebagai peradangan pada kulit, baik karena kontak
langsung dengan zat kimia yang mengakibatkan iritasi, atau reaksi alergi. Dengan
kata lain, dermatitis adalah jenis alergi kulit. Selain penyebab bahan-bahan kimia,

1
sering kali dermatitis terjadi ketika kulit sensitive kontak langsung dengan
perhiasan logam biasanya emas dengan kadar rendah atau perhiasan perak dan
kuningan. Jika Anda mengalami kulit kering dan gatal, tidak ada salahnya untuk
berkonsultasi pada dokter, apakah yang terjadi pada kulit Anda teridentifikasi
dermatitis.
Jika Anda teridentifikasi dermatitis, maka pertama kali yang harus Anda
ketehui adalah penyebab dari penyakit kulit tersebut. Pastikan Anda menghindari
penyebab dari iritasi dan alergi. Jangan pernah menggaruk, meskipun rasa gatal
tidak tertahankan. Sebab menggaruk tidak akan membuat hilang rasa gatal,
melainkan akan memperparah ketidaknyamanan Anda. Sebab menggaruk akan
menyebabkan kulit lebih rentan terhadap infeksi kulit dan penyakit kulit lainnya.
Biasanya rasa gatal timbul karena area kulit tersebut kering maka gunakan
pelembab untuk mengurangi rasa gatal. Gunakan obat kulit untuk dermatitis, juga
akan membantu mengurangi rasa gatal.
Dermatitis tidak hanya terjadi pada orang dewasa tetapi juga pada anak-anak.
Tipe dermatitis yang sering terjadi pada anak-anak yaitu dermatitis atopik yang
meruapakan suatu gejala eksim terutama timbul pada masa kanak-kanak. GeJala
ini biasanya timbul pada usia sekitar 2 bulan sampai 1 tahun den sekitar 85% pada
usia kurang dari 5 tahun. Pada keadaan akut, gejalanya berupa kulit kemerahan,
jujkulit melenting berisi cairan, basah dan sangat gatal. Kadang-kadang disertai
infeksi sekunder yang menimbulkan nanah

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hepes?
2. Apa saja macam-macam herpes?
3. Apa yang di maksud dermatitis?
4. Apa saja macam-macam dermatitis?

2
C. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami tentang system integument herpes dan dermatitis
serta asuhan keperawatannya.
Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mengetahui dan memahami definisi sitem integument herpes
2. Mahasiswa mmengetahui dan memahami macam-macam sistem integument
herpes.
3. Mahasiswa mengetahui dan memahami apa itu penyakit dermatitis
4. Mahasiswa mengetahui dan memahami macam-macam dermatitis

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. HERPES
1. DEFINISI UMUM
Herpes merupakan infeksi kulit kelamin yang disebabkan oleh virus
yang ditularkan melalui hubungan seks. Terkadang ditemukan juga pada mulut
penderita karena yang bersangkutan melakukan oral seks dengan penderita
herpes.

2. MACAM-MACAM HERPES
a. HERPES SIMPLEKS
1) Definisi
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
virus herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe I atau tipe II yang
ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang
sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan
infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens

2) Etiologi
Berdasarkan struktur antigeniknya dikenal 2 tipe virus herpes
simpleks:
a) Virus Herpes Simpleks Tipe I (HSV I)
Penyakit kulit/selaput lendir yang ditimbulkan biasanya
disebut herpes simpleks saja, atau dengan nama lain herpes
labialis, herpesfebrilis. Biasanya penderita terinfeksi virus ini
pada usia kanak-kanak melalui udara dan sebagian kecil
melalui kontak langsung seperti ciuman, sentuhan atau
memakai baju/handuk mandi bersama. Lesi umumnya dijumpai
pada tubuh bagian atas termasuk mata dengan rongga mulut,

4
hidung dan pipi; selain itu, dapat juga dijumpai di daerah
genitalia, yang penularannya lewat koitusoro genital (oral sex).
b) Virus Herpes Simpleks Tipe II (HSV II)
Penyakit ditularkan melalui hubungan seksual, tetapi dapat
juga terjadi tanpa koitus, misalnya dapat terjadi pada dokter gigi
dan tenaga medik. Lokalisasi lesi umumnya adalah bagian
tubuh di bawah pusar, terutama daerah genitalia lesi ekstra-
genital dapat pula terjadi akibat hubungan seksualorogenital.

3) Patofisiologi
Virus herpes simpleks disebarkan melalui kontak langsung
antara virus dengan mukosa atau setiap kerusakan di kulit. Virus
herpes simpleks tidak dapat hidup di luar lingkungan yang lembab
dan penyebaran infeksi melalui cara selain kontak langsung kecil
kemungkinannya terjadi. Virus herpes simpleks memiliki
kemampuan untuk menginvasi beragam sel melalui fusi langsung
dengan membran sel. Pada infeksi aktif primer, virus menginvasi
sel pejamu dan cepat berkembang dengan biak, menghancurkan sel
pejamu dan melepaskan lebih banyak virion untuk menginfeksi sel-
sel disekitarnya. Pada infeksi aktif primer, virus menyebar melalui
saluran limfe ke kelenjar limfe regional dan menyebabkan
limfadenopati.
Tubuh melakukan respon imun seluler dan humoral yang
menahan infeksi tetapi tidak dapat mencegah kekambuhan infeksi
aktif. Setelah infeksi awal timbul fase laten. Selama masa ini virus
masuk ke dalam sel-sel sensorik yang mempersarafi daerah yang
terinfeksi dan bermigrasi disepanjang akson untuk bersembunyi di
dalam ganglion radiksdorsalis tempat virus berdiam tanpa
menimbulkan sitotoksisitas atau gejala pada manusia

5
4) Manifestasi Klinis
a) Inokulasi kompl e k s pri m e r (primary inoculation complex)
Infeksi primer herpes simpleks pada penderita usia muda
yang baru pertama kali terinfeksi virus ini dapat menyebabkan
reaksi lokal dan sistemik yang hebat. Manifestasinya dapat
berupa herpes labialis. Dalam waktu 24 jam saja, penderita
sudah mengalami panas tinggi (39-40oC ), disusul o leh
pembesaran kelenjar limfe submentalis, pembengkakan bibir,
dan lekositosis di atas 12.000/mm3, yang 75-80%nya berupa sel
polimorfonuklear. Terakhir, bentuk ini diikuti rasa sakit pada
tenggorokan. Insidens tertinggi terjadi pada usia antara 1-5
tahun. Waktu inkubasinya 3-10 hari. Kelainan akan sembuh
spontan setelah 2-6 minggu.
b) herpes gingivostomatiti s
Kebanyakan bentuk ini terjadi pada anak-anak dan orang
dewasa muda. Manifestasi klinis berupa panas tinggi,
limfadenopati regional dan malaise. Lesi berupa vesikel yang
memecah dan terlihat sebagai bercak putih atau ulkus. Kelainan
ini dapat meluas ke mukosa bukal, lidah, dan tonsil, sehingga
mengakibatkan rasa sakit, bau nafas yang busuk, dan penurunan
nafsu makan. Pada anak-anak dapat terjadi dehidrasi dan
asidosis. Kelainan ini berlangsung antara 2-4 minggu.
c) Infeksi herpes kompleks di seminata
Bentuk herpes ini terjadi pada anak-anak usia 6 bulan
sampai 3 tahun, dimulai dengan herpes gingivostomatitis berat.
Jenis ini dapat mengenai paru-paru dan menimbulkan viremia
masif, yang berakibat gastroenteritis disfungsi ginjal dan
kelenjar adrenal, serta ensefalitis. Kematian banyak terjadi pada
stadium viremia yang berat.

