(DEPRESSION)
Di susun Oleh :
Kelas: E
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU, 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat serta karunia-
Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas membuat makalah mengenai Depresi ini
tepat pada waktu yang telah ditentukan. Yang mana tugas ini adalah tugas yang
diberikan oleh dosen pembimbing mata kuliah FARMAKOTERAPI II kepada kami.
Makalah ini disusun agar Pembaca serta Penulis sendiri dapat memperluas
pengetahuan dan pemahaman mengenai Depresi. Pengetahuan itu dapat berupa
mengenai apa itu depresi ?, apa saja penyebab depresi ?, bagaimana cara
penanggulangan depresi?, serta hal-hal penting lainnya yang menyangkut dan yang
menunjang peningkatan pemahaman kita mengenai Depresi dengan lebih baik.
Penulis juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, maupun
dapat pula digunakan sebagai bahan belajar dan sebagai prasarana penunjang
tercapainya pemahaman yang baik mengenai depresi itu sendiri. Penulis juga
menyadari bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan. Oleh sebab itu,
Penulis sangat mengharapkan adanya kritik serta saran positif yang membangun, agar
makalah ini menjadi lebih baik dan berdaya guna dimasa yang akan datang.
Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar..........................................................................................................
Daftar Isi...................................................................................................................
BAB I Pendahuluan..................................................................................................
Tujuan ..........................................................................................................
Kesimpulan ................................................................................................
Saran ..........................................................................................................
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap orang tentu akan menemukan kesulitan dan cobaan hidup. Mungkin
dia tidakmerasa sedemikian berputus asa sehingga bunuh diri, tetapi dia
mempunyai pengalaman depresi sewaktu-waktu. Yang terkadang diaplikasikan
atau dicurahkan dalam beberapa bentuk, dan tak jarang membawa mereka
kedalam pemikiran yangmenyulitkan, dan lain sebagainya.
Biasanya semua orang tidak mengakui bahwa mereka telah terpelosok ke
dalamkancah penderitaan. Banyak dari mereka berpikir tentang tingkat-tingkat
depresiyang mereka sebut ”perasaan sedih” atau seperti yang dilakukan oleh
wanita denganmenangis. Tapi mereka sadar bahwa sekali waktu kehidupan
mereka tidak bahagia.Jelaslah ada perbedaan antara ketidakbahagiaan dan
penyakit mental.Bagaimanapun juga, bentuk depresi yang paling ringan akan
menumpulkanketajaman kehidupan yang paling keras. Sehingga beberapa orang
yang terjebakdalam kesedihan ataupun ketidakbahagiaan lainnya, mengambil
langkah berbahayayang dapat merugikan dirinya, yaitu dengan tindakan bunuh
diri dan sebagainya.
Pada zaman modern ini, banyak manusia yang mengalami stress,
kecemasan,dan kegelisahan. Sayangnya, masih saja ada orang yang berpikir
bahwa stress dan depresi bukan benar-benar suatu penyakit. Padahal,
dibandingkan AIDS yang menjadi momok saat ini, stres dan depresi jauh lebih
bertanggung jawab terhadap banyak kematian. Karena, kedua hal tersebut
merupakan sumber dari berbagai penyakit.
Depresi merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius di
masyarakat. Menurut World Health Organization (WHO), depresi merupakan
suatu gangguan mental umum yang ditandai dengan suasana hati yang tertekan,
kehilangan kesenangan atau minat,merasa kurang energi, perasaan bersalah atau
rendah diri, gangguan makan atau tidur, dan konsentrasi yang rendah.
B. Ruang Lingkup
Sesuai dengan literatur yang kami miliki, maka makalah ini dibatasi oleh
ruang lingkup bahasan yang meliputi definisi depresi, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi dan patogenesis, faktor risiko, klasifikasi, tanda/gejala dan diagnosa,
prognosis dan montoring, tata laksana terapi (terapi farmakologi dan non
farmaklogi).
