Di susun Oleh :
Nursyalisah
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat yang telah
diberikannya kepada kelompok kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “ perubahan fisiologi masa nifas”. Kami juga berterima kasih kepada ibu KETTY
WALANGITAN,S,Pd,M.Keb. Sebagai dosen pembimbing khususnya ASKEB NIFAS DAN
MENYUSUI.
kami menyadari akan kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak dapat disampaikan kepada kami agar
dapat menjadi yang lebih baik. Atas perhatiannya,kami ucapkan terima kasih.
Hormat kami
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ………………………………………………………………..................
B. Saran ……………………………………………………………………....................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
setelah kelahiran. Lamanya periode ini tidak pasti, sebagian besar menganggapnya antara
4 sampai 6 minggu walaupun merupakan masa yang relatif tidak kompleks dibandingkan
dengan kehamilan, nifas ditandai oleh banyak perubahan fisiologis. Pada masa ini
perubahan yang terjadi tidak hanya secara fisiologis maupun sosiokultural, tetapi juga
psikologi. Perubahan kompleks pada ibu postpartum atau setelah proses persalinan
memerlukan penyesuaian terhadap diri dengan pola hidup dan kondisi setelah proses
tersebut (Prawihardjo, 2013). Beberapa dari perubahan tersebut mungkin hanya sedikit
mengganggu “ibu baru” walaupun komplikasi serius juga dapat terjadi (Cuningham et
al., 2013).
Setelah melahirkan, ibu akan menghadapi banyak tantangan sebagai seorang ibu
(Ardiyanti dan Dinni, 2018). Pada ibu yang tidak dapat beradaptasi dengan perubahan
yang terjadi dapat menimbulkan gangguang psikologi, baik gangguan psikologi ringan
maupun berat. Gangguan psikologis utama pada ibu hamil disebut dengan depresi
maternal (antepartum atau postpartum). World Health Organization (2020) depresi pada
ibu hamil merupakan permasalahan yang diperkirakan akan menjadi beban penyakit
terbesar nomor dua (Masyuni, et al., 2019) Salah satu gangguan psikologi yang bisa
Depresi postpartum adalah gangguan perasaan yang dialami oleh ibu nifas
sebagai kegagalan dalam penerimaan psikologis pada proses adaptasi (Ria, et al., 2018).
Depresi postpartum apabila tidak ditanggulangi dengan baik dapat berkembang menjadi
psikosis postpartum, serta pembunuhan anak sendiri oleh ibu (Cmace, 2011). Ibu dengan
depresi postpartum akan mengalami perasaaan sedih yang berlebihan dan diiringi
tangisan tanpa alasan yang jelas, perubahan pola tidur, penurunan konsentrasi, merasa
putus asa, tidak berdaya, perubahan pada nafsu makan, gangguan psikomotor dan pada
keadaan berat dapat menimbulkan keinginan untuk bunuh diri (Suryati, 2018).
Bunuh diri merupakan penyebab utama kematian ibu pada tahun pertama
postpartum dan mungkin dampak dari depresi postpartum yang tidak diobati (Abdollahi
dan Zarghami, 2011). Berdasarkan Centre for Maternal and Child Enquiries pada tahun
2011, kasus bunuh diri pada ibu 59% disebabkan oleh psikosis atau depresi (Cmace,
2011). Depresi tersebut telah dikaitkan dengan perilaku negatif yang berhubungan
dengan kesehatan termasuk gangguan psikologis dan perkembangan pada bayi, anakanak
sampai remaja (Gelaye, et al., 2016).
8% dengan 50% kasus terjadi pada usia produktif yaitu 20-50 tahun. WHO (2008)
menyatakan gangguan depresi postpartum mengenai 20% wanita dan 20% laki-laki pada
suatu waktu dalam kehidupan. Angka kejadian depresi postpartum 2 per 1000 kelahiran,
sekitar 50-60% perempuan mengalami depresi postpartum saat mereka memiliki anak
pertama dan sekitar 50% pada perempuan yang memiliki gangguan mood pada keluarga
(Syafrianti, 2018). Angka kejadian depresi postpartum secara global di ungkapkan oleh
22,8%), dengan jumlah responden sebanyak 38.142 orang (Gelaye, et al., 2016).
