Disusun Oleh
Nama : Trivena puimera
NIM : 22160031
Mahasiswa
Trivena puimera
NIM : 22160032
( ) (
)
HALUSINASI
A. PENGERTIAN
Menurut Varcalolis, halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya
persepsi dan sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus (Yosep, Iyus & Titin
Sutini, 2016.).
C. ETIOLOGI
Menurut Stuart dan Sundeen (2005), faktor predisposisi halusinasi adalah :
1. Faktor Predisposisi
a. Biologis
Abnormalitas yang menyebabkan respon neurobiology yang maladaptif
seperti lesi pada area frontal maupun temporal. Bisa juga halusinasi bisa
diturunkan dari genetic skizofrenia
b. Psikologis
Halusinasi terjadi karena adanya isi alam tidak sadar yang masuk ke alam
sadar sebagai respon terhadap konflik psikologis
c. Sosio budaya
Stress yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan skizofrenia dan
gangguan psikotik lain tapi tidak diyakini sebagai penyebab utama
gangguan
2. Faktor presipitasi
Menurut Stuart dan Sundeen (2009), faktor presipitasi halusinasi adalah :
a. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologik yang
maladaptif termasuk:
1) Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses
informasi
2) Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan secara selektif menanggapi
rangsangan
b. Stress Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang terhadap toleransi stress yang
berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan perilaku
D. RENTANG RESPON
Adaptif Maladaptif
Jenis-Jenis Halusinasi
1. Halusinasi Non Patologis
Menurut NAMI (National Alliance For Mentally III) halusinasi dapat terjadi pada
orang yang bukan penderita gangguan jiwa. Pada umumnya terjadi pada klien yang
mengalami stress yang berlebihan atau basjuga karena lelah dan karena pengaruh
dari obat-obatan.
Halusinasi ini antara lain :
a. Halusinasi hipnogonik: persepsi sensori yang palsu yang terjadi sesaat sebelum
seseorang jatuh tertidur.
b. Halusinasi hipnopomik: persepsi sensori yang palsu yang terjadi pada saat
seseorang bangun tidur.
2. Halusinasi Patologis
Halusinasi ada 5 macam yaitu :
a. Halusinasi Pendengar (Auditory): klien mendengar suara dan bunyi tidak
berhubungan dengan stimuasi nyata dan orang lain tidak mendengarnya.
b. Halusinasi Penglihat (Visual): klien melihat sesuaatu yang jelas atau samar
tanpa stimulus yang nyata dan orang lai tidak melihat.
c. Halusinasi Pencium (Olfactory): klien mencium bau yang muncul dari sumber
tentang tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak mencium.
d. Halusinasi Pengecapan (Gustatory): klien merasa makan sesuatu yang tidak
nyata. Biasanya merasakan makanan yang tidak enak.
e. Halusinasi Perabaan (Taktil): klien merasakan sesuatu pada kulit tanpa stimulus
yang nyata.
f. Halusinasi Cenesthetic: klien merasakan sensasi dari gerakan tubuh ketika
berdiri diam (Darmawan, Deden & Rusdi, 2013).
Fase-Fase Halusinasi
E. PSIKOPATOLOGI
Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori
yang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik dan
lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal otak
dibombardir oleh aliran stimulus yang yang datang dari dalam tubuh ataupun dari luar
tubuh. Input ini akan menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam sadar.
Bila input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai pada
keadaan normal atau patologis, maka materi-materi yang ada dalam unconsicisus atau
preconscious bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi.
Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya
keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah retaknya
kepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan tadi diproyeksikan
keluar dalam bentuk stimulus eksterna (Yosep, 2009).
Proses terjadinya halusinasi diawali dari orang yang menderita halusinasi akan
menganggap sumber dari hasilnya berasal dari lingkungan atau stimulus eksternal.
Pada fase awal masalah itu menimbulkan peningkatan kecemasa yang terus dan
sistem pendukung yang kurang akan menghambat atau membuat persepsi untuk
membedakan antara apa yang dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun.
Meningkatnya pada fase comforting pasien mengalami emosi yangberlanjut
seperti cemas, kesepian, perasaan berdosa dan sensorinya dapat di kontrol bila
kecemasan dapat diatur. Pada fase ini klien cenderung merasa nyaman dengan
halusinasinya.
Pada fase conderming klien mulai menarik diri. Pada fase controlling klien dapat
merasa kesepian bila halusinasinya berhenti. Pada fase conquering klien lama
kelamaan sensorinya terganggu klien merasa terancam dengan halusinasinya terutama
bila tidak menuruti perintahnya (Prabowo, 2014).
