Anda di halaman 1dari 21

Skin & Integumen

Lepra
Grace Niken Nindita
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen krida Wacana
Jl.Arjuna utara no.6 Kebon Jeruk, Jakarta

Latar Belakang
Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik. Yang menyebabkan penyakit ini adalah
Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Afinitas pertamanya adalah saraf perifer,
lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali
susunan saraf pusat.
. Dan jika ada kemungkinan lepra masuk dalam perbincangan klinis tentang diagnosis
bandingnya, gunakan selalu sebutan 'penyakit Hansen' untuk kelainan ini, sebab ada ketakutan
yang sudah melekat terhadap lepra, bahkan pada daerah di mana penyakit tersebut tidak
endemis. Lepra menyebar luas ke seluruh dunia, dengan sebagian besar kasus terdapat di daerah
tropis dan subtropis, tetapi dengan adanya perpindahan penduduk maka penyakit ini bisa
menyerang di mana saja. Lepra merupakan penyakit pada saraf perifer, tetapi bisa jags
menyerang kulit dan kadang-kadang jaringan lain seperti mata, mukosa saluran respirasi bagian
atas, tulang, dan testis.









Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Telepon:085228413560,Email:Grace.chu43@ymail.com
Nim : 10-2009-205, Kelompok : B4
Pembahasan
Anamnesis
Ada 6 aspek penting dalam anamnesis yang baik, yaitu :
Identitas Pasien, yaitu Nama lengkap, Tempat/tanggal lahir, Status perkawinan,
Pekerjaan, Alamat, Jenis kelamin, Umur, Agama, Suku bangsa, dan pendidikan
Keluhan Utama, yaitu keluhan paling utama yang menyebabkan pasien memutuskan
untuk periksa ke dokter.
Riwayat penyakit sekarang, berupa :
1

o Kapan mulai muncul gangguan tersebut
o Frekuensi serangan
o Sifat serangan, akut/kronis/intermittent
o Durasinya, lama menderitanya
o Sifat sakitnya, sakitnya seperti apa
o Lokasinya, dimana letak pasti skaitnya, apakah disitu saja atau berpindah-pindah
o Perjalanan penyakitnya, riwayat pengobatan sebelumnya
o Hubungan dengan fungsi fisiologis yang lain, adakah gangguan fisiologis yang
lain, yang ditimbulkan oleh gangguan tidur, banyaknya keringat yang keluar dsb
o Akibat yang timbul, masih dapat bekerja, atau hanya tiduran saja
Riwayat penyakit dahulu, yakni :
1

1. Mengenai kemungkinan adanya riwayat penyakit sebelumnya. Pernakah pasien
menderita keluhan yang sama di waktu-waktu dahulu, atau keluhan yang mirip
dengan yang sekarang dirasakan.
2. Mengenai kemungkinan riwayat penyakit yang pernah diderita dengan melihat
diagnosis banding penyakit yang sekarang ini.
3. Kemungkinan pasien menderita penyakit yang serius di waktu-waktu yang lain.
Apakah pasien pernah dirawat inap di rumah sakit, sebelumnya.
Riwayat kesehatan Keluarga, menanyakan keadaan anggota keluarga mulai dari umur,
jenis kelamin, keadaan kesehatan (masih hidup/ meninggal), jika masih hidup sehat/sakit
apa, jika sudah meninggal apa penyebab meninggalnya.
Riwayat penyakit menahun keluarga, apakah pasien atau ada anggota keluarga pasien
yang menderita penyakit misalnya alergi, asma, tuberculosis, arthritis, hipertensi, jantung,
ginjal, lambung, kencing manis(DM), penyakit liver, stuke dll.
Selain itu anamnesis harus menyelidiki 7 ciri lesi kulit yang membantu membuat
diagnosis : Lokasi anatomis, gejala-gejala dan riwayat penyakit yang berhubungan, urutan
waktu, perkembangan lesi, waktu terjadinya lesi, riwayat pemaparan, dan pemakaian
obat-obatan, efek terpapar sinar matahari dan bahan lain. Tanyakanlah pertanyaan-
pertanyaan yang tepat, dan perkembangan serta sifat dasar lesi kulit akan menjadi jelas.
Apakah lesi tersebut nyeri atau gatal? Karena kulit banyak mengandung saraf, nyeri pada
lesi kulit umumnya didapatkan. Infalamasi dan edema menyebabkan nyeri. Rasa gatal
atau pruritus adalah suatu bentuk nyeri yang hanya dirasakan oleh kulit.
Disfungsi apa yang terlihat dengan jelas? Apakah terdapat skuama, kelainan pada rambut,
pustula, berair dsb. Keluhan utama mungkin berhubungan dengan struktur khusus kulit.
Contohnya adalah kemampuan berkeringat yang berlebihan atau berkurang,kulit kering,
berskuama, sumbatan folikel, dan akne.
Bagaimana pasien menemukan lesi tersebut ? karena kulit dapat diperiksa sendiri dan
pasien berkonsultasi ke dokter karena beberapa perubahan.
Dimana lesi pertama kali terlihat ? lokasi anatomis lesi primer dan tempat lesi berikutnya
memberikan petunjuk penting diagnosis.
Apakah ada gejala lain yang timbul bersama-sama dengan lesi kulit? Perhatikan keluhan-
keluhan sistemik dan setempat yang menyarankan kelainan medis berkaitan
Bagaimana perubahan lesi kulit setelah terllihat ? catatlah urutan waktu dan
perkembangan perubahan kulit dan gejala-gejala atau tanda sistemik yang berkaitan.
Kapan lesi itu terlihat untuk pertama kalinya? Tentukan kapan (musim apa) lesi kulit itu
pertama kali terjadi atau kapan terlihat paling menonjol.
Bagaimana perubahan lesi kulit tersebut sejak timbul untuk pertama kali nya? Lesi kulit
berubah-ubah dan berkembang. Lesi tersebut dapat dipersulit oleh proses-proses sekunder.
Sebagian besar yang anda akan lihat akan mencerminkan peristiwa sekunder atau proses
sisa, seperti akibat akskoriasis, infeksi sekunder, dan jaringan parut atau jaringan kulit
atrofi.
Apakah pasien tersebut makan obat apa saja atau terpapar dengan faktor yang tak lazim?
Anamnesis dilakukan terarah kepada diagnosis banding setelah dan sewaktu inspeksi.

Epidemiologi
Masalah epidemiologi sampai sekarang masih belum diketahui. Begitu juga cara
penularannya belum diketahui pasti, hanya berdasarkan anggapan yaitu melalui kontak langsung
antar kulit yang lama dan erat, selain itu juga secara inhalasi dikarenakan M.leprae masih dapat
hidup beberapa hari dalam droplet.
Masa tunasnya sangat bervariasi, antara 40 hari sampai 40 tahun, umumnya beberapa
tahun, rata-rata 3-5 tahun.
2
Kusta terdapat dimana-mana, terutama di asia Afrika, Amerika Latin,
daerah tropis dan subtropics, serta masyarakat yang social ekonominya rendah. Makin rendah
social ekonomi makin berat penyakitnya, sebaliknya faktor social ekonomi tinggi sangat
membantu penyembuhan. Ada variasi reaksi terhadap infeksi M.leprae yang mengakibatkan
variasi gambaran klinis di berbagai suku bangsa yang diduga disebabkan oleh faktor genetic
yang berbeda.Penyebarannya dari suatu tempat ke tempat lain sampai tersebar keseluruh dunia,
hal ini mungkin disebabkan karena adanya perpindahan penduduk yang terinfeksi penyakit
tersebut. Masuknya penyakit kusta ke Indonesia diperkirakan karena terbawa oleh orang-orang
Cina. Distribusi penyakit ini tiap-tiap Negara berbeda-beda.
Jumlah kasus kusta di deluruh dunia selama 12 tahun terakhir ini telah menurun 85% di
sebagian besar Negara atau wilayah endemis. Kasus terdaftar pada permulaan tahun 1997 kurang
lebih 890.000 penderita. Walaupun penyakit ini masih merupakan problem kesehatan masyarakat
di 55 negara atau wilayah, 91% dari jumlah kasus berada di 16 negara, dan 82% nya di 5 negara
yaitu Brazil, India, Indonesia, Myanmar, dan Nigeria. Di Indonesia jumlah kasus kusta yang
tercatat pada akhir Maret 1997 adalah 31.699 orang, distribusi juga tidak merata, yang tertinggi
antara lain di Jawa Timur, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Prevalensi di Indonesia per 10.000
penduduk adalah 1,57.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah pathogenesis kuman penyebab, cara
penularan, keadaan social ekonomi dan lingkungan, varian genetic yang berhubungan dengan
kerentanan, perubahan imunitas, dan kemungkinan adanya reservoir diluar manusia.
2

Belum ditemukannya medium artificial, mempersulit sifat-sifat M.leprae. Sumber infeksi
hanyalah manusia, meskipun masih dipikirkan kemungkinan sumber infeksi lain. Penderia yang
mengandung M.leprae sampai 10
3
per gram jaringan, penularannya tiga sampai sepuluh kali
lebih besar dibandingkan dengan penderita yang hanya mengandung 10
7
basil per gram
jaringan.
2

Kusta bukan merupakan penyakit keturunan, dapat menyerang semua umur, anak-anak
lebih rentan daripada orang dewasa. Penularan penyakit lepra paling mungkin terjadi bila anak-
anak kecil mengalami kontak selama waktu yang lama dengan orang yang banyak melepas
basil.
3
Di Indonesia penderita ana-anak di bawah umur 14 tahun didapatkan 13%, tetapi anak
dibawah 1 tahun jarang sekali. Frekuensi tertinggi terdapat pada kelompok umur antara 25-35
tahun.

Etiologi
Kuman yang menyebabkan penyakit Lepra adalah Mycobacterium leprae, yang
ditemukan oleh G.A HANSEN pada tahun 1874 di Norwegia. Sifat-sifat penting dari
Mycobacterium leprae yaitu belum dapat dibiakkan pada medium buatan maupun biakan sel,
hanya dapat tumbuh pada tikus (mouse footpad) dan armadillo, memilih tumbuh pada kulit,
nervus superficial, cuping telinga, Tumbuh sangat lambat, generation time 14 hari, temperature
optimal 30C.
4
Merupakan kuman patogen untuk manusia yang timbulnya lambat.
Sifat-sifat umumnya secara mikrobiologi yaitu merupakan batang halus, gerak (-), Kapsul
(-), Spora (-), aerob, tahan asam dan alkali. Pewarnaan Tahan asam (Ziehl-Neelsen).

Patogenesis
M.Leprae mempunyai patogenitas dan daya invasi yang rendah, sebab penderita yang
mengandung kuman lebih banyak belum tentu memberikan gejala yang lebih berat, bahkan dapat
sebaliknya. Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan derajat penyakit, tidak lain
disebabkan oleh respons imun yang berbeda, yang menggugah timbulnya reaksi granuloma
setempat atau menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau progresif. Oleh karena itu penyakit
kusta disebut sebagai penyakit imunologik. Gejala klinisnya lebih sebanding dengan tingkat
reaksi selularnya daripada intensitas nfeksinya.

Gambar 1. Patogenesis Lepra
2


Ridley dan Jopling memperkenalkan istilah spectrum determinate pada penyakit kusta yang
terdiri atas berbagai tipe atau bentuk, yaitu :
TT : Tuberkuloid polar, bentuk yang stabil
Ti : Tuberkuloid indefinite
BT : Borderline tuberculoid
BB : Mid Borderline Bentuk yang labil
BI : Borderline lepromatous
Li : Lepramatosa indefinite
LL : Lepromatosa polar, bentuk yang stabil
Tipe I (indeterminate) tidak termasuk dalam spectrum. TT adalah tipe tuberkuloid polar,
yakni tuberkuloid 100%, merupakan tipe yang stabil, jadi tidak mungkin berubah tipe.
2
Begitu
pula tipe LL yang merupakan tipe lepromatosa polar, yakni lepramatosa 100%. Sedangkan tipe
antara Ti dan Li disebut tipe borderline atau campuran, berarti campuran antara tuberkuloid dan
lepromatosa. BB adalah tipe campuran, 50% tuberkuloid dan 50% lepromatosa. BT dan Ti lebih
banyak tuberkuloidnya, sedangkan BL dan Li lebih banyak lepromaosanya. Tipe-tipe campuran
ini merupakan tipe yang labil, yang artinya bisa beralih tipe, baik ke arah TT maupun kea rah LL.
Menurut WHO kusta dibagi menjadi multibasilar dan pausibasilar. Multibasilar berarti
mengandung banyak basil yaitu tipe LL, BL dan BB pada klasifikasi Ridley-jopling dengan
indeks bakteri (IB) lebih dari 2+. Sedangkan pausibasilar berarti mengandung sedikit basil,
yakni tipe TT, BT, dan I dengan IB kurang dari 2+.
Tabel 1. Zona Spektrum Kusta menurut Macam Klasifikasi
2

KLASIFIKASI ZONA SPEKTRUM KUSTA
Ridley & Jopling TT BT BB BL LL
Madrid Tuberkuloid Bordeline Lepromatosa
WHO Pausibasilar (PB) Multibasilar (MB)
Puskesmas PB MB


Gejala klinik
Permulaan penyakit lepra muncul secara perlahan-lahan. Lesi menyerang jaringan tubuh
yang dingin : kulit, saraf tepi, hidung, faring, laring, mata, dan testis.
3
Lesi kuliy dapat berwujud
lesi macula yang pucat dan anestesik, dengan diameter 1-10 cm; nodula infiltrar dengan eritema
difus atau tersendiri, berdiameter 1-5 cm; atau infiltrasi kulit yang tersebar. Gangguan neurologic
berupa infiltrasi dan penebalan saraf dengan akibat anesthesia, neuritis, parestesia, ulkus trofik:,
dan resorpsi tulang dan pemendekan jari-jari. Pada kasus yang tidak diobati, perusakan bentuk
tubuh karena infiltrasi kulit dan serangan saraf dapat hebat sekali.
Penyakit ini dibagi menjadi dua tipe utama, lepromatosa dan tuberkuloid, dengan
beberapa bentuk peralihan. Pada tipe lepromatosa, perjalanan penyakit progresif dan ganas,
dengan lesi-lesi nodule pada kulit; saraf terserang secara simetris dan lambat; ditemukan banyak
basil tahan-asam pada lesi kulit; bakterimia terus-menerus; dan tes kulit lepromin (ekstrak
jaringan lepromatosa) negative. Pada lepra lepromatosa, imuntas berperantara-sel jelas tidak ada
dan kulit diinfiltrasi oleh sel-sel T supresor. Pada tipe tuberkuloid, perjalanan penyakit jinak dan
tidak progresif, dengan lesi makuler pada kulit, saraf terserag secara hebat, mendadak, dan tidak
simetris, dengan sedikit basil pada lesi, dan tes kulit lepromin positif. Pada lepra tuberkuloid,
imunitas berperantara-sel utuh dan kulit terinfiltrasi dengan sel T penolong.
Manifestasi sistemik berupa anemia dan limfadenopati juga dapat terjadi. Seringkali mata
terserang pila. Mungkin timbul amiloidosis.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas Tipe-tipe dari penyakit kusta menurut WHO yaitu
kusta multibasilar(MB) dan Kusta Pausibasilar(PB), pada bagian pathogenesis dengan sangat
jelas, maka table 2 akan menjelaskan tentang gambaran klinis, bakteriologik, dan imunologik
dari tipe-tipe tersebut.
Yang dimaksud dengan kusta PB adalah kusta dengan BTA negative pada pemeriksaan
kerokan kulit, yaitu tipe-tipe I,TT, dan BT menurut klasifikasi Ridley & Jopling. Bila pada tipe-
tipe tersebut disertai BTA positif, maka akan dimasukkan ke dalam kusta MB. Sedangkan kusta
MB adalah semua penderita kusta tipe BB, BL, dan LL atau apapun klasifikasi klinisnya dengan
BTA positif harus diobati dengan rejimen MDT-MB.

Tabel 2. Gambaran Klinis, Bakteriologik, dan Imunologik Kusta Multibasilar (MB)
2

SIFAT LEPROMATOSA (LL) BORDERLINE
LEPROMATOSA (BL)
MID BORDERLINE (BB)
Lesi
Bentuk Makula Makula Plakat
Infiltrat difus Plakat Dome shaped (kubah)
Papul Papul Punched out
Nodus
Jumlah Tidak terhitung, praktis
tidak ada kulit sehat
Sukar dihitung, masih ada
kulit sehat
Dapat dihitung, kulit sehat
jelas ada
Distribusi Simetris Hampir simetris Asimetris
Permukaan Halus berkilat Halus berkilat Agakkasar, agak berkilat
Batas Tidak jelas Agak jelas Agak jelas
Anestesia Biasanya tak jelas Tak jelas Lebih jelas
BTA
Lesi kulit Banyak (ada globus) Banyak Agak banyak
Sekret hidung Banyak (ada globus) Biasanya negative Negatif
Tes lepromin Negatif Negatif Biasanya negatif


Tabel 3. Gambaran Klinis, Bakteriologik, dan Imunologik Kusta Pausibasilar (PB)
2

SIFAT TUBERKULOID (TT) BORDERLINE
TUBERKULOID (BT)
INDETERMINATE (I)
Lesi
Bentuk Makula saja; macula
dibatasi infiltrate
Makula dibatasi infiltrate;
infiltrate saja
Hanya infiltrar
Jumlah Satu, dapat beberapa Beberapa atau satu
dengan satelit
Satu atau beberapa
Distribusi Asimetris Masih asimetris Variasi
Permukaan Kering bersisik Kering bersisik Halus, agak berkilat
Batas Jelas Jelas Dapat jelas atau dapat
tidak jelas
Anestesia Jelas Jelas Tak ada sampai tidak jelas
BTA
Lesi kulit Hampir selalu negative Negative atau hanya 1+ Biasanya negative
Tes lepromin Postif kuat (3+) Positif lemah Dapat positif lemah atau
negative


Untuk kepentingan pengobatan pada tahun 1987 telah terjadi perubahan. Yang dimaksud
dengan kusta PB adalah kusta dengan BTA negative pada pemeriksaan kerokan kulit, yaitu tipe-
tipe I,TT, dan BT menurut klasifikasi Ridley & Jopling. Bila pada tipe-tipe tersebut disertai BTA
positif, maka akan dimasukkan ke dalam kusta MB. Sedangkan kusta MB adalah semua
penderita kusta tipe BB, BL, dan LL atau apapun klasifikasi klinisnya BTA positif , harus diobati
dengan rejimen MDT-MB. Hal ini tercantum di table berikut ini.
Tabel 4. Bagan Diagnosis Klinis menurut WHO (1995)
2

PB MB
1. Lesi kulit (macula datar, papul
yang meninggi, nodus)
1-5 lesi
Hipopigmentasi/eritema
Distribusi tidak simetris
Hilangnya sensasi yang jelas
> 5 lesi
Distribusi lebih simetris
Hilangnya sensasi kurang kurang jelas
2. Kerusakan saraf (menyebabkan
hilangnya sensasi/kelemahan
otat yang dipersarafi oleh saraf
yang terkena)
Hanya satu cabang saraf Banyak cabang saraf

Kelainan kulit pada penyakit kusta tanpa komplikasi dapat hanya berbentuk macula saja,
infiltrate saja, atau keduanya. Diagnosis banding dengan banyak penyakit kulit lainnya yang
hampir serupa, sebab penyakit kusta ini mendapat julukan the greatest imitator dalam ilmu
penyakit kulit.
Ada pula yang disebut tipe kusta tipe neural murni dengan tanda sebagai berikut :
Tidak ada dan tidak pernah ada lesi kulit
Ada satu atau lebih pembesaran saraf
Ada anesthesia dan atau paralis, serta atrofi otot pada daerah yang disarafinya
Bakterioskopik negative
Tes mitsuda umumnya positif
Untuk menentukan tipe, biasanya tipe tuberkuloid, borderline, atau nonspesifik,
harus dilakukan pemeriksaan secara histopatologik
Deformitas pada kusta, sesuai dengan patofisiologinya, dapat dibagi dalam deformitas
primer dan skunder. Deformitas primer sebagai akibat langsung oleh granuloma yang terbentuk
sebagai reaksi terhadap M.leprae, yang mendesak dan merusak jaringan di sekitarnya, yaitu kulit,
mukosa traktus respiratorius atas, tulang-tulang jari, dan wajah. Deformitas sekunder terjadi
sebagai akibat kerusakan saraf, umumnya deformitas diakibatkan keduanya, tetapi terutama
karena kerusakan saraf.
Mengenai saraf prifer yang perlu diperhatikan ialah pembesaran, konsistensi, dan nyeri
atau tidak. Bagi tipe ke arah lepromatosa kelainan saraf biasanya bilateral dan menyeluruh,
sedang bagi tipe tuberkuloid, kelainan sarafnya terlokalisasi mengikut tempat lesinya. Hanya
beberapa saraf superfisialis yang dapat dan perlu diperiksa dengan gejala-gejala kerusakan
sarafnya yaitu :
2

N.Ulnaris
Anesthesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis
Clawing kelingking dan jari manis
Atrofi hipotenar dan otot interoseus serta kedua otot lumbrikalis medial
N.fasialis
Cabang temporal dan zigomatik menyebabkan lagoftalmus
Cabang bukal, mandibular dan servikal menyebabkan kehilangan ekspresi wajah dan
kegagalan mengatupkan bibir
N.radialis
Anesthesia dorsum manus, serta ujung proksimal jari telunjuk
Tangan gantung (wrist drop)
Tak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan
N.ulnaris
Anesthesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis
N.medianus
Anesthesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk, dan jari tengah
Tidak mampu aduksi ibu jari
Clawing ibu jari, telunjuk, dan jari tengah
Ibu jari kontraktur
Atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral
N.politea lateralis
Anesthesia tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum pedis
Kaki gantung (foot drop)
Kelemahan otot peroneus
N. tibialis posterior
Anesthesia telapak kaki
Claw toes
Paralisis otot intrinsic kaki dan kolaps arkus pedia
N. trigeminus
Anesthesia kulit wajah, kornea dan konjungtiva mata

Kerusakan mata pada kusta juga dapat dibagi menjadi primer dan skunder. Primer
mengakibatkan alopesia pada alis mata dan bulu mata, juga dapat mendesak jaringan mata lainya.
Sedangkan skunder disebabkan oleh rusaknya N.fasalis yang dapat membuat paralysis
N.orbikularis palpebrarum sebagian atau seluruhnya, mengakibatkan lagoftalmus yang
selanjutnya, menyebabkan kerusakan bagian-bagian mata lainnya. Secara sendiri-sendiri atau
bergabung akhirnya dapat menyebabkan kebutaan.
Infiltrasi granuloma ke dalam adneksa kulit yang terdiri atas kelenjar keringat, kelenjar
palit, dan folikel rambut dapat mengakibatkan kulit kering dan alopesia. Pada tipe lepromatosa
dapat timbul ginekomastia akibat gangguan keseimbangan hormonal dan oleh karena infiltrasi
granuloma pada tubulus seminiferus testis.
2

Kusta histoid, merupajan variasi lesi pada tipe lepromatosa. Secara klinis berbentuk plak.
Bakterioskopik positif tinggi. Umumnya timbul sebagai kasus relapse sensitive atau relapse
resistant. Relaps sensitive terjadi, bila penyakit kambuh setelah menyelesaikan pengobatan
sesuai dengan waktu yang ditentukan. Dapat terjadi oleh karena kuman yang dorman aktif
kembali atau penyobatan yang diselesaikan tidak adekuat, baik dosis maupun lama
pemberiannya. Disebut juga sebagai resisten skunder. Relaps resistents terjadi bila penyakit
kambuh setelah menyelesaikan pengobatan sesuai dengan waktu yang ditentukan, tetapi tidak
dapat diobati dengan obat yang sama karena kuman telah resisten terhadap obat MDT. Disebut
juga sebagai resisten primer.
2


Reaksi Kusta
Reaksi kusta adalah suatu episode akut dalam perjalanan kronis penyakit kusta yang
merupakan reaksi kekebalan (respons selular) atau reaksi antigen-antibodi (respon humoral)
dengan akibat merugikan pasien.
5
Reaksi ini dapat terjadi sebelum mendapat pengobatan, selama
pengobatan, dan sesudah pengobatan. Namun sering terjadi pada 6 bulan sampai setahun sesudah
mulai pengobatan.
Hal-hal yang mempermudah terjadinya reaksi kusta adalah stress fisik (kondisi lemah,
menstruasi, hamil, setelah melahirkan, pembedahan, sesudah mendapat imunisasi, malaria, dan
stress mental. Perjalanan reaksi dapat berlangsung sampai 3 minggu. Kadang-kadang timbul
berulang-ulang dan berlangsung lama.
5

Jenis Reaksi
1. Reaksi tipe 1 (reaksi reversibel, reaksi upgrading, reaksi borderline)
Terjadi pada pasien tipe borderline disebabkan meningkatnya kekebalan seluler secara cepat.
Pada reaksi ini terjadi pergeseran tipe kusta kearah PB. Gejala klinis reaksi tipe 1 berupa
perubahan lesi kulit yang membengkak sampai ada yang pecah, merah, panas, dan nyeri
tekan. Selanjutnya perubahan neuritis berupa nyeri tekan dan gangguan fungsi misalnya
kelemahan otot. Kemudian terjadi gangguan keadaan umum.
2. Reaksi tipe 2 (reaksi eritema nodosum leprosum)
Reaksi ini merupakn reaksi humoral yang terjadi pada penderita MB. Dimana basil kusta
yang utuh maupun yang tidak utuh berubah menjadi antigen. Sehingga terjadi komplek
antigen-antibodi. Reaksi komplemen ini mengendap membentuk nodul yang dikenal ENL.
Mata (iridosklitis), sendi (artritis), saraf (neuritis) dengan disertai gejala konstitusi seperti
demam dan malaise, serta komplikasi pada organ tubuh lainnya.

Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi. Pasien diminta memejamkan mata, mmenggerakkan muluit, bersiul, dan tertawa
untuk mengetahui fungsi saraf wajah. Semua kelainan kulit diseluruh tubuh diperhatikan
seperti adanya macula, nodul, jaringan parut, kulit yang keriput, penebalan kulit, dan
kehilangan rambut tubuh (alopesia dan madarosis).
5

b. Pemeriksaan sensibilitas pada lesi kulit dengan menggunakan kapas (rasa raba), jarum
pentul yang tajam dan tumpul (rasa nyeri), serta air panas dan dingin dalam tabung reaksi
(rasa suhu).
5

c. Pemeriksaan saraf tepi dan fungsinya dilakukan pada: n. auricularis magnus, n. ulnaris, n.
radialis, n. medianus, n. peroneus, dan n. tibialis posterior. Hasil pemeriksaan yang perlu
dicatat adalah pembesaran, konsistensi, penebalan dan adanya nyeri tekan. Perhatikan raut
muka pasien apakah ia kesakitan atau tidak saat saraf diraba.
5

d. Pemeriksaan fungsi saraf otonom, yaitu memeriksa ada tidaknya kekeringan pada lesi akibat
tidak berfungsinya kelenjar keringat dengan menggunakan pensil tinta (uji gunawan).
5


Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan bakterioskopik
Digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dan pengamatan pengobatan. Sediaan
dibuat dari kerokan jaringan kulit atau usapan dan kerokan mukosa hidung yang diwarnai
dengan pewarnaan terhadap basil tahan asam, antara lain dengan ZIEHL-NEELSEN. Hasil
negative pada seorang penderita, bukan berarti orang tersebut tidak mengandung basil
M.leprae.
2. Pemeriksaan histopatologik
Gambaran histopatologik tipe tuberkuloid adalah tuberkel dan kerusakan saraf yang lebih
nyata, tidak ada basil atau hanya sedikit dan nonsolid. Pada tipe lepromatosa terdapat kelim
sunyi subepidermal (subepidermal clear zone), yaitu suatu daerah langsung di bawah
epidermis yang jaringannya tidak patologik. Didapati sel Virchow dengan banyak basil.
Pada tipe borderline, terdapat campuran unsure-unsur tersebut.
3. Pemeriksaan serologic
Didasarkan atas terbentuknya antibody pada tubuh seseorang yang terinfeksi oleh M.leprae.
antibody yang terbentuk dapat bersifat spesifik terhadap M.leprae, yaitu antibody anti
phenolic glycolipid-1 (PGL-1) dan antibody antiprotein 16 kD serta 35 kD. Sedangkan
antibody yang tidak spesifik antara lain antibody anti-lipoarabinomanan (LAM), yang juga
dihasilkan oleh kuman M.tuberculosis.
2

Kegunaan pemeriksaan serologic ialah dapat membantu diagnosis kusta yang meragukan,
karena tanda klinis dan bakteriologik tidak jelas. Selain itu juga dapay membantu
menentukan kusta subklinis, karena tidak didapati lesi kulit, misalnya pada narakontak
serumah.
Macam-macam pemeriksaan serologic kusta ialah :
a. Uji MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Aglutination)
b. Uji ELISA (Enzyme Linked Immuno-Sorbent Assay)
c. ML dipstick (Mycobacterium Leprae dipstick)

Diagnosis
Berdasarkan ciri-ciri pada scenario yaitu terdapat bercak merah yang baal, tidak gatal dan sakit,
menunjukkan pasien tersebut menderita penyakit Lepra.



Diagnosis Banding
a. Pitiriasis versikolor
Penyakit ini disebabkan oleh jamur. Yang sering merupakan akibat dari suasana yang
lembab. Gejala klinisnya: lesi kecil berwarna kuning kecoklatan, bersisik halus, dapat
meluas. Biasanya berlokasi di dada dan punggunga bagian tengah, dari sana ia meluas. Pada
musim panas, biasan ya ia berwarna putih.
b. Eritema multiformis
Merupakan erupsi mendadak dan rekuren pada kulti dan kadangkadang pada selaput lendir
dengan gambaranbermacam-macam spektrum dan gambaran khas bentuk iris. Disebabkan
oleh: alergi obat, virus, bakteri dan rangsangan fisik. Ada dua tipe lesi: makula-eritema
(biasanya erupsi timbul mendadak, simetris, tempat predileksi punggung tangan, telapak,
dan bagian ekstensir eksremitas). Sedangkan yang tipe vesikobulosa, lesi berupa makula,
papul, dan urtika yang biasanya mengenai selaput lendir.
c. Psoriasis
Dermatosis yang berjalan sangat kronis disertai dengan lesi yang khas, berbatas tegas,
eritema yang sedikit menonjol, skuamosa dan bersisik disertai fenomena tetesan lilin,
auspitz, dan kobner. Penyebabnya adalah autoimun. Jenis psoriasis: vulgaris, gutata,
pustulosa, eksudativa, seboroik, dan inversa.
d. Dermatofitosis
Penyakit ini disebabkan oleh jamur dermatofita dan menyerang yang mengandung zat
tanduk, epidermis, rambut dan kuku. Jenis dermatofitosis: tinea kapitis, tinea barbe, tinea,
kruris, tinea pedis et manum, tinea ungulum, tinea korporis.
e. Eritroderma
Kelainan yang ditandai eritema, difus,generalisata sampai universaldisertai dengan skuama
luas. Etiologi nya yaitu obat dan penyakit lain.




