DOSEN PEMBIMBING
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat
serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti- nantikan syafaatnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah “Hal-Hal Yang Mempengaruhi Kesehatan Maternal”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat
menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon
maaf yang sebesar-besarnya.Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima
kasih.
Penulis
Kelompok
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................4
C. Tujuan...........................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................6
D. Pemeriksaan Antenatal Care Pada Saat Kehamilan, Persalinan Dan Nifas ...............12
A. Kesimpulan.................................................................................................................14
B. Saran...........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 15
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan maternal dewasa ini masih merupakan salah satu isu pembangunan global.
Dibeberapa negara khususnya negara berkembang dan negara belum berkembang,
kesehatan maternal masih menjadi salah satu masalah yang sulit diperbaiki, para ibu
masih memiliki resiko tinggi baik selama proses kehamilan, persalinan maupun selama
masa nifas.
Angka kematian ibu (mortalitas maternal) merupakan indikator yang mencerminkan
risiko yang dihadapi ibu sewaktu hamil dan melahirkan. Tingginya mortalitas maternal
menunjukkan rendahnya keadaan ekonomi dan fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk
pelayanan antenatal dan obstetrik. Penyebab mortalitas maternal diantaranya terbatasnya
akses ke pelayanan kesehatan maternal yang berkualitas, terutama pelayanan emergency
tepat waktu karena keterlambatan mengenal tanda bahaya dan pengambilan keputusan,
keterlambatan mencapai fasilitas kesehatan dan mendapatkan pelayanan di layanan
kesehatan (Kemenkes RI, 2012).
Menurut data WHO di dunia ada 303.000 wanita meninggal selama proses kehamilan,
persalinan dan nifas dalam tahun 2015, angka ini meningkat dari tahun 2010 yang hanya
sebesar 287.000 kematian (WHO Group, 2015). Tingginya jumlah angka kematian ibu
disebabkan oleh beberapa faktor seperti hipertensi, pendarahan selama persalinan, dan
komplikasi setelah persalinan (Say et al., 2014).
Angka kematian ibu sebenarnya dapat dikurangi dengan peningkatan baik secara kualitas
dan kuantitas fasilitas kesehatan maternal dan perbaikan serta penambahan jumlah
sumber daya manusia profesional dibidang kesehatan. Nilai ideal angka kematian Ibu
tercantum dalam goal ke tiga dalam target 2 Sustainable Development Goal (SDG) yaitu
70 kematian per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030 (SustainableDevelopment
Goals Team, 2016).
Di Indonesia masalah kesehatan maternal terfokus pada tingginya angka kematian ibu
(AKI) (Depkes RI, 2015). Angka Kematian Ibu didefinisikan sebagai jumlah kematian
ibu selama masa kehamilan, persalinan dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan,
persalinan dan nifas ataupun pengelolaannya. Pada
4
tahun 2015 angka kematian ibu di Indonesia mencapai 305 kematian per 100.000
kelahiran hidup, meskipun angka ini mengalami penurunan bila dibandingkan dengan
tahun 2012 sebesar 359 kematian per 100.00 kelahiran hidup, namun masih berada jauh
dibawah target SDG tahun 2030 mendatang (Depkes RI, 2015).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang Dimaksud Dengan Kesehatan Maternal
2. Bagaimana cara Bidan Memberi Konseling Perencanaan Kehamilan Kepada Ibu
3. Apa saja Peran Seorang Suami dalam Menangani Kehamilan Istri
4. Bagaimana Peran Bidan Dalam pemeriksaan Antenatal Care saat Kehamilan,
Persalinan dan Nifas
5. Faktor Apa sajakah Yang Dapat Mempengaruhi Kesehatan Maternal
6. Apasaja Kasus-Kasus yang Berbahaya Dalam Kehamilan
7. Upaya apa yang Dilakukan Dalam Penanggulangan Kesehatan Maternal
C. Tujuan
Tujuan Umum
Mengetahui pentingnya Kesehatan Maternal Pada Ibu dan Janin
Tujuan Khusus
1) Mengidentifikasi sikap bidan dalam menangani masalah kesehatan maternal
2) Mengidentifikasi sikap suami terhadap kesiapan akan kehamilan, persalinan, dan
nifas yang akan di alami oleh istri
3) Menganalisa cara bidan memberi konseling terkait perencanaan kehamilan
4) Mengidentifikasi peran bidan dalam pemeriksaan antenatal care
5) Mengetahui kasus-kasus yang berbahaya pada saat kehamilan
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
Keempat faktor penyebab di atas juga dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu kondisi
geografis, ketersediaan transportasi, pelayanan kesehatan, peran tenaga kesehatan
dan peran suami (Wibowo, 2000). Di berbagai wilayah di Indonesia terutama dalam
masyarakat yang masih memegang teguh budaya tradisional (patrilineal), misalnya
pada budaya Jawa, menganggap istri adalah konco wingking (teman di belakang)
yang artinya derajat kaum lelaki lebih tinggi dibandingkan dengan kaum perempuan,
tugas perempuan hanyalah melayani kebutuhan dan keingin suami saja.
7
b) Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan golongan darah dan rhesus/Rh darah (unsur yang
mempengaruhi antibodi yang terkandung di dalam sel darah merah) pada
pasangan suami isteri dilakukan untuk mengantisipasi perbedaan golongan
darah dan rhesus antara darah ibu dan bayinya. Perbedaan golongan darah
dan rhesus darah ini dapat mengancam janin dalam kandungan.
c) Pemeriksaan Faktor Genetika
Inti dari pemeriksaan atau tes genetika ini adalah untuk mengetahui
penyakit dan cacat bawaan yang mungkin akan dialami bayi akibat
secaragenetis dari salah satu atau kedua orangtuanya. Khususnya apabila
pasangan suami isteri masih terkait hubungan persaudaraan. Tes ini
idealnya dilakukan sebelum kehamilan untuk mendapatkan informasi yang
selengkap-lengkapnya. Jikalau diperlukan, anda harus mengumpulkan
suluruh catatan-catatan medis yang dimiliki oleh pihak suami maupun
isteri, termasuk keluarga. Sehingga jika telah diketahui data medis secara
lengkap, dapat diketahui secara dini apabila memang ada kelainan pada
janin atau calon orang tua, sehingga bisa membuat keputusan yang lebih
bijak.
8
BMI > 30 = obesitas
Berat badan yang sehat membantu pembuahan dan kehamilan membuat lebih
nyaman. Diet penurunan berat badan harus benar-benar dikontrol agar dapat
aman selama kehamilan, terutama disarankan untuk wanita yang mengalami
kelebihan berat badan serius, tetapi harus disertai dengan selalu berkonsultasi
dengan dokter Anda yang mungkin menyarankan rujukan ke ahli gizi. Berat
badan kurang bisa membuat Anda kurang subur, orang terlalu kurus karena
kekurangan lemak yang dapat mendukung. Sementara kelebihan berat badan
menempatkan Anda pada risiko lebih besar untuk mengalami komplikasi, seperti
tekanan darah tinggi dan diabetes selama kehamilan. Ada juga risiko tinggi
komplikasi selama persalinan dan kelahiran dan orang yang terlalu gemuk akan
mengalami proses ovulasi tidak teratur.
9
radikal bebas dari zat aditif tersebut dapat memicu terjadinya mutasi genetik pada
anak sehingga menyebabkan kelainan fisik, cacat dan sejenisnya.Sebaiknya
konsumsi makanan yang mengandung :
1. Protein, meningkatkan produksi sperma. Makanlah telur, ikan, daging, tahu
dan tempe.
2. Asam folat, penting bagi calon bunda sejak prakonsepsi sampai kehamilan
Terdapat pada hati, mentega, margarin, telur, susu, ikan berlemak, brokoli,
wortel, bayam, dan tomat.
3. Cukupi zat seng, Berperan penting dalam pertumbuhan organ seks dan juga
pembentukan sperma yang sehat. Bagi calon Bunda, seng membantu
produksi materi generatik ketika pembuahan terjadi. Bagi calon ayah,
melancarkan pembentukan sperma. Sumber seng antara lain makanan hasil
laut/seafood (seperti lobster, ikan, daging kepiting, ed.), daging, kacang-
kacangan (kacang mete dan almond), biji-bijian (biji labu dan bunga
matahari, ed), serta produk olahan susu.