6
d) Herpes genitalis (proge nital i s )
Infeksi primer terjadi setelah melalui masa tunas 3-5 hari.
Penularan dapat melalui hubungan seksual secara genito-
genital, orogenital, maupun anogenital. Erupsinya juga berupa
vesikel tunggal atau menggerombol, bilateral, pada dasar kulit
yang eritematus, kemudian berkonfluensi, memecah,
membentuk erosi atau ulkus yang dangkal disertai rasa nyeri.
31% penderita mengalami gejala konstitusi berupa demam,
malaise, mialgia, dan sakit kepala; dan 50% mengalami
limfadenopati inguinal

5) Penatalaksanaan Medis
Karena infeksi HSV tidak dapat disembuhkan, maka terapi
ditujukan untuk mengendalikan gejal a dan m enurunkan
pengeluaran virus. Obat antivirus analognukleosida merupakan
terapi yang dianjurkan. Obat-obatan ini bekerja dengan
menyebabkan deaktivasi atau mengantagonisasi DNA polymerase
HSV yang pada gilirannya menghentikan sintesis DNA dan
replikasi virus. Tiga obat antivirus yang dianjurkan oleh petunjuk
CDC 1998 adalak asiklovir, famsiklovir, dan valasiklovir. Obat
antivirus harus dimulai sejak awal tanda kekambuhan untuk
mengurangi dan mempersingkat gejala. Apabila obat tertunda
sampai lesi kulit muncul, maka gejala hanya memendek 1 hari.
Pasien yang mengalami kekambuhan 6 kali atau lebih setahun
sebaiknya ditawari terapi supresif setiap hari yang dapat
mengurangi frekuensi kekambuhan sebesar 75%. Terapi topical
dengan krim atau salep antivirus tidak terbukti efektif. Terapi
supresif atau profilaksis dianjurkan untuk mengurangi resiko
infeksi perinatal dan keharusan melakukan seksioses area pada

7
wanita yang positif HSV. Vaksin untuk mencegah infeksi HSV-2
sekarang sedang diteliti

6) Pencegahan
Karena kemungkinan tertular penyakit ini meningkat dengan
jumlah pasangan seksual seseorang, membatasi jumlah pasangan adalah
langkah pertama menuju pencegahan. Untuk menjaga dari penyebaran
herpes, kontak intim harus dihindari ketika luka pada tubuh. Gatal,
terbakar atau kesemutan mungkin terjadi sebelum luka berkembang.
Hubungan seksual harus dihindari selama waktu ini. Herpes bahkan
dapat menyebar ketika tidak ada luka atau gejala. Untuk meminimalkan
risiko penyebaran herpes, kondom lateks harus digunakan selama
semua kontak seksual. Busa spermisida dan jeli mungkin menawarkan
perlindungan tambahan meskipun bukti mengenai hal ini kontroversial.
Virus herpes juga dapat menyebar dengan menyentuh luka dan
kemudian menyentuh bagian lain dari tubuh. Jika Anda menyentuh
luka, cuci tangan Anda dengan sabun dan air sesegera mungkin. Juga,
tidak berbagi handuk atau pakaian dengan siapa pun

b. HERPES GENITALIS
1) Definisi
Herpes genitalis adalah suatu penyakit menular seksual di
daerah kelamin, kulit di sekeliling rektum atau daerah disekitarnya yang
disebabkan oleh virus herpes simpleks.

2) Etiologi
Penyebabnya adalah virus herpes simpleks. Ada 2 jenis virus
herpes simpleks yaitu HSV-1 dan HSV-2. HSV-2 biasanya ditularkan
melalui hubungan seksual, sedangkan HSV-1 biasanya menginfeksi
mulut. Kedua jenis virus herpes simpleks tersebut bisa menginfeksi

8
kelamin, kulit di sekeliling rektum atau tangan (terutama bantalan kuku)
dan bisa ditularkan kebagian tubuh lainnya (misalnya permukaan mata).
Luka herpes bisanya tidak terinfeksi oleh bakteri, tetapi beberapa
penderita juga memiliki organisme lainnya pada luka tersebut yang
ditularkan secara seksual (misalnya sifilis atau cangkroid)

3) Patofisiologi
Gejala awalnya mulai timbul pada hari ke 4-7 setelah terinfeksi.
Gejala awal biasanya berupa gatal, kesemutann dan sakit. Lalu akan
muncul bercak kemerahan yang kecil, yang diikuti oleh sekumpulan
lepuhan kecil yang terasa nyeri. Lepuhan ini pecah dan bergabung
membentuk luka yang melingkar. Luka yang terbentuk biasanya
menimbulkan nyeri dan membentuk keropeng. Penderita bisa
mengalami kesulitan dalam berkemih dan ketika berjalan akan timbul
nyeri. Luka akan membaik dalam waktu 10 hari tetapi bisa
meninggalkan jaringan parut.
Kelenjar getah bening selangkangan biasanya agak membesar.
Gejala awal ini sifatnya lebih nyeri, lebih lama dan lebih meluas
dibandingkan gejala berikutnya dan mungkin disertai dengan demam
dan tidak enak badan. Pada pria, lepuhan dan luka bisa terbentuk di
setiap bagian penis, termasuk kulit depan pada penis yang tidak disunat.
Pada wanita, lepuhan dan luka bisa terbentuk di vulva dan leher rahim.
Jika penderita melakukan hubungan seksual melalui anus, maka
lepuhan dan luka bisa terbentuk di sekitar anus atau di dalam rektum.
Pada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita
infeksi HIV), luka herpes bisa sangat berat, menyebar ke bagian tubuh
lainnya, menetap selama beberapa minggu atau lebih dan resisten
terhadap pengobatan dengan asiklovir.
Gejala-gejalanya cenderung kambuh kembali di daerah yang
sama atau di sekitarnya, karena virus menetap di saraf panggul terdekat

9
dan kembali aktif untuk kembali menginfeksi kulit. HSV-2 mengalami
pengaktivan kembali di dalam saraf panggul. HSV-1 mengalami
pengaktivan kembali di dalam saraf wajah dan menyebabkan fever
blister atau herpes labialis. Tetapi kedua virus bisa menimbulkan
penyakit di kedua daerah tersebut. Infeksi awal oleh salah satu virus
akan memberikan kekebalan parsial terhadap virus lainnya, sehingga
gejala dari virus kedua tidak terlalu berat.

4) Manifestasi klinis
infeksi HSV tergantung pada tempat infeksi, dan status imunitas
host. Infeksi primer dengan HSV berkembang pada orang yang belum
punya kekebalan sebelumnya terhadap HSV-1 atau HSV-2, yang
biasanya menjadi lebih berat, dengan gejala dan tanda sistemik dan
sering menyebabkan komplikasi.
Berbagai macam manifestasi klinis:
a) infeksi oro-fasial
b) infeksi genital
c) infeksi kulit lainnya
d) infeksi ocular
e) kelainan neurologist
f) penurunan imunitas
g) herpes. Neonatal

5) Penatalaksanaan
Sampai sekarang belum ada obat yang memuaskan untuk terapi
herpes genitalis, namun pengobatan secara umum perlu diperhatikan,
seperti: menjaga kebersihan local dan menghindari trauma atau faktor
pencetus. Penggunaan idoxuridine mengobati lesi herpes simpleks
secara lokal sebesar 5% sampai 40% dalam dimethyl sulphoxide sangat
bermanfaat. Namun, pengobatan ini memiliki beberapa efek samping,

10
di antaranya pasien akan mengalami rasa nyeri hebat, maserasi kulit
dapat juga terjadi. Meskipun tidak ada obat herpes genital, penyediaan
layanan kesehatan anda akan meresepkan obat anti viral untuk
menangani gejala dan membantu mencegah terjadinya outbreaks. Hal
ini akan mengurangi resiko menularnya herpes pada partner seksual.
Obat-obatan untuk menangani herpes genital adalah:
a) Asiklovir (Zovirus)
Pada infeksi HVS genitalis primer, asiklovir intravena (5 mg/kg
BB/8 jam selama 5 hari), asiklovir oral 200 mg (5 kali/hari saelama
10-14 hari) dan asiklovir topikal (5% dalam salf propilen glikol)
dsapat mengurangi lamanya gejala dan ekskresi virus serta
mempercepat penyembuhan.
b) Famsiklovir
Adalah jenis pensiklovir, suatu analog nukleosida yang efektif
menghambat replikasi HSV-1 dan HSV-2.
c) Valasiklovir (Valtres)
adalah suatu ester dari asiklovir yang secara cepat dan hampir
lengkap berubah menjadi asiklovir oleh enzim hepar dan
meningkatkan bioavaibilitas asiklovir sampai 54%. Oleh karena itu
dosis oral 1000 mg valasiklovir menghasilkan kadar obat dalam
darah yang sama dengan asiklovir intravena. Valasiklovir 1000 mg
telah dibandingkan asiklovir 200 mg 5 kali sehari selama 10 hari
untuk terapi herpes genitalis episode awal

6) Pencegahan
Untuk mencegah herpes genitalis adalah sama dengan
mencegah penyakit menular seksual lainnya. Kuncinya adalah untuk
menghindari terinfeksi dengan HSV yang sangat menular pada waktu
lesi ada. Cara terbaik untuk mencegah infeksi adalah menjauhkan diri

11
dari aktivitas seksual atau membatasi hubungan seksual dengan hanya
satu orang yang bebas infeksi

c. HERPES ZOSTER
1) Definisi
Herpes zoster disebut juga shingles. Di kalangan awam populer
atau lebih dikenal dengan sebutan “dampa” atau “cacar air”. Herpes
zoster merupakan infeksi virus yang akut pada bagian dermatoma
(terutama dada dan leher) dan saraf. Disebabkan oleh virus varicella
zoster (virus yang juga menyebabkan penyakit varicella atau
cacar/chickenpox.

2) Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh virus varicella zoster . virus
varicella zoster terdiri dari kapsid berbentuk ikosahedral dengan
diameter 100 nm. Kapsid tersusun atas 162 sub unit protein–virion yang
lengkap dengan diameternya 150–200 nm, dan hanya virion yang
terselubung yang bersifat infeksius. Infeksiositas virus ini dengan cepat
dihancurkan oleh bahan organic, deterjen, enzim proteolitik, panas dan
suasana Ph yang tinggi. Masa inkubasinya 14–21 hari

3) Patofisiologi
Pada episode infeksi primer, virus dari luar masuk ke tubuh
hospes (penerima virus). Selanjutnya, terjadilah penggabungan virus
dengan DNA hospes, mengadakan multiplikasi atau replikasi sehingga
menimbulkan kelainan pada kulit. Virua akan menjalar melalui serabut
saraf sensorik ke ganglion saraf dan berdiam secara permanen dan
bersifat laten. Infeksi hasil reaktivasi virus varicella yang menetap di
ganglion sensori setelah infeksi chickenpox pada masa anak – anak.
Sekitar 20% orang yang menderita cacar akan menderita shingles

12
selama hidupnya dan biasanya hanya terjadi sekali. Ketika reaktivasi
virus berjalan dari ganglion ke kulit area dermatom.

4) Manifestasi klinis
1) Pengobatan topical
Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak
kocok kalamin untuk mencegah vesikel pecah
Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan
larutan antiseptik atau kompres dingin dengan larutan burrow 3x
sehari selama 20 menit
Apabila lesi berkrusta dan agak basah dapat diberikan salep
antibiotik (basitrasin / polysporin ) untuk mencegah infeksi
sekunder selama 3x sehari
2) Pengobatan sistemik
Drug of choice-nya adalah acyclovir yang dapat mengintervensi
sintesis virus dan replikasinya. Meski tidak menyembuhkan infeksi
herpes namun dapat menurunkan keparahan penyakit dan nyeri.
Dapat diberikan secara oral, topical atau parenteral. Pemberian lebih
efektif pada hari pertama dan kedua pasca kemunculan vesikel.
Namun hanya memiliki efek yang kecil terhadap postherpetic
neuralgia. Antiviral lain yang dianjurkan adalah vidarabine (Ara–A,
Vira–A) dapat diberikan lewat infus intravena atau salep mata.
Kortikosteroid dapat digunakan untuk menurunkan respon inflamasi
dan efektif namun penggunaannya masih kontroversi karena dapat
menurunkan penyembuhan dan menekan respon immune.
Analgesik non narkotik dan narkotik diresepkan untuk manajemen
nyeri dan antihistamin diberikan untuk menyembuhkan pruritus
3) Penderita dengan keluhan mata
Keterlibatan seluruh mata atau ujung hidung yang menunjukan
hubungan dengan cabang nasosiliaris nervus optalmikus, harus

13
ditangani dengan konsultasi opthamologis. Dapat diobati dengan
salaep mata steroid topical dan mydriatik, anti virus dapat diberikan
4) Neuralgia Pasca Herpes zoster
Bila nyeri masih terasa meskipun sudah diberikan acyclovir
pada fase akut, maka dapat diberikan anti depresan trisiklik (
misalnya: amitriptilin 10–75 mg/hari). Tindak lanjut ketat bagi
penanganan nyeri dan dukungan emosional merupakan bagian
terpenting perawatan. Intervensi bedah atau rujukan ke klinik nyeri
diperlukan pada neuralgi berat yang tidak teratasi.

5) Pencegahan
Untuk mencegah herper zoster, salah satu cara yang dapat
ditempuh adalah pemberian vaksinasi. Vaksin berfungsi untuk
meningkatkan respon spesifik limfosit sitotoksik terhadap virus tersebut
pada pasien seropositif usia lanjut. Vaksin herpes zoster dapat berupa
virus herpes zoster yang telah dilemahkan atau komponen selular virus
tersebut yang berperan sebagai antigen. Penggunaan virus yang telah
dilemahkan telah terbukti dapat mencegah atau mengurangi risiko
terkena penyakit tersebut pada pasien yang rentan, yaitu orang lanjut
usia dan penderita imunokompeten, serta imunosupresi

14
B. Dermatitis
1. Dermatitis kontak
a. Pengertian
Dermatitis kontak adalah peradangan kulit yang akut atau kronik akibat
terpajan iritan (dermatitis iritan) atau alergen (dermatitis alergen).
(Elizabeth J.Corwin, 2009)
Dermatitis kontak adalah suatu reaksi inflamasi kulit terhadap preparat
fisik, kimia, atau biologi. (Baughman, 2000)
Dermatitis kontak adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang
disertai dengan adanya spongiosis/edeme interseluler pada epidermis
karena kulit berinteraksi dengan bahan – bahan kimia yang berkontak atau
terpajan kulit .Bahan- bahan tersebut dapat bersifat toksik ataupun alergik.
(Harahap Mawarli Prof.Dr. 2006)
Berdasarkan beberapa pngertian di atas maka dapat disimpulkan
pengertian dermatitis kontak yaitu suatu inflamasi berbatas tegas di kulit
karena kontak dengan zat kimia yang menyebabkan iritasi atau alergen
atopik (substansi yang menghasilkan reaksi alergis di kulit) dan iritasi kulit
karena kontak dengan substansi terkonsentrasi pada bagian kulit yang
sensitif, misalnya parfum, sabun atau zat kimiawi

b. Etiologi
1) Iritan ringan : paparan kronis detergen atau pelarut.
2) Iritan kuat : kerusakan akibat kontak dengan asam atau alkali.
3) Alergen : sensitisasi karena paparan berulang-ulang
Lokasi Kemungkinan alergen
Kulit kepala Cat rambut, sampo, tonikum
Kelopak mata Make-up mata, hair spray
Leher Minyak wangi, sabun, zat pencuci,
perhiasan nikel