C. Tujuan
Adapun tujuan yang inin dicapai dalam penulisan makalah ini antara lain:
9. Memahami tentang tata laksana terapi (terapi farmakologi dan non farmaklogi).
BAB I
PEMBAHASAN
Definisi
Depresi merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius di
masyarakat. Menurut World Health Organization (WHO, 2018) depresi
merupakan suatu gangguan mental umum yang ditandai dengan suasana hati
yang tertekan, kehilangan kesenangan atau minat,merasa kurang energi,
perasaan bersalah atau rendah diri, gangguan makan atau tidur, dan konsentrasi
yang rendah. Depresi adalah penyakit lazim di seluruh dunia, di negara maju
maupun berkembang. Definisi dari depresi adalah gangguan mental yang
ditandai dengan adanya perasaan sedih, kehilangan minat atau kesenangan,
penurunan energi, perasaan bersalah atau rendah diri, gangguan tidur atau nafsu
makan dan kurangnya konsentrasi. Selain itu, depresi sering bersamaan dengan
gejala kecemasan. Depresi dapat menyebabkan gangguan fungsi seseorang
dalam kehidupan sosial, keluarga, pekerjaan maupun sekolah (Marsasina. A,
2016). Depresi bisa terjadi akibat banyaknya permasalahan dan perubahan
sosial dan kultur sebagai laju pertumbuhan global, terutama kemajuan teknologi
yang semakin meningkat. Tak dipungkiri dengan kemajuan teknologi secara
global ini, membawa dampak positif dan negatif. Tentunya dampak negatif
yang kita harus hindari karena akan membawa pada ketidakstabilan kehidupan
jika seseorang tidak memiliki ketahanan diri yang akan menimbulkan depresi
bagi seseorang yang mengalaminya.
Depresi atau gangguan suasana hati yang menyebabkan terganggunya
aktifitas sehari-hari ini ditetapkan oleh World Health Organization (WHO)
sebagai krisis global dan memprediksi pada tahun 2020 gangguan depresi ini
merupakan nomor dua penyumbanng penyebab ketidakmampuan seseorang
dalam kehidupannya setelah kardiovaskular. Lebih dari 350 juta jiwa penduduk
dunia mengalami depresi sehingga WHO menetapkan depresi sebagai salah satu
prioritas untuk ditangani. (Kemenkes, 2014). Depresi merupakan gangguan
yang seringkali tidak disadari baik oleh penderita maupun orang-orang di
sekitarnya, mengutip dari Jaka Arya Pradana (2016) dikatakan depresi disebut
juga sebagai gangguan yang tak terlihat atau invisible disease. Berbeda dengan
gangguan lain seprti flu, penderita pasti sadar bahwa ia terkena flue, penderita
depresi sering kali tidak sadar ada masalah. Bahkan banyak orang yang sering
menganggap gangguan depresi adalah masalah yang berkaitan dengan keimanan
seseorang saja dan tidak dianggap sebagai gangguan psikologis yang
memerlukan pertolongan profesional dalam bidang terssebut. Faktor ini
mendukung terjadinya 80% dari penderita depresi tidak mendapatkan
penanganan yang semestinya.
Epidemiologi
Menurut data WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi,
60 juta orang terkena bipolar, 21 juta orang terkena skizofrenia, sera 47,5 juta
terkena dimensia. Prevalensi gangguan depresi pada masa anak di perkirakan
0,15%-2%. Pada populasi yang memiliki masalah maslah klinis telah di
perkirakan sampai 10-20%. Prevalensi depresi berat pada anak prapubertas di
laporkan sekitar 1,8% dan pada remaja 3,5-5%. Anak perempuan di laporkan
memiliki gejala-gejala depresi lebih bermakna dapidan anak laki-laki
(Arfin.B.K, 2016).
Pada tahun 2010, American College Health Association-National College
Health Assesment (ACHA-NCHA) melakukan penelitian terhadap mahasiswa/i
dan mendapatkan ± 30% mahasiswa/i mengalami gangguan depresi (National
Institute of Mental Health, 2015). Selain penelitian diatas, penelitian lain yang
melibatkan 1,455 mahasiswa/i juga melaporkan bahwa gejala-gejala depresi
muncul ketika memasuki awal tahun perkuliahan, 4 penyebab utama tersebut
adalah masalah akademik, ekonomi, kesendirian, dan kesulitan dalam
bersosialisasi (Furr, et al, 2018).
Mahasiswa/i pada tahun pertama perkuliahan cenderung mengalami
gangguan depresi mayor dilaporkan dari suatu penelitian di salah satu
universitas Kanada. Pada penelitian tersebut dilaporkan 7% mahasiswa dan 14%
mahasiswi memiliki kriteria-kriteria yang sesuai dengan gangguan depresi
mayor (Price et al, 2013).