Perkiraan prevalensi depresi postpartum juga mengikuti pola yang sama dengan
perkiraan 20% di negara sumber daya rendah (Ongeri, et al., 2018). Prevalensi depresi
postpartum pada ibu di Indonesia adalah 50-70% (Ria, et al., 2018). Pada hasil penelitian
ada sebanyak 17 (54,84%) orang yang mengalami postpartum blues (Kusumastuti, et al.,
2015).
depresi postpartum, yaitu depresi selama kehamilan, adanya riwayat depresi, gangguan
kehidupan yang penuh tekanan dan kurangnya dukungan sosial, secara terus menerus
Dampak depresi postpartum bagi ibu dan bayi, seperti keterikatan ibu dan bayi
yang buruk dalam emosional dan perkembangan kognitif anak (Hymas dan Girard,
2019). Hal ini disebabkan oleh ibu yang depresi cenderung untuk tidak menyusui,
bernyanyi untuk bayi mereka, membawa bayi mereka ke kunjungan anak dan mengurusi
bayi mereka. Dampak buruk dari depresi postpartum selama masa bayi dan bertahan
sampai remaja (Miller dan LaRusso, 2011). Bayi dari ibu yang depresi cenderung
mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan dibandingkan dengan bayi dari
ibu yang tidak mengalami depresi, seperti lebih beresiko malnutrisi yaitu dapat
postpartum, pencegahan dan pengobatan gangguan depresi ibu serta strategi yang efektif
tidak hanya akan memperbaiki dampak gangguan depresi pada ibu tetapi juga
mendukung perkembangan dan pertumbuhan bayi yang optimal (Sharmin, et al., 2018).
Deteksi dini penting dilakukan pada wanita yang berisiko depresi postpartum
(Miller dan LaRusso, 2011). Salah satu metode untuk mendeteksi depresi postpartum
adalah Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS), yang terdiri dari 10 pertanyaan
mengenai bagaimana perasaan ibu dalam satu minggu terakhir. Metode ini mulai
dikembangkan pada tahun 1987 dan sudah divalidasi sebagai deteksi depresi antepartum
dan postpartum pada banyak negara berkembang termasuk negara Indonesia (Gondo,
2010).
Menurut Sit dan Wisner, depresi postpartum terjadi 10-15% pada ibu primipara
(Sit dan Wisner, 2009). Penelitian yang dilakukan Annur di RSIA Sitti Fatimah dan
RSIA Pertiwi Makassar pada tahun 2014 didapatkan angka mencapai 65,4% dari 78
orang ibu depresi postpartum yang sebagian besar penderita nya adalah multipara (Basri,
et al., 2014). Sedangkan penelitian yang dilakukan pada tahun 2010 di Puskesmas
Mataram, Jatinegara dan Setiabudi Jakarta oleh Ester didapatkan hasil bahwa ada
hubungan paritas dengan kejadian depresi postpartum, yaitu mencapai angka dengan
responden ibu primipara sebesar 72,2% dan ibu multipara sebesar 14,3% (Hutagaol,
2010). Penelitian yang dilakukan oleh Syafrianti pada tahun 2018 di Puskesmas Lubuk
Alung dan Andalas di Kota Padang didapatkan hasil sebanyak 62,5% kemungkinan
depresi terjadi pada ibu multipara dan 60% pada ibu primipara (Syafrianti, 2018).