15
Badan Pakaian, zat pencuci,
Ketiak Dodoran, sabun
Genitalis Sabun, obat kontrasepsi, dodoran,
zat pencuci
Kaki Sepatu, sepatu karet, kaos kaki
Tangan Perhiasan nikel, sabun, pewarna,
tumbuh-tumbuhan

c. Patofisiologi
Dermatitis kontak alergi merupakan hipersensitivitas tipe IV (tipe lambat)
yang terdiri dari 2 fase, yaitu fase sensitisasi dan elisitasi:
1) Fase sensitisasi
Fase sensitisasi adalah fase dimana terjadinya kontak pertama
kali antara alergen dengan kulit yang selanjutnya alergen tersebut akan
dikenal dan direspon oleh limfosit T atau fase ketika sel T naive dirubah
menjadi sel T efektor atau sel T memori spesifik antigen. Alergen pada
umumnya merupakan bahan dengan berat molekul rendah (<500
dalton), larut dalam lemak dan memiliki reaktivitas yang tinggi. Pada
fase sensitisasi ini, alergen yang belum diproses atau yang biasa disebut
sebagai hapten akan dipaparkan ke stratum korneum dan selanjutnya
akan berpnetrasi ke alpisan bawah epidermis dan akhirnya ditangkap
oleh sel langerhans kemudian akan terjadi beberapa proses, seperti
proses endositosis atau pinositosis, proses degradasi nonlisosomal dari
alergen atau proses terjadinya ikatan antara peptida antigen dnegan
HLA-DR. Paparan dari alergen ini dapat menurunkan jumlah sel
langerhans pada epidermis sebanyak kurang lebih 50% yang disebabkan
karena sel langerhans tersebut beremigrasi dari epidermis. Di dalam sel,
hapten akan berikatan dengan enzim sitosolik dan selanjutnya menjadi
antigen lengkap yang akan diekspresikan pada permukaan sel
langerhans imatur yang juga dapat berfungsi sebagai makrofag

16
walaupun masih memiliki kemampua terbatas untuk menstimulasi
limfosit T. Tahap berikutnya adalah presentasi HLA-DR pada limfosit
T helper yang akan mengekresikan molekul CD4, dimana pada fase ini
sel langerhans harus berinteraksi dengan sel T CD4 dengan reseptor
khusus untuk antigen kelas II dan alergen. Pengenalan antigen yang
telah diproses dalam sel langerhans oleh limfosit T terjadi melalui
kompleks reseptor limfosit T CD3 dan dapat juga dipresentasikan oleh
MHC klas 1 yang akan dikenali oleh CD8. Selannjutnya limfossit T
yang telah tersensitisasi akan bermigrasi ke daerah parakortikal kelenjar
getah bening regional untuk berdiferensiasi dan berproliferasi
membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan
membentuk sel memori. Sebagian akan kembali ke kulit dan ke sistem
limfoid tersebar ke seluruh tubuh dan menyebabkan keadaan
sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh
2) Fase elisitasi
Fase ini melibatkan beberapa substansi, seperti sitokin,
histamin, serotonin, dan prostaglandin. Selain itu beberapa
neuropeptida juga terlibat seperti calcitonin related peptidae dan alpha
melanocyte stimulating hormon yang dapat menurunkan regulasi dari
fase elisitasi ini yang kemungkinan disebabkan karena adanya pengaruh
dari sel penyaji antigen. Fase elisitasi terjadi pada saat terjadi kontak
ulang antara kulit dengan hapten yang sama atau serupa. Hapten akan
ditangkap dan kemudian akan dipresentasikan pada permukaan sel
langerhans, satu – satunya sel epidermal yang mengekspresikan antigen
HLA-DR klas II pada permukaannya. Selanjutnya sel langerhans akan
mengeluarkan sitokin, yaitu interleukin-1 yang akan menstimulasi
limfosit T untuk menghasilkan interleukin-2 dan mengekspresikan
reseptor interleukin-2 yang akan menyebabkan proliferasi dan ekspansi
populasi limfosit T pada kulit. Limfosit T teraktifasi akan
mensekresikan IFN gamma yang akan mengaktifkan keratinosit untuk

17
mengekspresikan intercellular adhesion molecule I (ICAM-I) dan
Histocompatability Locus A (HLA)-DR. Sitokin tidak hanya diproduksi
oleh sel langerhans dan limfosit T, tetapi dapat juga diproduksi oleh sel
keratinosit, sel mast dan makrofag yang terlibat patogenesis dermatitis
kontak alergi ini. Sitokin mempunyai peranan penting pada molekul-
molekul adhesi yang mengatur jalur sel langerhans, sel T dan sel-sel
inflamasi lainnya di kulit. Selain itu, ekspresi dari molekul-molekul
adhesi lain pada sel langerhans dan sel T dapat mempengaruhi respon
sel T terhadap alergen yang masuk.
HLA-DR pada keratinosit akan berinteraksi dengan limfosit T
CD4 melalui molekul ICAM-1. Selain itu, ekspresi HLA-DR dapat
menyebabkan keratinosit menjadi target limfosit T. Keratinosit aktif
juga memproduksi berbagai sitokin lain, seperti IL-1, IL-6, dan GMSCF
yang selanjutnya akan mengaktifkan limfosit T. Selanjutnya IL-1 dapat
menstimulasi keratinosit untuk memproduksi eicosanoid yang akan
menghasilkan sel mast dan makrofag. Histamin yang berasal dari sel
mast dan keratinosit serta infiltrasi lekosit menimbulkan vasodilatasi
dan peningkatan permeabilitas terhadap berbagai sel dan faktor
inflamasi yang terlarut. Jalur tersebut merupakan respon kulit pada
dermatitis kontak alergi yang meliputi inflamasi, destruksi selular dan
proses perbaikan.
Beberapa teori mengungkapkan kemungkinan beberapa faktor
yang bertanggungjawab dalam proses migrasi sel T helper ke kulit,
antara lain sitokin-sitokin kemotaktik yang secara lokal akan bertindak
pada keadaan – keadaan kulit tertentu, adanya peningkatan regulasi
molekul-molekul adherens pada kulit (pada endotelium pembuluh
darah, sel stromal dan sel-sel epidermis) serta sel langerhans pada
epidermis yang berfungsi sebagai bantalan untuk antigen yang transit di
epidermis sebelum antigen tersebut ditranmisikan ke kelenjar getah

18
bening yang akan membantu sel T helper untuk berikatan dengan
antigen pada kulit.

d. Klasifikasi
1) Dermatitis kontak iritan, terjadi karena irritant primer dimana reaksi non
alergik terjadi akibat pejanan terhadap substansi iritatif.
2) Dermatitis kontak alergika, merupakan manifestasi “Delayed
Hypersesitivity”; hipersensitifitas yang tertunda dan merupakan terkena
oleh alergen kontak pada orang yang sensitif.

e. Manifestasi klinis
1) Iritasi ringan dan alergen : eritema dan vesikel kecil yang keluar,
bersisik, dan gatal.
2) Iritan kuat : lepuh dan ulserasi. Respons alergik klasik : lesi yang
berbatas jelas, dengan garis lurus yang mengikuti titik kontak. Reaksi
alergik parah : eritema khas, lepuh, dan edema di area yang diserang.
Kedua jenis dermatitis memberikan gambaran akut berupa papul-papul
terlokalisasi, eritema (kemerahan), vesikel basah di daerah kontak.
Vesikel pecah dan membentuk krusta, pruritus, mungkin sangat hebat.
Dermatitis alergik biasanya muncul 12 hari setelah pajanan (Baughman,
2000).

f. Penatalaksanaan
1) dentifikasi penyebab dermatitis dan menghindari pajanan penyebab
rekuren.
2) Kompres dingin untuk mengurangi peradangan. Rendaman mandi
bubur gandum dengan bahan kimia yang menyejukkan dapat
meredakan penyakit. Antihistamin dapat digunakan untuk mengurangi
gatal.

