“ DEPRESI“
KELAS :D
JURUSAN FARMASI
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2020
DAFTAR ISI
A. Definisi ..........................................................................................................................
B. Epidemiologi .................................................................................................................
C. Etiologi…………………….......................................................................................... ……..
E Factor resiko……………………........................................................................................
F. Klasifikasi……………………..........................................................................................
G. Tanda/gejala…………………….........................................................................................
H. Diagnosa……………………..............................................................................................
I. Prognosis monitoring……………………...............................................................................
J. Tatalaksana Terapi…………………….....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Setiap orang tentu akan menemukan kesulitan dan cobaan hidup. Mungkin dia tidak merasa
sedemikian berputus asa sehingga bunuh diri, tetapi dia mempunyai pengalaman depresi sewaktu-
waktu. Yang terkadang diaplikasikan atau dicurahkan dalam beberapa bentuk, dan tak jarang
membawa mereka kedalam pemikiran yang menyulitkan, dan lain sebagainya.
Biasanya semua orang tidak mengakui bahwa mereka telah terpelosok ke dalam kancah
penderitaan. Banyak dari mereka berpikir tentang tingkat-tingkat depresi yang mereka sebut
”perasaan sedih” atau seperti yang dilakukan oleh wanita dengan menangis. Tapi mereka sadar
bahwa sekali waktu kehidupan mereka tidak bahagia. Jelaslah ada perbedaan antara
ketidakbahagiaan dan penyakit mental. Bagaimanapun juga, bentuk depresi yang paling ringan akan
menumpulkan ketajaman kehidupan yang paling keras. Sehingga beberapa orang yang terjebak
dalam kesedihan ataupun ketidakbahagiaan lainnya, mengambil langkah berbahaya yang dapat
merugikan dirinya, yaitu dengan tindakan bunuh diri dan sebagainya.
Untuk itu makalah ini disusun sedemikian rupa guna membantu pembaca agar lebih mudah
memahami maksud dari depresi. Selain itu, agar dapat memberikan pengetahuan atau wawasan
bagi para pembaca.
Pada zaman modern ini, banyak manusia yang mengalami stress, kecemasan, dan
kegelisahan. Sayangnya, masih saja ada orang yang berpikir bahwa stress dan depresi bukan benar-
benar suatu penyakit. Padahal, dibandingkan AIDS yang menjadi momok saat ini, stres dan depresi
jauh lebih bertanggung jawab terhadap banyak kematian. Karena, kedua hal tersebut merupakan
sumber dari berbagai penyakit.
Stres dan depresi yang dibiarkan berlarut membebani pikiran dan dapat mengganggu
system kekebalan tubuh. Apabila kita berada dalam emosi yang negative seperti rasa sedih, benci,
iri, putus asa, kecemasan, dan kurang bersyukur dengan nikmat yang ada, maka system kekebalan
kita menjadi lemah.
Depresi merupakan salah satu masalah kesehatan mental utama saat ini, yang mendapat
perhatian serius. Dinegara-negara berkembang, WHO memprediksikan bahwa pada tahun 2020
nanti depresi akan menjadi salah satu penyakit mental yang banyak dialami dan depresi berat akan
menjadi penyebab kedua terbesar kematian setelah serangan jantung. Berdasarkan data WHO
tahun 1980, hampir 20%-30% dari pasien rumah sakit di Negara berkembang mengalami gangguan
mental emosional seperti depresi.
B. Ruang Lingkup
Makalah ini membahas tentang depresi secara general atau universal. Namun, sesuai dengan
literatur yang kami miliki maka makalah ini dibatasi oleh ruang lingkup bahasan yang meliputi
pengertian depresi dan tanda gejalanya serta ciri-ciri kepribadian penderita depresi.
C.Tujuan
Adapun tujuan yang inin dicapai dalam penulisan makalah ini antara lain:
1. Memahami tentang pengertian depresi;
2. Faktor penyebab depresi;
3. Memahami tentang gejala depresi;
4. Memahami tentang ciri-ciri kepribadian penderita depresi;
5. Membantu mengurangi timbulnya gejala depresi baik di lingkungan masyarakat maupun
pribadinya;
6. Cara menanggulangi depresi dalam diri;
7. Memperluas wawasan mengenai penyakit psikis, khusunya depresi, agar dapat digunakan
sebagai dasar pengetahuan untuk berpartisipasi dalam memberikan informasi bagi masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN
istilah depresi sudah begitu populer dalam masyarakat dan semua orang
mengetahuinya, termasuk orang yang awam dalam bidang kedokteran dan psikologi.
Akan tetapi, arti sebenarnya dari depresi itu sukar didefinisikan secara tepat. Istilah dan
kata yeng identik maknanya dengan depresi dalam bahasa Indoresia sehari-hari tidak ada,
"Sedih" tidak identik dengan depresi demikian juga dengan "putus asa", meski keduanya
merupakan gejala penting dari depresi. Orang awam menggunakan istilah depresi dengan
sangat bebas dan umum sehingga mengaburkan makna dari istilah itu sendiri. Ada yang
beranggapan bahwa depresi itu berarti suatu keadaan kesedihan dan ketidakbahagiaan.
Depresi adalan kata yang memiliki tanyak nuansa arti Sebagiar besar di antara
kita pernah merasa sedih atau jengkel, menjalani kehidupan yang penuh masalah, merasa
kecewa, kehilangan dan frustrasi, yang dengan mudah menimbulkan ketidakbahagiaan
dan keputusasaan. Namun, secara umum perasaan demikian itu cukup norman merupakan
reaksi sehat yang berlangsung cukup singkat dan mudah dihalau.
Kadang-kadang kita merasa putus asa tanpa alasan yang jelas atau suasana hati
kita yang tidak seimbang dengan keadaan lingkungan dan apa saja yang kita lakukan
tampaknya tidak dapat membuang perasaan itu Depresi biasanya terjadi saat stres yang
dialami oleh seseorang tidak kunjung reda, dan depresi yang dialami kerkorelasi dengan
kejadian dramatis yang baru saja terjadi atau menimpa seseorang, misalnya kematian
seseorang yang sangat dicintai atau kehilangan pekerjaan yang sangat dibanggakan
Depresi yang seperti ini merupakan penyakit yang memerlukan bantuan medis. Dengan
kata lain, depresi menjadi suata masalah bilamana ia timbul tanpa sebab yang jelas atau
bertahan lama sesudah stres yang menyebabkan timbulnya depresi hilang atau telah
diselasaikan. Misalnya ketika seseorang berada dalam kondisi berduka karena kehilangan
orang yang dicintai, maka hal tersebut merupakan kejadian wajar bıla terjadı pada
minggu-minggu pertama kehilangan tersebut, Tetapi keadaan ini disebut depresi jika
kesedihan yang mendalam tetap ada dalam jangka waktu yang lama, misalnya enam
bulan setelah kehilangan orang yang dicintai.
B. Epidemiologi
Ganguar mood merupakan gangguan mental yang paling umum dalam populasi
dewasa dengar beberapa bukti yang mengarah pada peningkatan prevalensinya.
Diproyeksikan bahwa pada tahun 2020, depresi mayor merupakan gangguan yang paling
banyak, juga dari segi beban pada kesejahteraan manusia yang paling besar Semertara itu,
bakti yang muncul menunjukkan bahwa gangguan bipolar mulai lebih sering terdapat
daripada yang diduga sebelumnya, dalam lingkup gangguan spektrum bipolar. Laporan
gangguan mood yang tersedia dari studi klinis tidak dapat mencerminkan data yang ada
di populasi, karena bias seleksi, yaitu indivicu yang datang mencari pengobatan.
C. Etiologi
1. Faktor genetik Seseorang yang dalam keluarganya diketahui menderita depresi berat
memiliki resiko lebih besar menderita gangguan depresi daripada masyarakat pada
umumnya. Gen berpengaruh dalam terjadinya depresi, tetapi ada banyak gen di dalam
tubuh kita dan tidak ada seorangpun peneliti yang mengetahui secara pasti bagaimana
gen bekerja. Dan tidak ada bukti langsung bahwa ada penyakit depresi yang disebabkan
oleh faktor keturunan.
2. Susunan kimia otak dan tubuh Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh
memegang peranan yang besar dalam mengendalikan emosi kita. Pada orang yang
depresi ditemukan adanya perubahan dalam jumlah bahan kimia tersebut. Hormon
adenalin yang memegang peranan utama dalam mengendalikan otak dan aktivitas
tubuh, tampaknya berkurang pada mereka yang mengalami depresi. Pada wanita,
perubahan hormon dihubungkan dengan kelahiran anak dan menopause juga dapat
meningkatkan risiko terjadinya depresi.
3. Faktor usia Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa golongan usia muda yaitu
remaja dan orang dewasa lebih banyak terkena depresi. Hal ini dapat terjadi karena pada
usia tersebut terdapat tahap-tahap serta tugas perkembangan yang penting, yaitu
peralihan dari masa anak-anak kemasa remaja, remaja ke dewasa, masa sekolah ke masa
kuliah atau bekerja, serta masa pubertas hingga ke pernikahan. Namun sekarang ini usia
rata-rata penderita depresi semakin menurun, yang menunjukkan bahwa remaja dan
anak-anak semakin banyak yang terkena depresi. Survei masyarakat terakhir
melaporkan adanya prevalensi yang tinggi dari gejala-gejala depresi pada golongan usia
dewasa muda yaitu 18- 44 tahun.
4. Gender Wanita dua kali lebih sering terdiagnosis menderita depresi daripada pria. Bukan
berarti wanita lebih mudah terserang depresi, bisa saja karena wanita lebih sering
mengakui adanya depresi daripada pria. Dan dokter lebih dapat mengenali depresi pada
wanita. Bagaimanapun, tekanan pada wanita yang mengarahkan pada depresi. Misalnya,
seorang diri dirumah dengan anak-anak kecil lebih jarang ditemui pada pria daripada
wanita. Ada juga perubahan hormonal dalam siklus menstruasi yang berhubungan
dengan kehamilan dan kelahiran dan juga menopause yang membuat wanita lebih
rentan menjadi depresi atau menjadi pemicu penyakit depresi.
5. Gaya hidup Banyak kebiasaan dan gaya hidup tidak sehat berdampak pada penyakit
misalnya penyakit jantung juga dapat memicu kecemasan dan depresi. Tingginya
tingkat stress dan kecemasan digabung dengan makanan yang tidak sehat dan kebiasaan
tidur serta tidak olahraga untuk jangka waktu yang lama dapat menjadi faktor beberapa
orang yang mengalami depresi penelitian menunjukkan bahwa kecemasan dan depresi
berhubungan dengan gaya hidup yang tidak sehat pada pasien berisiko penyakit jantung.
Gaya hidup yang tidak sehat misalnya tidur tidak teratur, makan tidak teratur, pengawet
dan pewarna buatan, kurang berolahraga, merokok, dan minum-minuman keras.
6. Penyakit fisik Penyakit fisik dapat menyebabkan depresi. Perasaan terkejut karena
mengetahui kita memiliki penyakit serius dapat mengarahkan pada hilangnya
kepercayaan diri dan penghargaan diri, juga depresi. Alasan terjadinya depresi cukup
kompleks. Misalnya, depresi sering terjadi setelah serangan jantung, mungkin karena
seseorang merasa mereka baru saja mengalami kejadian yang dapat menyebabkan
kematian atau karena mereka tiba-tiba menjadi orang yang tidak berdaya. Pada individu
lanjut usia, penyakit fisik adalah penyebab yang paling umum terjadinya depresi.
9. Sinar matahari Kebanyakan dari kita merasa lebih baik dibawah sinar matahari daripada
mendung, tetapi hal ini sangat berpengaruh pada beberapa individu. Mereka baik-baik
saja ketika musim panas tetapi menjadi depresi ketika musim dingin. Mereka disebut
menderita seasonal affective disorder (SAD).
D. Patofisiologi
Peningkatan aktivitas HPA adalah ciri respons stres mamalia dan salah satu
hubungan paling jelas antara depresi dan biologi stres kronis. Hiperkortisolemia
pada depresi menunjukkan satu atau lebih gangguan sentral berikut: penurunan
tonus 5-HT penghambatan; peningkatan drive dari NE, ACh, atau CRH; atau
penurunan inhibisi umpan balik dari hippocampus.
