Anda di halaman 1dari 6

Skabies Generalisata pada Lupus Eritematosus Sistemik (LES)

Ratih Pramuningtyas, Dwi Rakhmawati, Endra Yustin, Nurrachmat Mulianto, Prasetyadi Mawardi, Indah
Julianto, Guntur Hermawan*
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, RS Dr. Moewardi Surakarta, Fakultas Kedokteran
Universitas sebelas Maret Surakarta
*Bagian Ilmu Penyakit Dalam, RS Dr. Moewardi Surakarta, Fakultas Kedokteran Universitas sebelas
Maret Surakarta

Abstrak
Latar Belakang : Infeksi skabies generalisata jarang ditemukan dengan prevalensi kurang dari 0,1% pada
populasi dunia. Infeksi skabies generalisata ditemukan pada keadaan imunokompromis diantaranya Lupus
Eritemarosus Sistemik (LES). Terapi yang diberikan pada keadaan tersebut berbeda dengan kasus skabies pada
umumnya.
Kasus : Wanita, 39 tahun, gatal terutama malam hari. Pada pemeriksaan, seluruh tubuh, wajah dan telapak
tangan didapatkan papul eritem multipel dengan ekskoriasi. Pemeriksaan kerokan kulit ditemukan telur, skibala,
dan tungau sarcoptes sp. dan burrow ink test (-). Pada penelusuran kondisi imunokompromis ditemukan
riwayat malar rash, artritis, ANA tes (+), LE sel (+), kelainan hematologi, dan ds DNA (+). Pasien didiagnosis
skabies generalisata komorbid dengan LES. Diberikan terapi permethrin 5% tiap 3 hari diulang tiga kali serta
antihistamin. Pasien dirawat bersama dengan bagian penyakit dalam untuk terapi LES nya.
Diskusi : Skabies generalisata dengan LES belum pernah dilaporkan di Indonesia dan merupakan penanda
adanya kondisi imunokompromis, salah satunya LES. Pada LES, sistem imun mengalami defek abnormalitas
fungsi lekosit serta penurunan fungsi imunitas seluler. Terapi skabies generalisata, telah dilaporkan dengan
permethrin 5% diulang tiap 2-3 hari selama 1-2 minggu. Pada kasus diberikan permethrin 5% tiap 3 hari
diulang 3 kali dengan hasil perbaikan lesi kulit, gatal berkurang dan tidak ditemukannya tungau Sarcoptes
sp, telur dan skibala.

Kata Kunci : Scabies, Permethrin, Lupus Eritematosus Sistemik

Generalized Scabies in Systemic Lupus Erythematosus (SLE)


Ratih Pramuningtyas, Dwi Rakhmawati, Endra Yustin, Nurrachmat Mulianto, Prasetyadi Mawardi, Indah
Julianto, Guntur Hermawan*
Dermatovenereology Department, Medical faculty of Sebelas Maret University, Dr. Moewardi Hospital
Surakarta
* Internal Department, Medical faculty of Sebelas Maret University, Dr. Moewardi Hospital Surakarta

Abstract

Background : Generalized scabies infection is rarely found, with prevalence less than 0.1% in worldwide
population. it was found in an imunocompromise state such as SLE. Because of the extensive skin lesion, the
intensive therapy is needed.

Case : Female, 39 years old, feels itchy especially at night. On examination, multiple erythematous papules
with excoriation were found on the entire body, face and palms. Eggs, scibala, and Sarcoptes sp mites were
found on skin scrapping, and Burrow ink test (-). We found imunocompromized state that characterized with
history of malar rash, arthritis, ANA test (+), LE cells (+), hematological disorders, and ds DNA (+). Patient was
diagnosed with generalized scabies infection commorbid with SLE. Permethrin 5% was given every 3 days
repeated three times and antihistamines. The patients was nursery with internal department for SLE therapy.

