Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

FISIOLOGI MASA NIFAS

Di susun Oleh :

Feibe natalia hamu

Diah ayu zavitry

Nursyalisah

YAYASAN PENDIDIKAN GRAHA HUSADA LESTARI

AKADEMI KEBIDANAN GRAHA ANANDA PALU

T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat yang telah
diberikannya kepada kelompok kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “ perubahan fisiologi masa nifas”. Kami juga berterima kasih kepada ibu KETTY
WALANGITAN,S,Pd,M.Keb. Sebagai dosen pembimbing khususnya ASKEB NIFAS DAN
MENYUSUI.

kami menyadari akan kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak dapat disampaikan kepada kami agar
dapat menjadi yang lebih baik. Atas perhatiannya,kami ucapkan terima kasih.

Hormat kami

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................................................................


B. Rumusan Masalah ........................................................................................................
C. Tujuan …......................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Perubahan sistem reproduksi (uterus,vaina,da purenium)


B. Perubahan sistem pernafasan
C. Perubahan sistem pencernaan
D. Perubahn sistem perkemihan
E. Perubahan sistem muskuloskeletal
F. Perubahan endokrin
G. Perubahan sistem vardiofaskuler
H. Perubahan sistem hematologi

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ………………………………………………………………..................
B. Saran ……………………………………………………………………....................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa nifas atau postpartum adalah periode dalam minggu-minggu pertama

setelah kelahiran. Lamanya periode ini tidak pasti, sebagian besar menganggapnya antara

4 sampai 6 minggu walaupun merupakan masa yang relatif tidak kompleks dibandingkan

dengan kehamilan, nifas ditandai oleh banyak perubahan fisiologis. Pada masa ini

perubahan yang terjadi tidak hanya secara fisiologis maupun sosiokultural, tetapi juga

psikologi. Perubahan kompleks pada ibu postpartum atau setelah proses persalinan

memerlukan penyesuaian terhadap diri dengan pola hidup dan kondisi setelah proses

tersebut (Prawihardjo, 2013). Beberapa dari perubahan tersebut mungkin hanya sedikit

mengganggu “ibu baru” walaupun komplikasi serius juga dapat terjadi (Cuningham et

al., 2013).

Setelah melahirkan, ibu akan menghadapi banyak tantangan sebagai seorang ibu

(Ardiyanti dan Dinni, 2018). Pada ibu yang tidak dapat beradaptasi dengan perubahan

yang terjadi dapat menimbulkan gangguang psikologi, baik gangguan psikologi ringan

maupun berat. Gangguan psikologis utama pada ibu hamil disebut dengan depresi

maternal (antepartum atau postpartum). World Health Organization (2020) depresi pada

ibu hamil merupakan permasalahan yang diperkirakan akan menjadi beban penyakit

terbesar nomor dua (Masyuni, et al., 2019) Salah satu gangguan psikologi yang bisa

terjadi pada ibu postpartum yaitu depresi postpartum (Syafrianti, 2018).

Depresi postpartum adalah gangguan perasaan yang dialami oleh ibu nifas
sebagai kegagalan dalam penerimaan psikologis pada proses adaptasi (Ria, et al., 2018).

Depresi postpartum apabila tidak ditanggulangi dengan baik dapat berkembang menjadi

psikosis postpartum, serta pembunuhan anak sendiri oleh ibu (Cmace, 2011). Ibu dengan

depresi postpartum akan mengalami perasaaan sedih yang berlebihan dan diiringi

tangisan tanpa alasan yang jelas, perubahan pola tidur, penurunan konsentrasi, merasa

putus asa, tidak berdaya, perubahan pada nafsu makan, gangguan psikomotor dan pada

keadaan berat dapat menimbulkan keinginan untuk bunuh diri (Suryati, 2018).

Bunuh diri merupakan penyebab utama kematian ibu pada tahun pertama

postpartum dan mungkin dampak dari depresi postpartum yang tidak diobati (Abdollahi

dan Zarghami, 2011). Berdasarkan Centre for Maternal and Child Enquiries pada tahun

2011, kasus bunuh diri pada ibu 59% disebabkan oleh psikosis atau depresi (Cmace,

2011). Depresi tersebut telah dikaitkan dengan perilaku negatif yang berhubungan

dengan kesehatan termasuk gangguan psikologis dan perkembangan pada bayi, anakanak
sampai remaja (Gelaye, et al., 2016).