4. Cukupi zat besi. Kekurangan zat besi membuat siklus ovulasi (pelepasan sel
telur) bunda tergangu. Makanan atau multivitamin yang mengandung zat
besi akan membantu dalam persiapan kehamilan dan menghindari anemia
yang sering kali dikeluhkan oleh ibu hamil. Sumbernya: hati, daging merah,
kuning telur, sayuran hijau, jeruk, dan serealia yang diperkaya zat besi.
10
bulan masa kehamilan, biasanya terjadi perubahan-perubahan psikologis tidak
hanya pada ibu tetapi juga pada ayah calon bayi. Selama sembilan bulan, emosi
kita dapat terperas olehnya.
f. Perencanaan financial/keuangan
Persiapan financial/ keuangan yang matang untuk persiapan pemeliharaan
kesehatan dan persiapan menghadapi kehamilan dan persalinan. Masalah ini
menjadi salah satu faktor penting karena timbulnya ketegangan psikis serta tidak
terpenuhinya kebutuhan gizi yang baik pada saat kehamilan tak jarang timbul
akibat ketidaksiapan pasangan dalam hal financial/keuangan. Kehamilan
merupakan hal yang dapat diperkirakan termasuk biayanya. Biaya kehamilan ini
dapat di diskusikan antara suami dan isteri. Biaya kehamilan merupakan bagian
dari biaya kehidupan berumah tangga. Anda tentunya menginginkan anak anda
mendapatkan sesuatu yang terbaik dalam bidang apapun.Adapun biaya yang
perlu diperhatikan guna persiapan kehamilan ini, diantaranya mencakup biaya
kesehatan (biaya konsultasi, pemeriksaan, obat dan melahirkan), biaya-biaya
pasca melahirkan (tempat tidur bayi, pakaian bayi, popok, selimut, dll) dan
persiapkan pula biaya untuk hal-hal yang tak terduga.
11
Suami lebih dominan dalam mengambil keputusan dan tidak lagi bertanggungjawab
(Yulifah,2014).
Peran dan sikap suami merupakan faktor terpenting selama masa kehamilan, seperti:
1. Menemani istri memeriksakan kehamilan,
2. Memperhatikan asupan gizi
3. Tidak merokok didekat istri
4. Mengajak berolahraga ringan, dan lain- lain dalam rangka menjaga kesehatan
ibu dan janin.
Peran suami yang baik dapat membentuk karakter suami siaga. Suami siaga
merupakan bentuk pendampingan yang diberikan kepada ibu, karena salah satu
orang terdekat ibu adalah suami. Siaga sendiri merupakan singkatan dari siap, antar
dan jaga.
Siap berarti suami hendaknya waspada dan bertindak saat melihat tanda bahaya
kehamilan dan hal ini bisa berjalan baik jika suami memiliki pengetahuan yang baik
tentang tanda bahaya kehamilan. Selain itu, suami juga harus mempersiapkan
tabungan bersalin, serta memberikan kewenangan untuk menggunakannya apabila
terjadi masalah kehamilan. Suami yang siap juga hendaknya mempunyai hubungan
baik dengan tetangga yang mampu mengatasi masalah kegawatdaruratan dalam
bidang kebidanan.
Jaga berarti suami hendaknya selalu menjaga kondisi kesehatan istrinya misalnya
dengan memberinya makanan yang bergizi dan wajib mendampingi istri selama
proses kehamilan hingga persalinan (Depkes RI, 2001).
Kurangnya peran siap dapat diketahui dari pernyataan sebagian besar responden
yang menyatakan belum perlu menentukan tempat rujukan dan rencana tempat
persalinan segera setelah mengetahui istri hamil (60,0%). Selain itu, sebagian besar
responden juga menyatakan belum perlu menentukan nakes yang akan merawat istri
dan belum perlu mempersiapkan tabungan khusus untuk keperluan kesehatan
maternal istri segera setelah mengetahui istri hamil masing-masing persentasenya
adalah 65,0% dan 85,0%.
12
Kurangnya peran antar yang menyebabkan responden tidak siaga juga dapat
diketahui dari pernyataan responden suami yang sebagian besar menyatakan belum
perlu mempersiapkan kendaraan untuk mengantar istri kontrol (65,0%), sebanyak
100% responden juga menyatakan belum perlu merencanakan alat transportasi
alternatif untuk angkutan istrinya saat persalinan.
