Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

DAMPAK KEHAMILAN,PERSALINAN DAN NIFAS TERHADAP


STATUS KESEHATAN MENTAL PEREMPUAN

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK : IV.ASN
1. ASNIAR AS (A1A222037)
2. SUWANTI (A1A222039)
3. SRI ZULFYARNI ASTUTY (A1A222040)
4. NURULWAHYU MUTMAINNAH (A1A222041)
5. ESI ISMALA NENGSI (A1A222042)
6. IRIYANTI YUNUS BABA (A1A222043)
7. AINNAYA MATORANG (A1A222044)
8. IRDAYANTI ISMAIL (A1A222048)
9. YUSRAWAHYUNI (A1A222049)
10. ERNI YUSUF (A1A222212)

PROGRAM STUDI AHLI JENJANG S1 KEBIDANAN


UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR
TAHUN AJARAN 2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum Wr.Wb
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini tentang Dampak Kehamilan,Persalinan Dan Nifas
Terhadap Status Kesehatan Mental Perempuan Makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah“ FISIOLOGI DALAM KEBIDANAN”.
Penulis menyadari bahwa selama penulisan ini penulis banyak mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak, atas bantuannya kami ucapkan banyak terima kasih.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah Dampak Kehamilan,Persalinan Dan Nifas Terhadap Status
Kesehatan Mental Perempuan.Akhirnya semoga makalah ini bisa memberikan
manfaat bagi penulis dan bagi pembaca. Amin.
Terima kasih.
Makassar, 23 November 2022

Penulis

ii
COVER
KATA PENGANTAR................................................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii

BAB 1.......................................................................................................................................vii

PENDAHULUAN....................................................................................................................vii

A. Latar Belakang...............................................................................................................vii

1.2.Perumusan Masalah.......................................................................................................viii

1.3 Tujuan dan Manfaaat Penelitian....................................................................................viii

BAB II.......................................................................................................................................ix

PEMBAHASAN........................................................................................................................ix

B. Dampak Kehamilan Terhadap Status Kesehatan Mental Perempuan............................ix

C. Dampak Persalinan Terhadap Status Keshatan Mental Perempuan............................xvii

D .Dampak Nifas Terhadap Status Kesehatan Mental Perempuan.................................xxii

BAB III..................................................................................................................................xxvi

PENUTUP..............................................................................................................................xxvi

A. Kesimpulan.................................................................................................................xxvi

B. Saran...........................................................................................................................xxvii

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................xxviii

iii
BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan mental adalah kondisi individu yang
memiliki kesadaran akan kemampuan diri, dapat menghadapi tekanan
hidup, dapat hidup dengan produktif serta mampu berkontribusi dalam
komunitas (World Health Organization, 2005). Kondisi ini merupakan
kondisi yang perlu dijaga di setiap siklus kehidupan, termasuk saat
seorang wanita mengalami kehamilan. Masalah kesehatan mental
selama kehamilan merupakan masalah kesehatan masyarakat utama
yang perlu ditangani dengan serius.

Sebanyak 10%- 20% wanita mengalami penyakit mental selama


kehamilan dan pasca melahirkan di seluruh dunia. Di negara-negara
berpenghasilan rendah dan menengah, prevalensi masalah kesehatan
mental selama kehamilan masih cukup tinggi dengan prevalensi rata-
rata mencapai 15,6% (Spedding, Stein, Naledi, & Sorsdahl, 2018).

Masalah mental pada ibu hamil dan pasca melahirkan adalah


depresi antenatal dan postnatal, gangguan obsesif kompulsif,
gangguan stres pascatrauma dan psikosis postpartum (Bauer,
Parsonage, Knapp, Iemmi, & Adelaja, 2014).Satu dari lima wanita
mengalami masalah kesehatan mental selama kehamilan, seperti
depresi, kecemasan dan ketakutan melahirkan yang parah, serta
gangguan emosi ringan hingga sedang (Robertson, Grace, Wallington,
& Stewart, 2004).