Gangguan depresi postpartum pada prevalensi dunia adalah mencapai angka 3-

8% dengan 50% kasus terjadi pada usia produktif yaitu 20-50 tahun. WHO (2008)

menyatakan gangguan depresi postpartum mengenai 20% wanita dan 20% laki-laki pada

suatu waktu dalam kehidupan. Angka kejadian depresi postpartum 2 per 1000 kelahiran,

sekitar 50-60% perempuan mengalami depresi postpartum saat mereka memiliki anak

pertama dan sekitar 50% pada perempuan yang memiliki gangguan mood pada keluarga

(Syafrianti, 2018). Angka kejadian depresi postpartum secara global di ungkapkan oleh

Motzfedlt antara 10-15% (Motzfeldt, et al.,2013).

Pada penelitian meta analisis dilakukan pada tahun 2016 di 23 negara


berkembang didapatkan angka kejadian depresi postpartum sebanyak 19,7% (16,9-

22,8%), dengan jumlah responden sebanyak 38.142 orang (Gelaye, et al., 2016).

Sedangkan di negara-negara Asia cukup tinggi dengan tingkat kejadian 26-85%.

Perkiraan prevalensi depresi postpartum juga mengikuti pola yang sama dengan

perkiraan 20% di negara sumber daya rendah (Ongeri, et al., 2018). Prevalensi depresi

postpartum pada ibu di Indonesia adalah 50-70% (Ria, et al., 2018). Pada hasil penelitian

di RSUD Dr Soetomo Surabaya mengidentifikasi bahwa dari 31 orang ibu postpartum,

ada sebanyak 17 (54,84%) orang yang mengalami postpartum blues (Kusumastuti, et al.,

2015).

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders V (DSM V)

mempertimbangkan untuk memperpanjang jangka waktu periode depresi postpartum dari

4 minggu menjadi 6 bulan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya

peningkatan depresi postpartum. Faktor biologis dikaitkan dengan peningkatan risiko

depresi postpartum, yaitu depresi selama kehamilan, adanya riwayat depresi, gangguan

pramenstruasi dan riwayat keluarga depresi. Faktor psikososial, termasuk peristiwa

kehidupan yang penuh tekanan dan kurangnya dukungan sosial, secara terus menerus

juga dapat memicu timbulnya gejala depresi postpartum.

Dampak depresi postpartum bagi ibu dan bayi, seperti keterikatan ibu dan bayi

yang buruk dalam emosional dan perkembangan kognitif anak (Hymas dan Girard,

2019). Hal ini disebabkan oleh ibu yang depresi cenderung untuk tidak menyusui,

bernyanyi untuk bayi mereka, membawa bayi mereka ke kunjungan anak dan mengurusi

bayi mereka. Dampak buruk dari depresi postpartum selama masa bayi dan bertahan

sampai remaja (Miller dan LaRusso, 2011). Bayi dari ibu yang depresi cenderung
mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan dibandingkan dengan bayi dari

ibu yang tidak mengalami depresi, seperti lebih beresiko malnutrisi yaitu dapat

menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan bayi. Deteksi dini depresi

postpartum, pencegahan dan pengobatan gangguan depresi ibu serta strategi yang efektif

tidak hanya akan memperbaiki dampak gangguan depresi pada ibu tetapi juga

mendukung perkembangan dan pertumbuhan bayi yang optimal (Sharmin, et al., 2018).

Deteksi dini penting dilakukan pada wanita yang berisiko depresi postpartum

(Miller dan LaRusso, 2011). Salah satu metode untuk mendeteksi depresi postpartum

adalah Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS), yang terdiri dari 10 pertanyaan

mengenai bagaimana perasaan ibu dalam satu minggu terakhir. Metode ini mulai

dikembangkan pada tahun 1987 dan sudah divalidasi sebagai deteksi depresi antepartum

dan postpartum pada banyak negara berkembang termasuk negara Indonesia (Gondo,

2010).

Menurut Sit dan Wisner, depresi postpartum terjadi 10-15% pada ibu primipara

(Sit dan Wisner, 2009). Penelitian yang dilakukan Annur di RSIA Sitti Fatimah dan

RSIA Pertiwi Makassar pada tahun 2014 didapatkan angka mencapai 65,4% dari 78

orang ibu depresi postpartum yang sebagian besar penderita nya adalah multipara (Basri,

et al., 2014). Sedangkan penelitian yang dilakukan pada tahun 2010 di Puskesmas

Mataram, Jatinegara dan Setiabudi Jakarta oleh Ester didapatkan hasil bahwa ada

hubungan paritas dengan kejadian depresi postpartum, yaitu mencapai angka dengan

responden ibu primipara sebesar 72,2% dan ibu multipara sebesar 14,3% (Hutagaol,

2010). Penelitian yang dilakukan oleh Syafrianti pada tahun 2018 di Puskesmas Lubuk

Alung dan Andalas di Kota Padang didapatkan hasil sebanyak 62,5% kemungkinan
depresi terjadi pada ibu multipara dan 60% pada ibu primipara (Syafrianti, 2018).