Pohon Masalah
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi adalah strategi pelaksanaan halusinasi.
Namun ada beberapa penatalaksanaan lain seperti:
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik untuk mengurangi tingkat kecemasan,
kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan
pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi kontak mata,
kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara
fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien,
bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya
pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.
2. Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian
dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding,
gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
3. Melaksanakan program terapi dokter, Sering kali pasien menolak obat yang di
berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan
sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat
yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
4. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah
pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi
masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga
pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
5. Memberi aktivitas pada pasien misalnya pasien di ajak mengaktifkan diri untuk
melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan
kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata
dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal
kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
6. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan. Keluarga pasien
dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada kesatuan
pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalnya dari
percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar
laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak
terdengar jelas.
7. Sebaiknya perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini
hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak
membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.
H. FOKUS INTERVENSI
Menurut Rasmun (2001:43-48) dalam Wijayaningsih, Sari Kartika. 2015, tujuan
umum dan rencana tindakan dari diagosa utama halusinasi yaitu:
1. Tujuan
a. Tujuan Umum
Klien dapat mengendalikan halusinasinya
b. Tujuan Khusus
1) Klien dapat membina huungan saling percaya
2) Klien dapat mengenal halusinasi
3) Klien dapat mengontrol halusinasi
4) Klien dapat dukungan dari kelarga dalam mengontrol halusinasinya
5) Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
2. Tindakan Mandiri
SP I
a. Mengidentifikasi jenis halusinasi
b. Mengidentifikasi isi halusinasi
c. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
d. Mengidentifikasi waktu terjadinya halusinasi
e. Mengidentifikasi situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi
f. Mengidentifikasi kemampuan pasien dalam mengenali situasi yang menyebabkan
munculnya halusinasi
g. Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasinya
h. Menjelaskan cara mengontrol halusinasi: hardik, obat, bercakap-cakap, melakukan
kegiatan
SP II
a. Mengevaluasi kegiatan menghardik. Beri pujian
b. Melatih cara mengontrol halusinasi dengan obat (jelaskan 6 benar: jenis, guna, dosis,
frekuensi, cara, kontinuitas minum obat)
c. Memasukan pada jadual kegiatan untuk latihan menghardik dan minum obat
SP III
a. Mengevaluasi kegiatan latihan menghardik & obat. Beri pujian
b. Melatih cara mengontrol halusinasi dg bercakap-cakap saat terjadi halusinasi
c. Memasukkan pada jadual kegiatan untuk latihan menghardik, minum obat dan
bercakap-cakap
SP IV
a. Mengevaluasi kegiatan latihan menghardik & obat & bercakap-cakap. Beri pujian
b. Melatih cara mengontrol halusinasi dg melakukan kegiatan harian (mulai 2 kegiatan)
c. Memasukkan pada jadual kegiatan untuk latihan menghardik, minum obat, bercakap-
cakap dan kegiatan harian
SP V
a. Mengevaluasi kegiatan latihan menghardik & obat & bercakap-cakap & kegiatan
harian. Beri pujian
b. Melatih kegiatan harian
c. Menilai kemampuan yang telah madiri
d. Menilai apakah halusinasi terkontrol
1. Tindakan Modalitas
a. Libatkan pasien dalam terapi aktivitas kelompok orientasi realita
b. Melakukan terapi kognitif
1) Kuatkan pikiran realita klien. Tolak pikiran untuk setuju dengan halusinasinya
2) Bantu dan dukung pasien untuk mengungkapkan secar verbal perasaan ansietas,
kekuatan dan tidak aman.
3) Diskusikan teknik-teknik menghardik halusinasi (misalnya latihan nafas dalam,
latihan relaksasi, teknik berhenti berfikir)
2. Tindakan kolaborasi
Obat psikotropik (psikofarmaka) adalah obat yang bekerja secara selektif pada susunan
saraf pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku
(mind and behavior altering drugs), digunakan pada gangguan psikiatrik. Penggunaan
klinis obat psikotropik ditujukan untuk meredam (suppresion) gejala sasaran tertentu
dan pemilihan jenis obat disesuaikan dengan tampilan gejala sasaran yang ingin di
tanggulangi misalnya antipsikotik, antidepresi, antimania, antianxietas, antiinsomnia,
antipanik, dan anti obsesi kompulsif (Maslim, 2010). Menurut Suliswati (2010)
antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi, dan perubahan pola piker yang
terjadi pada skizofrenia.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
HALUSINASI SP I
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi
Subjektif : Pasien mengatakan mendengar suara-suara atau kegaduhan dan
mendengar suara-suara yang mengajak bercakap-cakap.
