Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KEPERAWATAN JIWA

“ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI”

Dosen : Ns. Yuliet Tindatu, S.Kep

Kelompok 6 :

Rivaldo Manengkey

Renol Kurama

Ruamanri Sedu

Tirsa Oping

AKADEMI KEPERAWATAN METUARI WAYA

MANADO

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Karena

rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Asuhan Keperawatan

Halusinasi”. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karen itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran yang ditunjukan demi kesempurnaan

makalah ini. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak.

Manado, September

2021

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …................................................................................

KATA PENGANTAR ……………………………………………….

DAFTAR ISI ……………………………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………….

A. Latar Belakang ……………………………………………………….

B. Rumusan Masalah……………………………………………………….

C. Tujuan ……………………………………………………………….

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………….

A. Konsep Halusinasi ……………………………………………….

B. Konsep Asuhan Keperawatan Halusinasi ……………………………....

BAB III PENUTUP ………………………………………………………

A. Kesimpulan ………………………………………………………

B. Saran ………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Halusinasi
1. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun
pada panca indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan
sadar/terbangun. (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah gangguan pencerpan (persepsi) panca
indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi
semua system penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran
individu itu penuh/baik (Stuart & Sundeen, 1998).
Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis
halusinasi (Aziz, 2003) dengan karakteristik tertentu, diantaranya:
a. Halusinasi pendengaran (auditif, akustik)
Halusinasi dengar merupakan persepsi sensori yang salah
terhadap stimulus dengar eksternal yang tidak mampu di
identifikasi. Halusinasi dengar merupakan adanya persepsi sensori
pada pendengaran individu tanpa adanya stimulus eksternal yang
nyata (Stuart dan Sundeen, 2006). Tanda dan gejala:
Prilaku pasien yang teramati adalah sebagai berikut:
1) Melirikan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa
atau apa yang sedang berbicara.
2) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain
yang tidak sedang berbicara atau kepada benda mati seperti mebel,
tembok dll.
3) Terlibat percakapan dengan benda mati atau dengan
seseorang yang tidak tampak.
4) Menggerak-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau
sedang menjawab suara.
b. Halusinasi penglihatan (visual, optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit
organik). Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan
kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat gambaran- gambaran
yang mengerikan.
c. Halusinasi penciuman (olfaktorik)
Biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan
dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita.
Bau dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita
sebagai suatu kondisi moral
d. Halusinasi pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan
halusinasi penciuman, penderita merasa mengecap sesuatu
e. Halusinasi raba (taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau atau seperti ada ulat
yang bergerak di bawah kulit.
2. Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas
dan keparahannya. Stuart & Laraia (2001) membagi fase
halusinasi dalam empat fase berdasarkan tingkat ansietas yang
dialami dan kemampuan klien mengendalikan dirnya. Semakin erat
fase halusinasi, klien semakin berat mengalami ansietas dan
semakin dikendalikan oleh halusinasinya. Fase-fase tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Fase I: Comforting
Ansietas sedang, halusinasi menyenangkan
Karakteristik: klien mengalami persaan mendalam seperti
ansietas, kesepian, rasa bersalah, dan takut, serta mencoba untuk
berfokus pada pikiran menyenangkan untuk meredakan ansietas.
Individu mengenali bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori
berbeda dalam kendali kesadaranjika ansietas dapat ditangani.
Merupakan non psikosis
Perilaku klien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat,
respon verbal yang lambat, jika sedang asyik dengan
halusinasinya, diam dan asyik sendiri.
b. Fase II: Condeming
Ansietas berat, halusinasi menjadi menjijikkan.
Karakteristik: pengalaman sensori yang menjijikkan dan
menakutkan. Klien mulai lepas kendali dsan mungkin mencoba
untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan.
Klien mungkin mengalami dipermalukan oleh pengalaman sensori
dan menarik diri dari orang lain.
Merupakan halusinasi dan psikosis ringan. Perilaku klien:
meningkatkan tanda-tanda system saraf otonom akibat ansietas
seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah.
Rentang perhatian klien menyempit, asyik dengan pengalaman
sensori dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan
realita.
c. Fase III: Controlling
Ansietas berat, pengalaman sensori menjadi berkuasa.
Karakteristik: klien menghentikan perlawanan terhadap halusinasi
dan menyerah pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi
menarik. Klien mungkin mengalami pengalaman kesepian jika
sensori halusinasi berhenti. Merupakan halusinasi pada keadaan
psikosis.
Perilaku klien kemauan yang dikendalikan halusinasi akan
lebih diikuti. Klien mengalami kesukaran berhubungan dengan
dengan orang lain dan rentang perhatian hanya beberapa detik atau
menit. Klien menunjukkan adanya tanda-tanda fisik ansietas berat
yaitu berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah.
d. Fase IV: Conquering
Panik, umumnya menjadi melebar dalam halusinasinya..
Karakteristik: pengalaman sensori menjadi mengancam, jika klien
mengikuti perintah halusinasi halusinasi berakhir dari beberapa
jam atau hari jika tidak ada intrevensi terapeutik. Merupakan
halusinasi pada keadaan psikosis berat.
Perilaku klien: perilaku terror akibat panik. Klien
berpotensi kuat untuk melakukan suicide atau homicide. Aktivitas
fisik klien merefleksikan isi halusinasi seperti perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri atau katatonia, klien tidak mampu berespon
terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih
dari satu orang.
3. Rentang Respon
Halusinasi merupakan respon maladaptive individu yang
berada dalam rentang respon neurologi (Stuart, 2001). Ini
merupakan respon persepsi paling mal adaptif. Jika pasien sehat
persepsinya akurat mampu mengidentifikasi stimulus berdasarkan
informasi yang diterima melalui panca indera. Klien dengan
halusinasi menginterpretasikan dengan stimulus panca indera
walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. Diantara kedua respon
itu adalah respon individu yang karena suatuhal mengalami
kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang
diterimanya yang disebut dengan ilusi. Klien mengalami ilusi jika
interpretasi yang di dilakukannya terhadap stimulus panca indera
tidak akurat sesuai dengan timulus yang diterima. Rentang respon
tersebut digambarkan sesuai gambar :