1.2. Perumusan Masalah


1. Bagaimana dampak kehamilan terhadap Kesehatan menta perempuan

iv
2. Bagaimana dampak persalinan terhadap Kesehatan mental perempuan
3. Bagaimana dampak persalinan terhadap Kesehatan mental perempuan

1.3 Tujuan dan Manfaaat Penelitian


1.3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran dukungan sosial pada wanita
hamil,persalinan dan pasca persalinan sekaligus dimensi dominan dari
dukungan sosial.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pengetahuan khususnya bidang psikologi kesehatan, psikologi
keluarga,psikologi perkembangan, psikologi sosial dan psikologi
pendidikan mengenai dukungan sosial pada wanita hamil,persalinan dan
pasca persalinan.

v
BAB II

PEMBAHASAN

B. Dampak Kehamilan Terhadap Status Kesehatan Mental Perempuan.

Gangguan kesehatan mental umum terjadi pada ibu hamil adalah

kecemasan dan depresi. Kesehatan mental ibu hamil perlu mendapat

perhatian, karena akan berdampak pada kesehatan fisiknya. Kecemasan

dan depresi pada ibu hamil memiliki resiko tinggi terjadinya aborsi bahkan

bunuh diri pada ibu hamil. Kecemasan merupakan perasaan bingung atau

kawatir terhadap sesuatu yang akan terjadi namun penyebabnya tidak jelas

(Annerangi & Helda, 2013). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa

6,6 % wanita hamil mengalamai gangguan kecemasan (Howard et al.,

2014). Data WHO terkini menunjukkan, bahwa sekitar 10% wanita hamil

dan 13% wanita yang baru saja melahirkan mengalami gangguan mental,

terutama depresi. Selanjutnya WHO melaporkan di negara berkembang

lebih tinggi yaitu 15,6% selama kehamilan dan 19,8% setelah kelahiran

anak (WHO, 2018). Depresi merupakan penyakit gangguan mental atau

suasana hati. Depresi dapat berlanjut sampai masa nifas, yang

mengakibatkan baby blues, sehingga ibu tidak mau mengasuh anaknya,

ibu tidak dapat menyusui, karena ASI tidak keluar (Gelaye et al., 2016).

Pada bayi yang dilahirkan dapat mengalami gangguan perkembangan

psikologis anak, kompetensi intelektual, fungsi psikososial dan tingkat

morbiditas kejiwaan (Stein et al., 2014). Penelitian Jarrett, (2016)

vi
menunjukkan bahwa 25% wanita hamil mengalami depresi. Selama ini

fokus pemeriksaan ibu hamil di pusat pelayanan kesehatan masih terbatas

pada pemeriksaan kesehatan fisik ibu hamil, seperti pemantauan tekanan

darah, kadar hemoglobin, keluhan secara fisik ibu hamil, penambahan

berat badan dan pemantauan asupan gizi ibu hamil. Pemeriksaan kesehatan

mental belummenjadi perhatian. Peran petugas kesehatan pada pelayanan

kesehatan ibu dan anak (KIA), selama ini masih menemukan kendala

dalam mengetahui secara pasti status kesehatan mental wanita hamil. Saat

ini kesehatan mental wanita hamil, belum mendapatkan perhatian penuh

seperti kesehatan fisik, sehingga terjadi gangguan kesehatan mental seperti

kecemasan, stress dan depresi belum diketahui dengan baik. Pada saat

pemeriksaan kehamilan (antenatal care), bidan mengetahui ibu hamil

mengalami gangguan kesehatan mental, hanya berdasarkan raut muka,

mimik bicara dan kemampuan komunikasi ibu hamil yang sulit (Misri,

Abizadeh, Sanders, & Swift, 2015). Di layanan kesehatan primer, Bidan

hanya menggali permasalahan yang dihadapi ibu hamil berdasarkan

anamnesa yang dilakukan ketika melakukan pemeriksaan. Bidan

menetapkan gangguan suasana hati ibu hamil yang mengarah ke gangguan

mental hanya berdasarkan sikap, raut muka dan mimik ibu hamil ketika

melakukan pemeriksaan kehamilan. Bidan belum mengetahui secara pasti,

seorang ibu hamil mengalami kecemasan atau depresi kehamilan atau

tidak. Hal ini, karena penyedia layanan kesehatan berfokus utama pada

kondisi medis fisik kehamilan dan perkembangan fisik janin (WHO,

vii
2016). Selain hal tersebut, ibu hamil sering tidak menyadari dirinya

mengalami gangguan kesehatan mental. Ibu hamil tidak mengetahui tanda

dan gejala yang dialami, karena keluhan yang dirasakan sebagian besar

terkait perubahan fisik kehamilan. Hal ini, perlu dilakukan upaya menggali

informasi tentang pengetahuan pada bidan maupun ibu hamil serta

kebutuhan informasi terkait dengan kesehatan mental dan gangguan yang

mungkin terjadi seperti adanya tekanan dan kecemasan. Langkan ini

merupakan salah satu upaya untuk mengatasi depresi kehamilan dan

mencegah depresi postpartum.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peningkatan


pengetahuan, pemberdayaan, self-efficacy dan self-esteem pada saat
Ante Natal Care perlu dioptimalkan. Self esteem adalah penilaian
seseorang terhadap dirinya sendiri, menjadikan diri sendiri sebagai
pusat diri dan berperan penting dalam konstruksi identitas (Santos,
2016).