Etiologi
Penyebab yang mendasari depresi sulit di jelaskan karena sifat heterogen
dari penyakit beraal dari kelompok gejala dan etiologi yang berbeda. Depresi
merupakan gangguan multifaktorial yang di sebabkan faktor genetika,
lingkungan, psikologis, dan biologis (Caballero-Martinez, leon-Vazkuez, Paya-
pardo &Diaz-Holdago, 2014). Faktor biologis yang berperan dibagi menjadi
dua, yakni faktor neurotransmitter dan neuroendokrin. Neurotransmitter yang
berperan terhadap terjadinya depresi adalah norepinefrin, serotonin, dan
dopamin. Hipotalamus adalah pusat regulasi neuroendokrin yang menerima
rangsangan neuronal menggunakan neurotransmitter biogenik amin. Banyak
disregulasi endokrin yang dapat dijumpai pada pasien gangguan mood. Faktor
keturunan juga disinyalir berperan terhadap kejadian depresi. Selain itu, saudara
kembar dari penderita depresi kemungkinan berpotensi 40-50% menderita
depresi pula. Dari segi stressor psikososial, anak yang ditinggalkan orang
tuanya berpotensi menderita depresi pada masa yang akan datang. Sedangkan
dari segi sosiokultural antara lain hubungan sosial yang buruk, beban pikiran,
kesendirian atau kesepian, kehilangan sesuatu yang berharga, dan mengalami
peristiwa yang buruk (Kaplan et al, 2015).
Di Indonesia sendiri, pada tahun 2011 menurut ketua IDI (Ikatan Dokter
Indonesia), Fachmi Idris, 94% masyarakat Indonesia mengalami depresi dari
tingkat tertinggi sampai tingkat terendah. Bahkan menurut WHO, angka bunuh
diri di Indonesia terus meningkat. Pada tahun 2010 angka bunuh diri di
Indonesia adalah 1,8 jiwa per 100.000 penduduk atau 5.000 kasus per tahun.
Pada tahun 2012 angka tersebut meningkat menjadi 4,3 jiwa per 100.000
penduduk atau setara dengan 10.000 kasus pertahun (Pradana, 2016).
Faktor Resiko
1. Jenis Kelamin
Secara umum dikatakan bahwa gangguan depresi lebih sering terjadi pada
wanita dibandingkan pada pria. Pendapat-pendapat yang berkembang
mengatakan bahwa perbedaan dari kadar hormonal wanita dan pria,
perbedaan faktor psikososial berperan penting dalam gangguan depresi
mayor ini (Kaplan et al, 2010). Sebuah diskusi panel yang diselenggarakan
oleh American Psychological Association (APA) menyatakan bahwa
perbedaan gender sebagian besar disebabkan oleh lebih banyaknya jumlah
stres yang dihadapi wanita dalam kehidupan kontemporer dalam (Nevid et al,
2012).
2. Umur
Depresi dapat terjadi dari berbagai kalangan umur. Serkitar 7,8% dari setiap
populasi mengalami gangguan mood dalam hidup mereka dan 3,7%
mengalami gangguan mood sebelumnya. Depresi mayor umumnya
berkembang pada masa dewasa muda, dengan usia rata-rata onsetnya adalah
pertengahan 20 (APA, (2000) dalam Nevid et al, (2005)). Namun gangguan
tersebut dapat dialami bahkan oleh anak kecil, meski hingga usia 14 tahun
resikonya sangat rendah (Nevid et al, 2005).
3. Faktor Sosial-Ekonomi dan Budaya
Tidak ada suatu hubungan antara faktor sosial-ekonomi dan gangguan
depresi mayor, tetapi insiden dari gangguan Bipolar I lebih tinggi ditemukan
pada kelompok sosial-ekonomi yang rendah (Kaplan, et al, 2015). Dari faktor
budaya tidak ada seorang pun mengetahui mengapa depresi telah mengalami
peningkatan di banyak budaya, namun spekulasinya berfokus pada
perubahan sosial dan lingkungan, seperti meningkatnya disintegrasi keluarga
karena relokasi, pemaparan terhadap perang, dan konflik internal, serta
meningkatnya angka.
Gangguan depresif tidak mempunyai simptom fisik yang sama dan pasti pada
satu orang dan bervariasi dari satu orang ke orang lain. Keluhan yang banyak
ditampilkan adalah sakit, nyeri bagian atau seluruh tubuh, keluhan pada
sistem pencernaan. Kebanyakan gejala dikarenakan mereka mengalami stres
yang besar, kekuatiran dan kecemasan terkait dengan gangguan depresifnya.