Objektif : Pasien tampak berbcara atau tertawa sendiri, dan menyedengkan
telinga ke arah tertentu.
2. Diagnosa
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
3. Tujuan :
a. Pasien dapat mengidentifikasi jenis halusinasi
b. Pasien dapat mengidentifikasi isi halusinasi
c. Pasien dapat mengidentifikasi waktu halusinasi
d. Pasien dapat mengidentifikassi frekuensi halusinasi
e. Pasien dapat mengidentifikasi situasi yang dapat menimbulkan halusinasi
f. Pasien dapat mengidentifikasi respon dirinya terhadap halusinasi
g. Pasien dapat mengetahui cara menghardik halusinasi
h. Pasien dapat memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian
4. Intervensi
a. Identifikasi jenis halusinasi pasien
b. Identifikasi isi halusinasi pasien
c. Identifikasi waktu halusinasi pasien
d. Identifikasi frekuensi halusinasi pasien
e. Identifikasi situasi yang dapat menimbulkan halusinasi
f. Identifikasi respon pasien terhadap halusinasi
g. Mengajarkan cara menghardik halusinasi
h. Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian.
B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Orientasi
“ Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya Michael Saza Alexandra bisa dipanggil
Saza, saya perawat yang bertugas di ruangan ini. Hari ini saya bertugas dari pukul
07.00-14.00. Saya yang akan merawat bapak selama 3 minggu kedepan. Nama bapak
siapa? Senang dipanggil apa?”
“ Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini bapak
dengar tapi tidak tapak wujudnya? Dimana kita mau berbincang-bincang? Berapa
lama? Bagimana kalau 20 menit?”.
2. Fase Kerja
“ Apakah bapak mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatkan suara
itu?”
“ Bapak, ada empat 4 cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama dengan
cara menghardik, kedua dengan cara minum obat, ketiga ada dengan bercakap-cakap
dengan orang lain, dan yang keempat dengan cara melakukan kegiatan.”
“ Hari ini kita belajar cara yang pertama yaitu menghardik, caranya yaitu saat suara-
suara itu mulai muncul ketika ditempat sepi bapak bisa memejamkan mata sambil
mengatakan pergi kamu pergi, kamu tidak nyata kamu suara palsu, saya tidak mau
mendengarmu, pergi kamu. Kalau ditempat ramai bapak bisa menutup mata dan
mengatakan pergi kamu pergi, kamu tidak nyata kamu suara palsu, saya tidak mau
mendengarmu, pergi kamu didalam hati. Begitu berulang-ulang sampai suara itu tidak
terdengar lagi. Sekarang coba bapak peragakan! Nah bagus sekali pak bapak sudah
bisa melakukannya dengan baik”.
3. Fase Terminasi
“ Bagaimana perasaannya setelah kita belajar cara mencegah agar suara itu tidak
muncul lagi? Kalau suara itu muncul lagi, bapak bisa melakukan apa yang telah kita
pelajari tadi. Apakah bapak masih ingat kita belajar apa tadi?, bagus sekali pak.
sekarang coba bapk pratikkan lagi!, bagus sekali ya pak bapak masih mengingatnya.
Bagaimana kalau kita masukkan ke jadwal hariannya? Sehari mau Lathan berapa
kali? Jam berapa?”.
“ Baiklah karena waktu kita sudah habis, besok kita lanjutkan lagi untuk belajar cara
yang kedua, bapak maunya dimana? Jam berapa? Bagaimana kalau jam 10 pagi?”
“ Baiklah pak, sampai jumpa besok. Selamat pagi”.
DAFTAR PUSTAKA
Darmawan, Deden & Rusdi.2013.Keperawatan Jiwa Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatn Jiwa.Yogyakarta: Gosyen Publishing.
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Prabowo, E. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
Stuart dan Sundeen. 2009. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Wijayaningsih, Sari Kartika.2015. Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta:
CV. Trans Info Media.
Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa. Jakarta : Refika Aditama.
Yosep, Iyus & Titin Sutini.2016.Buku Ajar Keperawaatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
STRATEGI PELAKSANAAN 2 (SP 2)
A. Kondisi klien
DO : Klien tenang
DS : Klien mengatakan mendengar ada suara-suara tapi suara itu tidak jelas
B. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori : halusinasi
C. Tujuan
Ajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.
D. Intervensi Keperawatan
Diskusikan dengan klien cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan
orang lain.