Pada hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan pada bulan April 2018, terdapat
77 ibu hamil beresiko tinggi atau sekitar 30% dari jumlah ibu ha mil di Wilayah
Puskesmas Wagir. Berdasarkan fenomena tersebut peneliti tertarik untuk
mengadakan penelitian tentang “ Hubungan Sikap Dengan Kesiapan Suami Tentang
Rujukan pada Ibu Hamil Beresiko Tinggi “
13
c. Mengenali secara dini ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin
terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum,
kebidanan dan pembedahan.
d. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu
dan bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
e. Mempersiapkan ibu agar nifas berjalan normal dan pemberian ASI
eksklusif.
f. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dapat menerima kelahiran bayi
agar dapat tumbuh kembang secara normal.
14
lebih berpikir secara rasional dan matang tentang pentingnya melakukan
pemeriksaan kehamilan dan memiliki tingkat motivasi yang lebih tinggi dalam
memeriksakan kehamilannya (Walyani, 2017)
Kematian Maternal yang terjadi pada wanita hamil dan melahirkan pada usia
dibawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal
yang terjadi pada usia 21-35 tahun. Kematian maternal meningkat kembali
setelah usia diatas 35 tahun. Kehamilan diusia muda atau remaja (dibawah usia
20 tahun) akan mengakibatkan rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan,
hal ini dikarenakan pada usia tersebut ibu mungkin belum siap untuk
mempunyai anak dan alat-alat reproduksi ibu belum siap untuk hamil
sedangkan usia tua (diatas 35 tahun) akan menimbulkan kecemasan terhadap
kehamilan dan persalinan serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil.
ii. Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang sangat
diperlukan untuk mengembangkan diri, semakin tinggi tingkat pendidikan
semakin mudah menerima dan mengembangkan pengetahuan dan teknologi.
Tingkat pendidikan ibu sangat mempengaruhi frekuensi kunjungan ANC.
Semakin paham ibu mengenai pentingnya ANC, maka ibu tersebut akan
semakin tinggi kesadarannya untuk melakukan kunjungan ANC. Tingkat
pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang untuk bertindak dan
mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya. Demikian hal nya dengan ibu
yang berpendidikan tinggi akan memeriksakan kehamilannya secara teratur
demi menjaga keadaan kesehatan dirinya dan anak dalam kandungannya
(Walyani, 2017).
iii. Paritas
Paritas adalah jumlah atau banyaknya persalinan yang pernah dialami ibu baik
lahir hidup maupun mati. Menurut Prwirohardjo 2014 paritas dapat dibedakan
menjadi :
1) Nulipara (belum pernah melahirkan)
2) Primipara (satu kali melahirkan)
3) Multipara (2-4 kali melahirkan)
4) Grandemultipara (melahirkan > 5 orang anak).
Menurut Wiknjosastro (2005) ibu dengan kehamilan pertama kali akan
termotivasi untuk memeriksakan kehamilannya ke petugas kesehatan karena
baginya kehamilan merupakan hal yang baru. Sebaliknya ibu yang pernah
melahirkan lebih dari satu anak mempunyai anggapan bahwa ia sudah
mempunyai pengalaman dari kehamilan sebelumnya sehingga tidak
termotivasi untuk memeriksakan kehamilannya ke petugas kesehatan.
iv. Pengetahuan
Berdasarkan penelitan Lesmana (2017) ibu hamil yang melakukan kunjungan
ANC memiliki pengetahuan yang baik sebanyak 59 ( 87% ) dari 68 responden
dan 12% responden memiliki pengetahuan yang cukup.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Siregar ( 2020 ) , mayoritas ibu hamil
memiliki tingkat pengetahuan kurang tentang pencegehan infeksi COVID-19
15
pada ibu hamil yaitu 21 responden ( 57% ) dari 37 reponden dan yang lainnya
memiliki pengetahuan baik ( 43% ).
Berdasarkan penelitian Gusputraya (2016) ibu hamil yang melakukan
kunjungan ANC memiliki tingkat pengetahuan baik yaitu 12,1%.