Menurut laporan Pemantauan Wilayah Setempat-Kesehatan Ibu Anak (PWS –

KIA) Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2018, total kunjungan persalinan, yaitu 16.264

kunjungan dan kunjungan nifas, yaitu 16.202 kunjungan dari 23 puskesmas di kota

Padang. Puskesmas Andalas memiliki kunjungan persalinan dan nifas terbanyak, yaitu

1.507 kunjungan persalinan dan 1.506 kunjungan nifas. Puskesmas Seberang Padang

memiliki angka terendah yaitu 244 kunjungan persalinan dan 244 kunjungan nifas

B. Rumusan Masalah

1. MenjelaskanPerubahan sistem reproduksi (uterus,vaina,da purenium)


2. Mejelaskan Perubahan sistem pernafasan
3. Menjelaskan Perubahan sistem pencernaan
4. Menelaskan Perubahn sistem perkemihan
5. Menjelaskan Perubahan sistem muskuloskeletal
6. Mejelaskan Perubahan endokrin
7. Menjelaskan Perubahan sistem vardiofaskuler
8. Menjelaska Perubahan sistem hematologi

C. Tujuan

1. Mengetahui Perubahan sistem reproduksi (uterus,vaina,da purenium)


2. Mengetahui Perubahan sistem pernafasan
3. Menhgetahui Perubahan sistem pencernaan
4. Engetahui Perubahn sistem perkemihan
5. Mengetahui Perubahan sistem muskuloskeletal
6. Mengetahui Perubahan endokrin
7. Mengetahui Perubahan sistem vardiofaskuler
8. Mengetahui Perubahan sistem hematologi
BAB II

PEMBAHASAN
A. Perubahan sistem reproduksi (uterus,vagina,dan purenium )
Selama kehamilan ibu akan mengalami
perubahan anatomi fisiologis pada sistem organ tubuhnya. Oleh karena
itu, perlu disampaikan pada saat bidan memberikan pendidikan kesehatan
sewaktu ibu melakukan kunjungan kehamilan. Pengenalan
perubahan anatomi fisiologis tubuh selama kehamilan dapat
mengadaptasikan ibu terhadap perubahan tersebut. Sistem reproduksi ibu
salah satu sistem yang memegang peranan penting dalam kehamilan.

Perubahan anatomi dan adaptasi fisiologis sistem reproduksi meliputi


perubahan pada:

1. Vagina dan vulva

2. Uterus

Vagina dan Vulva

Hormon estrogen mempengaruhi sistem reproduksi sehingga terjadi


peningkatan vaskularisasi dan hiperemia
pada vagina dan vulva.Peningkatan vaskularisasi menyebabkan warna
kebiruan pada vagina yang disebut dengan tanda Chadwick. Perubahan
pada dinding vagina meliputi peningkatan ketebalan mukosa, pelunakan
jaringan penyambung, dan hipertrofi otot polos. Akibat peregangan otot
polos menyebabkan vagina menjadi lebih lunak. Perubahan yang lain
adalah peningkatan sekret vagina dan mukosa vagina memetabolisme
glikogen. Metabolisme ini terjadi akibat pengaruh hormon estrogen.
Peningkatan laktobasilus menyebabkan metabolisme meningkat. Hasil
metabolisme (glikogen) menyebabkan pH menjadi lebih asam (5,2 – 6).
Keasaman vagina berguna untuk mengontrol pertumbuhan bakteri
patogen.Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada
saat perineum mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi
secara spontan ataupun dilakukan episiotomi dengan indikasi tertentu.
Meskipun demikian, latihan otot perineum dapat mengembalikan tonus
tersebut dan dapat mengencangkan vagina hingga tingkat tertentu. Hal
ini dapat dilakukan pada akhir puerperium dengan latihan harian.

Uterus

Pertumbuhan uterus dimulai setelah implantasi dengan proses


hiperplasia dan hipertrofi sel. Hal ini terjadi akibat pengaruh hormon
estrogen dan progesteron. Penyebab pembesaran uterus antara lain:

1. Peningkatan vaskularisasi dan dilatasi pembuluh darah;

2. Hiperplasia dan hipertrofi, dan

3. Perkembangan desidua
Uterus bertambah berat sekitar 70 – 1100 gram selama kehamilan.
Ukuran uterus mencapai umur kehamilan aterm adalah 30 x 25 x 20 cm
dengan kapasitas > 4000 cc. Perubahan bentuk dan posisi uterus antara
lain: bulan pertama  uterus berbentuk seperti alpukat, 4 bulan berbentuk
bulat, akhir kehamilan berbentuk bujur telur. Rahim yang tidak
hamil/ rahim normal sebesar telur ayam, pada umur 2
bulan kehamilan sebesar telur bebek dan umur 3
bulan kehamilan sebesar telur angsa.

Selama kehamilan, dinding-dinding otot rahim menjadi kuat dan


elastis. Fundus pada servik mudah fleksi disebut  tanda Mc
Donald. Korpus uteri dan servik melunak dan membesar pasca umur
kehailan minggu ke 8 yang disebut tanda Hegar. Sedangkan
posisi rahim pada awal kehamilan adalah antefleksi atau retrofleksi, pada
umur kehamilan 4 bulan kehamilan rahim berada dalam rongga pelvis
dan setelahnya memasuki rongga perut.
Tinggi fundus uteri selama kehamilan:

Umur Kehamilan Tinggi Fundus Uteri

12 minggu 3 jari di atas simpisis

20 minggu 3 jari di bawah pusat

24 minggu Setinggi pusat

28 minggu 3 jari di atas pusat

32 minggu Pertengahan pusat dengan prosessus xifoideus

36 minggu Setinggi prosessus xifoideus

40 minggu 2 jari di bawah prosessus xifoideus

B. perubahan sistem pernafasan

Selama kehamilan terjadi perubahan fisiologi sistem pernafasan


yang disebabkan oleh perubahan hormona l dan faktor mekanik.
Perubahanperubahan ini diperlukan untuk mencukupi peningkatan
kebutuhan metabolik dan sirkulasi untuk pertumbuhan janin, plasenta
dan uterus. Selama kehamilan kapasitas vital pernapasan tetap sama
dengan kapasitas sebelum hamil yaitu 3200 cc, akan tetapi terjadi
peningkatan volume tidal dari 450 cc menjadi 60 cc, yang menyebabkan
terjadinya peningkatan ventilasi permenit selama kehamilan antara 19-50
%. Peningkatan volume tidal ini diduga disebabkan oleh efek progesteron
terhadap resistensi saluran nafas dan dengan meningkatkan sensitifitas
pusat pernapasan terhadap karbondioksida.
Volume tidal yang bertambah besar ini akan menurunkan tekanan
CO2 yang menyebabkan terjadinya sesak nafas. Kecepatan nafas berubah
sedikit selama hamil, volume tidal dan asupan oksigen meningkat cukup
besar saat kehamilan semakin tua (Efmed, 2001). Junizaf (2008)
menambahkan bahwa pada saat hamil, kebutuhan oksigen meningkat
sampai 20%, selain itu diafragma terdorong ke arah kranial sehingga
terjadi hiperventilasi dangkal (20-24 kali/menit) akibat kompliansi dada
(chest compliance) menurun. Volume tidal meningkat, volume residu paru
(functional residual capacity) menurun dan kapasitas vital menurun.

Pada kehamilan yang normal, terjadi perubahan fisiologi yang


meliputi retensi cairan berupa bertambahnya beban volume dan curah
jantung, tahanan perifer vaskuler menurun akibat pengaruh hormon,
tekanan darah arterial menurun, curah jantung bertambah 30-50%,
volume darah maternal keseluruhan bertambah sampai 50%, volume
plasma bertambah lebih cepat pada awal kehamilan.Senam hamil adalah
latihan-latihan olahraga bagi Ibu hamil yang bertujuan untuk penguatan
otot-otot tungkai, mengingat tungkai akan menopang berat tubuh ibu
yang makin lama makin berat seiring dengan bertambahnya usia
kehamilan. Mencegah varises yaitu pelebaran pembuluh darah balik
(vena) secara segmental yang tak jarang terjadi pada ibu
hamil.Memperpanjang nafas, karena seiring bertambah besarnya janin
maka dia akanmendesak isi perut ke arah dada, hal ini akan membuat
rongga dada lebih sempit dan nafas ibu tidak bisa optimal.

Dengan senam hamil maka ibu akan diajak berlatih agar nafasnya
lebih panjang dan tetap relax. Latihan pernafasan khusus yang disebut
panting quick breathing terutama dilakukan setiap saat perut terasa
kencang. Latihan mengejan, latihan ini khusus untuk menghadapi
persalinan, agar mengejan secara benar sehingga bayi dapat lancar
keluar dan tidak tertahan di jalan lahir (Arjuna, 2009).

C. perubahan sistem pencernaan


Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh
beberapa hal, diantaranya tingginya kadar progesteron yang dapat
mengganggu keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan kolestrol darah,
dan melambatkan kontraksi otot-otot polos. Pasca melahirkan, kadar
progesteron juga mulai menurun. Namun demikian, faal usus
memerlukan waktu 3-4 hari untuk kembali normal.

Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada sistem pencernaan,


antara lain

Nafsu Makan

Pasca melahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga diperbolehkan


untuk mengkonsumsi makanan. Pemulihan nafsu makan diperlukan waktu
3–4 hari sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron
menurun setelah melahirkan, asupan makanan juga mengalami
penurunan selama satu atau dua hari.

Motilitas

Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap
selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan
anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke
keadaan normal.

Pengosongan Usus

Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan


tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan awal masa
pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan,
kurang makan, dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan lahir. Sistem
pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu untuk kembali normal.
Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali teratur, antara
lain:

Pemberian diet / makanan yang mengandung serat.

Pemberian cairan yang cukup.

Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan.

Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir.

Bila usaha di atas tidak berhasil dapat dilakukan pemberian huknah atau
obat yang lain.

D. perubahan sistem perkemihan

Pada masa hamil, perubahan hormonal yaitu kadar steroid tinggi yang berperan
meningkatkan fungsi ginjal. Begitu sebaliknya, pada pasca melahirkan kadar steroid menurun
sehingga menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu
satu bulan setelah wanita melahirkan. Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam
waktu 12 – 36 jam sesudah melahirkan

Hal yang berkaitan dengan fungsi sistem perkemihan, antara lain:

Hemostatis Internal

Tubuh, terdiri dari air dan unsur-unsur yang larut di dalamnya, dan 70% dari cairan tubuh
terletak di dalam sel-sel, yang disebut dengan cairan intraselular. Cairan ekstraselular terbagi
dalam plasma darah, dan langsung diberikan untuk sel-sel yang disebut cairan interstisial.
Beberapa hal yang berkaitan dengan cairan tubuh antara lain edema dan dehidrasi. Edema
adalah tertimbunnya cairan dalam jaringan akibat gangguan keseimbangan cairan dalam
tubuh. Dehidrasi adalah kekurangan cairan atau volume air yang terjadi pada tubuh karena
pengeluaran berlebihan dan tidak diganti.

Keseimbangan Asam Basa Tubuh

Keasaman dalam tubuh disebut PH. Batas normal PH cairan tubuh adalah 7,35-7,40. Bila PH
>7,4 disebut alkalosis dan jika PH < 7,35 disebut asidosis.
Pengeluaran Sisa Metabolisme, Racun dan Zat Toksin Ginjal

Zat toksin ginjal mengekskresi hasil akhir dari metabolisme protein yang mengandung
nitrogen terutama urea, asam urat dan kreatinin.

Ibu post partum dianjurkan segera buang air kecil, agar tidak mengganggu proses involusi
uteri dan ibu merasa nyaman. Namun demikian, pasca melahirkan ibu merasa sulit buang air
kecil.

Hal yang menyebabkan kesulitan buang air kecil pada ibu post partum, antara lain:

Adanya odema trigonium yang menimbulkan obstruksi sehingga terjadi retensi urin.

Diaforesis yaitu mekanisme tubuh untuk mengurangi cairan yang teretansi dalam tubuh,
terjadi selama 2 hari setelah melahirkan.

Depresi dari sfingter uretra oleh karena penekanan kepala janin dan spasme oleh iritasi
muskulus sfingter ani selama persalinan, sehingga menyebabkan miksi.

Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen akan menurun, hilangnya peningkatan
tekanan vena pada tingkat bawah, dan hilangnya peningkatan volume darah akibat
kehamilan, hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. Keadaan
ini disebut dengan diuresis pasca partum. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam
tempo 6 minggu.

Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urin menyebabkan penurunan
berat badan sekitar 2,5 kg selama masa pasca partum. Pengeluaran kelebihan cairan yang
tertimbun selama hamil kadang-kadang disebut kebalikan metabolisme air pada masa hamil
(reversal of the water metabolisme of pregnancy).

Rortveit dkk (2003) menyatakan bahwa resiko inkontinensia urine pada pasien dengan
persalinan pervaginam sekitar 70% lebih tinggi dibandingkan resiko serupa pada persalinan
dengan Sectio Caesar. Sepuluh persen pasien pasca persalinan menderita inkontinensia
(biasanya stres inkontinensia) yang kadang-kadang menetap sampai beberapa minggu pasca
persalinan. Untuk mempercepat penyembuhan keadaan ini dapat dilakukan latihan pada otot
dasar panggul.