Studi menunjukkan bahwa self esteem pada ibu hamil menjadi


predictor luaran persalinan seperti panjang badan, berat badan, skor
Apgar serta kualitas hubungan antara ibu dan bayi. Self esteem yang
rendah secara bermakna menjadi faktor risiko kesehatan fisik dan
mental (seperti depresi) (Santos, 2016). Sementara itu self efficacy
yang didefinisikan sebagai keyakinan individu dalam kemampuan
bawaannya untuk mencapai tujuan. Pada ibu hamil, variabel ini
berperan penting dalam transisi menjadi seorang ibu. Saat ibu hamil
yang memiliki self efficacy yang rendah menghadapi permasalahan,
maka mereka akan berpikir tindakan yang dilakukannya tidak benar
dan mereka berhenti untuk mencoba melakukan tindakan yang terbaik
(Bandura, 2004). Penjelasan tersebut, menunjukkan bahwa variabel

viii
self esteem dan self efficacy adalah aspek penting dalam menjaga
Kesehatan mental ibu selama kehamilan. Oleh karena itu tenaga
kesehatan harus memberikan pendidikan kesehatan/edukasi tentang
psikososial pada wanita hamil (Sukhato et al., 2015).

Di samping peningkatan pengetahuan ibu hamil oleh orang tua,


juga perlunya asuhan tambahan pada kehamilan oleh para tenaga
kesehatan (dokter ahli kebidanan, bidan, dokter dan perawat).
Kehamilan yang disertai dengan masalah mental dan masalah lainnya
dapat membahayakan dirinya sendiri dan anak yang dilahirkannya. Di
samping itu, stigma yang kurang baik di masyarakat, merasa diri tidak
mampu, penilaian diri yang rendah (low self-efficacy), serta persepsi
negatif akan memengaruhi ibu untuk datang ke fasilitas kesehatan
(Bayrampour, Hapsari, & Pavlovic, 2018; Sukhato et al., 2015).

Di Indonesia, prevalensi depresi selama kehamilan mencapai


22,4%. Tingginya prevalensi depresi tersebut dapat meningkatkan
risiko morbiditas dan mortalitas ibu dan anak, baik selama kehamilan
maupun setelah kelahiran (Atif, Lovell, & Rahman, 2015). Pada
populasi umum, Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan
angka kejadian gangguan mental emosional tertinggi ke-8 di
Indonesia, yaitu 12,1%, lebih tinggi dibanding DKI Jakarta (10,1%)
dan Jawa Tengah 7,7% (Kemenkes, 2018).

Hasil Riskesdas 2018 menyebutkan bahwa proporsi komplikasi


kehamilan dan persalinan di Jawa Barat adalah 29,8% dan 24,6% dan
Jawa Barat termasuk dalam 10 provinsi tertinggi untuk kejadian
komplikasi. Tingginya angka komplikasi ini mungkin disebabkan
karena faktor mental emosional ibu selama kehamilan karena
berdasarkan studi yang dilakukan oleh H.-C (H.-C. Huang et al.
(2017), Penelitian di Bogor dilakukan oleh Susmiatin tahun 2010,
menemukan bahwa terdapat 29% ibu hamil mengalami masalah

ix
mental emosional, sedangkan gangguan depresi pasca melahirkan
dialami oleh sekitar 18,6% ibu bersalin (Idaiani, Kusumawardani, &
Isfandari, 2018). Penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh Lail
(2020) menyebutkan bahwa masalah kesehatan mental di Kabupaten
Bogor sebesar 38,5%. Dibandingkan dengan Kabupaten/Kota di
sekitarnya, yaitu Kota Jakarta Pusat, angka depresi pada ibu hamil di
Kabupaten Bogor 2,5 kali lebih tinggi. (Anindyajati, Ismail, Diatr and
Elvira (2017) melaporkan bahwa di Kecamatan Matraman, Jakarta
Pusat sebanyak 15% ibu hamil mengalami depresi saat hamil.
Program penanganan masalah kesehatan ibu dan anak seperti Model
Pelayanan Kehamilan Terpadu dan Menjadi Ibu Tangguh dan
Optimis/MITO sudah tersedia.