Discussion : Generalized scabies cases on SLE has not been reported in Indonesia. It was a marker of
imunocompromise conditions include SLE. Defect immune system like abnormalities in leukocyte function and
decreased cellular immune response was found on SLE. On generalized scabies therapy, the use of permethrin
5% that repeated every 2-3 days for 1-2 weeks had been reported. In this case, permethrin 5% was given every 3
days repeated 3 times, and there were an improvement of the skin lesions, reduced of the itchy and Sarcoptes
sp mites, eggs and scibala were not found

Key words : Scabies, Permethrin, Systemic Lupus erythematous


Pendahuluan

Skabies merupakan infestasi parasit pada kulit manusia dengan cara penetrasi oleh tungau sarcoptes
scabiei var hominis ke dalam epidermis.1 Arthropoda ini termasuk parasit manusia yang bersifat obligat,
berukuran 300 – 400 µm.2

Skabies menjadi masalah di seluruh dunia dan seluruh usia, seluruh ras dan kelompok sosial ekonomi
rentan terhadap penyakit ini.3 Insidensi skabies meningkat pada dua dekade terakhir ini. 1 Diperkirakan lebih dari
300 juta orang di seluruh dunia terinfeksi tungau penyebab skabies. Prevalensi cenderung lebih tinggi pada
daerah perkotaan, terutama di daerah yang padat penduduk. Prevalensi bervariasi antara 3,8 % pada investigasi
di penampungan sampai dengan 56,5 % pada tunawisma yang di rawat di rumah sakit dan skabies biasanya
menular melalui kontak fisik yang berdekatan, seperti berjabat tangan lama, berbagi tempat tidur.2,4

Skabies generalisata dan crusted scabies adalah beberapa bentuk skabies yang tidak biasa. Pada
kasus-kasus tersebut, pruritus tidak jelas bahkan menghilang, dan daerah yang terlibat berbeda yaitu kepala,
wajah, punggung, dan kuku, sedangkan terowongan/burrows tidak jelas. 5 Progresifitas dari skabies pada
umumnya menjadi skabies generalisata dan Crusted scabies diduga berhubungan dengan Human
immunodeficiency virus (HIV) dan T-lymphotrophic virus type-1 (HTLV-1), lepra, penyalahgunaan obat, Lupus
eritematosus Sistemik (LES), Tuberkulosis pulmonal, diabetes melitus dan hepatitis B.6 Pasien dalam
pengobatan yang menyebabkan imunodefisiensi juga mempunyai resiko berkembang menjadi crusted scabies.1
Diperkirakan prevalensi skabies generalisata dan crusted scabies di dunia kurang dari 0,1 %. H.C Ting et al
pernah melaporkan 5 pasien skabies dengan LES pada tahun 1983, dimana infeksinya cenderung lebih berat dan
generalisata beberapa bahkan menjadi crusted scabies.7 Terapi pada skabies generalisata dan crusted scabies
membutuhkan isolasi yang lebih panjang di rumah sakit dan kombinasi terapi anti parasit oral dan topikal.8

Pada makalah ini akan dilaporkan satu kasus skabies generalisata komorbiditas dengan LES untuk
mengetahui patogenesis skabies yang menjadi generalisata dan terapi pada kasus tersebut.

Laporan Kasus

Wanita, 39 tahun, menikah, datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr Moewardi surakarta dengan
keluhan utama gatal seluruh tubuh. Empat bulan sebelum datang ke rumah sakit, pasien mengeluh muncul gatal
dan plenting-plenting merah awalnya di ketiak, makin lama menyebar ke seluruh tubuh termasuk, wajah dan
telapak tangan. Gatal terutama pada malam hari sehingga pasien sulit tidur. Pasien pernah berobat ke dokter dan
dinyatakan eksim, diberi terapi minum dan salep tetapi keluhan tidak berkurang. Suami dan anak menderita
sakit yang sama. Pasien juga merasa muncul bintik-bintik merah di wajah, bertambah merah jika terkena sinar
matahari. Satu tahun terakhir pasien mengeluh nyeri pada persendian tangan dan kaki tetapi tidak bengkak,
rambut rontok, berat badan turun 10 Kg selama 4 bulan. Riwayat atopi, alergi makan dan obat-obatan disangkal.
Pasien juga tidak pernah sakit diare atau flu yang lama sembuh. Riwayat drug abuse juga disangkal. Pasien
mengaku kadang wajahnya kemerahan ketika kena sinar matahari dan linu-linu di badan sejak 1 tahun terakhir.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sedang, compos mentis dan tanda vital dalam batas
normal. Hasil pemeriksaan dermatologis, seluruh tubuh termasuk wajah dan telapak tangan ditemukan papul
eritem multipel dengan eksoriasi. Pada pemeriksaan kerokan kulit ditemukan tungau sarcoptes scabiei, telur,
dan scibala. Sedangkan burrow ink test (-). Dari pemeriksaan darah rutin didapatkan anemia, lekopenia dengan
eosinofilia, dan hipoalbumin. Sel LE (+), ANA tes (+) dan ds DNA 886 IU/mL.
Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis dengan skabies
generalisata komorbiditas dengan LES.

Pembahasan

Skabies adalah penyakit inflamasi kulit yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei yang
menyebabkan gatal dan membentuk terowongan di kulit. 6 Penyakit ini mengenai seluruh ras dan seluruh tingkat
sosial ekonomi di seluruh dunia. Sering pada anak-anak dan dewasa muda dan dapat
ditransmisikan melalui kontak kulit dengan kulit secara langsung, inilah mengapa umumnya terjadi transmisi
antara anggota keluarga.2,4 Kadang kala dapat pula ditransmisikan melalui petugas kesehatan. Transmisi secara
seksual juga dapat terjadi karena kontak secara langsung. Risiko tinggi transmisi secara seksual terjadi pada laki-
laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki dan laki-laki dengan multipartner.2,9

Tungau Sarcoptes scabiei tumbuh melalui siklus yang berulang dari telur, larva, nimfa, dan bentuk
dewasa. Siklus hidup S. scabiei berawal dari bertemunya tungau jantan dan betina dewasa. Setelah bertemu
tungau jantan akan mati dan tungau betina mulai meletakkan telurnya di terowongan di dalam kulit dimana
tungau tersebut akan tinggal selama 4-6 minggu. Siklus hidupnya berlangsung selama 10 - 14 hari.2,9 Jumlah
rata-rata tungau pada host kurang dari 20, kecuali pada crusted scabies dimana bisa terdapat lebih dari 1 juta
tungau.1

Sarcoptes scabiei membuat terowongan pada stratum korneum bagian bawah dan melepaskan
substansi yang berefek pada sel keratinosit dan fibroblas yang mengawali reaksi imunitas dan berperan
terhadap inflamasi/reaksi imunitas tubuh.10 Sensitivitas alergi terhadap tungau maupun produk tungau tampak
memiliki peranan penting dalam menentukan perkembangan lesi selain terowongan/burrow dalam menyebabkan
pruritus.4 Reaksi imunitas tersebut meliputi hipersensitivitas tipe I dan tipe IV. Pada reaksi tipe I, antigen tungau
bertemu dengan imunoglobulin-E (Ig E) pada sel mast di antara epidermis, menyebabkan degranulasi sel mast
dan terjadi wheal and flare reaction. Hal tersebut didukung fakta bahwa terdapat kenaikan antibodi Ig E pada
pasien scabies, dan menurun setelah terapi. Pada reaksi hipersensitivitas tipe IV, seseorang kontak pertama kali
dengan tungau 10 – 30 hari sebelum muncul rash. Ketika pasien kontak untuk kedua kalinya, reaksi
hipersensitivitas terjadi dalam 1 hari.9

Skabies menunjukkan infiltrat inflamasi perivaskular pada lapisan superfisial dan dalam, yang terdiri
dari limfosit, histiosit dan eosinofil dan akhirnya akan terjadi kenaikan titer antibodi spesifik untuk antigen
parasit. Hal ini ditandai dengan peningkatan sekresi interleukin-6 (IL-6) dan vascular endothelial growth
factor (VEGF), dan sedikit kenaikan sekresi granulocyte colony stimulating factor (G-CSF) dari keratinosit
epidermal. IL-6 diketahui dapat menstimulasi proliferasi keratinosit. Sebaliknya IL-8 dan G-CSF membantu
monosit menjadi sel dendritik dan membantu proliferasi netrofil. IL-6 juga diketahui mengaktifkan sel Th1
CD4+ untuk mensekresi IL-2, yang membantu proliferasi dan diferensiasi sel Th1 CD4+, untuk mengaktivasi sel
Th2 CD4+ untuk menghasilkan IL-4 yang mendorong produksi antibodi yang menyebabkan peningkatan
permeabilitas vaskuler, memulai proses peradangan, dan dapat menjelaskan munculnya edema pada lesi skabies.9