Bila wanita pasca persalinan tidak dapat berkemih dalam waktu 4 jam pasca persalinan
mungkin ada masalah dan sebaiknya segera dipasang dower kateter selama 24 jam. Bila
kemudian keluhan tak dapat berkemih dalam waktu 4 jam, lakukan kateterisasi dan bila
jumlah residu > 200 ml maka kemungkinan ada gangguan proses urinasinya. Maka kateter
tetap terpasang dan dibuka 4 jam kemudian , bila volume urine < 200 ml, kateter dibuka dan
pasien diharapkan dapat berkemih seperti biasa.

E . perubahan sistem muskuloskeleta


Sistem muskuloskeletal adalah sistem yang terdiri dari otot, jaringan ikat, saraf, serta tulang
dan sendi. Sistem ini berperan penting dalam gerakan tubuh. Oleh karena itu, bila sistem
muskuloskeletal terganggu, kemampuan dalam bergerak dan melakukan aktivitas pun bisa
terganggu.

Dengan adanya sistem muskuloskeletal, tubuh dapat bergerak dan menjalani berbagai
aktivitas, seperti berjalan, berlari, berenang, hingga sesederhana mengambil suatu benda.

Memahami Sistem Muskuloskeletal dan Gangguan yang Dapat Terjadi - Alodokter

Sistem muskuloskeletal juga berperan dalam membentuk postur dan bentuk tubuh serta
melindungi berbagai organ penting, seperti otak, jantung, paru-paru, ginjal, dan hati.

Anatomi Sistem Muskuloskeletal

Sistem muskuloskeletal tersusun dari berbagai bagian dan jaringan tubuh, yaitu:

1. Tulang

Tulang merupakan salah satu bagian utama dalam sistem muskuloskeletal yang berfungsi
untuk menopang dan memberi bentuk tubuh, menunjang gerakan tubuh, melindungi organ-
organ tubuh, serta menyimpan mineral kalsium dan fosfor. Orang dewasa umumnya memiliki
sekitar 206 tulang.

Tulang terdiri dari lapisan luar dan dalam. Lapisan luar tulang memiliki tekstur keras dan
terbuat dari protein, kolagen, serta berbagai macam mineral, termasuk kalsium.

Sementara itu, bagian dalam tulang memiliki tekstur yang lebih lembut dan berisi sumsum
tulang, yaitu tempat diproduksinya sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit atau
keping darah.

2. Sendi

Sendi merupakan sambungan antara kedua tulang. Sendi ada yang bisa digerakkan, tetapi ada
juga yang tidak.

Sendi yang tidak bisa digerakkan contohnya adalah sendi yang terdapat di lempengan
tengkorak. Sedangkan, sendi yang bisa digerakkan meliputi sendi jari tangan dan kaki, siku,
pergelangan tangan, bahu, rahang, panggul, lutut, dan pergelangan kaki.

3. Otot

Ada tiga jenis otot yang merupakan bagian dari sistem muskuloskeletal, yaitu otot rangka,
otot jantung, dan otot polos.

Otot rangka adalah otot yang melekat pada tulang dan sendi. Otot ini bisa meregang dan
berkontraksi saat tubuh bergerak, seperti saat berjalan, menggenggam benda, atau saat
mengubah posisi tubuh, misalnya menekuk dan meluruskan lengan atau kaki.

Sementara itu, otot polos adalah jenis otot yang terdapat pada organ-organ tubuh, misalnya
saluran cerna dan pembuluh darah. Aktivitas otot polos diatur oleh saraf otonom, sehingga
mereka dapat bekerja secara otomatis.
Sama seperti otot polos, otot jantung juga bekerja secara otomatis dalam memompa darah ke
seluruh tubuh, tetapi struktur jaringan otot ini mirip dengan otot rangka.

Di saluran pencernaan, otot polos bertugas untuk menggerakkan usus agar makanan dan
minuman bisa dicerna, kemudian dibuang sebagai kotoran. Pada pembuluh darah, otot polos
bertugas untuk mengatur aliran darah dengan cara melebarkan atau menyempitkan pembuluh
darah.

4. Tulang rawan

Tulang rawan adalah sejenis jaringan ikat yang menutup sendi. Selain berada di antara
sambungan tulang, tulang rawan juga ada di hidung, telinga, dan paru-paru.

Tulang rawan memiliki struktur yang kokoh, tetapi lebih kenyal dan lentur, tidak seperti
tulang rangka. Tulang rawan bertugas untuk mencegah tulang dan sendi saling bergesekan
serta menjadi peredam fisik saat tubuh mengalami cedera.

