Anda di halaman 1dari 24

PERAN DAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA DAN

PASANGAN TERHADAP KESEHATAN MENTAL


PEREMPUAN

1. Badria Laili (220503253044) 7. Nuryanti (220503234025)

2. Duartina Manalu (220503215006) 8. Peggy Mia Rosmaya (220503342133)

3. Eli Sapitri Fikriyani (220503257048) 9. Reni Kristiani (220503237028)

4. Endah Rusmayanti (220503333124) 10. Rumyah (220503281072)

5. Fizar Resti Amelia (220503299090) 11. Siti Taryuni (220503344135)

6. Hastuti Suardy (220503337128) 12. Sumini (220503345136)

Disusun Oleh :

Tugas Mata kuliah : Psikologi dalam Praktik Kebidanan


Dr Hj, Sitti Saleha.,S.SiT,SKM., M.Keb

PROGRAM PROFESI KEBIDANAN

STIKES BHAKTI PERTIWI INDONESIA JAGAKARSA

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami

panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan Rahmat, hidayah, dan inayah-

Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Peran dan

Tanggungjawab Keluarga dan Pasangan Terhadap Kesehatan Mental Perempuan”. Makalah

ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan untuk itu kami menyampaikan banyak

terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari

segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami

menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “Peran dan Tanggungjawab Keluarga dan

Pasangan Terhadap Kesehatan Mental Perempuan ”. ini dapat memberikan manfaat maupun

inspirasi terhadap pembaca.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………… i

DAFTAR ISI………………………………………………………………… ii

BAB I : PENDAHULUAN…………………………………………….……. 1

A. Latar Belakang …………………………………………….……….. 1


B. Rumusan Masalah…………………………………………..……..... 5
C. Tujuan Penulisan ………………………………………………….... 5

BAB II : PEMBAHASAN

A. Peningkatan support mental/dukungan keluarga dalam mengatasi


gangguan psikologis yang berhubungan dengan masa perinatal dan
puerperium………………………………………………………… 6
1. Pengertian Dukungan Keluarga dan suami ………………. 6
2. Jenis-jenis dukungan keluarga……………………………... 6
B. Adaptasi psikologi ibu hamil dan nifas…………………………… 9
C. Perubahan Psikologis Dalam Masa Kehamilan (Perinatal) dan
Masa Nifas (Post Partum)………………………………………… 11
1. Masa Kehamilan…………………………………………….. 11
2. Masa Nifas …………………………………………………… 13
D. Gangguan Psikologis Masa Kehamilan dan Masa Nifas………… 14
1. Gangguan Masa Kehamilan………………………………… 14
2. Gangguan Masa Nifas ………………………………………. 14
3. Depresi Post Partum ………………………………………… 14

BAB III : PENUTUP………………………………………………………… 18

A. Kesimpulan…………………………………………………………… 18
B. Saran …………………………………………………………………. 19

ii
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kematian ibu dan bayi masih menjadi permasalahan yang harus
diperhatikan dan ditangani dengan maksimal. Berdasarkan data dari ASEAN
Statistical Report on Millennium Development Goals memperlihatkan bahwa
Angka Kematian Ibu (AKI) berada pada kisaran 305 per 100.000 kelahiran
hidup, masih sangat jauh dari target ASEAN Millenium Development Goals
yaitu 98 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar
22 per 1.000 kelahiran bayi (ASEAN MDGs, 2017). Salah satunya, kondisi
tersebut mengindikasikan kondisi kesehatan ibu hamil yang masih kekurangan
vitamin atau mempunyai status gizi yang rendah (Madanijah et al., 2013).
Adanya berbagai permasalahan tersebut membutuhkan upaya untuk
meningkatkan status gizi dan kesehatan ibu hamil atau melahirkan. Upaya yang
perlu dilakukan bukan hanya terkait dengan pemenuhan gizi ibu hamil dan
melahirkan namun juga upaya-upaya lain yang sifatnya menguatkan kondisi
psikososialnya.

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir


ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang
berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau setelah persalinan sampai 42 hari
persalinan merupakan periode penting bagi ibu dan bayi baru lahir. Periode nifas
merupakan salah satu periode kritis dalam proses kehidupan seorang perempuan
maupun bayi dan merupakan masa sulit, diperkirakan 60% kematian ibu akibat
kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam
25 jam pertama.
Bagi pasangan dengan anak pertama, akan menjadi pengalaman baru, baik
bagi istri maupun suami, sehingga yang dirasakan adalah kebingungan,

1
khususnya istri yang akan merasakan perasaan cemas, takut, dan bahagia. Faktor
yang hampir selalu menyebabkan depresi pasca melahirkan yaitu kurangnya
dukungan social. Namun masa transisi ini sering dianggap sementara atau tidak
penting sehingga perawatan postpartum menjadi aspek yang diabaikan dari
perawatan kesehatan wanita. Tidak ada kejadian hidup yang memiliki efek luar
biasa terhadap kondisi fisik, fungsional dan emosional seperti masa postpartum.

Gangguan Kesehatan mental perempuan bisa terjadi pada perempuan


dalam kondisi apapun. Tetapi, gangguan Kesehatan mental lebih sering terjadi
pada kondisi ibu hamil dan masa nifas atau post partum. Dikarenakan pada ibu
hamil, hormon estrogen dan progesteron wanita meningkat. Dan hormone
endorphin meningkat pada masa nifas. Seringkali ibu merasa cemas, kelelahan,
marah, tertekan dan emosi. Sehingga, beresiko mengalami gangguan pada
psikologinya.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah gangguan
Kesehatan mental pada ibu hamil dan ibu nifas adalah dengan mengoptimalkan
fungsi keluarga. Menurut Sunarti (2015), fungsi keluarga yang berjalan dengan
optimal akan memiliki kemampuan menyediakan sumber daya untuk
meningkatkan kualitas hidup keluarga. Fungsi keluarga mencakup fungsi
ekspesif yaitu berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan emosi dan perkembangan
termasuk moral, loyalitas, dan sosialisasi; dan fungsi instrumental yang berkaitan
dengan perolehan sumber daya ekonomi dan manajemen yang berlangsung
sepanjang kehidupan keluarga. Levy dalam Megawangi (2014) memaparkan
fungsi keluarga hanya bisa berjalan dengan baik jika dilakukan pembagian tugas
yang jelas pada masing-masing anggota keluarga (aktor) berdasarkan statusnya
dalam keluarga. Pembagian tugas yang dimaksud adalah alokasi peran pada
setiap anggota di dalam keluarga (Megawangi, 2014). Hasil penelitian Putri dan
Lestari (2015) menunjukkan pasangan berbagi peran dalam tiga bidang yaitu
pengambilan keputusan, pengelolaan keuangan keluarga, dan pengasuhan anak;
dengan proses implementasi peran yang fleksibel, dan suami memiliki peran
yang lebih besar dalam pengambilan keputusan sementara istri dalam manajemen

2
keuangan dan pengasuhan anak.
Selain itu, peran suami dalam hal menyediakan akses pelayanan kesehatan
dan selalu mendampingi istri ketikal hamil dalam melakukan pemeriksaan
kesehatan sebagai bentuk deteksi dini dan pencegahan komplikasi kehamilan
juga merupakan bentuk dukungan yang sangat dibutuhkan. Hasil penelitian
Widoyo (2015) menyatakan pentingnya peran suami sebagai orang terdekat dari
ibu hamil. Peran ini dapat dilakukan dengan memiliki kepekaan yang tinggi;
merespon setiap keluhan keluhan kecil yang dirasakan istri seperti mual, pusing,
dan lemas; dan juga menganjurkan dan mendampingi istri untuk melakukan
pemeriksaan terhadap keluhan tersebut. Dukungan suami terhadap istri ketika
hamil juga memiliki dampak subjektif yang dirasakan istri seperti tingkat
kecemasan yang lebih rendah terutama pada kehamilan trimester tiga/ periode
akhir kehamilan (Diani & Susilawati, 2013), kekuatan mental dan kepercayaan
diri yang lebih tinggi yang dirasakan istri dalam menghadapi persalinan dan
setelah persalinan (Umami & Puspitasari, 2007; Widoyo, 2015). Hasil-hasil
penelitian tersebut memperlihatkan adanya dampak positif pada kondisi
kehamilan istri karena adanya dukungan peran suami saat istrinya sedang hamil.
Dampak positif terhadap penurunan kecemasan dan peningkatan kepercayaan
diri selama istri hamil dan melahirkan akan memengaruhi juga kepuasan istri
terhadap kondisinya, mengingat berbagai perubahan fisiologis dan psikologis
yang dialaminya.
Namun, pada kondisi istri sedang hamil, istri akan mengalami keluhan
mual, muntah, pusing, dan mudah lelah, serta tingkat kecemasan tinggi yang
dapat menyebabkan aktivitas peran istri akan terganggu(Rustikayanti, Kartika, &
Herawati, 2016). Pada situasi tersebut diperlukan dukungan dan peran pengganti
dari suami. Suami sebagai salah satu anggota dalam keluarga (sebagai orang
paling dekat dengan istri) harus menjalankan perannya, baik peran pada wilayah
produktif, wilayah domestik maupun peran sosial. Dukungan dan peran suami
secara konsisten berhubungan dengan perilaku ibu hamil yang lebih sehat, seperti
perawatan kehamilan lebih dini, mengurangi merokok, dan mengurangi
konsumsi alkohol (Alio et al., 2010).
3
Salah satu peran suami dalam keluarga adalah menjaga kesehatan istri
setelah melahirkan (masa nifas) yaitu dengan cara memberikan cinta kasih
kepada istrinya agar sang istri merasa diperhatikan, mengantarkan untuk kontrol,
menganjurkan untuk makan makanan bergizi, istirahat yang cukup, menjaga
personal hygine dan memberikan dukungan penghargaan, berupa pujian atau
penilaian kepada ibu nifas, dukungan instrumental berupa membantu merawat
bayi. Tidak adanya dukungan suami pada ibu di masa nifas akan menyebabkan
ibu merasa tidak diperhatikan dan tertekan. Tekanan yang dirasakan ibu nifas
tersebut jika dibiarkan berlarut-larut dapat menyebabkan ibu mengalami stres,
sehingga bisa memunculkan sikap negatif dan menimbulkan perilaku yang
kurang baik seperti tidak mau makan, tidak mau memeriksakan diri ke
tenagakesehatan, dan akan berdampak buruk terhadap kesehatan dirinya.
Dukungan sosial merupakan hal yang penting untuk kesejahteraan ibu dan bayi
adaptasi perempuan menjadi seorang ibu, memerlukan dukungan suami dan orang di
sekitarnya. Orang yang memotivasi, membesarkan hati dan orang yang selalu
bersamanya serta membantu dalam menghadapi perubahan akibat adanya persalinan,
untuk semua ini yang penting berpengaruh bagi ibu nifas adalah kehadiran seorang
suami. Dukungan suami merupakan cara mudah untuk mengurangi depresi postpartum
pada istri mereka yang diperlukan untuk meningkatan kesejahteraan. Dukungan yang
terpenting adalah peran suami, suami merupakan kepala keluarga sekaligus patner
istri dalam mengarung bahtera rumah tangga mereka. Seorang laki-laki yang
menjadi ayah baru dituntut dapat membantu istrinya yang baru saja melewati
pengalaman persalinan.
Kesejahteraan merupakan persepsi individu mengenai keberfungsian
mereka di bidang kehidupan. Lebih spesifiknya adalah penilaian individu
terhadap posisi mereka dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan sistem nilai
di mana mereka hidup dalam kaitannya dengan tujuan individu, harapan, standar
serta apa yang menjadi perhatiaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kesejahteraan diantaranya mengenali diri sendiri, adaptasi, merasakan
penderitaan orang lain, perasaan kasih sayang, bersikap optimis, dan
mengembangkan sikap empati.

4
Hipotesanya, jika peran suami pada semua aspek dilakukan dengan baik dan
penuh tanggung jawab maka istri akan merasakan kesejahteraan subjektif (kepuasan dan
keahagiaan) yang optimal.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran dan tanggung jawab pasangan serta support dan dukungan
keluarga dalam mengatasi gangguan psikolosi perempuan yang berhubungan
dengan masa hamil (perinatal) dan nifas (peurperium)?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dukungan suami atau keluarga dalam proses masa hamil
(perinatal) dan nifas (peurperium)?
2. Untuk mengetahui peran serta tanggung jawab keluarga atau suami dalam
mengatasi gangguan psikologi perempuan pada masa hamil (perinatal) dan
nifas (peurperium)?