Salah satu aktivitas program ini adalah konseling untuk


meningkatkan kesehatan mental ibu hamil. Sayangnya, program ini
belum mencakup upaya deteksi dini/pemeriksaan awal kesehatan
mental. Hal ini menunjukkan, bahwa kesehatan mental ibu selama
kehamilan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cenderung
diabaikan (Franks, Crozier, & Penhale, 2017). Bahkan penelitian lain
menyatakan bahwa kesehatan mental sering 4 diabaikan di negara-
negara berpenghasilan rendah dan menengah termasuk di antaranya
Indonesia (Atif et al., 2015). Organisasi Kesehatan Dunia
mendefinisikan sehat sebagai keadaan lengkap fisik, mental dan
kesejahteraan sosial dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau
kelemahan. (Swarbrick (2006). Selain itu, tujuan perawatan holistik
adalah untuk memenuhi tidak hanya kebutuhan fisik pasien tetapi juga
kebutuhan mental, sosial dan emosional mereka (Chidarikire, 2012).
Dijelaskan lebih lanjut, meskipun menganut/menggunakan filosofi
perawatan holistik, masalah kesehatan mental prenatal sering tetap
kurang diperhatikan/diagnosisnya diabaikan, ibu dengan masalah
kesehatan mental sering tidak mengkomunikasikannya dengan petugas

x
kesehatan dan tidak dilakukannya tindak lanjut atas masalah tersebut
(Bayrampour et al., 2018). Masalah kesehatan mental ibu selama
kehamilan memberikan dampak buruk terhadap ibu dan anak yang
akan dilahirkan. Terhadap anak yang akan dilahirkan antara lain
persalinan prematur, berat lahir rendah dan komplikasi neonatal dini
(Franks et al., 2017), perkembangan masa kanak-kanak terganggu
serta berdampak pada masalah kesehatan mental anak ketika sudah
menjadi remaja (Pawlby, Hay, Sharp, Waters, & O'Keane, 2009;
Talge et al., 2007). Selain dampak potensial pada anak-anaknya,
kondisi mental seorang ibu selama kehamilan juga terkait erat dengan
risiko masalah kesehatan mental yang berkelanjutan setelah
melahirkan. Lebih jauh disebutkan bahwa depresi dan kecemasan
selama kehamilan membawa biaya jangka panjang yang signifikan
bagi masyarakat (keseluruhan) terkait dengan dampak buruk pada
perilaku anak dan hasil perkembangan serta kualitas hidup ibu di masa
yang akan datang (Bauer et al., 2014). Bidan sebagai petugas pertama
yang menjadi tempat periksa awal ibu hamil memiliki tanggung jawab
atas penurunan angka kematian Ibu dan tentu saja kehamilan yang
sehat. Dari hasil kajian bahwa di Jawa Barat sebesar 86.1% ibu hamil
periksa kepada Bidan, dilihat dari proporsi fasiltas pelayanan
kesehatan tempat pertama mengalami kompliksi kehamilan 64,3%
datang ke Praktik Tenaga Kesehatan salah satunya Bidan (Kemenkes,
2018) sehingga bidan harus mampu memberdayakan dan membuat ibu
hamil menjadi mandiri (Trihono, 2016).

Berdasarkan latar belakang dan temuan dari studi pendahuluan


di atas, maka peneliti merasa penting untuk melakukan penelitian
tentang pengembangan model implementasi promosi kesehatan mental
ibu hamil di Praktik Mandiri Bidan di Wilayah Bogor. Penelitian ini
fokus pada kesehatan mental ibu selama kehamilan (prenatal). Hal ini
sesuai dengan yang disampaikan oleh Marks (2017) yang

xi
menyebutkan tentang pentingnya peran bidan dalam mempromosikan
kesehatan mental yang baik dan telah memberikan rekomendasi
praktik kebidanan terbaik pula (Marks, 2017).