Respon adatif Respon maladaptif

- Pikiran logis - Pikiran kadang - Kelainan pikiran


menyimpang atau delusi
- Persepsi akurat - Illusi - Halusinasi
- Emosi konsisten - Reaksi emosional - Ketidakmampuan
dengan pengalaman berlebih/kurang mengalami emosi
- Perilaku sesuai - Perilaku ganjil/ - Ketidakteratura
hubungan tak lazim
- Hubungan social - Menarik diri - Isolasi sosial

4. Manifestassi klinis
Tahapan halusinasi, karakteristik dan perilaku yang ditampilkan (tim
keperawatan jiwa FIK- UI, 1999)
TAHAP KARAKTERISTIK PERILAKU KLIEN
Tahap 1
 Memberi rasa  Mengalami ansietas,  Tersenyum, tertawa
nyaman tingkat kesepian,rasa sendiri.
ansietas sedang bersalah, dan  Menggerakkan bibir
secara umum ketakutan. tanpa suara.
halusinasi  Mencoba berfokus  Pergerakan mata
merupakan suatu pada pikiran yang yang cepat.
kesenangan dapat  Respon verbal yang
menghilangkan lambat.
ansietas.  Diam dan
 Pikiran dan berkonsentrasi.
pengalaman sensori
masih ada dalam
kontol kesadaran
NON PSIKOTIK
Tahap 2
 Menyalahkan  Pengalaman sensori  Terjadi peningkatan
 Tingkat kecemasan menakutkan. denyut jantung,
berat secara umum  Merasa dilecehkan pernafasan dan
halusinasi oleh pengalaman tekanan darah.
menyebabkan rasa sensori tersebut.  Perhatian dengan
antipati  Mulai merasa lingkungan
kehilangan kontrol. berkurang.
 Menarik diri dari  Konsentrasi terhadap
orang lain. pengalaman
 NON PSIKOTIK sensorinya.
 Kehilangan
kemampuan
membedakan
halusinasi dengan
realitas
Tahap 3
 Mengontrol.  Klien menyerah dan  Perintah halusinasi
 Tingkat kecemasan menerima ditaati.
berat. pengalaman  Sulit berhubungan
 Pengalaman sensorinya dengan orang lain.
halusinasi tidak (halusinasi)  Perhatian terhadap
dapat ditolak lagi.  Isi halusinasi lingkungan
menjadi atraktif. berkurang, hanya
 Kesepian bila beberapa detik.
pengalaman sensori  Tidak mampu
berakhir. mengikuti perintah
 PSIKOTIK dari perawat, tampak
tremor dan
berkeringat..
Tahap 4
 Klien sudah  Perilaku panik.
dikuasai oleh  Resiko tinggi
halusinasi. mencederai.
 Klien panik.  Agitasi atau kataton
 Tidak mampu
berespon terhadap
lingkungan.