Setelah paparan pertama tungau skabies, pruritus dan rash akan muncul dalam 6 - 8 minggu. Pada
paparan berikutnya, gatal dan rash akan muncul dalam beberapa hari. Hal ini kemungkinan karena sensitisasi
sebelumnya. Gatal terasa sangat hebat terutama malam hari. Lesi tampak merah, bersisik, kadang dengan papul
ekskoriasi dan nodul yang sering ditemukan di sela-sela jari, bagian volar pergelangan tangan, palmar bagian
lateral, siku, axilla, skrotum, penis, labia dan areola pada wanita.1 Lesi patognomonik pada scabies adalah
burrow, dimana tampak tipis, seperti benang, dan linier, panjangnya 1 – 10 mm. Diagnosis definitif dibuat
berdasarkan pemeriksaan mikroskopis dari tungau, telur dan scibala. Seringkali, burrow sangat sulit
diidentifikasi.1,4

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan melalui anamnesis berupa gatal terutama malam hari, anak dan
suami juga menderita penyakit serupa. Didukung dengan pemeriksaan fisik pada seluruh tubuh termasuk wajah
dan telapak tangan berupa papul eritem multipel sebagian dengan ekskoriasi diatasnya (Gambar 2). Sedangkan
pada pemeriksaan penunjang kerokan kulit ditemukan scibala, telur dan tungau Sarcoptes sp (Gambar 1) dan
pemeriksaan burrow ink test (-). Pada pemeriksaan hematologi ditemukan eosinofilia. Lesi pada telapak tangan
dan wajah adalah tidak biasa, diduga kemungkinan terdapat kondisi imunokompromis pada pasien ini. Pada
penelusuran ditemukan beberapa hal yang mengarahkan pada diagnosis.
Gambar 2. Gambaran lesi

Gambar 1. Tungau, telur dan skibala

: Tungau
: Telur
: skibala
Saat ini sudah dikenali dengan baik bahwa sistem imun berperan penting dalam menentukan manifestasi
klinis dan keparahan skabies. Bentuk skabies yang lebih parah sering dilaporkan pada pasien dengan
immunodefisiensi atau immunosupresi, kemungkinan karena defisiensi imunitas seluler, atau kombinasi antara
defisiensi imunitas seluler dan humoral.7 Skabies generalisata disebabkan karena gagalnya respon imunitas
seluler untuk mengkontrol proliferasi dari tungau sehingga terjadi hiperinfestasi. 10

Pada LES, sistem imun mengalami gangguan dalam banyak cara. Abnormalitas fungsi lekosit, seperti
gangguan aktivitas fagositosis pada neutrofil dan monosit, penurunan kemotaksis leukosit, defisiensi faktor
komplemen dan rendahnya serum level dari mannosa binding-lectin. Imunitas seluler ditekan, sebagaimana
mestinya respon humoral spesifik terhadap antigen spesifik. Hal ini tidak mengherankan jika kemudian kasus
skabies menjadi lebih berat pada pasien LES.7

Lupus Eritematosus Sistemik merupakan penyakit autoimun. Penyebab LES secara pasti tidak
diketahui, kemungkinan berhubungan dengan respon imunitas seluler dan humoral. Diagnosa LES sering sulit
ditegakkan karena spektrum manifestasi klinis yang luas sering menyerupai penyakit lain. Diagnosa LES dapat
ditegakkan berdasarkan kriteria American college of Rheumatology (ACR) apabila memenuhi 4 dari 11
kriteria.12 Infeksi merupakan masalah penting pada pasien dengan LES. Faktor resiko multipel pada pasien
dengan SLE sudah banyak dilaporkan, diantaranya kelainan imunologi karena LES atau terapinya, khususnya
imunosupresif dan terapi sitotoksik.13

Skabies generalisata pada pasien dengan LES belum pernah dilaporkan di Indonesia. Pada pasien ini,
LES ditegakkan dengan kriteria American college of Rheumatology (ACR) dimana ditemukan 5 kriteria yang
positif dari 11 kriteria, antara lain malar rash, arthritis, kelainan hematologi berupa anemia dan leukopenia, sel
LE (+), kelainan imunologi antara lain ANA test (+) dan ds DNA 886 IU/mL. Pasien akhirnya didiagnosis
dengan skabies generalisata komorbid dengan LES.