Dari beberapa literatur menunjukkan bahwa peningkatan self-


esteem dan self-efficacy ibu hamil, juga pengetahuan, sikap dan
tindakan bidan tentang kesehatan mental ibu hamil, berhubungan
dengan luaran kesehatan mental ibu saat kehamilan. Inilah yang
menjadi dasar dikembangkannya Model Nurul. Model ini diharapkan
dapat menjadi solusi dalam pelayanan ibu hamil yang lebih
komprehensif, sehingga dapat melakukan penapisan/deteksi dini
bukan hanya fisik, namun juga pada masalah mental ibu hamil,
sehingga masalah mental tidak terabaikan dan dapat mengurangi
dampak yang akan terjadi dari masalah kesehatan mental pada ibu
hamil. Penelitian ini menjadi solusi dalam menentukan hambatan yang
dirasakan bidan dalam melakukan pemeriksaan awal, rujukan dan
manajemen masalah kesehatan mental selama kehamilan (prenatal).
Lebih dari itu, studi ini juga ingin melihat perspektif bidan terhadap
pemeriksaan kesehatan mental dan hambatan yang dirasakan, seperti
contohnya hambatan komunikasi bidan dengan ibu hamil, yang mana
hal ini perlu dijembatani untuk promosi kesehatan yang efektif dan
terintegratif. Sebagaimana disebutkan dalam suatu penelitian bahwa
model perawatan yang terintegrasi (antara penanganan kesehatan fisik
dan kesehatan mental) dapat mengatasi fragmentasi dalam layanan
kesehatan mental prenatal dan memungkinkan perawatan kebidanan
secara menyeluruh (holistik) (Bayrampour et al., 2018).

Model promosi kesehatan mental dalam penelitian ini menjadi


solusi dari kesehatan mental ibu selama kehamilan yang sering
diabaikan oleh petugas kesehatan (terutama bidan). Terdapat beberapa
determinan penting yang menentukan kesehatan mental ibu selama
kehamilan antara lain faktor demografi, dukungan sosial dan kejadian

xii
penting yang menjadi stressor dalam kehidupan (World Health
Organization, 2005).

Adapun pendekatan atau mekanisme yang dilakukan untuk


membangun kapasitas promosi kesehatan pada ibu selama kehamilan
antara lain pengembangan tenaga kerja (tenaga kesehatan seperti
bidan), pengembangan organisasi, alokasi sumber daya dan
pembentukan kemitraan (O'hanlon, Ratnaike, Parham, Kosky, &
Martin, 2002). Selanjutnya tidak saja bidan yang tercerahkan namun
justru yang terpenting adalah ibu yang dalam kehamilan itu sendiri
merupakan faktor kunci dalam pencegahan penyakit mental. Hal ini
sejalan dengan sebuah penelitian yang menyebutkan bahwa literasi
kesehatan (health literacy) mengenai kesehatan mental selama
kehamilan juga merupakan komponen penting dari kesehatan ibu
karena memberdayakan individu tidak hanya dengan mendapatkan
pengetahuan, tetapi untuk mencari bantuan dan pengobatan dini
mempromosikan kesehatan mental yang baik bagi bayi dan anak
(Recto & Champion, 2018).

C. Dampak Persalinan Terhadap Status Mental Perempuan


Persalinan adalah salah satu peritiwa penting nan bersejarah yang
dialami oleh kehidupan seluruh wanita di bumi ini. Hakikat manusia
menurut perspektif psikologi adalah seorang wanita yang percaya bahwa
kita dianggap sempurna ketika dapat melahirkan seorang anak. Ini
merupakan peristiwa yang sangat positif dimana dapat menjadi masa
transisi yang terasa menyenangkan untyuk berlaih ke tahap kehidupannya
yang baru. Persalinan juga disebut sebagai saat-saat yang berat dalam
hidup. Mengapa? Karena disinilah terjadi pertaruhan nyawa antara hidup
dan mati. Resa cemas, panik disertai ketakutahn yang tinggi,
ketidakpastian ditambah sakit yang luar biasa timbul menjelang proses
kelahiran. Rasa ini timbul akibat kekhawatiran yang muncul akan proses
persalinan yang dialaminya dengan calon bayinya nanti. Sebab itulah,

xiii
wanita yang sedang menghadapi persalinan membutuhkan selain
kematangan fisik, mereka juga membutuhkan kesiapan secara psikologis.
Buruknya kematangan psikologis ( kesehatan mental ) seorang wanita juga
akan memperngaruhi proses persalinannya. Anggapan-anggapan bahwa
persalinan itu sakit selalu membayangi si calon ibu. Nah, anggpapan inilah
yang menyebabkan sistem syaraf simpatetik seperti sistem saraf endokrin
dimana kebanyakan akan membuat ibu hamil yang sedang menuju proses
persalinan lebih mudah marah atau tersinggung, sering melamun dan
gelisah. Berikut adalah faktor psikologis terhadap persalinan.

1. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan masalah kesehatan mental pada


masa persalinan
a. Kekhawatiran.
b. Gelisah
c. Takut akan Kematian
d. Trauma akan kelahiran
e. Stress
f. Perasaan bersalah.
g. Konflik Batin
h. Kecemasan
i. Sedih sekaligus bahagia
2. Masalah Kesehatan Mental yang dapat terjadi pada masa persalinan
a. Kecemasan
Kesemasan adalah hal yang biasanya terjadi menjelang persalinan.
Ibu hamil yang menantikan proses kelahiran pertama kali biasanya
akan mulai gugup dan cemas. Ia tidak berhenti memikirkan hal-hal
yang menurutnya berbahaya. Tentu saja, apabila kecemasan ini tidak
dikelola dengan baik, maka kondisi psikis ibu tersebut akan semakin
memburuk. Tidak menutup kemungkinan pula ia bisa sampai
mengalami gangguan obsesif kompulsif. Untuk mengatasi
kecemasan ini, maka dukungan dari orang terdekat (suami atau

xiv
keluarga) benar-benar dibutuhkan. Cara menghilangkan kecemasan
ini efektif. Mendengar pengalaman yang menenangkan akan lebih
baik, sebab bagaimana pun juga seringkali ibu yang akan melahirkan
justru terpapar oleh informasiinformasi yang semakin membuatnya
khawatir.
b. Ketakutan
Ketakutan berbeda dengan kecemasan. Kecemasan merupakan suatu
bentuk kekhawatiran pada objek yang tidak jelas (hanya ada di
pikiran dan tidak jelas bentuknya seperti apa). Sementara itu,
ketakutan merupakan bentuk kekhawatiran pada sesuatu yang jelas
objeknya. Dalam masa persalinan, seorang wanita bisa saja menjadi
takut pada proses persalinan normal. Ia membayangkan apakah janin
yang akan dilahirkannya selamat atau tidak. Atau kesakitan yang ada
pada saat bersalinan apakah ia sanggup jalani atau tidak. Untuk
mengatasi ketakutan, maka seorang wanita perlu ditenangkan
terlebih dahulu. Mendengarkan apa yang menjadi keluhannya adalah
hal yang baik yang bisa dilakukan. Sikap menggurui atau
memintanya berhenti takut justru tidak akan membantu mengurangi
ketakutannya.
c. Sikap Pasif
Sikap pasif timbul manakala seorang wanita hamil memiliki
keengganan pada saat akan melahirkan. Ini juga didorong dengan
dukungan yang lemah dari lingkungan sekitar. Perhatian suami dan
keluarga yang kurang akan menimbulkan sikap yang pasif dari
seorang wanita hamil. Oleh karenanya, penting untuk memberikan
dukungan kepadanya. Untuk mengatasi sikap pasif ini, kita bisa
memberikan sistem dukungan yang baik berupa bentuk perhatian
dan kasih sayang kepadanya. Bagaimana pun juga, hal ini akan
sangat berpengaruh pada kelancaran proses persalinannya nanti.
d. Hipermaskulin

xv
Kondisi hipermaskulin menggambarkan bagaimana seorang calon
ibu merasa goyah keinginannya antara ingin atau tidak punya anak.
Padahal, ia sudah berada di saat-saat menjelang persalinannya.
Akibatnya, emosinya menjadi tidak stabil. Ini biasanya terjadi pada
wanita yang memang berkarir. Pikirannya menjadi buyar karena ia
ingin mempertahankan cara dia bekerja, tetapi di sisi lain juga
merindukan kehadiran anak. Gangguan psikologi pada masa
reproduksi bisa menjadi salah satu penyebabnya. Lagi, untuk
mengatasi hal ini maka kita bisa memberikan sistem dukungan yang
baik. Mendengarkan keluhannya dan sama-sama mencari
penyelesaian bersama adalah hal yang tepat untuk dilakukan
e. Hiperaktif
Menjelang persalinan, seorang wanita juga bisa menjadi lebih
hiperaktif karena ia ingin segera melaksanakan proses persalinan.
Oleh karenanya, ia menjadi lebih banyak beraktivitas demi proses
persalinan yang berlangsung sesegera mungkin. Menenangkan ibu
hamil dengan cara memberikan pengertianpengertian tentang proses
persalinan adalah hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi
permasalahan ini. Psikologi konseling juga bisa dilakukan agar
wanita menjadi lebih siap.
f. Kompleks maskulin
Kompleks maskulin adalah bentuk dari hiperaktif yang tidak
tertangani. Pada saat persalinan, seorang wanita menjadi lebih
agresif lagi. Sikapnya menunjukkan bahwa proses persalinan yang ia
alami harus segera selesai dan tidak ingin membuang-buang waktu.
Sikapnya menjadi lebih pengatur pada orang-orang di sekitarnya.
Untuk mengatasi gangguan psikologi pada masa persalinan ini, maka
ada baiknya tenaga medis yang membantu persalinan menghadirkan
orang paling terdekatnya (suami)
g. Halusinasi hipnagogik