KIA) Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2018, total kunjungan persalinan, yaitu 16.264
kunjungan dan kunjungan nifas, yaitu 16.202 kunjungan dari 23 puskesmas di kota
Padang. Puskesmas Andalas memiliki kunjungan persalinan dan nifas terbanyak, yaitu
1.507 kunjungan persalinan dan 1.506 kunjungan nifas. Puskesmas Seberang Padang
memiliki angka terendah yaitu 244 kunjungan persalinan dan 244 kunjungan nifas
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
A. Perubahan sistem reproduksi (uterus,vagina,dan purenium )
Selama kehamilan ibu akan mengalami
perubahan anatomi fisiologis pada sistem organ tubuhnya. Oleh karena
itu, perlu disampaikan pada saat bidan memberikan pendidikan kesehatan
sewaktu ibu melakukan kunjungan kehamilan. Pengenalan
perubahan anatomi fisiologis tubuh selama kehamilan dapat
mengadaptasikan ibu terhadap perubahan tersebut. Sistem reproduksi ibu
salah satu sistem yang memegang peranan penting dalam kehamilan.
1. Vagina dan vulva
2. Uterus
Uterus
3. Perkembangan desidua
Uterus bertambah berat sekitar 70 – 1100 gram selama kehamilan.
Ukuran uterus mencapai umur kehamilan aterm adalah 30 x 25 x 20 cm
dengan kapasitas > 4000 cc. Perubahan bentuk dan posisi uterus antara
lain: bulan pertama uterus berbentuk seperti alpukat, 4 bulan berbentuk
bulat, akhir kehamilan berbentuk bujur telur. Rahim yang tidak
hamil/ rahim normal sebesar telur ayam, pada umur 2
bulan kehamilan sebesar telur bebek dan umur 3
bulan kehamilan sebesar telur angsa.
Dengan senam hamil maka ibu akan diajak berlatih agar nafasnya
lebih panjang dan tetap relax. Latihan pernafasan khusus yang disebut
panting quick breathing terutama dilakukan setiap saat perut terasa
kencang. Latihan mengejan, latihan ini khusus untuk menghadapi
persalinan, agar mengejan secara benar sehingga bayi dapat lancar
keluar dan tidak tertahan di jalan lahir (Arjuna, 2009).
Nafsu Makan
Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap
selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan
anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke
keadaan normal.
Pengosongan Usus
Bila usaha di atas tidak berhasil dapat dilakukan pemberian huknah atau
obat yang lain.
Pada masa hamil, perubahan hormonal yaitu kadar steroid tinggi yang berperan
meningkatkan fungsi ginjal. Begitu sebaliknya, pada pasca melahirkan kadar steroid menurun
sehingga menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu
satu bulan setelah wanita melahirkan. Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam
waktu 12 – 36 jam sesudah melahirkan
Hemostatis Internal
Tubuh, terdiri dari air dan unsur-unsur yang larut di dalamnya, dan 70% dari cairan tubuh
terletak di dalam sel-sel, yang disebut dengan cairan intraselular. Cairan ekstraselular terbagi
dalam plasma darah, dan langsung diberikan untuk sel-sel yang disebut cairan interstisial.
Beberapa hal yang berkaitan dengan cairan tubuh antara lain edema dan dehidrasi. Edema
adalah tertimbunnya cairan dalam jaringan akibat gangguan keseimbangan cairan dalam
tubuh. Dehidrasi adalah kekurangan cairan atau volume air yang terjadi pada tubuh karena
pengeluaran berlebihan dan tidak diganti.
Keasaman dalam tubuh disebut PH. Batas normal PH cairan tubuh adalah 7,35-7,40. Bila PH
>7,4 disebut alkalosis dan jika PH < 7,35 disebut asidosis.
Pengeluaran Sisa Metabolisme, Racun dan Zat Toksin Ginjal
Zat toksin ginjal mengekskresi hasil akhir dari metabolisme protein yang mengandung
nitrogen terutama urea, asam urat dan kreatinin.
Ibu post partum dianjurkan segera buang air kecil, agar tidak mengganggu proses involusi
uteri dan ibu merasa nyaman. Namun demikian, pasca melahirkan ibu merasa sulit buang air
kecil.
Hal yang menyebabkan kesulitan buang air kecil pada ibu post partum, antara lain:
Adanya odema trigonium yang menimbulkan obstruksi sehingga terjadi retensi urin.
Diaforesis yaitu mekanisme tubuh untuk mengurangi cairan yang teretansi dalam tubuh,
terjadi selama 2 hari setelah melahirkan.
Depresi dari sfingter uretra oleh karena penekanan kepala janin dan spasme oleh iritasi
muskulus sfingter ani selama persalinan, sehingga menyebabkan miksi.
Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen akan menurun, hilangnya peningkatan
tekanan vena pada tingkat bawah, dan hilangnya peningkatan volume darah akibat
kehamilan, hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. Keadaan
ini disebut dengan diuresis pasca partum. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam
tempo 6 minggu.
Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urin menyebabkan penurunan
berat badan sekitar 2,5 kg selama masa pasca partum. Pengeluaran kelebihan cairan yang
tertimbun selama hamil kadang-kadang disebut kebalikan metabolisme air pada masa hamil
(reversal of the water metabolisme of pregnancy).
Rortveit dkk (2003) menyatakan bahwa resiko inkontinensia urine pada pasien dengan
persalinan pervaginam sekitar 70% lebih tinggi dibandingkan resiko serupa pada persalinan
dengan Sectio Caesar. Sepuluh persen pasien pasca persalinan menderita inkontinensia
(biasanya stres inkontinensia) yang kadang-kadang menetap sampai beberapa minggu pasca
persalinan. Untuk mempercepat penyembuhan keadaan ini dapat dilakukan latihan pada otot
dasar panggul.
Bila wanita pasca persalinan tidak dapat berkemih dalam waktu 4 jam pasca persalinan
mungkin ada masalah dan sebaiknya segera dipasang dower kateter selama 24 jam. Bila
kemudian keluhan tak dapat berkemih dalam waktu 4 jam, lakukan kateterisasi dan bila
jumlah residu > 200 ml maka kemungkinan ada gangguan proses urinasinya. Maka kateter
tetap terpasang dan dibuka 4 jam kemudian , bila volume urine < 200 ml, kateter dibuka dan
pasien diharapkan dapat berkemih seperti biasa.
Dengan adanya sistem muskuloskeletal, tubuh dapat bergerak dan menjalani berbagai
aktivitas, seperti berjalan, berlari, berenang, hingga sesederhana mengambil suatu benda.
Sistem muskuloskeletal juga berperan dalam membentuk postur dan bentuk tubuh serta
melindungi berbagai organ penting, seperti otak, jantung, paru-paru, ginjal, dan hati.
Sistem muskuloskeletal tersusun dari berbagai bagian dan jaringan tubuh, yaitu:
1. Tulang
Tulang merupakan salah satu bagian utama dalam sistem muskuloskeletal yang berfungsi
untuk menopang dan memberi bentuk tubuh, menunjang gerakan tubuh, melindungi organ-
organ tubuh, serta menyimpan mineral kalsium dan fosfor. Orang dewasa umumnya memiliki
sekitar 206 tulang.
Tulang terdiri dari lapisan luar dan dalam. Lapisan luar tulang memiliki tekstur keras dan
terbuat dari protein, kolagen, serta berbagai macam mineral, termasuk kalsium.
Sementara itu, bagian dalam tulang memiliki tekstur yang lebih lembut dan berisi sumsum
tulang, yaitu tempat diproduksinya sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit atau
keping darah.
2. Sendi
Sendi merupakan sambungan antara kedua tulang. Sendi ada yang bisa digerakkan, tetapi ada
juga yang tidak.
Sendi yang tidak bisa digerakkan contohnya adalah sendi yang terdapat di lempengan
tengkorak. Sedangkan, sendi yang bisa digerakkan meliputi sendi jari tangan dan kaki, siku,
pergelangan tangan, bahu, rahang, panggul, lutut, dan pergelangan kaki.
3. Otot
Ada tiga jenis otot yang merupakan bagian dari sistem muskuloskeletal, yaitu otot rangka,
otot jantung, dan otot polos.