Tata Laksana
1. Pengobatan
a. DDS (Dapsone).
Singkatan dari Diamino Diphenyl Sulfone.
Bentuk obat berupa tablet warna putih dengan takaran 50 mg/tab dan 100 mg/tablet.
Sifat bakteriostatik yaitu menghalang/menghambat pertumbuhan kuman kusta.
Dosis : dewasa 100 mg/hari, anak-anak 1-2 mg/kg berat badan/hari.
Efek samping jarang terjadi, berupa anemia hemolitik.
Manifestasi kulit (alergi) seperti halnya obat lain, seseorang dapat alergi terhadap obat
ini. Bila hal ini terjadi harus diperiksa dokter untuk dipertimbangkan apakah obat
harus distop.
Manifestasi saluran pencernaan makanan : tidak mau makan, mual, muntah.
Manifestasi urat syaraf; gangguan saraf tepi, sakit kepala vertigo, penglihatan kabur,
sulit tidur, gangguan kejiwaan.

b. Lamperene (B663) juga disebut Clofazimine.
Bentuk : kapsul warna coklat.Ada takaran 50 mg/kapsul dan 100 mg/kaps.
Sifat : bakteriostatik yaitu menghambat pertumbuhan kuman kusta dan anti reaksi
(menekan reaksi).
Dosis : untuk dipergunakan dalam pengobatan kombinasi,lihat pada regimen
pengobatan MDT.
Efek sampingan : Gangguan pencernaan berupa diare, nyeri pada lambung.

c. Rifampicin.
Bentuk : Kapsul atau tablet takaran 150 mg, 300 mg, 450 mg dan 600 mg.
Sifat : Bakteriosid (Mematikan kuman kusta)
Dosis : Untuk dipergunakan dalam pengobatan kombinasi,lihat pada regimen
pengobatan MDT. Untuk anak-anak dosisnya adalah 10-15 mg/kg berat badan.
Efek samping : dapat menimbulkan kerusakan pada hati dan ginjal. Dengan pemberian
Rifampicin 600 mg/bulan tidak berbahanya bagi hati dan ginjal (kecuali ada tanda-
tanda penyakit sebelumnya). Sebelum pemberian obat ini perlu dilakukan tes fungsi
hati apabila ada gejala-gejala yang mencurigakan. Perlu diberitahukan kepada
penderita bahwa air seni akan berwarna merah bila minum obat. Efek samping lain
adalah tanda-tanda seperti influenza (flu Syndrom) yaitu badan panas,beringus,lemah
dan lain-lain,yang akan hilang bilamana diberikan obat penghilang gejala. Pengobatan
Rifampicin supaya dihentikan sementara bila timbul gejala gangguan fungsi hati dan
dapat dilanjutkan kembali bila fungsi hati sudah normal.
d. Klofazimin (Iamprene)
3

Dosis sebagai anti kusta; 50 mg setiap hari atau 100 mg selang hari. Atau 3x100 mg
setiap minggu. Juga dapat dipakai sebagai antiinflamasi sehingga digunakan untuk
ENL 200mg-300mg hari.
ES: warna merah kecoklatan pada kulit, dan warna kuning ada sklera. Sehingga
terlihat ikterus. Hal ini diakibatkan karena klofazimin adalah zat warna dan dideposit
terutama pada sel sistem retikuloendotelial, mukosa dan kulit. Pigmentasi bersifat
reversibel, yaitu hilangnya setelah pengobatan dihentikan, meskipun butuh waktu yang
lama.
ES yang lain: nyeri abdomen, nausea, diare, anoreksia, dan vomitus. Selain itu dapat
terjadi penurunan berat badan.
e. Prednison, Obat ini digunakan untuk penanganan/pengobatan reaksi.
f. Sulfat Ferrosus, Obat tambahan untuk pederita kusta yang Anemia Berat.
g. Vitamin A, Obat ini digunakan untuk menyehatkan kulit yang bersisik (Ichthiosis).
Cara pemberian MDT
1. MDT untuk multi basiler (BB,BL,LL) adalah:
- Rifampisin 600 mg setiap bulan, dalam pengawasan
- DDS 100 mg setiap hari
- Klofazimin: 300 mg setiap bulan, dalam pengawasan, diterusksan 50 mg sehari atau
100 mg selama satu hari atau 3 kali 100 mg setiap minggu.
Mula-mula kombinasi obat ini diberikan 24 dosis tiap 24-36 bulan sampai bakterioskopik (-).
Apabila masih positif, maka harus dilanjukan sampai (-).
2. MDT untuk pausi basiler (I,TT,BT):
- Rifampisin 600 mg setiap bulan dengan pengawasan
- DDS 100 mg setiap hari
Keduanya diberikan selama 6- 9 bulan.
Bagi kasus PB dengan lesi tunggal pengobatan ditambah dengan ofloksasin 400 mg dan
minosiklin 100 mg dosis tunggal. Penderita yang resisten dengan rifampisin biasanya juga
resisten dengna DDS sehingga hanya bisa mendapat pengobatan dengan klofazimin. Dalam
hal ini rejimen pengobatan menjadi klofazimin 50 mg ofloksasin 400 mg dan minosiklin 100
mg selama 12 bulan dan diteruskan selama 18 bulan.
2. Pengobatan ENL
Yang paling sering dipakai adalah prednison 1530 mg sehari, kadang-kadang lebih. Obat
yang dianggap sebagai obat pilihan adalah talidomid, tetapi hati-hati ES nya. Pencegahan
cacat dengan cara penderita diberi petunjuk agar selalu memperhatikan gejala yang muncul
dan diusahakan menggunakan sepatu untuk melindungi kkai yang telah terkena,
menggunakan sarurng tangan dan menggunakan kacamata.
3. Non medika mentosa
1,3

Terapi kejiwaan berupa bimbingan mental diupayakan sedini mungkin pada setiap pasien,
keluarga , dan masyarakat sekitar untuk memberikan dorongan dan semangat agar dapat
menerima kenyataandan dapat menjalani pengobatan secara teratur dan benar sampai medis
menyatakan sembuh.