Beberapa terapi skabies memiliki tingkat efektivitas yang bervariasi. Faktor yang menentukan
penggunaan terapi antara lain usia, biaya, tingkat keparahan dan kegagalan terapi sebelumnya. 1 Terapi yang ideal
pada skabies haruslah efektif melawan tungau dewasa dan telur, mudah aplikasinya, non toksik, non iritatif,
aman untuk seluruh usia, dan ekonomis. Sampai saat ini belum ditemukan obat skabies yang ideal. 2 Skabies
dapat diterapi dengan preparat oral maupun topikal. Pasien harus diberitahu bahwa pruritus akan bertahan sampai
2 minggu setelah terapi. Pada kasus skabies umumnya diberi terapi topikal yang diberikan dua kali dengan
interval satu minggu.14 Terapi topikal yang dapat diberikan adalah permethrin 5%, precipitated sulfur 2-10% in
petrolatum, Lindane, Benzil benzoat 10-25%, Cotramiton 10% atau ivermectin 1 %. 9 Satu-satunya terapi oral
dengan efektifitas skabisidal yang tinggi adalah ivermectin. Ivermectin dengan dosis 200 µg per kilogram berat
badan merupakan pengobatan alternatif yang efektif. Ivermectin tidak ovicidal maka pada terapi skabies
direkomendasikan pemberian dua dosis dengan jarak 1 sampai 2 minggu.15

A cochrane sytematic review, diperoleh hasil bahwa permethrin merupakan pilihan terapi yang
paling efektif untuk scabies.16 Pada sebuah penelitian yang membandingkan antara ivermectin oral dengan
permethrin 5 % topikal diperoleh hasil bahwa angka kesembuhan dengan dosis tunggal ivermectin adalah 70 %,
dan meningkat menjadi 95 % pada pemberian ivermectin dosis kedua, 2 minggu kemudian. Angka kesembuhan
pada aplikasi tunggal permethrin adalah 98 %. 17 Permethrin bekerja dengan cara mengganggu polarisasi dinding
sel syaraf parasit yaitu melalui ikatan dengan Natrium. Hal ini memperlambat repolarisasi dinding sel dan
akhirnya terjadi paralise parasit.18

Terapi topikal yang direkomendasikan pada kasus skabies generalisata sampai dengan crusted scabies
adalah permethrin 5 % tiap 2 sampai 3 hari selama 1 sampai 2 minggu. Terapi sistemik dengan oral ivermectin
dapat diberikan jika pasien tidak berespon terhadap pemberian skabisid topikal.19 Pada pasien ini diberikan terapi
topikal permethrin 5 % seluruh tubuh yang diulang tiap 3 hari. Terapi tersebut diulang sampai 3 kali dan
memberikan perbaikan klinis berupa keluhan gatal yang berkurang, tidak muncul lesi baru dan pada pemeriksaan
kerokan kulit tidak ditemukan tungau, telur dan scibala. Keluarga yang sakit serupa juga diobati dengan
permethrin 5 % yang diberikan 2 kali dengan jarak 1 minggu. Terapi oral menggunakan ivermectin tidak
diberikan karena dengan terapi topikal sudah memberikan perbaikan. Antihistamin diberikan untuk mengatasi
gatal pada pasien ini, sedangkan terapi untuk LES diberikan dari bagian penyakit dalam
Ringkasan