5. Ligamen

Ligamen adalah jaringan ikat yang menghubungkan tulang dan sendi. Ligamen terdiri atas
serat elastis yang tersusun dari protein. Jaringan ikat ini berfungsi untuk menopang sendi,
seperti lutut, pergelangan kaki, siku, dan bahu, serta memungkinkan pergerakan tubuh.

6. Tendon

Tendon adalah jaringan ikat tebal dan berserat yang berfungsi untuk menghubungkan otot ke
tulang. Tendon terdapat di seluruh tubuh, mulai dari kepala, leher, hingga kaki.

Ada banyak jenis tendon dan salah satunya adalah tendon Achilles, tendon terbesar di tubuh.
Tendon ini menempelkan otot betis ke tulang tumit dan memungkinkan kaki serta tungkai
untuk bergerak. Sementara itu, tendon rotator cuff di bahu berfungsi untuk menunjang
gerakan bahu dan lengan.
Cara Kerja Sistem Muskuloskeletal

Ketika Anda hendak menggerakkan tubuh, otak akan mengirimkan sinyal melalui sistem
saraf untuk mengaktifkan otot rangka.

Setelah menerima impuls atau rangsangan dari otak, otot akan berkontraksi. Kontraksi otot
ini akan menarik tendon dan tulang untuk membuat tubuh bergerak.

Sedangkan untuk mengendurkan otot, sistem saraf akan mengirimkan pesan ke otot agar
mengendur dan rileks. Otot yang rileks akan berhenti berkontraksi, sehingga gerakan tubuh
akan ikut terhenti.

Beragam Gangguan pada Sistem Muskuloskeletal

Gangguan pada sistem muskuloskeletal bisa menimbulkan berbagai keluhan, mulai dari
nyeri, otot atau sendi terasa kaku, hingga sulit untuk bergerak. Ada banyak gangguan atau
penyakit yang bisa terjadi pada sistem muskuloskeletal, di antaranya:

Cedera, misalnya patah tulang, dislokasi, cedera otot, dan keseleo

Kelainan bentuk tulang, misalnya akibat cedera, osteoporosis, penyakit degeneratif, kelainan
genetik, dan tumor atau kanker

Osteomielitis atau infeksi pada tulang dan jaringan di sekitarnya

Gangguan persendian, seperti radang sendi, robekan ligamen, bursitis, dislokasi sendi, dan
nyeri sendi

Gangguan pada sendi lutut, meliputi cedera meniskus dan robekan pada ligamen lutut

Masalah pada otot, misalnya otot robek, atrofi otot, cedera hamstring, dan sarcopenia atau
berkurangnya massa otot akibat penuaan

Penyakit autoimun, misalnya rheumatoid arthtiris, vaskulitis, ankylosing spondylitis, dan


lupus

Cara Menjaga Kesehatan Sistem Muskuloskeletal


Agar sistem muskuloskeletal bisa tetap berfungsi dengan baik, Anda perlu menjaga kesehatan
sistem ini dan kesehatan tubuh secara keseluruhan. Caranya adalah sebagai berikut:

Lakukan olahraga secara rutin, misalnya dengan berjalan santai, berenang, latihan beban,
yoga, atau pilates.

Perbaiki postur tubuh, yaitu dengan membiasakan diri untuk duduk dan berdiri tegap.

Jaga berat badan tetap ideal untuk mengurangi tekanan berlebih pada tulang dan sendi.

Konsumsi makanan bergizi seimbang, terutama makanan yang mengandung kalsium, protein,
dan vitamin D, untuk menjaga tulang tetap kuat.

Berhenti merokok dan kurangi konsumsi minuman beralkohol.

F . perubahan endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin.Hormon-
hormon yang berperan pada proses tersebut, antara lain:

Hormon Plasenta

Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon yang diproduksi oleh plasenta.


Hormon plasenta menurun dengan cepat pasca persalinan. Penurunan hormon plasenta
(human placental lactogen) menyebabkan kadar gula darah menurun pada masa nifas. Human
Chorionic Gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3
jam hingga hari ke-7 post partum dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke-3 post
partum.

Hormon Pituitary

Hormon pituitary antara lain: hormon prolaktin, FSH dan LH. Hormon prolaktin darah
meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui menurun dalam waktu 2 minggu.
Hormon prolaktin berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu.
FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ke-3, dan LH tetap
rendah hingga ovulasi terjadi.

Hipotalamik Pituitary Ovarium


Hipotalamik pituitary ovarium akan mempengaruhi lamanya mendapatkan menstruasi pada
wanita yang menyusui maupun yang tidak menyusui. Pada wanita manyusui mendapatkan
menstruasi pada 6 minggu pasca melahirkan berkisar 16% dan 45% setelah 12 minggu pasca
melahirkan. Sedangkan pada wanita yang tidak menyusui, akan mendapatkan menstruasi
berkisar 40% setelah 6 minggu pasca melahirkan dan 90% setelah 24 minggu.