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Peningkatan support mental/dukungan keluarga dalam mengatasi


gangguan psikologis yang berhubungan dengan masa perinatal dan
peurperium
1. Pengertian Dukungan Keluarga dan suami
Dukungan keluarga dan suami adalah sikap, tindakan dan penerimaan
keluarga terhadap anggotanya. Keluarga dan suami juga berfungsi sebagai
sistem pendukung bagi anggotanya dan anggota keluarga memandang bahwa
orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dengan
bantuan jika diperlukan.
Dukungan keluarga adalah suatu proses hubungan antara keluarga
dengan lingkungan sosial keluarga tersebut bersifat reprositas (sifat dan
hubungan timbal balik), advis atau umpan balik (kualitas dan kuantitas
komunikasi) serta keterlibatan emosional ke dalam intimasi dan kepercayaan
dalam hubungansosial. Dukungan keluarga juga diartikan sebagai keberadaan,
kesedihan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, serta dapat
menghargai dan saling menyayangi.
Dukungan keluarga adalah komunikasi verbal dan nonverbal, saran,
bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang
akrab dengan subyek di dalam lingkungan sosial atau berupa kehadiran dan
hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada
tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini seseorang merasa memperoleh
dukungan secara emosional merasa lega karena mendapat perhatian, saran
atau kesan yang menyenangkan pada dirinya.
2. Jenis-jenis Dukungan Keluarga
Ada empat aspek dukungan keluarga, yaitu :
a. Emosional

6
Aspek ini melibatkan kekuatan jasmani dan keinginan untuk percaya
pada orang lain sehingga individu yang bersangkutan menjadi yakin
bahwa orang lain tersebut mampu memberikan cinta dan kasih sayang
kepada dirinya.
b. Instrumen
Aspek ini meliputi penyediaan sarana untuk mempermudah atau
menolong orang lain sebagai contohnya adalah peralatan, perlengkapan,
dan sarana pendukung lain termasuk didalamnya memberikan peluang
waktu.
c. Informative
Aspek ini berupa pemberian informasi untuk mengatasi masalah
pribadi. Terdiri dari pemberian nasehat, penghargaan, dan keterangan lain
yang dibutuhkan oleh individu yang bersangkutan.
d. Penghargaan
Aspek ini terdiri atas dukungan peran keluarga yang meliputi
umpan balik, perbandingan sosial, dan afirmasi.
Terdapat lima macam dukungan sosial suami, yaitu :
 Bantuan fisik, interaksi yang mendalam, mencakup pemberian kasih
sayang dan kesediian untuk mendengarkan permasalahan.
 Bimbingan, termasuk pengajaran dan pemberian nasehat.
 Umpan balik, pertolongan seseorang yang paham dengan masalahnya
sekaligus memberikan pilihan respon yang tepat untuk menyelesaikan
masalah.
 Partisipasi keluarga, bersenda gurau dan berkelakar untuk menghibur
seseorang.
Dalam suatu keluarga terdapat 4 dukungan yang harus dilakukan pada anggota
keluarganya, yaitu :
 Dukungan informasional

7
Keluarga berfungsi sebagai kolektor dan disseminator informasi tentang
dunia yang dapat digunakan untuk mengungkapkan suatu masalah.
Mafaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu
stressor karena informasi yang diberikan dapat menyambungkan

aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini
adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.
 Dukungan penilaian
Keluarga bertindak sebagai sebuah umpan balik, membimbing dan
menengahi masalah serta sebagai sumber validator identitas anggota
keluarga, diantaranya memberi support, pengakuan, penghargaan dan
perhatian.
 Dukungan instrumental
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan
konkrit seperti tenaga, sarana dan materi. Manfaat dukungan ini adalah
mendukung pulihnya energi atau stamina dan semangat yang menurun
selain itu individu marasa bahwa masih ada perhatian atau kepedulian
dari lingkungan terhadap anggota yang sedang mengalami kesulitan atau
penderitaan.
 Dukungan emosional
Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan
pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Manfaat dari
dukungan ini adalah secara emosional menjamin nilai-nilai individu (bai
pria maupun wanit) akan selalu terjaga kerahasiaannya dari keingintahuan
orang lain. Aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang
diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian dan
mendengarkan serta didengarkan. Hal tersebut sfek-efek penyangganya
dan utama dari dukungan sosial terhadap pertumbuhan dan perkembangan
bisa menjadi fungsi yang bersamaan.
Cara untuk mengukur dukungan keluarga dapat dilihat dengan ciri-ciri
dukungan, yaitu :
8
 Informatif, yaitu dengan cara memberikan dukungan informasi yang
diperlukan oleh keluarganya seperti pemberian nasehat, pengarahan, ide-
ide atau informasi lainnya

 Perhatian sosial, dukungan tersebut dapat ditunjukkan berupa dukungan


simpati, empati, cinta, kepercayaan dan penghargaan. Bantuan
instrumental, anggota keluarga bersedia menolong secara langsung jika
salah satu dari anggota keluarganya mengalami kesulitan. Misalnya,
menyediakan peralatan yang lengkap dan obat-obatan yang dibutuhkan
anggota keluarganya.
 Bantuan penilaian, pemberian penilaian positif dan negatif
yangpengaruhnya sangat berarti seperti pujian jika anggota keluarganya
melakukan tindakan yang benar dan teguran saat anggota keluarganya
melakukan kesalahan.
B. Adaptasi Psikologis Ibu Hamil (Perinatal) dan ibu nifas (peurperium)
Adaptasi psikologi pada periode kehamilan dan nifas merupakan penyebab
stressemosional terhadap ibu baru, bahkan menyulitkan bila terjadi perubahan
fisik yang hebat. Kehamilan dan peurperium diidentifikasi sebagai pemicu
potensial yang secara serius memengaruhi status psikis ibu selama periode
perinatal dan post partum. Adapun lonjakan hormon, seperti estrogen dan progesteron
membantu bayi berkembang, dan meningkatnya hormone endorphin setelah melahirkan
(post partum) juga memiliki pengaruh pada saraf. Itu sebabnya, ibu akan mengalami
beberapa kondisi seperti kelelahan, kesal, marah, tertekan dan banyak emosi dan lain lain.
Dilansir dari Parenting First Cry, perubahan-perubahan akibat lonjakan hormon ini
memiliki tahap yang memengaruhi psikologis sesuai dengan keadaan ibu tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi ke masa menjadi
orang tua pada masa perinatal dan peurperium, yaitu:
a. Respon dan dukungan dari keluarga dan teman
b. Hubungan antara pengalaman melahirkan dan harapan serta aspirasi
c. Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lain
d. Pengaruh budaya
e. Satu atau dua hari postpartum, ibu cenderung pasif dan tergantung.
9
Ia hanya menuruti nasehat,ragu-ragu dalam membuat keputusan, masih
berfokus untuk memenuhi kebutuhan sendiri, masih menggebu
membicarakan pengalaman persalinan.
Adapun peranan keluarga dan suami yang dapat diterapkan yaitu:
 Komunikasikan dengan baik untuk meminta bantuan.
Cara ini tidak ada salahnya, ibu atau ibu mertua boleh turut
membantu kita dalam masa-masa awal apalagi buat ibu dengan
kehamilan dan persalinan pertama.

 Boleh memberikan batasan bantuan.


Ketika orang tua kita terlalu turut campur, justru membuat kita
tidak nyaman kan. Silahkan bicarakan dengan baik-baik agar tidak
terjadi konflik
 Jika merasa masih lelah, boleh menggunakan jasa pengasuh
Suami turut memiliki peran utama dalam mengasuh dan merawat
bayi. Pentingnya kepekaan suami juga termasuk bentuk support. Jika
kondisi rumah berantakan, para suami bisa membantu membersihkan
rumah. Keadaan rumah yang rapi membuat ibu lebih nyaman. Suami
yang mengantarkan ibu priksa hamil, membatu merapihkan rumah, dan
melakukan pekerjaan rumah Bersama sama. Ketika setelah melahirkan,
suami membantu menimang, menggantikan popok, dan bermain dengan
bayi juga menstimulasi perkembangan dan kecerdasan bayi.
Adapun peran suami menjaga kondisi emosional dan mood tetap
baik dengan cara memanjakan dengan pijatan, menyediakan makanan
yang suka, dan juga suami bisa mencega pembicaraan yang kurang
menyenangkan dari lingkungan sekitar. Peran serta keluarga dalam
masa-masa awal melahirkan begitu penting. Selain kita merasa dicintai
dan diperhatikan oleh lingkungan kita. Manfaat dukungan dari keluarga
sebagai berikut:
1) Lebih percaya diri untuk menjalani proses kehamilan, persalinan
dan proses menyusui.

10
2) Tidak lagi merasa cemas dan tertekan
3) Menjaga kondisi ibu dan tumbuh kembang janin
4) Mempercepat pemulihan fisik sehabis melahirkan
5) Membantu melepaskan kondisi emosional
6) Menjaga bayi dalam kondisi sehat
7) Membantu kita untuk cepat beradaptasi dengan bayi
8) Mencegah kondisi kita tambah parah

C. Perubahan Psikologis Dalam Masa kehamilan (perinatal) dan Masa Nifas


(post partum)
1. Masa kehamilan
Dalam menjalani adaptasi pada masa kehamilan, ibu akan mengalami
fase- fase sebagai berikut :
 Trimester pertama

Dalam beberapa bulan pertama kehamilan, Bunda akan mengalami


kelelahan, mual, nyeri punggung bawah dan sebagainya. Progesteron
juga dikaitkan dengan perubahan suasana hati, kewaspadaan, dan
menangis tanpa alasan.

Sangat umum bagi ibu yang baru pertama kali mengalami gejala
kecemasan ringan. Ini disebabkan oleh rasa takut kehilangan anak, dan
hampir setiap ibu hamil dalam situasi ini memiliki kekhawatiran yang
sama persis.

Cara mengatasinya:

a) Cari kesibukan agar Bunda tidak memiliki celah untuk berpikir hal-
hal negatif dan stres.

b) Cari dukungan agar Bunda tidak merasa kesepian. Komunikasikan


segala yang Bunda rasakan dan butuhkan kepada orang tua,
keluarga dan teman.

c) Memahami situasi yang sedang terjadi itu penting, sehingga Bunda


bisa mengatasinya.
11
d) Meditasi atau melakukan yoga bisa menjadi solusi untuk
menghilangkan stres dan membuat rileks selama kehamilan.

 Trimester kedua

Pada trimester sebelumnya, seperti kelelahan, perubahan suasana hati,


mual di pagi hari biasanya hilang pada trimester kedua. Tapi sebagai
gantinya, Bunda mungkin akan menjadi pelupa dan kurang teratur dari
biasanya.

Peningkatan berat badan dan ekspansi fisik tubuh juga bisa


menimbulkan masalah pada tampilan. Meski emosi kehamilan pada
trimester ini biasanya tidak terlalu ekstrem, tapi tetap dapat
mempengaruhi secara signifikan.

Cara mengatasinya:

a) Belajar menangani beberapa hal yang dikhawatirkan. Dokter


mungkin akan menyarankan untuk melakukan tes darah atau tes
amniosentesis untuk memprediksi cacat lahir pada janin seperti
Down's Syndrome. Meski kemungkinan anak mengalami cacat jenis
kecil, tetapi membantu untuk siap.

b) Bangun ikatan dengan pasangan. Penting bagi Bunda dan Ayah


menghabiskan waktu berkualitas bersama. Cara ini berguna untuk
mempertahankan ikatan emosional Bunda.

c) Belajar untuk mencintai diri sendiri meskipun mengalami perubahan


fisik dalam perkembangan janin. Jika kenaikan berat badan sangat
mempengaruhi, Bunda dapat mencoba latihan kardio sederhana
yang disetujui oleh dokter. Selain tetap fit, kardio dapat mengurangi
kemungkinan diabetes saat kehamilan.

 Trimester ketiga

12
Pelupa dan hal lain dari trimester sebelumnya mungkin masih Bunda
alami. Namun saat semakin mendekatinya tanggal kelahiran, Bunda
mungkin mulai mengalami sedikit kecemasan tentang persalinan.

Bunda juga akan mengalami lebih banyak sakit fisik, seperti sakit
punggung, leher, kaki dan tulang rusuk. Rasa sakit ini akan memperburuk
suasana hati.

Cara mengatasinya:

a) Tetap tenang meski merasa cemas dengan waktu persalinan yang


semakin dekat. Bunda sudah mulai bisa untuk mempertimbangkan
proses persalinan dan dampak yang akan dimiliki bayi. Stres
emosional selama kehamilan dapat memiliki efek negatif pada bayi.

b) Penelitian telah menunjukkan bahwa wanita yang memiliki jumlah


hormon stres yang tinggi, kortisol, jauh lebih mungkin mengalami
keguguran. Karena itu, Bunda bisa melakukan latihan yoga,
pernapasan dan meditasi agar lebih rileks dan positif.

c) Kunjungan dokter kandungan di trimester akhir ini sangat penting.


Hormon Bunda akan mengalami perubahan lebih dari sebelumnya,
sehingga menanyakan pada dokter tentang bagaimana cara
menghadapinya menjadi cara yang bijak.

d) Persiapkan rumah untuk menyambut bayi yang baru lahir. Ini


termasuk membuat ruang tidur anak dan memastikan memiliki
persediaan dasar seperti popok, obat bayi, botol susu, dan sebagainya.
Selain itu, ini bisa menjadi pengalihan dari stres dan kecemasan
tentang persalinan yang akan datang.

2. Masa Nifas

Dalam menjalani adaptasi pada ibu melahirkan, ibu akan mengalami fase-
fase sebagai berikut :

 Fase taking in
13
Merupakan periode ketergantungan yang berlangsung pada hari
pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu fokus
perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman selama
proses persalinan sering berulang diceritakannya. Hal ini membuat
cenderung ibu menjadi pasif terhadap lingkungannya.