xvi
Halusinasi hipnagogik adalah halusinasi yang terjadi saat orang
sedang terlelap. Sensasi seperti suara, visual, rasa, hingga aroma
terasa nyata meskipun sebenarnya tidak ada.
Pada saat akan bersalin, seorang wanita pasti akan mengalami
kontraksi-kontraksi. Ada fase istirahat selama kontraksi tersebut.
Seorang ibu bisa mengalami kondisi tidur semu. Di sinilah terjadi
kondisi halusinasi hipnagonik. Ia akan menjadi tidak tenang karena
muncul pikiran-pikiran yang tidak-tidak. Bahkan, kadang bisa juga
muncul gangguan psikosomatis. Untuk mengatasinya, maka kita bisa
tetap mempertahankan interaksi pada ibu menjelang persalinan.

D. Dampak Nifas Terhadap Status Kesehatan Mental Perempuan


Secara psikologi, setelah melahirkan seorang ibu akan merasakan
gejala-gejala psikiatrik. Wanita banyak mengalami perubahan emosi
selama masa nifas sementara ia menyesuaikan diri menjadi seorang ibu.
Penting sekali sebagai bidan untuk mengetahui tentang penyesuaian
psikologis yang normal sehingga ia dapat menilai apakan seorang ibu
memerlukan asuhan khusus dalam masa nifas ini. (Ambarwati, 2010 :
87). Gangguan psikologi masa nifas meliputi:

1. Postpartum Blues
Postpartum blues dapat terjadi begitu selesai proses kelahiran dan
biasanya akan hilang setelah beberapa hari sampai seminggu setelah
melahirkan. Seseorang yang baru melahirkan dapat terkena perubahan
mood secara tiba-tiba/ tak terduga, merasa sedih, menangis tak henti
tanpa sebab, kehilangan nafsu makan, tak tenang, gundah dan
kesepian. (Sujiyatini dkk, 2010 : 192). Tidak ada perawatan khusus
untuk postpartum blues jika tidak ada gejala yang signifikan. Empati
dan dukungan keluarga serta staf kesehatan diperlukan. Jika gejala
tetap ada lebih dari dua minggu diperlukan bantuan professional.
(Bahiyatun, 2009 : 65). Namun apabila postpartum blues ini tidak
kunjung reda, keadaan ini dapat berkembang menjadi depresi pasca

xvii
melahirkan atau postpartum depression, itulah kenapa akan membantu
bila kita tidak menganggapnya sebagai kejadian yang tidak penting.
Bentuk paling hebat dari depresi postpartum yang tidak tetangani
dengan baik akan mengakibatkan postpartum psikosis (Marshall :
2004 :25-26)
2. Postpartum depression
Sekitar 10% wanita setelah melahirkan mengalami post natal
depression atau postpartum depression. Gejala dari postpartum depresi
ini yaitu merasa letih, mudah putus asa, depresi, serangan panik, tidak
tertarik untuk melakukan hubungan seksual, sulit tidur walaupun
sangat lelah, tegang, pikiran obsesif dan tidak terkontrol, mempunyai
rasa bersalah yang berlebihan terhadap sesuatu. (Jhaquin, 2010 : 39).
Penyebab kelainan ini juga belum diketahui secara pasti, tetaapi
seorang wanita akan lebih mungkin mengalami depresi postpartum
jika secara social dan emosional ia terisolasi atau mengalami peristiwa
kehidupan yang penuh dengan setres terhadap kondisi jiwanya ,
terutama selama masa-masa kehamilan dan menjelang persalinan.
(Hendrik, 2006 : 144). Postpartum depression ini dapat terjadi
kapanpun di dalam jangka waktu satu tahun setelah melahirkan.
Postpartum depression ini memerlukan perawatan dokter melalui
konsultasi, group support dan pengobatan. (Sujiyatini, 2010 : 193
3. Postpartum psikosis
Gangguan jiwa yang serius, yang timbul karena penyebab organik
atau fungsional/ emosional dan menunjukan gangguan kemampuan
berpikir, bereaksi secara emosional meningkat, berkomunikasi,
menafsirkan kenyataan dan bertindak sesuai dengan kenyataan.
Psikosis merupakan gangguan kepribadian yang menyebabkan
ketidakmampuan menilai realita dengan fantasi dirinya. (Rukiyah,
2010 : 383) Postpsrtum psikosis merupakan keadaan dimana wanita
mengalami tekanan jiwa yang sangat hebat yang bisa menetap sampai
setahun. Gangguan kejiwaan ini juga bisa selalu kambuh setiap pasca

xviii
melahirkan. (W. Benedicta, 2010 : 104). Postpartum psikosis
merupakan gangguan mental berat pasca melahirkan yang memiliki
gejala-gejala yang mirip dengan postpstum depression ditambah
penderita sering berkhayal, berhalusinasi dan bingung hingga muncul
pikiran ingin melukai bayinya dan dirinya sendiri, tanpa menyadari
bahwa pikiran-pikiran itu tidak masuk akal. Jadi resiko untuk bunuh
diri atau membunuh bayinya lebih besar dari pada postpartum
depression. (H. Budhyastuti, 2011 : 322).