Simptom dapat digolongkan dalam kelompok terkait perubahan dalam cara
pikir, perasaan dan perilaku.
Perubahan cara berpikir – terganggunya konsentrasi dan pengambilan
keputusan membuat seseorang sulit mempertahankan memori jangka pendek,
dan terkesan sebagai sering lupa. Pikiran negatif sering menghinggapi
pikiran mereka. Mereka menjadi pesimis, percaya diri rendah, dihinggapi
perasaan bersalah yang besar, dan mengkritik diri sendiri. Beberapa orang
merusak diri sendiri sampai melakukan tindakan bunuh diri atau membunuh
orang lain.
Perubahan perasaan – merasa sedih, murung, tanpa sebab jelas. Beberapa
orang merasa tak lagi dapat menikmati apa-apa yang dulu disenanginya, dan
tak dapat merasakan kesenangan apapun. Motivasi menurun dan menjadi tak
peduli dengan apapun. Perasaan seperti berada dibawah titik nadir, merasa
lelah sepanjang waktu tanpa bekerja sekalipun. Perasaan mudah tersinggung,
mudah marah. Pada keadaan ekstrim khas dengan perasaan tidak berdaya dan
putus asa.
Perubahan perilaku – ini merupakan cerminan dari emosi negatif. Mereka
menjadi apatis. Menjadi sulit bergaul atau bertemu dengan orang, sehingga
menarik diri dari pergaulan. Nafsu makan berubah drastis, lebih banyak
makan atau sulit membangkitkan keinginan untuk makan. Seringkali juga
sering menangis berlebihan tanpa sebab jelas. Sering mengeluh tentang
semua hal, marah dan mengamuk. Minat seks sering menurun sampai hilang,
tak lagi mengurus diri, termasuk mengurus hal dasar seperti mandi,
meninggalkan tanggung jawab dan kewajiban baik pekerjaan maupun
pribadi. Beberapa orang tak dapat tidur, beberapa tidur terus.
Perubahan Kesehatan Fisik – dengan emosi negatif seseorang merasa dirinya
tidak sehat fisik selama gangguan depresif. Kelelahan kronis menyebabkan ia
lebih senang berada di tempat tidur tak melakukan apapun, mungkin tidur
banyak atau tidak dapat tidur. Mereka terbaring atau gelisah bangun ditengah
malam dan menatap langit-langit. Keluhan sakit dibanyak bagian tubuh
merupakan tanda khas dari gangguan depresif. Gelisah dan tak dapat diam,
mondar-mandir sering menyertai. Gejala tersebut berjalan demikian lama,
mulai dari beberapa minggu sampai beberapa tahun, dimana perasaan,
pikiran dan perilaku berjalan demikian sepanjang waktu setiap hari. Jika
gejala ini terasa, terlihat dan teramati, maka sudah waktunya membawanya
untuk berobat, sebab gangguan depresif dapat diobati. Depresif oleh
direktorat bina farmasi komunitas dan klinik, (2017).
Klasifikasi Depresi
Menurut DSM IV Gangguan depresi terbagi dalam 3 kategori (Wenar & Kerig,
2000), yaitu:
1. Gangguan depresi berat (Mayor depressive disorder). Mensyaratkan
kehadiran 5 atau lebih simptom depresi menurut kriteria DSM-IV selama 2
minggu. Kriteria terebut adalah:
a. Suasana perasaan depresif hampir sepanjang hari yang diakui sendiri
oleh subjek ataupun observasi orang lain. Pada anak-anak dan remaja
perilaku yang biasa muncul adalah mudah terpancing amarahnya.
b. Kehilangan interes atau perasaan senang yang sangat signifikan dalam
menjalani sebagian besar aktivitas sehari-hari.
c. Berat badan turun secara siginifkan tanpa ada progran diet atau justru
ada kenaikan berat badan yang drastis.
d. Insomnia atau hipersomnia berkelanjutan.
e. Agitasi atau retadasi psikomotorik.
f. Letih atau kehilangan energi.
g. Perasaan tak berharga atau perasaan bersalah yang eksesif.
h. Kemampuan berpikir atau konsentrasi yang menurun.
i. Pikiran-pikiran mengenai mati, bunuh diri, atau usaha bunuh diri yang
muncul berulang kali.
j. Distres dan hendaya yang signifikan secara klinis.
k. Tidak berhubugan dengan belasungkawa karena kehilangan seseorang.