Hormon Oksitosin

Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang, bekerja terhadap otot
uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan
dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan.
Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin, sehingga dapat membantu
involusi uteri.

Hormon Estrogen dan progesteron

Volume darah normal selama kehamilan, akan meningkat. Hormon estrogen yang tinggi
memperbesar hormon anti diuretik yang dapat meningkatkan volume darah. Sedangkan
hormon progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan
peningkatan pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding
vena, dasar panggul, perineum dan vulva serta vagina.

G .perubahan sistem vardiovaskuler


Volume darah normal yang diperlukan plasenta dan pembuluh darah uterin, meningkat
selama kehamilan. Diuresis terjadi akibat adanya penurunan hormon estrogen, yang dengan
cepat mengurangi volume plasma menjadi normal kembali. Meskipun kadar estrogen
menurun selama nifas, namun kadarnya masih tetap tinggi daripada normal. Plasma darah
tidak banyak mengandung cairan sehingga daya koagulasi meningkat.

Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa ini ibu
mengeluarkan banyak sekali jumlah urin. Hilangnya progesteron membantu mengurangi
retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya vaskuler pada jaringan tersebut selama
kehamilan bersama-sama dengan trauma selama persalinan.
Kehilangan darah pada persalinan per vaginam sekitar 300-400 cc, sedangkan kehilangan
darah dengan persalinan seksio sesarea menjadi dua kali lipat. Perubahan yang terjadi terdiri
dari volume darah dan hemokonsentrasi. Pada persalinan per vaginam, hemokonsentrasi akan
naik dan pada persalinan seksio sesarea, hemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali
normal setelah 4-6 minggu.

Pasca melahirkan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan
bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitum
cordia. Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya
hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Pada umumnya, hal ini
terjadi pada hari ketiga sampai kelima post patum.

H . perubahan sistem hematologi

Pada minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta


faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama post partum,
kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental
dengan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah.

Leukositosis adalah meningkatnya jumlah sel-sel darah putih sebanyak 15.000


selama persalinan. Jumlah leukosit akan tetap tinggi selama beberapa hari
pertama masa post partum. Jumlah sel darah putih akan tetap bisa naik lagi
sampai 25.000 hingga 30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita
tersebut mengalami persalinan lama.

Pada awal post partum, jumlah hemoglobin, hematokrit dan eritrosit sangat
bervariasi. Hal ini disebabkan volume darah, volume plasenta dan tingkat
volume darah yang berubah-ubah. Tingkatan ini dipengaruhi oleh status gizi
dan hidarasi dari wanita tersebut. Jika hematokrit pada hari pertama atau kedua
lebih rendah dari titik 2 persen atau lebih tinggi daripada saat memasuki
persalinan awal, maka pasien dianggap telah kehilangan darah yang cukup
banyak. Titik 2 persen kurang lebih sama dengan kehilangan darah 500 ml
darah.

Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan diasosiasikan


dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada hari ke 3-7 post partum
dan akan normal dalam 4-5 minggu post partum. Jumlah kehilangan darah
selama masa persalinan kurang lebih 200-500 ml, minggu pertama post partum
berkisar 500-800 ml dan selama sisa masa nifas berkisar 500 ml.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

B. SARAN

Demikianlah makalah yang kami buat apabila ada kesalahan dalam penulisan
diharapkan kepada bapak untuk berkenan memberikan pendapat dan saran,supaya makalah
ini mendekati kesempurnaan. Atas pendapat dan sarannya kami ucapkan terimakasi.
DAFTAR PUSTAKA
https://lusa.afkar.id/perubahan-sistem-reproduksi-pada-ibu-hamil

http://eprints.ums.ac.id/12462/2/3._BAB_I.pdf

https://lusa.afkar.id/perubahan-fisiologis-masa-nifas-pada-sistem-endokrin

https://www.alodokter.com/memahami-sistem-muskuloskeletal-dan-gangguan-
yang-dapat-terjadi

https://lusa.afkar.id/perubahan-fisiologis-masa-nifas-pada-sistem-perkemihan

https://lusa.afkar.id/perubahan-fisiologis-masa-nifas-pada-sistem-pencernaan

https://lusa.afkar.id/perubahan-fisiologis-masa-nifas-pada-sistem-reproduksi-
bagian-2

http://scholar.unand.ac.id/55489/2/BAB%201.pdf

Anda mungkin juga menyukai