Menurut L.Green (2016) Pengetahuan salah satu indikator seseorang dalam
melakukan tindakan. Jika seseorang didasari dengan pengetahuan yang baik
terhadap kesehatan maka orang tersebut akan memahami pentingnya menjaga
kesehatan dan motivasi untuk diaplikasikan dalam kehidupannya. Pengetahuan
merupakan factor penting yang mempengaruhi motivasi ibu hamil untuk
melakukan kunjungan ANC. Bagi ibu dengan pengetahuan yang tinggi
mengenai kesehatan kehamilan menganggap kunjungan ANC bukan sekedar
untuk memenuhi kewajiban, melainkan menjadi sebuah kebutuhan untuk
kehamilannya.
16
memberikan suplai oksigen dan makanan bagi janin. Hal tersebut dapat
mempengaruhi kesehatan calon bayi. Maka itu, ibu hamil direkomendasikan
melakukan pemeriksaan rutin terutama sejak trimester 1 untuk mengetahui
usia janin dengan tepat. Hal ini dilakukan untuk segera mendapatkan
penanganan jika terdeteksi gangguan-gangguan yang mengancam kesehatan.
Tiga gangguan kesehatan di atas rentan dialami ibu hamil. Sebagai upaya
mencegahnya, ibu hamil diimbau menerapkan pola hidup sehat yang diikuti
pemeriksaan kandungan secara rutin yang menjadi kunci kesehatan ibu dan
bayi.
iv. Anemia
Anemia terjadi ketika jumlah sel darah merah berada di bawah normal.
Mengobati penyebab anemia akan membantu memulihkan jumlah sel darah
merah yang sehat. Ibu hamil dengan anemia biasanya akan merasa lelah dan
lemah. Ini dapat dibantu dengan mengonsumsi suplemen zat besi dan asam
folat. Dokter akan merekomendasikan suplemen dan pola makan untuk
memulihkan kondisi tubuh.
Kondisi Kesehatan Mental
Beberapa ibu hamil mengalami depresi selama atau setelah kehamilan. Gejala
depresi, meliputi:
1. Suasana hati yang rendah atau sedih
2. Kehilangan minat pada aktivitas yang menyenangkan
3. Perubahan nafsu makan, tidur, dan energi
4. Masalah dalam berpikir, berkonsentrasi, dan membuat keputusan
5. Perasaan tidak berharga, malu, ataupun bersalah
6. Pikiran bahwa hidup ini tidak layak dijalani.
Ketika banyak dari gejala-gejala ini terjadi bersamaan dan berlangsung selama
lebih dari satu atau dua minggu pada satu waktu, ini mungkin depresi. Depresi
yang berlanjut selama kehamilan dapat mempersulit ibu hamil untuk merawat
dirinya dan bayinya yang belum lahir. Memiliki depresi sebelum kehamilan
juga merupakan faktor risiko depresi pascapersalinan.
v. Hipertensi
Tekanan darah tinggi kronis yang tidak terkontrol dengan baik sebelum dan
selama kehamilan membuat ibu hamil dan bayinya berisiko mengalami
masalah. Hal ini terkait dengan peningkatan risiko komplikasi ibu seperti
preeklampsia eksternal, solusio plasenta (ketika plasenta terpisah dari dinding
rahim), dan diabetes gestasional.
Ibu hamil dengan hipertensi menghadapi risiko yang lebih tinggi untuk hasil
kelahiran yang buruk, seperti kelahiran prematur, memiliki bayi kecil untuk
usia kehamilannya, dan kematian bayi. Sangat penting untuk dilakukan adalah
mendiskusikan masalah tekanan darah dengan dokter untuk mendapatkan
perawatan yang tepat.
17
G. UPAYA PENANGGULANGAN KESEHATAN MATERNAL
Dalam rangka menurunkan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia, Kementerian
Kesehatan menetapkan lima strategi operasional yaitu penguatan Puskesmas dan
jaringannya; penguatan manajemen program dan sistem rujukannya; meningkatkan
peran serta masyarakat; kerjasama dan kemitraan; kegiatan akselerasi dan inovasi
tahun 2011; penelitian dan pengembangan inovasi yang terkoordinir.
Hal itu disampaikan Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH,
Dr.PH dalam paparan yang berjudul “Kebijakan Dan Strategi Pembangunan
Kesehatan Dalam Rangka Penurunan Angka Kematian Ibu” kepada para peserta
Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pembangunan Kependudukan dan Keluarga
Berencana di kantor BKKBN Jakarta, 26 Januari 2011.