Otot rangka adalah otot yang melekat pada tulang dan sendi. Otot ini bisa meregang dan
berkontraksi saat tubuh bergerak, seperti saat berjalan, menggenggam benda, atau saat
mengubah posisi tubuh, misalnya menekuk dan meluruskan lengan atau kaki.
Sementara itu, otot polos adalah jenis otot yang terdapat pada organ-organ tubuh, misalnya
saluran cerna dan pembuluh darah. Aktivitas otot polos diatur oleh saraf otonom, sehingga
mereka dapat bekerja secara otomatis.
Sama seperti otot polos, otot jantung juga bekerja secara otomatis dalam memompa darah ke
seluruh tubuh, tetapi struktur jaringan otot ini mirip dengan otot rangka.
Di saluran pencernaan, otot polos bertugas untuk menggerakkan usus agar makanan dan
minuman bisa dicerna, kemudian dibuang sebagai kotoran. Pada pembuluh darah, otot polos
bertugas untuk mengatur aliran darah dengan cara melebarkan atau menyempitkan pembuluh
darah.
4. Tulang rawan
Tulang rawan adalah sejenis jaringan ikat yang menutup sendi. Selain berada di antara
sambungan tulang, tulang rawan juga ada di hidung, telinga, dan paru-paru.
Tulang rawan memiliki struktur yang kokoh, tetapi lebih kenyal dan lentur, tidak seperti
tulang rangka. Tulang rawan bertugas untuk mencegah tulang dan sendi saling bergesekan
serta menjadi peredam fisik saat tubuh mengalami cedera.
5. Ligamen
Ligamen adalah jaringan ikat yang menghubungkan tulang dan sendi. Ligamen terdiri atas
serat elastis yang tersusun dari protein. Jaringan ikat ini berfungsi untuk menopang sendi,
seperti lutut, pergelangan kaki, siku, dan bahu, serta memungkinkan pergerakan tubuh.
6. Tendon
Tendon adalah jaringan ikat tebal dan berserat yang berfungsi untuk menghubungkan otot ke
tulang. Tendon terdapat di seluruh tubuh, mulai dari kepala, leher, hingga kaki.
Ada banyak jenis tendon dan salah satunya adalah tendon Achilles, tendon terbesar di tubuh.
Tendon ini menempelkan otot betis ke tulang tumit dan memungkinkan kaki serta tungkai
untuk bergerak. Sementara itu, tendon rotator cuff di bahu berfungsi untuk menunjang
gerakan bahu dan lengan.
Cara Kerja Sistem Muskuloskeletal
Ketika Anda hendak menggerakkan tubuh, otak akan mengirimkan sinyal melalui sistem
saraf untuk mengaktifkan otot rangka.
Setelah menerima impuls atau rangsangan dari otak, otot akan berkontraksi. Kontraksi otot
ini akan menarik tendon dan tulang untuk membuat tubuh bergerak.
Sedangkan untuk mengendurkan otot, sistem saraf akan mengirimkan pesan ke otot agar
mengendur dan rileks. Otot yang rileks akan berhenti berkontraksi, sehingga gerakan tubuh
akan ikut terhenti.
Gangguan pada sistem muskuloskeletal bisa menimbulkan berbagai keluhan, mulai dari
nyeri, otot atau sendi terasa kaku, hingga sulit untuk bergerak. Ada banyak gangguan atau
penyakit yang bisa terjadi pada sistem muskuloskeletal, di antaranya:
Kelainan bentuk tulang, misalnya akibat cedera, osteoporosis, penyakit degeneratif, kelainan
genetik, dan tumor atau kanker
Gangguan persendian, seperti radang sendi, robekan ligamen, bursitis, dislokasi sendi, dan
nyeri sendi
Gangguan pada sendi lutut, meliputi cedera meniskus dan robekan pada ligamen lutut
Masalah pada otot, misalnya otot robek, atrofi otot, cedera hamstring, dan sarcopenia atau
berkurangnya massa otot akibat penuaan
Lakukan olahraga secara rutin, misalnya dengan berjalan santai, berenang, latihan beban,
yoga, atau pilates.