Komplikasi
Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta baik akibat kerusakan
fungsi daraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta. Proses terjadinya kusta
dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 1. Proses terjadinya Cacat Kusta
5



Prognosis
Prognosis dari penyakit kusta dilihat dari ringan-beratnya penyakit. Akan memberikan prognosis
yang baik bila diobati sedini mungkin. Namun akan menimbulkan kecacatan bila mendapatkan
penanganan yang terlambat atau setelah kondisi memburuk atau tidak diobati dan kurangnya
kepatuhan minum obat.


Kesimpulan
Penyebab penyakit lepra yaitu Mycobacterium laprae. Lepra menyebar luas ke seluruh
dunia, dengan sebagian besar kasus terdapat di daerah tropis dan subtropis, tetapi dengan adanya
perpindahan penduduk maka penyakit ini bisa menyerang di mana saja. Lepra merupakan
penyakit pada saraf perifer, tetapi bisa jags menyerang kulit dan kadang-kadang jaringan lain
seperti mata, mukosa saluran respirasi bagian atas, tulang, dan testis.
Meskipun infeksius, tetapi derajat infektivitasnya rendah. Waktu inkubasinya panjang,
mungkin beberapa tahun, dan tampaknya kebanyakan pasien mendapatkan infeksi sewaktu masa
anak-anak. Insidensi yang rendah pada pasien-pasien yang merupakan pasangan suami-isteri
(lepra yang diperoleh dari pasangannya) memberikan kesan bahwa orang dewasa relatif tidak
mudah terkena. Penyakit ini timbul akibat kontak fisik yang erat dengan pasien yang terinfeksi,
dan risiko ini menjadi jauh lebih besar bila terjadi kontak dengan kasus lepromatosasekret
hidung merupakan sumber utama terjadinya infeksi di masyarakat.
Pola klinis penyakit ini ditentukan oleh respons imunitas yang diperantarai sel (cell-
mediated immunity) atau imunitas seluler (cellular immunity) host terhadap organisme. Bila
respons imunitasnya baik, maka timbul lepra tuberkuloid, di mana kulitdan saraf-saraf perifer
terkena. Lesi kulit berbentuk tunggal, atau hanya beberapa, dan berbatas tegas. Bentuknya
berupa makula atau plak dengan hipopigmentasi pada kulit yang gelap. Terdapat anestesi pada
lesi, hilangnya keringat, dan berkurangnya jumlah rambut. Penebalan cabang-cabang saraf kulit
dapat diraba pada daerah lesi tersebut, dan saraf perifer yang besar jugs dapat diraba. Tes
lepromin positif kuat. Gambaran histologis berupa granuloma tuberkuloid yang jelas, dan tidak
ditemukan adanya basil pada pewarnaan Ziehl-Nielsen yang dimodifikasi.
Bila respons imunitas selulernya rendah, maka multiplikasi kuman menjadi tak terkendali
dan timbul bentuk lepra lepromatosa. Kuman menyebar tidak hanya pada kulit, tetapi jugs
mukosa saluran respirasi, mata, testis, dan tulang. Lesi kulit berbentuk multipel dan nodular. Tes
lepromin negatif. Pada pemeriksaan histologi berupa granuloma yang difus pada dermis, dan
ditemukan basil dalam jumlah yang banyak.
Di antara kedua bentuk lepra yang ekstrem tadi, terdapat spektrum penyakit ini yang
disebut dengan lepra borderline, di mana gambaran klinis dan histologisnya menggambarkan
berbagai derajat respons imunitas seluler terhadap kuman. Tidak ada tes diagnostik lepra yang
absolutdiagnosis berdasarkan pada gambaran klinis dan histologis.
Prognosis dari penyakit kusta dilihat dari ringan-beratnya penyakit. Akan memberikan
prognosis yang baik bila diobati sedini mungkin. Namun akan menimbulkan kecacatan bila
mendapatkan penanganan yang terlambat atau setelah kondisi memburuk atau tidak diobati dan
kurangnya kepatuhan minum obat.


Daftar Pustaka
1. Kurnia Y, Santoso M, Rumawas J, Winaktu G, Sularyi T.S, Adam H. Buku Panduan
Keterampilan Medik. Jakarta : Biro Publikasi Fakultas Kedokteran Ukrida ; 2009: p.5
2. Djuanda Adhi, Kosasih.A, Wiryadi E. Benny, Natahusada. E.C,Sjamsoe-Daili Emmy,
Effendi E.H, dkk. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-5, cetakan ke-5. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI ; 2010. pp. 73-88.
3. Jawetz Ernest, Melnick Joseph, Adelberg Edward. Mikrobiologi kedokteran. Ed. 20.
Jakarta : ECG ; 1996. pp. 311-313.
4. Sunaryo herman, Harahap.D.E, Mesina Donna, Gunardi D. Wani. Buku penuntun
praktikum Mikrobiologi. Jakarta : Ukrida ; 2011. pp. 25.
5. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani, Setiowulan. Kapita selekta
kedokteran.Edisi ke-3 (jilid 2). Jakarta: Media Aesculapius FKUI; 2001. pp. 65-75.

Anda mungkin juga menyukai