Menkes menambahkan terkait strategi keempat yaitu kegiatan akselerasi dan inovasi
tahun 2011, upaya yang dilakukan Kementerian Kesehatan yaitu:
1. Pertama, kerjasama dengan sektor terkait dan pemerintah daerah telah
menindaklanjuti Inpres no. 1 Tahun 2010 Tentang Percepatan Pelaksanaan
Prioritas Pembangunan Nasional dan Inpres No. 3 tahun 2010 Tentang Program
Pembangunan Yang Berkeadilan melalui kegiatan sosialisasi, fasilitasi dan
advokasi terkait percepatan pencapaian MDGs. Akhir tahun 2011, diharapkan
propinsi dan kabupaten/kota telah selesai menyusun Rencana Aksi Daerah dalam
percepatan pencapaian MDGs yaitu mengentaskan kemiskinan ekstrim dan
kelaparan, mengurangi tingkat kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu,
memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya.
2. Kedua, pemberian Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), mulai tahun 2011
setiap Puskesmas mendapat BOK, yang besarnya bervariasi dari Rp 75 juta
sampai 250 juta per tahun. Dengan adanya BOK, pelayanan “outreach” di luar
gedung terutama pelayanan KIA-KB dapat lebih mendekati masyarakat yang
membutuhkan.
3. Ketiga, menetapkan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) berupa
indikator komposit (status kesehatan, perilaku, lingkungan dan akses pelayanan
kesehatan) yang digunakan untuk menetapkan kabupaten/kota yang mempunyai
masalah kesehatan. Ada 130 kab/kota yang ditetapkan sebagai DBK yang tahun
ini akan didampingi dan difasilitasi Kementerian Kesehatan.
4. Keempat, penempatan tenaga strategis (dokter dan bidan) dan penyediaan
fasilitas kesehatan di Daerah Terpencil, Perbatasan, Kepulauan (DTPK),
termasuk dokter plus, “mobile team”.
5. Kelima, akan diluncurkan 2 Peraturan Menteri Kesehatan terkait dengan standar
pelayan KB berkualitas, sebagaimana diamanatkan UU no 52 tahun 2009
Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Delapan indikator pembentuk indeks kesehatan maternal saling berkaitan dan dapat
dimulai penyelesaian masalahnya melalui pemeriksaan kehamilan. Pemeriksaan
kehamilan adalah kegiatan untuk mengetahui kesehatan ibu hamil dan perkembangan
bayi intrauterin, sehingga kesehatan yang optimal dalam menghadapi persalinan,
nifas, dan laktasi dapat dicapai. Manfaat pemeriksaan kehamilan sangat besar, karena
dapat segera diketahui berbagai penyakit dan risiko terjadinya komplikasi obstetri,
sehingga dapat segera dirujuk ke fasilitas kesehatan yang mempunyai fasilitas
pertolongan lebih adekuat. Dengan demikian diharapkan angka kematian dapat
diturunkan.
Kesenjangan yang terlalu lebar pada Provinsi Papua hams dipersempit dengan
meningkatkan cakupan pada delapan indikator terutama di kabupaten/ kota yang
mempunyai nilai indeks terendah.
B. Saran
Untuk meningkatkan jumlah kelahiran hidup diperlukan upaya mendekatkan
pelayanan kesehatan maternal di masyarakat. Upaya tersebut dalam bentuk fasilitas
kesehatan yang mudah dijangkau secara fisik, menyediakan kecukupan jumlah
tenaga kesehatan yang profesional di bidang kesehatan maternal untuk tingkat desa
atau kecamatan, biaya pelayanan dan transportasi terjangkau. Hal ini bertujuan agar
semua lapisan masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah,
murah dan merata.
DAFTAR PUSTAKA
19
Departemen Kesehatan, (1997). Deteksi Dini Penatalaksanaan Kehamilan Risiko Tinggi.
Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta:
Departemen Kesehatan.
Departemen Kesehatan, (2008). Panduan Pelaksanaan Strategi Making Pregnancy Safer dan
Child Survival. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI, (2013). Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Mohsin, M., Bauman, A.E. & Jalaludin, B (2006). The Influence of antenatal and maternal
factors on stillbirths and neonatal deaths in New South Wales, Australia. J.biosoc.Sci, 38,
643-657. [Accessed October 4, 2011]
Saifuddin, AB; Adriaansz, G., Wiknjosastro, H., Waspodo, D., (2001). Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
20