Perbaiki postur tubuh, yaitu dengan membiasakan diri untuk duduk dan berdiri tegap.
Jaga berat badan tetap ideal untuk mengurangi tekanan berlebih pada tulang dan sendi.
Konsumsi makanan bergizi seimbang, terutama makanan yang mengandung kalsium, protein,
dan vitamin D, untuk menjaga tulang tetap kuat.
F . perubahan endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin.Hormon-
hormon yang berperan pada proses tersebut, antara lain:
Hormon Plasenta
Hormon Pituitary
Hormon pituitary antara lain: hormon prolaktin, FSH dan LH. Hormon prolaktin darah
meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui menurun dalam waktu 2 minggu.
Hormon prolaktin berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu.
FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ke-3, dan LH tetap
rendah hingga ovulasi terjadi.
Hormon Oksitosin
Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang, bekerja terhadap otot
uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan
dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan.
Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin, sehingga dapat membantu
involusi uteri.
Volume darah normal selama kehamilan, akan meningkat. Hormon estrogen yang tinggi
memperbesar hormon anti diuretik yang dapat meningkatkan volume darah. Sedangkan
hormon progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan
peningkatan pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding
vena, dasar panggul, perineum dan vulva serta vagina.
Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa ini ibu
mengeluarkan banyak sekali jumlah urin. Hilangnya progesteron membantu mengurangi
retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya vaskuler pada jaringan tersebut selama
kehamilan bersama-sama dengan trauma selama persalinan.
Kehilangan darah pada persalinan per vaginam sekitar 300-400 cc, sedangkan kehilangan
darah dengan persalinan seksio sesarea menjadi dua kali lipat. Perubahan yang terjadi terdiri
dari volume darah dan hemokonsentrasi. Pada persalinan per vaginam, hemokonsentrasi akan
naik dan pada persalinan seksio sesarea, hemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali
normal setelah 4-6 minggu.
Pasca melahirkan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan
bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitum
cordia. Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya
hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Pada umumnya, hal ini
terjadi pada hari ketiga sampai kelima post patum.
Pada awal post partum, jumlah hemoglobin, hematokrit dan eritrosit sangat
bervariasi. Hal ini disebabkan volume darah, volume plasenta dan tingkat
volume darah yang berubah-ubah. Tingkatan ini dipengaruhi oleh status gizi
dan hidarasi dari wanita tersebut. Jika hematokrit pada hari pertama atau kedua
lebih rendah dari titik 2 persen atau lebih tinggi daripada saat memasuki
persalinan awal, maka pasien dianggap telah kehilangan darah yang cukup
banyak. Titik 2 persen kurang lebih sama dengan kehilangan darah 500 ml
darah.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Demikianlah makalah yang kami buat apabila ada kesalahan dalam penulisan
diharapkan kepada bapak untuk berkenan memberikan pendapat dan saran,supaya makalah
ini mendekati kesempurnaan. Atas pendapat dan sarannya kami ucapkan terimakasi.
DAFTAR PUSTAKA
https://lusa.afkar.id/perubahan-sistem-reproduksi-pada-ibu-hamil
http://eprints.ums.ac.id/12462/2/3._BAB_I.pdf
https://lusa.afkar.id/perubahan-fisiologis-masa-nifas-pada-sistem-endokrin
https://www.alodokter.com/memahami-sistem-muskuloskeletal-dan-gangguan-
yang-dapat-terjadi
https://lusa.afkar.id/perubahan-fisiologis-masa-nifas-pada-sistem-perkemihan
https://lusa.afkar.id/perubahan-fisiologis-masa-nifas-pada-sistem-pencernaan
https://lusa.afkar.id/perubahan-fisiologis-masa-nifas-pada-sistem-reproduksi-
bagian-2
http://scholar.unand.ac.id/55489/2/BAB%201.pdf