Ubah nafsu makan dengan Nafsu makan yang signifikan dan / atau
perubahan berat badan penurunan berat badan
Prognosis – Monitoring
1. Prognosis Depresi
Beberapa pasien, MDD dapat menjadi kronis, penyakit yang berulang.
Relaps terjadi pada enam bulan pertama dari masa penyembuhan terjadi
pada 25% pasien, 58% akan relaps setelah lima tahun, dan 85% akan relaps
setelah 15 tahun setelah penyembuhan yang terdahulu (Halverson J, 2016).
Individu yang mengalami dua episode depresi terdahulu memiliki 70%
kemungkinan untuk menjadi ke tiga kalinya, dan yang sudah mengalami
episode ke tiga memiliki kemungkinan 90% untuk relaps. Berdasarkan
prodres dari penyakitnya, interval antara episode depresi menjadi lebih
pendek dan lebih berat untuk setiap episodenya menjadi lebih luas. Lebih
dari 20 tahun, kekambuhan terjadi sekitar lima sampai enam kali (Lam W
dan Mok H, 2009). Proporsi yang signifikan dari individu dengan depresi
kronis meunjukkan gejala yang bervariasi. Sekitar dua per tiga dari pasien
dengan episode depresi mayor akan sembuh dengan sempurna, dimana satu
per tiga pasien dengan depresi hanya sembuh sementara atau menjadi kronis
(Lam W dan Mok H, 2009). Pada penelitian, pasien dengan satu tahun
terdiagnosis post MDD, 40% mengalami penyembuhan tanpa ada gejala
depresi, 20% mengalami gejala berulang tetapi tidak memenuhi kriteria
MDD, dan 40% tetap menjadi menalami episode depresi mayor. Individu
dengan gejala depresi residual yang menetap memiliki resiko tinggi untuk
kambuh, bunuh diri, fungsi psikososial yang buruk, dan tingkat mortalitas
yang tinggi dari kondisi medis lainnya. Sebagai tambahan, 5-10% individu
depresi yang memiliki pengalaman dari episode depresi mayor akan sangat
memungkinkan terjadinya manic atau episode campuran yang
mengindikasikan kepada gangguan bipolar (Halverson J, 2016). Beberapa
penemuan sudah difokuskan kepada indicator prognosis yang dapat
memprediksikan kemungkinan nilai dalam penyembuhan dan kemungkinan
dalam tingkat kekambuhan (Halverson J, 2016).
1. Monitoring Depresi
Rencana monitoring depresi sesuai buku saku Pharmacetical care Untuk
Penderita Gangguan Depresif oleh Direktorat Bina Kefarmasian Komunitas
dan Klinik, 2017.
Rencana monitoring terapi obat meliputi:
a. Monitoring efektivitas terapi. Monitoring terapi obat pada gangguan
depresif dilakukan dengan memantau tanda dan gejala klinis. Apoteker
perlu memperhatikan kepatuhan penderita dalam menggunakan obat dan
mengetahui alasan ketidakpatuhan penderita. Penderita dirujuk ke dokter
(psikiater) apabila menunjukkan gejala-gejala psikosis atau pikiran
bunuh diri; penderita tidak berespon terhadap satu atau dua pengobatan
yang adekuat; atau gejala memburuk.
b. Monitoring Reaksi Obat Tidak Dikehendaki (ROTD) Meliputi efek
samping obat, alergi dan interaksi obat. Pelaksanaan monitoring terapi
obat bagi penderita rawat jalan memiliki keterbatasan bila dibandingkan
dengan penderita rawat inap, antara lain kesulitan untuk mengikuti
perkembangan penderita. Metode yang digunakan antara lain adalah
monitoring melalui telepon baik apoteker yang menghubungi maupun
sebaliknya, penderita melaporkan melalui telepon tentang kejadian yang
tidak diharapkan kepada apoteker. Khususnya dalam memonitor
terjadinya ROTD, perlu disampaikan ROTD yang potensial akan terjadi
serta memiliki signifikansi secara klinik dalam konseling kepada
penderita. Selain itu penderita/keluarga dihimbau untuk melaporkan
kejadian yang dicurigai ROTD kepada apoteker. Selanjutnya apoteker
dapat menyusun rekomendasi terkait ROTD tersebut untuk diteruskan
kepada dokter yang bersangkutan.