 Fase taking hold

Periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada


fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya dan rasa
tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Pada fase ini ibu
memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang
baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan
bayinya sehingga timbul percaya diri.

 Fase letting go

Fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang verlangsung


sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah dapat menyesuaikan diri,
merawat diri dan bayinya sudah meningkat. Ada kalanya, ibu
mengalami perasaan sedih yang berkaitan dengan bayinya keadaan ini
disebut baby blues.

D. Gangguan Psikologis Masa Kehamilan dan Masa Nifas :


1. Gangguan Masa kehamilan
 Insomnia (sulit tidur)
 Perasaan tidak berarti (tidak ada tujuan)
 Perasaan malu (bersalah)
 Perasaan kecewa
 Tekanan batin

2. Gangguan Masa Nifas


 Post Partum Blues
Merupakan kesedihan atau kemurungan setelah melahirkan, biasanya

14
hanya muncul sementara waktu yakni sekitar dua hari hingga dua minggu
sejak kelahiran bayi atau Gangguan efek ringan ( gelisah, cemas, lelah )
yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan.
a. Faktyor Penyebab
1) Faktor Hormonal, Berupa perubahan kadar estrogen, progesteron,
prolaktin,dan estriol yang yang terlalu rendah.
2) Faktor Usia.

3) Pengalam dalam pross kehamilan dan persalinan.

4) perasaan belum siap menghadapi lahirnya bayi

5) Latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan, seperti tingkat


pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkakan,
riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi, serta
keadekuatan dukungan sosial lingkungannya.
b. Gejala

Reaksi depresi/sedih, menagis, mudah tersinggun atau iritabilitas,


cemas, labil perasaan, cendrung menyalahkan diri sendiri,gangguan
tidur dan gangguan nafsu makan.

c. Pencegahan

1) beristirahat ketika bayi tidur

2) Berolah raga ringan, ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu

3) tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi

4) bicarakan rasa cemas dan komunikasikanbersikap fleksibel dan


bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru
5) Penanganan

6) Dengan cara pendekatan komunikasi terapeutik.

7) Dengan dukungan keluarga dalam mengatasi gangguan psikologis


yang berhubungan dengan masa nifas cara peningkatan support
15
8) meningkatkan support mental atau dukungan keluarga dalam
mengatasi gangguan psikologis yang berhubungan dengan masa
nifas.
3. Depresi Post partum

Depresi berat yang terjadi 7 hari setelah melahirkan dan berlangsung selama
30 hari.

a. Faktor Penyebab

1) Faktor konstitusional

Gangguan post partum berkaitan dengan riwayat obstetri yang


meliputi riwayat hamil sampai bersalin, serta adanya komplikasi
atau tidak dari kehamilan dan persalinan sebelumnya.

2) Faktor fisik
Terjadi karena ketidakseimbangan hormonal, Hormon yang terkait
dengan terjadinya depresi post partum adalah prolaktin, steroid dan
progesterone.
3) Faktor psikologi
Paralihan yang cepat dari keadaan “ 2 dalam 1 “, pada akhir
kehamilan menjadi dua individu. Yaitu ibu dan anak yang
bergantung pada penyesuaian psikologis individu.
b. Gejala
1) Kelelahan dan perubahan mood
2) Gangguan nafsu makan dan gangguan tidur
3) Tidak mau berhubungan dengan orang lain
4) Tidak mencintai bayinya dan ingin menyakiti bayinya atau dirinya
sendiri.
c. Penanganan
Untuk mencegah terjadinya depresi post partum sebagai anggota
keluarga harus memberikan dukungan emosional kepada ibu dan jangan
mengabaikan ibu bila terlihat sedang sedih, dan sarankan pada ibu

16
untuk:
1) Beristirahat dengan baik
2) Berolahraga yang ringan
3) Berbagi cerita dengan orang lain
4) Bersikap fleksible
5) Bergabung dengan orang-oarang baru
6) Sarankan untuk berkonsultasi dengan tenaga medis
Perubahan emosi ibu postpartum secara umum antara lain adalah:
 Thrilled dan excaited, ibu merasakan bahwa persalinan merupakan
peristiwa besar dalam hidup. Ibu heran dengan keberhasilan melahirkan

seorang bayi dan selalu bercerita seputar peristiwa persalinan dan


bayinya.