19
3) Terapi anti-inflamasi topikal (kadang-kadang sistemik) jangka pendek,
misalnya steroid dapat digunakan untuk menghentikan peradangan. Bila
serangannya berat, meliputi mata dan wajah, kortikosteroid sistemik
dengan dosis besar sering kali diberikan.
4) Istirahatkan kulit yang sakit dan lindungi dari kerusakan lebih lanjut.
5) Bedakan antara tipe alergen dan tipe iritan.Identifikasi iritan yang dapat
menjadi ancaman dan singkirkan.
6) Gunakan losion lembut, tidak mengandung obat untuk bercak eritema
kecil; pasang balutan dingin basah diatas area dermatitis vaskular yang
tidak terlalu luas (Elizabeth J.Corwin, 2009)

g. Pemeriksaan diagnostic
Tes tempel (patch test) adalah teknik pemeriksaan utama. Sejumlah
alergen dioleskan pada punggung yang sedang tidak mengalami inflamasi.
Tempelan-tempelan ini dibuka setelah 48 jam dan reaksinya dibaca. Pasien
dilihat kembali setelah 72 jam dan reaksi lambat dicatat. Interpretasi
(negatif palsu, positif palsu, dan kebenaaaran dari hasil positif).(At a Glance
Medicine)

h. Komplikasi
Kondisi kronis dapat menyebabkan likenifikasi dan fisura dan skuama.
Infeksi kulit dapat disebabkan oleh garukan berulang dan kerusakan kulit.
Respon buruk terhadap poison ivy atau alergen poten lain dapat
menyebabkan kemerahan signifikan dan pembengkakan pada wajah. Mata
bisa tertutup karena edema (Elizabeth J.Corwin, 2009)

2. DERMATITIS SEREBROIK
a. Pengertian
Dermatitis seboroik adalah pola klinis eksim yang sangat lazim
dijumpai pada orang dewasa. (Graham-Brown, 2010:175)

20
Dermatitis seboroik adalah golongan kelainan kulit yang didasari oleh
faktor dan bertempat predileksi di tempat seboroik. (Arief, et al., 2000:122)
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang sering terdapat pada
daerah tubuh berambut, terutama pada kulit kepala, alis mata dan muka,
kronik, dan superfisial. (Harahap, 2000:14)
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan
dermatitis seborea/seboroik adalah kelainan inflamasi kronik kulit dengan
predileksi di daerah yang banyak dipasok dengan kelenjar sebasea atau
yang terletak di antara lipatan kulit tempat bakteri terdapat dalam jumlah
yang besar.

b. Etiologi
Penyebabnya belum diketahui pasti. Hanya didapati aktivitas kelenjar
sebasea berlebihan. Beberapa faktor predisposisi terjadinya dermatitis
seboroik yitu:
1) Hormone
Dermatitis seboroik dijumpai pada bayi dan pada usia setelah
pubertas. Kemungkinan ada pengaruh hormon. Pada bayi dijumpai
hormon transplasenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan
penyakitnya akan membaik jika kadar hormon ini menurun
2) Jamur Pityrosporum ovale (Malassezia ovale)
Jenis jamur lipofilik ini banyak jumlahnya pada penderita
dermatitis seboroik. Pertumbuhan P. Ovale yang berlebihan dapat
mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk metabolitnya yang
masuk ke dalam epidermis maupun karena sel jamur itu sendiri melalui
aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Pengobatan dengan
ketokonazol 2% akan menurunkan jumlah jamur ini dan
menyembuhkan penyakit ini

21
3) Perbandingan komposisi lipid di kulit berubah. Jumlah kolesterol,
trigliserida, parafinmeningkat; dan kadar squelen, asam lemak bebas
dan wax ester menurun
4) Faktor lain yang diduga sebagai penyebab penyakit ini yaitu: faktor
iklim, genetik, lingkungan, hormon, dan neurologic

c. Manifestasi klinis
Terdapat sejumlah gambaran yang mudah dikenal pada pasien dengan
kasus yang khas. Secara khusus, distribusi lesi pada penyakit ini bersifat
khas, antara lain:
1) Kulit kepala, skuama ringan (ketombe) mencerminkan salah satu ujung
dari spektrum klinis, dengan skuama mencolok disertai eritema di ujung
yang lain.
2) Lipatan nasolabial, tersebar hingga ke pipi
3) Alis
4) Peradangan kelopak mata (blefaritis)
5) Belakang telinga
6) Dada atas (depan dan belakang)
7) Bentuk fleksura (intertriginosa) di ketiak dan lipatan paha, sering
menimbulkan gambaran yang sangat mirip dengan psoriasis fleksural.
8) Erupsi berupa bercak-bercak kemerahan, berskuama, dan tampak agak
berminyak pada kulit
9) Jika penyakit sangat parah, periksa kemungkinan infeksi HIV/penyakit
imunodefisiensi lain

g. Patofisiologi
Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktifan glandula
sebasea. Glandula tersebut aktif pada bayi baru lahir, kemudian menjadi
tidak aktif selama 9-12 tahun akibat stimulasi hormon androgen dari ibu
berhenti. Dermatitis seboroik pada bayi terjadi pada umur bulan-bulan

22
pertama, kemudian jarang pada usia sebelum akil balik dan insidensnya
mencapai puncaknya pada umur 18-40 tahun, kadang-kadang pada umur
tua. Dermatitis seboroik lebih sering terjadi pada pria daripada pada wanita.
Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor
timbulnya D.S., tetapi tidak ada hubungan langsung secara kuantitatif
antara keaktifan tersebut dengan suseptibilitas untuk memperoleh D.S pada
orang yang telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya D.S dapat
disebabkan faktor kelelahan, stress, emosional atau infeksi

23
h. Pathway

Bahan iritan kimiawi Faktor Resiko : Genetik,


dan fisik dan alergen Sistem imun, Farmakologi,
DERMATITIS Laktasi, Sosioekonomi,
ATOPIK Polusi Lingkungan, Jumlah
Anggota Keluarga
Peningkatan HLA-
DR

Aktivasi sel T

Peningkatan IgE

Gatal terus Hipersensitivitas thd


alergen

Timbul lesi
Kulit kering dan Pruritus Hebat
gatal
MK : Nyeri
akut Gatal terus menerus
saat beristirahat
Lesi Iritasi pada kulit

MK : Gangguan
Pola Tidur
Papul Vesikel MK :
Lapisan Epidermis
Gangguan
Terbuka Invasi
Integritas
Makula Bakteri
Eritematous
Pelepasan Toksik
Bakteri
Perubahan body
image
MK : Resiko Infeksi