xix
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehamilan, persalinan dan kelahiran bayi pada umumnya
memberikan arti emosional yang besar pada setiap wanita, dan juga
pada kedua orang tuanya. Wanita-wanita hamil pada umumnya
dihinggapi keinginan-keinginan dan kebiasaan yang aneh-aneh serta
irrasional, yang disebut sebagai peristiwa "mengidam". Peristiwa ini
biasanya disertai emosi-emosi yang kuat, oleh sebab itu wanita yang
bersangkutan jadi sangat perasa, sehingga mudah terganggu
keseimbangan mentalnya (Kartono, 2007)
Persalinan merupakan masa yang cukup berat bagi ibu, dimana
proses melahirkan layaknya sebuah pertaruhan hidup dan mati seorang
ibu, terutama pada ibu primipara, dimana mereka belum memiliki
pengalaman melahirkan. Rasa cemas, panik, dan takut yang melanda
ibu dengan semua ketidakpastian serta rasa sakit yang luar biasa yang
dirasakan ibu dapat mengganggu proses persalinan dan
mengakibatkan lamanya proses persalinan. Rasa cemas dapat timbul
akibat kekhawatiran akan proses kelahiran yang aman untuk dirinya
dan bayinya.
Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peran
penting dalam mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Perkembangan sosial budaya dalam masyarakat merupakan suatu
tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah mengalami
suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan budaya

xx
bisa memberikan dampak positif maupun negative bagi ibu pada saat
proses persalinan maupun pasca bersalin.

B. Saran
Dalam proses menghadapi persalinan dan nifas, untuk
menghindari terjadinya gangguan psikologi maka diperlukan
dukungan keluarga atau suami untuk memberikan sentuhan kasih
sayang, meyakinkan ibu bahwa persalinan dan nifas dapat berjalan
lancar, mengikutsertakan keluarga untuk memberikan dorongan moril,
cepat tanggap terhadap keluhan ibu/ keluarga serta memberikan
bimbingan untuk berdoa sesuai agama dan keyakinan.

xxi
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, A., Kundre, R., & Rompas, S. (2015). Hubungan Keluarga


dengan
Kecemasan Ibu Hamil Menghadapi Proses Persalinan di Puskesmas
Budilatama Kecamatan Gadung Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi

Tengah. ejournal keperawatan, 3, 1-6. Bobak, dkk, 2005.Psikologi


Pada Persalinan Dan Postpartum Edisi 4. Penerbit : EGC. Jakarta

Dayakisni & Yuniardi, 2012. Bebas Stress Usai Melahirkan.


Penerbit : Javalitera. Jogjakarta

Kartono. 2010.Budaya bersumber dari cerita turun menurun


dalam masyarakat kepercayaan.Penerbit : Alfabeta. Bandung

Supiati, Murwat. 2014. Faktor internal dan eksternal yang


mempengaruhi depresi postpartum. Jurnal Terpadu Ilmu
Kesehatan.Volume 3 No 2 November 2014, hlm 106-214.da Silva, R.
A., Ores, L. d., Jensen, K., Moraes, I. G., Souza, L. D., Magalha, P.,et
al. (2012). Suicidality and Associated Factors in Pregnant Women in
Brazil. Community Ment Health Journal, 48, 392-395.
Diener, E., Lucas, R. E., & Oishi, S. (2002). Handbook of Positive
Psychology.(C. Snyder, & S. J. Lopes, Penyunt.) Berlin: Oxford
University Press.
Handayani, R., Netty, E., Farida, E., Rachmadi, B., Haslinda,
Erytawidhayani, etal. (2007). Pedoman Pelayanan Antenatal. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.

xxii
Larasati, I. P., & Wibowo, A. (2012). Pengaruh Keikutsertaan Senam
Hamil
terhadap Kecemasan Primigravida Trimester Ketiga dalam
Menghadapi Persalinan. Jurnal biometrika dan kependudukan, 1,
2631.

xxiii

Anda mungkin juga menyukai