Implikasi terapeutik utama dari respons TSH yang tumpul adalah bukti
peningkatan risiko kambuh meskipun terapi antidepresan preventif. Dari catatan,
tidak seperti tes penekanan deksametason (DST), respons TSH tumpul terhadap
TRH sering tidak menormalkan dengan pengobatan yang efektif.(Sadock, 2017)
Teori belajar telah lama menjadi cabang psikologi perilaku. Aaron Beck,
menemukan bahwa teori psikoanalitik tidak cukup menjelaskan mimpi pasien
depresi, mengembangkan teori depresi berdasarkan mendidik pasien tentang
pemikiran negatifnya, atau kognisi. Beck dan rekannya kemudian berhasil menguji
CBT, sebuah perawatan yang dibangun di atas teori ini, dalam uji klinis. Model
kognitif didasarkan pada pengakuan bahwa orang tidak objektif; sebaliknya,
persepsi idiosinkratik individu tentang peristiwa memengaruhi emosi dan
perilakunya. Individu yang depresi merasakan realitas dengan cara tertekan yang
subjektif. Pembahasan yang rumit tentang teori kognitif ada, dan penjelasan
kognitif telah diperpanjang dari asal depresif awal mereka ke berbagai
psikopatologi. Brad Alford dan Beck berpendapat bahwa teori kognitif
memberikan paradigma yang komprehensif dan koheren untuk psikopatologi.
Teori interpersonal berasal dari era setelah Perang Dunia II, ketika muncul
sebagai respons sesat terhadap penekanan psikoanalisis yang lebih intrapsikis.
Teori psikoanalitik menekankan pentingnya pengalaman hidup awal, dan banyak
terapis pada waktu itu melihat struktur psikis pasien sebagai dasarnya dibentuk
pada akhir masa remaja. Psikiater seperti Adolf Meyer, Harry Stack Sullivan, Erich
Fromm, dan Frieda Fromm-Reichmann menantang teori saat ini dengan
menekankan pengaruh dampak nyata dari peristiwa kehidupan saat ini pada
psikopatologi pasien mereka, yang berfokus pada pertemuan lingkungan dan
interpersonal daripada intrapsychic yang mendasarinya. drive dan struktur.
Pasien depresi merasa bahwa mereka gagal memenuhi ambisi mereka atau
nilai moral mereka dalam ego ideal, mekanisme intrapsik yang memicu rasa
bersalah dalam depresi. Banyak psikoanalis yang berhipotesis bahwa agresi yang
diakibatkannya terhadap orangtua yang frustasi, atau terhadap diri sendiri sebagai
rusak, berkontribusi secara meyakinkan terhadap kecenderungan terhadap depresi.
Pada pasien yang depresi, agresi sebagian besar diarahkan sendiri. Rasa bersalah
(sadar atau tidak sadar) atau rasa malu secara teoretis dihasilkan dari perasaan
gagal yang dirasakan pasien, dengan perasaan diri yang berkurang.
Factor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya depresi adalah sebagai berikut :
1. Kehilangan /meninggal orang (objek) atau yang dicintai
2. Sikap pesimistik
3. Kecenderungan berasumsi negative terhadap suatu pengalaman yang
mengecewakan.
4. Kehilangan integritas pribadi
5. Berpenyakit degenerative kronik, tanpa dukungan social yang adekuat.
F. Klasifikasi
KLASIFIKASI DEPRESI
Menurut DSM IV Gangguan depresi terbagi dalam 3 kategori (Wenar & Kerig, 2000), yaitu:
1. Gangguan depresi berat (Mayor depressive disorder). Mensyaratkan kehadiran 5 atau lebih
simptom depresi menurut kriteria DSM-IV selama 2 minggu. Kriteria terebut adalah:
a. Suasana perasaan depresif hampir sepanjang hari yang diakui sendiri oleh subjek ataupun
observasi orang lain. Pada anak-anak dan remaja perilaku yang biasa muncul adalah mudah
terpancing amarahnya.
b. Kehilangan interes atau perasaan senang yang sangat signifikan dalam menjalani sebagian
besar aktivitas sehari-hari.
c. Berat badan turun secara siginifkan tanpa ada progran diet atau justru ada kenaikan berat
badan yang drastis.
d. Insomnia atau hipersomnia berkelanjutan.
e. Agitasi atau retadasi psikomotorik.
f. Letih atau kehilangan energi.
g. Perasaan tak berharga atau perasaan bersalah yang eksesif.
h. Kemampuan berpikir atau konsentrasi yang menurun.
i. Pikiran-pikiran mengenai mati, bunuh diri, atau usaha bunuh diri yang muncul berulang kali.
j. Distres dan hendaya yang signifikan secara klinis.
k. Tidak berhubugan dengan belasungkawa karena kehilangan seseorang.