Malu dan tidak


percaya diri

MK : Gangguan 24
Citra Tubuh
i. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis
seboroik adalah pemeriksaan hispatologi walaupun gambarannya kadang
juga ditemukan pada penyakit lain, seperti pada dermatitis atopik atau
psoriasis. Gambaran hispatologi tergantung dari stadium penyakit. Pada
bagian epidermis dijumpai parakeratosis dan akantosis. Pada korium,
dijumpai pembuluh darah melebar. Pada dermatitis akut dan subakut,
epidermisnya ekonthoik, terdapat infiltrat limfosit dan histiosit dalam
jumlah sedikit pada perivaskuler superfisial, spongiosis ringan hingga
sedang, hiperplasia psoriasisform ringan, ortokeratosis dan parakeratosis
yang menyumbat folikuler, serta adanya skuama dan krusta yang
mengandung netrofil pada ostium folikuler. Gambaran ini merupakan
gambaran yang khas. Pada dermis bagian atas, dijumpai sebukan ringan
limfohistiosit perivaskular. Pada dermatitis seboroik kronik, terjadi dilatasi
kapiler dan vena pada pleksus superfisial selain dari gambaran yang telah
disebutkan di atas yang hampir sama dengan gambaran psoriasis

j. Penatalaksanaan
Pasien mungkin membaik dengan pemberian krim kortikosteroid
topikal saja atau obat antijamur topikal saja, misalnya mikonazol,
klotrimazol, atau ketokonazol, tetapi kombinasi keduanya biasanya lebih
baik. Pemakaian obat-obat secara sekuensial memungkinkan pemanjangan
jarak pemberian steroid secara intermiten dan mengurangi kemungkinan
efek samping. Kadang-kadang dermatitis seboroik yang parah memerlukan
terapi oral dengan obat seperti itrakonazol. Jika menetap, antibiotik sistemik
dosis rendah dengan aktivitas antiinflamasi, misalnya limesiklin 408 mg
sekali sehari, mungkin berguna.
Lesi di kulit kepala memerlukan pemberian shampo antiragi (seng
pirition, selenium sulfida, dan ketokonazol semuanya efektif) dan losio
steroid topical

25
1) Pengobatan topical
Digunakan sampo yang mengandung sulfur atau asam salisil dan
silenium sulfid 2%, 2-3 kali seminggu selama 5-10 menit. Atau dapat
diberikan sampo yang mengandung sulfur, asam salisil, zing pirition 1-
2%.
Kemudian dapat diberikan krim untuk tempat yang tidak
berambut atau losio/kortikosteroid untuk daerah yang berambut (jangan
yang berpotensi tinggi terutama untuk daerah muka).Salep yang
mengandung asam salisil 2%, sulfur 4% dan ter 2%, ketokonazol.Pada
bayi diberikan asam salisil 3-5% dalam minyak mineral.
Pada pitiriasis sika dan oleosa, seminggu 2-3 kali scalp dikeramasi
selama 5-15 menit. Misalnya dengan silenium sulfida (selsun).
Jika terdapat skuama dan krusta yang tebal hendaknya dilepaskan. Obat
lain yang dipakai untuk D.S ialah:
a) Ter : misalnya likuor karbonas detergens 2-5% atau krim pragmatar.
b) Resorsin 1-3%
c) Sulfur praesipitatum 4-20% dapat digabung dengan asam salisil 3-
6%.
d) Kortikosteroid, misalnya krim hidrokortison. Pada kasus inflamasi
berat dapat dipakai kortikosteroid yang lebih kuat misalnya
betametason-valerat. Asalkan jangan dipakai terlalu lama karena
efek sampingnya
2) Pengobatan sistemik
Dapat diberikan anti histamin ataupun sedatif. Pemberian dosis
rendah dari terapi oral bromida dapat membantu penyembuhan. Terapi
oral yang menggunakan dosis rendah dari preparat hemopoetik yang
mengandung potasium bromida, sodium bromida, niken sulfat dan
sodium klorida dapat memberikan perubahan yang berarti dalam
penyembuhan DS dan dandruff setelah penggunaan 10 minggu. Pada
keadaan yang berat dapat diberikan kortikosteroid sistemik dengan

26
dosis prednison 20-30 mg sehari. Jika ada perbaikan, dosis diturunkan
perlahan-lahan. Kalau ada infeksi sekunder dapat diberikan antibiotika

k. Komplikasi
Dermatitis seboroik yang meluas sampai menyerang saluran telingaluar
bisa menyebabkkan otitis eksterna yaitu radang yang terdapat pada saluran
telinga bagian luar. Jika tidak mendpatkan pengobatan yang adekuat, maka
DS akan meluaske daerah sternal, aerola mamae, umbilikus, lipatan paha
dan daerah anogenital. Karenakerontokan yang berlebihpun dapat
menyebabkan kebotakan

l. Prognosis
Dermatitis seboroik dapat sembuh sendiri dan merespon pengobatan
topikal dengan baik. Namun pada sebagian kasus yang mempunyai faktor
konstitusi, penyakit ini agak sukar untuk disembuhkan, meskipun terkontrol

27
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

A. Asuhan keperawatan herpes


1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas pasien : terdiri dari nama (inisial), usia, jenis kelamin, alamat,
status, agama, pekerjaan, no, RM, dan diagnosa medis
2) Identitas penanggung jawab : terdiri dari nama, usia, jenis kelamin,
pekerjaan, hubungan dengan pasien
b. Keluhan utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat pelayanan
kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul dan gatal-gatal pada daerah
yang terkena pada fase-fase awal baik pada herpes zoster maupun simpleks
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit Sekarang
Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit yang
mengalami peradangan berat dan vesikulasi yang hebat, selain itu juga
terdapat lesi/vesikel perkelompok dan penderita juga mengalami
demam
2) Riwayat penyakit dahulu
Sering diderita kembali oleh klien yang pernah mengalami penyakit
herpes simplek atau memiliki riwayat penyakit seperti ini
3) Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan kepada penderita ada atau tidak anggota keluarga atau teman
dekat yang terinfeksi virus ini
d. Pola aktivitas sehari-hari
1) Aktivitas dan istirahat
Apakah pasien mengeluh merasa cemas, tidak bisa tidur karena nyeri,
dan gatal.

28
2) Pola nutrisi dan metabolic
Bagaimana pola nutrisi pasien, apakah terjadi penurunan nafsu makan,
anoreksia
3) Pola Aktifitas dan Latihan
Dengan adanya nyeri dan gatal yang dirasakan, terjadi penurunan pola
akifitas pasien
4) Pola Hubungan dan peran
Klien akan sedikit mengalami penurunan psikologis, isolasi karena
adanya gangguan citra tubuh

2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum dan ttv
Keadaan umum klien composmetis, tekanan darah klien juga 130/90
mmHg, nadi klien 112x/ menit dan suhu tubuh klien 37,5o C
b. Kulit
Kulit lembab, bersih, turgor baik, tidak terdapat pitting edema, warna kulit
sawo matang, tidak ada hiperpigmentas
c. Kepala
Bentuk kepala mesosephal, bersih, tidak berbau, tidak ada lesi, rambut
hitam lurus
d. Mata
Isokor, reflek pupil simetris, diameter pupil ± 4 mm, konjungtiva tidak
anemis, sclera tidak ikteric, tidak ada ptosis, koordinasi gerak mata simetris
dan mampu mengikuti pergerakan benda secara terbatas dalam 6 titik sudut
pandang yang berbeda
e. Hidung
Simetris, bersih, tidak ada polip hidung, cuping hidung tidak ada
f. Telinga
Simetris, bersih, tidak ada tanda peradangan ditelinga/ mastoid. Cerumen
tidak ada, reflek suara baik dan telinga sedikit berdenging.

29
g. Mulut
Bibir tidak cyanosis, mukosa bibir lembab, lidah bersih, tidak ada
pembesaran tonsil, tidak ada stomatitis dan gigi masih genap. Sekitar bibir
terdapat bintik bintik kemerahan yang membentuk gelembung yang berisi
cairan
h. Leher
Simetris, tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid
i. Dada
1) Jantung
a) Inspeksi : simetris, statis, dinamis
b) Palpasi : teraba normal
c) Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal
d) Auskultasi : normal
2) Paru-paru
a) Inspeksi : Simetris, statis, dinamis
b) Palpasi : Sterm fremitus kanan = kir
c) Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
d) Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)
3) Perut
a) Inspeksi : datar
b) Palpasi : Supel, tidak ada massa
c) Perkusi : timpani
d) Auskultasi : bising usus ( + )

DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas kulit dan proses inflamasi
b. Gangguan integritas kulit b.d vesikel yang mudah pecah
c. Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan sekunder akibat penyakit
herpes

30
d. Risiko penularan infeksi b.d pemajanan melalui kontak (kontak
langsung,tidak langsung , kontak droplet).

3. INTERVENSI
Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas kulit dan proses
inflamasi
Tujuan : Dalam waktu 2x 24 jam
KH : Klien mengungkapkan nyeri berkurang dan Menunjukkan mekanisme
koping spesifik untuk nyeri dan metode untuk mengontrol nyeri secara
benar
Intervensi Rasional
1. Pantau bintik-bintik 1. Dengan memantau bintik-bintik
kemerahan pada pasein kemerahan pada pasien, maka
perawat dapat mengetahui
tingkat perkembangan
kesembuhan pasien.

2. Ciptakan lingkungan yang 2. Dengan menciptakan


tenang dan nyaman lingkungam yang tenang dan
nyaman, maka pasien akan dapat
beristirahat dengan tenang.
3. Kolaborasi pemberian 3. Dengan melakukan kolaborasi
analgetik ( asam mefenamat ) dengan pemberian analgetik (
asam mefenamat) akan dapat
mengurangi tingkat nyeri
pasien.
4. Kolaborasi pemberian 4. Dengan melakukan kolaboraaasi
asiklovir dengan pemberian asiklovir,

31
maka akan dapat
menyembuhkan penyakit pasien

DX 2 : Gangguan integritas kulit b.d vesikel yang mudah pecah


Tujuan : Integritas kulit tubuh kembali dalam waktu 7-10 hari
KH : Tidak ada lesi baru dan Lesi lama mengalami involus
Intervensi Rasional
1. Jauhkan lesi dari manipulasi
dan kontaminasi
2. Jauhkan lesi dari manipulasi
dan kontaminasi
3.

DX 3 : Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan, sekunder akibat


penyakit herpes.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan gangguan citra tubuh akan
hilang/berkurang
KH : Klien mengatakan dan menunjukkan penerimaan atas penampilannya
dan Menunjukkan keinginan dan kemampuan untuk melakukan
perawatan diri
intervensi Rasional
1. Ciptakan hubungan saling 1. Menjamin bahwa pasien tidak
percaya antara klien-perawat akan sendiri dan terlantarka,
menunjukkan rasa menghargai
dan menerima ,membantu
meningkatkan rasa percya diri

32
2. Dorong klien untuk 2. Dapat mengurangi ansietas dan
menyatakan perasaannya, ketidakmampuan pasien untuk
terutama tentang cara ia menerima realita
merasakan, berpikir, atau
memandang dirinya
3. Tingkatkan interaksi sosial. 3. Memungkinkan agar tidak
terjadi rasa frustrasi
4. Dorong klien untuk 4. Membantu pasien dan keluarga
melakukan aktivitas untuk merasa menerima dengan
keadaaan sekarang tanpa
perasaan dihakimi dan
meningkatkan perasaaan harga
diri dan kontrol

DX 4 : Risiko penularan infeksi b.d pemajanan melalui kontak (kontak


langsung,tidak langsung , kontak droplet).
Tujuan :
KH : Klien menyebutkan perlunya isolasi sampai ia tidak lagi
menularkaninfeksi
Intervensi Rasional
1. Jelaskan tentang penyakit 1. Memberikan pengetahuan dasar
herpes simpleks, penyebab, di man pasien dapat membuat
cara penularan, danakibat pilihan berdasarkan informasi
yang ditimbulkan.
2. Anjurkan klien untuk 2. Mengurangi penularan penyakit
menghentikan kagiatan meningkatkan kesehatan pada
hubungan seksual masa berkurangnya kemampuan
selamasakit dan jika perlu sistem imun.
menggunakan kondom.

33
3. Beri penjelasan tentang 3. Mengurangi kesalahan konsepsi
pentingnya melakukan dan meningkatkan keamanan
kegiatan seksual dengansatu bagi pasien / orang lain
orang (satu sama lain setia)
dan pasangan yang tidak
terinfeksi(hubungan seks
yang sehat)

B. Asuhan Keperawatan Dermatitis


1. Pengkajian
a. Identitas : Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama,
suku/bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa masuk.
b. Keluhan Utama: pasien biasanya mengeluh gatal-gatal yang terjadi terus
menerus
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Pasien pernah mengalami penyakit yang sama. Pernah mengalami
asma sebelumnya
2) Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga pernah memiliki riwayat penyakit gatal-gatal , riwayat alergi,
dan pernah mengalami asma/sesak napas
3) Riwayat kesehatan sekarang
Perlu dikaji berapa lama pasien mengalami gatal-gatal (Pasien telah
mengalami gatal-gatal di daerah pipi dan leher> 1 minggu). Kaji juga
apakah Gatal yang terjadi lebih sering di malam hari, apakah pasien
sering menggosok-gosok daerah yang gatal sehingga gatalnya meluas
dan menimbulkan skuama. Dan Kaji juga apa yang dirasakan klien saat

34
ini dan apa yang sudah dilakukan klien untuk mengatasi sakit yang
dirasakan
4) Klien dengan penyakit kulit, terutama yang lesinya berada pada bagian
muka atau yang dapat dilihat oleh orang, biasanya mengalami
gangguan konsep diri. Hal itu meliputi perubahan citra tubuh, ideal diri
tubuh, ideal diri, harga diri,penampilan peran, atau identitas diri
Reaksi yang mungkin timbul:
a) Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagian tubuh
b) Menarik diri dari kontak social
c) Kemampuan untuk mengurus diri berkurang.

2. Pengkajian 11 Fungsional Gordon


a. Pola persepsi kesehatan
1) Adanya riwayat infeksi sebelumya
2) Pengobatan sebelumnya tidak berhasil
3) Riwayat mengonsumsi obat-obatan tertentu, misalnya jamu.
4) Adakah konsultasi rutin ke Dokter
5) Hygiene personal yang kurang
6) Lingkungan yang kurang sehat, tinggal berdesak-desakan
b. Pola nutrisi metabolic
1) Pola makan sehari-hari: jumlah makanan, waktu makan, berapa kali
sehari makan.
2) Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu: berminyak, pedas.
3) Jenis makanan yang disukai.
4) afsu makan menurun.
5) Muntah-muntah.
6) Penurunan berat badan.
7) Turgor kulit lambat, kering, bersisik, pecah-pecah, benjolan.
8) Perubahan warna kulit, terdapat bercak-bercak, gatal-gatal, rasa
terbakar atau perih.