 Overwhelmed, merupakan masa kritis bagi ibu dalam 24 jam pertama


untuk merawat bayinya. Ibu mulai melakukan tugas-tugas baru.
 Let down, status emosi ibu berubah-ubah, merasa sedikit kecewa
khususnya dengan perubahan fisik dan perubahan peran.
 Weepy, ibu mengalami baby blues postpartum karena perubahan yang
tiba-tiba dalam kehidupannya, merasa cemas dan takut dengan
ketidakmampuan merawat bayinya dan merasa bersalah. Perubahanemosi
ini dapat membaik dalam beberapa hari setelah ibu dapat merawat diri
dan bayinya serta mendapat dukungan keluarga.
 Feeling beat up, merupakan masa kerja keras fisik dalam hidup dan
akhirnya merasa kelelahan.

BAB III
17
PENUTUP

A. Kesimpulan

Gangguan Kesehatan mental perempuan bisa terjadi pada perempuan dalam


kondisi apapun. Tetapi, gangguan Kesehatan mental lebih sering terjadi pada
kondisi ibu hamil (perinatal) dan masa nifas (peurperium). Dikarenakan pada ibu
hamil, hormon estrogen dan progesteron wanita meningkat. Dan hormone
endorphin meningkat pada masa nifas. Seringkali ibu merasa cemas, kelelahan,
marah, tertekan dan emosi. Sehingga, beresiko mengalami gangguan pada
psikologinya
Optimalisasi fungsi keluarga dapat diwujudkan dengan melakukan
pembagian tugas pada setiap anggota keluarga sebagai bentuk upaya untuk
meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil sehingga dapat menurunkan
angka kematian ibu dan bayi di Indonesia.

Sedangkan pada masa peurperium, masa penyesuaian terhadap hadirnya


anggota baru. Ibu postpartum menjalani adaptasi melalui fase-fase sebagai
berikut : fase taking in, fase taking hold, dan fase letting go. setelah melahirkan,
ibu merasa khawatir akan ketidak mampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam
merawat bayi dan Fase letting go berlangsung 10 hari setelah melahirkan,
merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya
Oleh karena itu, suami diharapkan meningkatkan kepekaan dan kepedulian
terhadap kondisi istri yang sedang hamil atau sehabis melahirkan, meningkatkan
pengetahuan tentang kehamilan dan masa nifas agar dapat memberikan dukungan
kepada istri termasuk dalam kondisi tertentu harus siap dan mau menjalankan
beberapa peran istri. Peningkatan peran suami diharapkan mampu meningkatkan
kesejahteraan subjektif keluarga secara umum dan kesejahteraan subjektif istri
yang sedang hamil dan masa nifas (peurperium)

B. SARAN
18
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan ini masih banyak kekurangan,
karena kurangnya referensi dan pengetahuan pada saat pembuatan makalah ini,
kami sebagi penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca agar kami dapat membuat makalah yang lebih baik lagi. Demikian
makalah ini kami buat untuk menambah pengetahuan dan informasi yang dapat
berguna demi kepentingan bersama, terima kasih.

19
DAFTAR PUSTAKA

Maritalia. 2017. Asuhan kebidanan pada inu nifas. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Marmi. 2017. Asuhan kebidanan pasa masa nifas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Maryunani. 2016. Manajemen kebidanan. Jakarta: TIM

Nugroho dkk. 2015. Buku ajar asuhan kebidanan 3 nifas. Yogyakarta: Nuha Medika
Pitriani, Risa dan Andriyani, Rika. 2015. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Normal
(Askeb III). Yogyakarta : DEEPUBLISH

Prawirohardjo, 2015. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Sarwono Prawirohardjo


Rohmin, 2017. Faktor resiko yang mempengaruhi lama peyembuhan luka perineum

pada ibu post partum. Jurnal Kesehatan, Vol 8, No.3


Rukiyah dan Yulianti. 2018. Buku ajar asuhan kebidanan pada iu nifas. Jakarta: TIM
Sulistyawati. 2015. Buku ajar asuhan kebidanan pada ibu nifas. Yogyakarta: C.V

Andi Offset
Sukarni dan Sudarti. 2014. Patologi kehamilan, persalinan, nifas, dan neonates
resiko tinggi. Yogyakarta: Nuha Medika

Walyani dan Purwoastuti. 2015. Asuhan kebidanan masa nifas dan menyusui.
Yogyakarta: Pustaka Baru Pres

20

Anda mungkin juga menyukai