2. Gangguan distimik (Dysthymic disorder) Suatu bentuk depresi yang lebih kronis tanpa
ada bukti suatu episode depresi berat. Dahulu disebut depresi neurosis. Kriteria DSM-IV
untuk gangguan distimik:
a. Perasaan depresi seama beberapa hari, paling sedikit selama 2 tahun (atau 1 tahun
pada anak-anak dan remaja)
b. Selama depresi, paling tidak ada dua hal berikut yang hadir: tidak nafsu makan atau
makan berlebihan, insomnia atau hipersomnia, lemah atau keletihan, self esteem
rendah, daya konsentrasi rendah, atau sulit membuat keputusan, perasaan putus asa.
c. Selama 2 tahun atau lebih mengalami gangguan, orang itu tanpa gejala-gejala selama
2 bulan.
d. Tidak ada episode manik yang terjadi dan kriteria gangguan siklotimia tidak
ditemukan.
e. Gejala-gejala ini tidak disebabkan oleh efek psikologis langsung darib kondisi obat
atau medis.
f. Signifikansi klinis distress (hendaya) atau ketidaksempurnaan dalam fungsi.
3. Gangguan afektif bipolar atau siklotimik (Bipolar affective illness or cyclothymic disorder).
Kriteria menurut DSM-IV:
a. Kemunculan (atau memiliki riwayat pernah mengalami) sebuah sebuah episode depresi
berat atau lebih.
b. Kemunculan (atau memiliki riwayat pernah mengalami) paling tidak satu episode
hipomania.
c. Tidak ada riwayat episode manik penuh atau episode campuran.
d. Gejala-gejala suasan perasaan bukan karena skizofrenia atau menjadi gejala yang
menutupi gangguan lain seprti skizofrenia.
e. Gejala-gejalanya tidak disebabkan oleh efek-efek fisiologis dari substansi tertentu atau
kondisi medis secara umum.
f. Distres atau hendaya dalam fungsi yang signifikan secara klinis.
Menurut PPDGJ klasifikasi depresi adalah sebagai berikut:
1. Episode depresifringan Minimal harus ada dua dari tiga gejala utama depresi seperti
criteria PPDGJ. Ditambah sekurang- kurangnya dua gejala sampingan (yang tidak boleh
ada gejala berat diantaranya)Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya
sekitar 2 minggu Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya.
2. episode depresif sedang minimal harus ada dua dari 3 gejala utama
ditambah sekurang kurangnya 3 (dan sebaiknya empat) dari gejala lainnya
seluruh episode berlangsung minimal 2 minggu menghadapi kesulitan nyata untuk
meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga Tanpa gejala somatik
atau dengan gejala somatik.
3. episode depresif berat tanpa gejala psikotik semua gejala utama harus ada ditambah
minimal 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat.episode
depresi terjadi minimal 2 minggu, namun dibenarkan dalam kurung waktu yang lebih
singkat apabila gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.Sangat tidak mungkin
pasien untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, atau urusan rumah tangga kecuali
pada taraf yang sangat terbatas.
4. episode depresif berat dengan gejala psikotik memenuhi seluruh kriteria episode depresif
berat tanpa gejala psikotik disertai waham, halusinasi, atau stupor depresif
Sebelum mengenali gejala depresi, ada baiknya kita mengenal arti dari gejala.
Gejala adalah sekumpulan peristiwa, perilaku atau perasaan yang sering (namun tidak
selalu) muncul pada waktu yang bersamaan. Gejala depresi adalah kumpulan dari
perilaku dan perasaan yang secara spesifik dapat dikelompokkan sebagai depresi.
Individu yang terkena depresi pada umumnya menunjukkan gejala fisik, gejala
psikis, dan gejala sosial yang khas, seperti murung, sedih berkepanjangan, sensitif,
mudah marah dan tersinggung, hilang semangat kerja, hilangnya rasa percaya diri,
hilangnya konsentrasi, dan menurunnya daya tahan, seperti berikut ini.
1. Gejala Fisik
a. Kelakuan yang aneh pada waktu tidur
b. Kelesuan – apatis – omong kosong
2. Gejala Psikis
a. Kehilangan rasa percaya diri
b. Sensitif
Perasaan ini muncul karena mereka merasa menjadi orang yang gagal
terutama di bidang atau lingkungan yang mereka kuasai.
d. Perasaan bersalah
e. Perasaan terbebani
3. Gejala Sosial
Masalah depresi yang berawal dari diri sendiri pada akhirnya
mempengaruhi lingkungan dan pekerjaan atau aktivitas rutin lainnya. Lingkungan
tentu akan bereaksi terhadap perilaku orang yang depresi tersebut yang pada
umumnya negatif. Problem sosial yang terjadi biasanya berkisar pada masalah
interaksi dengan rekan kerja, atasan, atau bawahan. Masalah ini tidak hanya
berbentuk konflik, namun masalah lainnya juga seperti perasaan minder, malu,
cemas jika berada di antara kelompok dan merasa tidak nyaman untuk
berkomunikasi secara normal. Mereka merasa tidak mampu untuk bersikap
terbuka dan secara aktif menjalin hubungan dengan lingkungan sekalipun ada
kesempatan.