c. Monitoring ketaatan Untuk memastikan kalau penderita tidak responsif
terhadap terapi, harus dipastikan dahulu apakah penderita :
- Taat
- Mendapatkan dosis yang cukup untuk periode yang cukup
- Bila minum antidepresan trisiklik, sebaiknya diperiksa kadar
obat dalam serum, terutama pada lanjut usia, dan penderita
yang minum obat lain yang dapat merubah farmakokinetik
TCA
2) Antipsikotik
Antipsikotik digunakan untuk meningkatkan efek
antidepresan. Ada 2 macam antipsikotik yaitu typical
antipsikotik dan atypical antipsikotik. Obat – obat yang
termasuk typical antipsikotik yaitu Chorpromazine,
Fluphenazine, dan Haloperidol. Antipsikotik typical
bekerja memblok dopamine D2 reseptor. Atypical
antipsikotik hanya digunakan untuk terapi pada depresi
mayor resisten dan bipolar depresi. Obat – obat yang
termasuk dalam Atypical antipsikotik clozapine,
olanzapine, dan aripripazole (Mann, 2015).
III.I. KESIMPULAN
III.II. SARAN
Dalam menghindari depresi marilah kita untuk selalu berpikiran positif
terhadap apa yang terjadi dan dialami, serta marilah melakukan kegiatan-
kegiatan yang bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, Lilik. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu Bandiyah,
Sadock. (2010). Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogjakarta : Mulia
Medika.
Caballero-Martinez, leon-Vazkuez, Paya-pardo &Diaz-Holdago, 2014. Screening for
major depressive disorder with the patient health questionnaire. In a outpatient
clinic staffed by primmary care physician in japan. A case control study. Journal
PLOS.
Direktorat Bina Kefarmasian Komunitas dan Klinik, (2017). Pharmaceutical Care
Untuk Penderita Gangguan Depresif. Departemen Kesehatan RI.
Depkes RI. Laporan hasil riset Kesehatan dasar indonesia. Tahun 2017. Jakarta :
badan penelitian dan pengembangan ksehatan Depkes RI: 2017
Direktorat bina farmasi komunitas dan klinik, (2017). Pharmaceutical care untuk
Penderita gangguan depresif. Bina kefarmasian dan alat kesehatan Departemen
kesehatan RI. Jakarta.
Dipiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and Dipiro C. V., 2015,
Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edit., McGraw-Hill Education Companies,
Inggris.
Furr Marcus, 2018. National trends in the outpatient treatment of depression. JAMA.
287:203-209.
Halverson Jerry L. 2016. Practice Essentials of Deppresion. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/286759-overview. Accessed at: 6 Oktober
2016.
Ikawati. I.S., 2018. Sikap dan perilaku seimbang. Jurnal abdimas, september 2019.
Kaplan,H.I. Sadock, 2015. Gangguan mood dalam sinopsis psikiatri. Tangerang:
Binarupa aksara.
Kemenkes RI. Profil kesehatan indonesia, 2014. Jakarta. Kemenkes RI
Lam W. R dan Mok H. 2009. Depression Oxford Psychiatry Library. Lunbeck
Institutes.
Mann D, Chakinala M. Heart failure: Pathopysiology and diagnosis. In Kasper DL,
Hauser SL, Jameson JL, Fauci AS, Longo DL, Loscalzo J. Harrison’s Principle
of Internal Medicine. 19th Ed. Mc Graw Hill Education. 2015. p.1500-1506.
Marsasina. A, 2016. Hubungan tingkat depresi dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi pada pasien. Universitas Diponegoro
Pradana, Jaka Arya (2016). Kamu Bisa Bantu Selamatkan 10.000 Jiwa Setiap Tahun.
http://depresimeter.org/cegah-bunuh-diri/. Di unggah tanggal 31 Oktober 2016.
Tjay, T. H.,& Raharja, S. K., 2007, Obat – Obat Penting ( Khasiat Penggunaan dan
Efek – Efek Sampingnya), Edisi keempat, Cetakan Pertama, PT. Elek Media
Komputindo, Jakarta.
WHO. Depression, a global public health concern. WHO Departemen Mental Health
Substance Abuse. 2018; 6–8
World health organization. Depression and other common mental disordess. Helath
istimates. Switzerland: world health organization. 2016. Di akses pada januari
2018