35
c. Pola eliminasi
1) Sering berkeringat.
2) tanyakan pola berkemih dan bowel.
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Pemenuhan sehari-hari terganggu.
2) Kelemahan umum, malaise.
3) Toleransi terhadap aktivitas rendah.
4) Mudah berkeringat saat melakukan aktivitas ringan
5) Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas
e. Pola tidur dan istirahat
1) Kesulitan tidur pada malam hari karena stres.
2) Mimpi buruk
f. Pola persepsi kognitif
1) Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat.
2) Pengetahuan akan penyakitnya
g. Pola persepsi dan konsep diri
1) Perasaan tidak percaya diri atau minder.
2) Perasaan terisolasi.
h. Pola hubungan dengan sesame
1) Hidup sendiri atau berkeluarga
2) Frekuensi interaksi berkurang
3) Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
i. Pola reproduksi seksualitas
1) Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan.
2) Penggunaan obat KB mempengaruhi hormone
j. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress
1) Emosi tidak stabil
2) Ansietas, takut akan penyakitnya
3) Disorientasi, gelisah

36
k. Pola Sistem Kepercayaan
1) Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
2) Agama yang dianut

3. Analisa data
Masalah
Analisa Data Etiologi
Keperawatan
DS: Faktor Eksogen/Genetik Kerusakan
Biasanya klien ↓ Integritas Kulit
mengatakan kulitnya Peningkatan HLA-DR
gatal dan ada bekas ↓
yang tertinggal setelah Aktivasi sel T
di garuk ↓
Peningkatan IgE
DO: ↓
kulit terlihat Hipersensitivitas thd
kemerahan, terkelupas, alergen
dan lecet ↓
Kulit kering dan gatal

Iritasi pada kulit

Gangguan integritas kulit

DS: klien mengatakan Faktor Eksogen/Genetik Nyeri akut


gatal-gatal yang ↓
dideritanya menggangu Peningkatan HLA-DR
aktivitasnya ↓
Aktivasi sel T

37
DO: klien tampak gatal ↓
dan sering menggaruk. Peningkatan IgE

Hipersensitivitas thd
alergen

Gatal terus menerus

Timbul lesi

Terasa panas dan perih

Nyeri akut

DS: Faktor Eksogen/Genetik Gangguan citra


Biasanya klien ↓ tubuh
mengatakan bahwa Peningkatan HLA-DR
dirinya tidak merasa ↓
percaya diri. Aktivasi sel T

DO: Peningkatan IgE
- kulit klientampak ↓
kering, berwarna Hipersensitivitas thd
kemerahan, alergen
terkelupas dan lecet ↓
- Menolak untuk Kulit kering dan gatal
menyentuh atau ↓
melihat salah satu Iritasi pada kulit
bagian tubuh ↓

38
- Menarik diri dari Perubahan body image
kontak social ↓
- Kemampuan untuk Malu dan tidak percaya
mengurus diri diri
berkurang. ↓
- Lesi pada bagian Gangguan citra tubuh
muka

Diagnose kepewatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hipersensitivitas terhadap
allergen
2. Nyeri akut berhubungan dengan lesi yang muncul setelah gatal
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan iritasi yang terjadi pada kulit

4. Intervensi Keperawatan
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan respon peradangan
(hipersensitivitas terhadap alergen).
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam, integritas kulit kembali
baik/tidak rusak.
Kriteria Hasil :
- Kulit klien tidak merah, tidak lecet, dan tidak ada bula
- Klien tidak mengeluh gatal.
Intervensi :
Intervensi Rasional
Kaji tanda lesi dan respon Mengetahui gejala dan tanda
peradangan inflamasi untuk memberikan
tindakan tindakan dan menegakan
prognosisnya

39
Berikan bedak talk yang salisil pada kulit akan menimbulkan
mengandung salisil. rasa sejuk dan melindungi kuman
untuk menginfeksi
Berikan antihistamin sesuai dosis antihistamin dapat menurunkan
yang telah ditentukan tim medis aktivitas histamine sehingga
aktivitas komplemen C1 dan
menghambat aktivitas bradikinin
dan zat kinin lainnya.

Kolaborasi pemberian mengurangi rasa gatal dan mencegah


kortikosteroid /antibiotic topical. infeksi.

2. Nyeri akut berhubungan dengan lesi yang muncul setelah gatal.


Tujuan : klien merasa nyaman dan tidak merasakan gatal-gatal dalam 1x24 jam.
Kriteria hasil :
- Klien tidak menggaruk kulitnya
- Klien tidak mengeluh nyeri
- Klien memperlihatkan tidak adanya gejala eksorasi kulit karena garukan.
Intervensi :
Intervensi Rasional
Periksa daerah yang terlibatdan Pemahaman tentang luas dan
periksa penyebab terjadinya gatal karakteristik kulit meliputi bantuan
dalam menyusun rencana intervensi
Mengantisipasi reaksi alergi yang Rasa gatal dapat diperburuk oleh
mungkin terjadi: mendapatkan panas, kimia, dan fisik.
riwayat pemakaian obat

40
Oleskan lotion dan krim kulit Dapat menjaga kelembaban kulit
setelah mandi dan kenyamanan
Anjurkan pasien untuk menghindari Masalah pasien dapat disebabkan
pemakaian salep atau lotion yang oleh iritasi atau sesitivitas karena
dibeli tanpa resep dokter. pengobatan sendiri.

Jelaskan agar kuku selalu pemotongan kuku akan mengurangi


terpangkas kerusakan kult karena garukan.

3. Gangguan citra tubuh dengan iritasi yang terjadi pada kulit.


Tujuan : Dalam waktu 30 menit klien mampu menyesuaikan diri .
Kriteria hasil : Tidak lagi pemurung, dapat bersosialisasi, dan kepercayaan diri
positif.
Intervensi :
Intervensi Rasional
Berikan kesempatan pengungkapan klien membutuhkan seseorang untuk
perasaan mendengarkan apa yang dialami, dan
memahaminya
Dukung upaya klien untuk membantu meningkatkan
memperbaiki citra dirinya, semisal penerimaan diri dan sosial
dengan cara merapikan pakaian,
berhias, dll.

Dorong klien untuk bersosialisasi membantu meningkatkan


dengan orang lain (lingkungan penerimaan diri dan sosial.
sekitarnya)

41
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Herpes merupakan kelainan kulit yang disebabkan oleh virus. Terdiri dari herpes
simpleks yang disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I dan II , dan herpes
zoster yang disebabkan oleh virus varisela zoster

Dermatitis merupakan peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons


terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan
klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama,
likenifikasi) dan keluhan gatal (Djuanda,2007). Klasifikasi dermatitis diantaranya
dermatitis atopik, dermtitis seboroik, dermatitis kontak.

B. SARAN
Baik herpes maupun tinea, sama-sama merupakan kelainan kulit yang banyak
membawa dampak tidak baik pada fisik dan psikologis pasien , oleh karena itu,
sebagai perawat harus bisa memberikan askep yang tepat sehingga dampak yang
timbul bisa diatasi.

42
DAFTAR PUSTAKA

Braig ,Suzanne. 2004. Management of Genital Herpes during Pregnancy: the French
Experience. Herpes Journal of IHMF. http://www.ihmf.org/112Braig . Diakses
pada tanggal 17 Oktober 2009.

Carpenito, Lynda J. 2001. Buku saku DIAGNOSA KEPERAWATAN Edisi 8. Penerbit buku
kedokteran EGC

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Wibowo, Daniel S. 2008. Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: Grasindo. Halaman 25-26.
Davey, Pactrick.2005. At Glance Medicine. Jakarta : Erlangga

Dermatitis atopik diakses dari:


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25618/4/Chapter%20II.pdf (online) pada
tangal 9 maret 2015

43

Anda mungkin juga menyukai