H. Diagnosis
Depresi ditandai dengan gejala yang umumnya terbagi dalam dua kategori:
psikologis, dan somatik (atau fisik). Yang pertama dicirikan oleh kesedihan yang
terus-menerus, yang disebut "dysphoria," dan keadaan yang terus-menerus
kekurangan kenikmatan atau kesenangan biasa dalam kegiatan yang sebelumnya
menyenangkan, disebut "anhedonia."
A. Lima atau lebih dari gejala dibawah ini yang sudah ada bersama-sama selama 2
minggu dan memperlihatkan perubahan fungsi dari sebelumnya; minimal
terdapat 1 gejala dari (1) mood yang depresi atau (2) hilangnya minat.
Catatan : Jangan memasukkan gejala yang merupakan bagian dari gangguan kondisi
medis lainnya.
1. Mood depresi sepanjang hari, hampir setiap hari, yang ditunjukkan oleh baik
laporan subyektif (misalnya perasaan sedih, kosong, tidak ada harapan) atau
observasi orang lain (misalnya terlihat menangis). (Catatan : pada anak-anak
dan remaja, bisa mood yang iritabel).
2. Secara nyata terdapat penurunan minat atas seluruh rasa senang, aktifitas
harian, hampir setiap hari (yang ditandai oleh perasaan subyektif atau
objektif).
3. Kehilangan atau peningkatan berat badan yang nyata tanpa usaha khusus
(contoh : perubahan 5% atau lebih berat badan dalam 1 bulan terakhir), atau
penurunan dan peningkatan nafsu makan yang hampir terjadi setiap hari.
(catatan : Pada anak-anak, perhatikan kegagalan mencapai berat badan yang
diharapkan).
4. Sulit tidur atau tidur berlebih hampir setiap hari.
5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (teramati oleh orang lain,
bukan semata-mata perasaan gelisah atau perlambatan yang subyektif).
6. Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari.
7. Perasaan tidak berguna atau rasa bersalah yang mencolok (bisa bersifat
waham) hampir setiap hari (bukan semata-mata menyalahkan diri atau rasa
bersalah karena menderita sakit).
8. Penurunan kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi, atau penuh keragu-
raguan hampir setiap hari (baik sebagai hal yang dirasakan secara subyektif
atau teramati oleh orang lain).
9. Pikiran berulang tentang kematian (bukan sekedar takut mati), pikiran
berulang tentang ide bunuh diri dengan atau tanpa rencana yang jelas, atau
ada usaha bunuh diri atau rencana bunuh diri yang jelas.
B. Gejala-gejala ini secara klinis nyata menyebabkan distress atau hendaya dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau area penting kehidupannya.
C. Episodenya tidak terkait dengan efek fisiologis zat atau kondisi medis lainnya.
APA. (2000). DSM V-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV Text
Revision). Washington, DC: American Psychiantric Association Pres
Friedman, Edward S.; Anderson, Ian M, 2014. Handbook of Depression, second Edition. London :
Springer Healthcare, a part of Springer Science+Business Media.pp:1-29
Marwick,K; Birrel,M., 2013. The Mood (Affective) Disorders in Crash Course Psychiatry, 4th
Edition. Edinburgh : Elsevier Ltd. Pp:133-137
NAMORA.L.2009.DEPRESI.KENCANA.JAKARTA
Stahl, Stephen M.; Muntner, Nancy, 2013. Mood Disorders in Stahl‘s Essential
Psychopharmacology, Neuroscientific Basis and Practical Application, 4th edition. New
York : Cambridge University Press. Pp:237-282
Sadock, Benjamin J.; Sadock, Virginia A.; et al, 2017. Mood Disorders in Comprehensive Textbook
of Psychiatry, Volume I/II, 10th edition. Philadelphia : Wolters Kluwer. pp: 4099-4403