Dilaporkan satu kasus Skabies generalisata komorbiditas dengan LES pada seorang wanita, 39 tahun.
Diagnosis skabies generalisata ditegakkan berdasarkan anamnesis berupa gatal terutama malam hari,
pemeriksaan fisik berupa papul eritem multipel dengan ekskoriasi pada seluruh tubuh sampai dengan wajah dan
telapak tangan, sedangkan pemeriksaan penunjang berupa eosinofilia serta ditemukannya tungau, scibala dan
telur dari kerokan kulit. Infeksi yang generalisata ini dihubungkan dengan adanya kondisi imunokompromis
yang mendasari yaitu LES. Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah topikal permethrin 5 % tiap 3 hari dan
diulang sebanyak 3 kali dan memberikan hasil perbaikan klinis berupa keluhan gatal yang berkurang, tidak
muncul lesi baru dan pada pemeriksaan kerokan kulit tidak ditemukan scibala, telur maupun tungau.

TINJAUAN PUSTAKA

1. Stone SP, Golgfarb JN, Scabies, other mites and pediculosis. dalam : Freedberg IM, Elsesn AZ, Wolff K,
Austen KF, Goldsmith LA, Katz S, Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine, 7th ed, New York,
McGrawHill, 2008;2029-2035
2. Maria IH, Dirk ME. Scabies. Dermatologic Therapy. 2009. 22 : 279-292
3. Bolognia, Terry LM, Craig NB, Craig GB, George E, Infestations, Dalam : Bolognia JL, Lorizzo JL, Rapini
RP, Dermatology, 2nd ed, US, Elsiever, 2009 ; 1291-1302
4. Rook, Burns DA, Diseases caused by arthropods and other noxious animals. dalam : Burns T, Breathnach S,
Christopher G, Rook’s Text Book Of Dermatology, 7th, Blackwell Publishing, 2004, 33.37
5. Fernando FB, Carmen G, Atypical scabies in systemic lupus erythematosus, Annals of Saudi Medicine,
1998, 18 : 534-536
6. Walton SF, Beraukas D, Thomson R, Currie BJ, New insight into disease pathogenesis in crusted scabies :
The Skin Immune Response in Crusted Scabies, British Journal of dermatology, 2008, 158 : 1247-1255
7. Ting HC, Wang F. Scabies and systemic lupus erythematosus, International Journal of dermatology,
1983, 22 : 473-476
8. Robert LJ, Huffam SE, Walton SF, Currie BJ. Crusted scabies: clinical and immunological findings in
seventy-eight patients and a review of the literature, Journal of Infection, 2005, 50 : 375–381
9. Anonim, Guideline for the diagnosis and treatment of scabies in japan (second edition), Journal of
dermatology, 2008, 35 : 378-393
10. Nofal A. Variable response of crusted scabies to oral ivermectin : Report on eight egyptian patients, Journal
of Europian Academy of Dermatovenerology, 2009, 23 : 793-797
11. Larry GA, Morgan MS, Jacqueline SN. Modulation of cytokine Expression in human keratinocytes and
fibroblast by extracts of scabies mites. American Journal Tropical Medicine an Hygiene, 2003, 69 : 652-
656
12. Costnerr MI, sontheimer SD. Lupus erythematosus, In : Freedberg IM, Elsesn AZ, Wolff K, Austen KF,
Goldsmith LA, Katz S, Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine, 7th ed, McGraw 2008;1515-
1531
13. Khalifa M, Kaabia M. Infection in systemic lupus erythematosus, Médecine et maladies infectieuses,
2007, 37 : 792–795
14. Vorou R, Remoudaki HD, Maltezou HC. Nosocomial scabies. Journal of Hospital Infection. 2007, 65, 9-
14
15. Currie BJ; McCarthy JS, Permethrin and ivermectin for scabies. The New England Journal of Medicine,
2010, 362 : 717-725
16. Strong M, Johnson PW. Treating scabies, Result From an Update Cochrane Review, Archive
dermatology, 2008, 14 : 1638-1640
17. Usha V, Nair VG, A comparative study of oral ivermectin and topical permethrin cream in the
treatment of scabies, Journal American Academy of Dermatology, 2000, 42 : 236-240
18. Maxine, A. P., McPhee, J. S. Current medical diagnosis and treatment, 2007, Lange, McGraw-Hill

Anda mungkin juga menyukai