5. Kemungkinan Penyebab
a. Factor predisposisi
1) Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf-syaraf
pusat dapat membuat gangguan realita. Gejala yang
mungkintimbul adalah : hambatan dalam belajar, berbicara, daya
ingat dan muncul perilaku ,menarik diri.
2) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon psikologis klien, sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah : penolakan atau
tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3) Sosiol budaya
Kondisi social budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti : kemiskinan, konflik social budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
b. Factor presipitasi
1) Stresor internal
Dari individu sendiri seperti proses penuaan
2) Stresor eksternal
Dari luar individu seperti keluarga, kelompok masyarakat dan
lingkungan dan bencana.
3) Waktu / lama terpapar stresor
4) jumlah stresor
6. Penatalaksanaan medis pada halusinasi
Penatalaksanaan klien skizoprenia adalah dengan pemberian obat – obatan
dan tindakan lain, yaitu :
a. Psikofarmakologis
Obat – obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi
pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada klien skizoprenia
adalah obat – obatan anti psikosis.
b. Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT)
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran
listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun
klonik. Tindakan ini adalah bentuk terapi pada klien dengan
mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempelkan pada
pelipis klien untuk membangkitkan kejang grandmall.
Indikasi terapi kejang listrik adalah klien depresi pada psikosa
manik depresi, klien schizofrenia stupor katatonik dan gaduh gelisah
katatonik. ECT lebih efektif dari antidepresan untuk klien depresi
dengan gejala psikotik (waham, paranoid, dan gejala vegetatif),
berikan antidepresan saja (imipramin 200-300 mg/hari selama 4
minggu) namun jika tidak ada perbaikan perlu dipertimbangkan
tindakan ECT. Mania (gangguan bipolar manik) juga dapat dilakukan
ECT, terutama jika litium karbonat tidak berhasil. Pada klien depresi
memerlukan waktu 6-12x terapi untuk mencapai perbaikan, sedangkan
pada mania dan katatonik membutuhkan waktu lebih lama yaitu 10-
20x terapi secara rutin. Terapi ini dilakukan dengan frekuensi 2-3 hari
sekali. Jika efektif, perubahan perilaku mulai kelihatan setelah 2-6
terapi.
c. Terapi aktivitas kelompok (TAK Stimulasi Persepsi)
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapii
yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan terkait dengan
pengalaman dan atau / kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok.
Hasill diskusi kelompok dapat berupa kesepakatn persepsi atau
alternatif penyelesaian masalah. Tujuan umum TAK stimulasi persepsi
adalah klien mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah
yang di akibatkan oleh paparan stimulus kepadanya. Sementara, tujuan
khususnya :
1) Klien dapat memmpersiapkan stimuls yang di paparkan
kepadanya dengan tepat
2) Klien dapat menyelesaikan masalah yan timbul ari stimulus
yang di alami.
B. Konsep Asuhan Keperawatan Halusinasi
1. Pengkajian
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor perkembagan terlambat
a) Usia bayi, tdak terpenuhi kebutuhan makanan,
minuman dan rasa aman
b) Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi
c) Usia sekolah mengalami peristiwa yang terselesaikan
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
a) Komunikasi peran ganda
b) Tidak ada komunikasi
c) Tidak ada kehangatan
d) Komunikasi dengan emosi berlebihan
e) Komunikasi tertutup
f) Orang tua membandingkan anak-anaknya, orang tua
yang otoritas, dan komflik orang tua.
3) Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri,
ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis
peran, gambaran diri negative dan koping destruktif.
4) Faktor genetik
Ada pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota terdahulu yang
mengalami skizofrenia dan kembar monozigot.
2. Perilaku
Bibir komat-kamit, tertawa sendiri, bicara sendiri, kepala
mengangguk-angguk seperti mendengar sesuatu, tiba-tiba menutup
telinga, gelisah, bergerak seperti mengambil atau membuang sesuatu,
tiba-tiba marah dan menyerang, duduk terpaku, memandang satu arah,
menarik diri.
3. Fisik
1) ADL
Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi memerintahkan untuk tidak
makan, tidur terganggu karena ketakutan, kurang kebersihan diri
atau tidak mandi, tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan
aktifitas fisik yang berlebihan atau kegiatan ganjil.
2) Kebiasaan
Berhenti dari minuman keras dan penggunaan obat-obatan serta zat
halusinogen dan tingkah laku merusak diri.
3) Riwayat kesehatan
Skizofrenia delirium berhubungan dengan riwayat demam dan
penyalahgunaan obat.
4) Riwayat skizofrenia dalam keluarga
Data yang perlu dikaji dari setiap jenis halusinaasi yaitu:
1) Halusinasi pendengaran
a) Data objektif
Bicara sendiri, marah-marah tanpa sebab, menyedangkan telinga kearah
tertentu, menutup telinga
b) Data subjektif
Mendengar suara-suara kegaduhan, mendengar suara yang mengajak
bercakap-cakap, mendengar suara yang menyruh melakukan sesuatu
yang berbahaya.
2) Penglihatan
a) Data objektif
Menunjuk-nunjuk kearah tertentu, ketakutan dengan sesuatu yang tidak
jelas
b) Data subjektif
Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartoon, melihat
hantu, atau monster
3) Perabaan
a) Data objektif
Menggaruk-garuk kulit
b) Data subjektif
Mengatakan ada serangga dipermukaan kulit, merasa seperti tersengat
listrik
4) Pengecapan
a) Data objektif
Sering meludah-ludah
b) Data subjektif
Merasa seperti urin, darah atau feses
5) Penciuman
a) Data objektif
Menghidu seperti sedang mencium bau-bauan tertentu, menutup hidung
b) Data subjektif
Membaui bau-bauan seperti darah, urin, feses, kadang-kadang bau itu
menyenangkan
3. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN


(NOC) (NIC)
1 Gangguan sensori persepsi: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2 x Halusinasi Management
halusinasi (audiotori, visual, pertemuan diharapkan klien mampu menetapkan dan 1. Bangun hubungan saling percaya dengan klien
perabaan, pengecapan, dan mengerti realita/kenyataan serta menyingkirkan 2. Monitor dan atur tingkat aktivitas dan stimulasi dari lingkungan
pengidu) b.d perubahan kesalahan persepsi sensori dengan kriteria hasil : 3. Pelihara lingkungan yang aman
penerimaan sensori, Distorted Thought Control (1403): 4. Sediakan tingkat pengawasan pasien
transmisi dan integrasi, 1. Klien mampu mengenal halusinasi 5. Catat tingkah laku klient yang mengindikasikan halusinasi
perubahan sensori persepsi, 2. Klien mampu mengendalikan halusinasi 6. Pelihara rutinitas konsisten
stress psikologis, stimulus 3. Klien mampu menyebutkan frekuensi dari 7. Atur konsistensi pemberian perawatan sehari-hari
lingkungan berlebih, halusinasi 8. Dukung komunikasi yang jelas dan terbuka
stimulus lingkungan tidak 4. Klien mampu menggambarkan isi dari 9. Sediakan kesempatan pada klien untuk mendiskusikan
mencukupi, halusinasi halusinasinya
ketidakseimbangan biokimia 5. Klien melaporkan penurunan halusinasi 10.Dukung pasien mengekspresikan perasaanya dengan cara yang
penyebab distorsi sensori 6. Klien mampu bertanya mengenai validitas dari tepat
(illusi, halusinasi), realita 11.Fokuskan kembalipasien pada topic jika komunikasi pasien tidak
ketidakseimbangan 7. Klien mampu menjalin hubungan dengan orang tepat untuk lingkunga
elektrolit, lain 12.Monitor halusinasi untuk adanya isi halusinasi kekerasan pada
ketidakseimbangan Skala penilaian: diri atau orang lain
biokimia. 1: Tidak pernah ditunjukkan 13.Dukung klien untuk menggambarkan control pada tingkah laku
2: Jarang ditunjukkan sendiri
3: Kadang ditunjukkan 14.Dukung klien untuk mendiskusikan perasaan dan implus
4: Sering ditunjukkan daripada bertindakpada mereka
5: Selalu ditunjukkan 15. Dukng klien untuk mempalidasi halusinasi dengan orang yang
dipercaya
Cognitive orientation 16.Tunjukan jika ditanya bahwa anda tidak mengalami stimuli yang
1. Mengidentifikasi diri sama
2. Mengenali orang yang penting 17.Hindari berdebat dengan klien tentang validitas darihalusinasi
3. Mengidentifikasi tempat sekarang 18.Fokuskan diskusi pada perasaan saat itu, lebih dari isi halusinasi
4. Mengidentifikasi hari yang benar 19.Sediakan pengobatan rutin antipsikotik dan antianxiety
5. Mengidentifikasi bulan yang benar 20.Sediakan pendidikan pengobatan untuk pasien dan significant
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, budi A. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC : Jakarta
Nurjanah, Intansari, 2004. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa.
Mocomedia : Yogyakarta
Stuart GW, Sundeen, 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai