Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

A. Pengertian

Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera
(Isaacs, 2002). Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi
dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan
yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren
: persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart,
2007). Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai
halusinasi di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa halusinasi
adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada
stimulus atau rangsangan yang nyata (Muhith Abdul, 2015).

B. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Halusinasi


1. Faktor predisposisi, adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan
jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
a. Faktor biologis yang beresiko terjadinya halusinasi meliputi : riwayat
herediter, trauma kepala, penyakit fisik yang dapat berdampak pada
kerusakan fungsi otak dan riwayat penggunaan NAPZA.
b. Faktor psikologis yang beresiko terjadinya halusinasi meliputi kegagalan
berulang, korban kekerasan, kegagalan pola asuh, kemampuan
mekanisme koping yang kurang baik, kehilangan orang yang dicintai dan
sebagainya.
c. Faktor sosial budaya yang beresiko terjadinya halusinasi antara lain
tingkat perekonomia yang rendah, perceraian, tidak bekerja, diskriminasi
dan stigma, pendidikan dan sebagainya (Wuryaningsih et al., 2020).
2. Faktor presipitasi, yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman/tuntutan yang memerlukan energy ekstra untuk koping.
Adanya rangsangan lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien
dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi dan suasana sepi/isolasi
sering disebut sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat
meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan
zat halusinogenik. Faktor-faktor pencetus respon neurobiologis dapat
dijabarkan sebagai berikut :
a. Berlebihnya informasi pada sistem saraf yang menerima dan memproses
informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme penghantaran listrik di saraf terganggu.
c. Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap dan
perilaku.
C. Rentang Respon Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon mal adaptif individu yang berada dalam
rentang respon neurobiologis. Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu
mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang
diterima melalui pancaindra (pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan
dan perabaan), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus
pancaindra walaupun sebenarnya stimulus tersebut tidak ada. Respon individu
yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi.
Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukan terhadap stimulus
pancaindra tidak akurat sesuai dengan stimulus yang diterima. Rentang respon
tersebut digambarkan seperi gambar dibawah ini.
Rentang respon halusinasi (Muhith Abdul, 2015)

Respon adaptif Respon maladaptif

1. Pikiran logis 1. Distorsi 1. Gangguan


2. Persepsi akurat pikiran ilusi piker/delusi
3. Emosi konsisten 2. Reaksi emosi 2. Halusinasi
dengan berlebihan 3. Sulit merespon
pengalaman 3. Perilaku aneh emosi
4. Perilaku sesuai atau tidak 4. Perilaku
5. Berhubungan biasa disorganisasi
sosial 4. Menarik diri 5. Isolasi sosial
D. Fase Halusinasi

Tabel Fase Halusinasi (Muhith Abdul, 2015)

Fase halusinasi Karakteristik Perilaku klien


Fase I Comforting Klien mengalami perasaan 1. Tersenyum atau tertawa
Ansietas sedang yang mendalam seperti yang tidak sesuai.
Halusinasi menyenangkan ansietas, kesepian, rasa 2. Menggerakkan bibir
bersalah, takut sehingga tanpa suara.
mencoba untuk berfokus 3. Pergerakan mata yang
pada pikiran menyenangkan cepat.
untuk meredakan ansietas. 4. Respon verbal yang
Individu mengenali bahwa lambat jika sedang
pikiran-pikiran dan asyik.
pengalaman sensori berada 5. Diam dan asyik sendiri
dalam kendali kesadaran
jika ansietas dapat ditangani
NON PSIKOTIK
Fase II Condeming 1. Pengalaman sensori 1. Meningkatnya tanda-
Ansietas berat yang menjijikan dan tanda sistem saraf

Halusinasi menjadi menakutkan. otonom akibat ansietas


2. Klien mulai lepas seperti peningkatan
menjijikan
kendali dan mungkin denyut jantung,
mencoba untuk pernapasan dan tekanan
mengambil jarak dirinya darah.
dengan sumber yang 2. Rentang perhatian
dipersepsikan. menyempit.
3. Klien mungkin 3. Asyik dengan
mengalami pengalaman sensori dan
dipermalukan oleh kehilangan kemampuan
pengalaman sensori dan membedakan halusinasi
menarik diri dari orang dan realita.
lain. 4. Menarik diri dari orang
4. Mulai merasa lain.
kehilangan control. 5. Konsentrasi terhadap
5. Tingkat kecemasan pengalaman sensori
berat, secara umum kerja
halusinasi menyebabkan
perasaan antipasti
PSIKOTIK RINGAN
Fase III Controlling 1. Klien berhenti 1. Kemauan yang
Ansietas berat melakukan perlawanan dikendalikan halusinasi
Pengalaman sensori jadi terhadap halusinasi dan akan lebih diikuti.
berkuasa menyerah pada 2. Kesukaran berhubungan
halusinasi tersebut. dengan orang lain.
2. Isi halusinasi menjadi 3. Rentang perhatian
menarik. hanya beberapa detik
3. Klien mungkin atau menit.
mengalami pengalaman 4. Adanya tanda-tanda
kesepian jika sensori fisik ansietas berat :
halusinasi berhenti berkeringat, tremor dan
tidak mampu mematuhi
PSIKOTIK perintah.
5. Isi halusinasi menjadi
atraktif.
6. Perintah halusinasi
ditaati.
7. Tidak mampu pengikuti
perintah dari perawat,
tremor dan berkeringat.
Fase IV Conquering 1. Pengalaman sensori 1. Perilaku error akibat
Panik menjadi mengancam panic.
Umumnya menjadi jika klien mengikuti 2. Potensi kuat suicide
melebur dalam perintah halusinasinya atau homicide.
halusinasinya 2. Halusinasi berakhir dari 3. Aktifitas fisik
beberapa jam atau hari merefleksikan isi
jika tidak ada intervensi halusinasi seperti
terapeutik perilaku kekerasan,
PSIKOTIK BERAT agitasi, menarik diri
atau katatonik.
4. Tidak mampu merespon
perintah yang
kompleks.
5. Tidak mampu merespon
lebih dari satu orang.
6. Agitasi atau kataton.

E. Jenis Halusinasi
Halusinasi dibagi menjadi 7 jenis yaitu halusinasi pendengaran (auditory),
halusinasi penglihatan (visual), halusinasi penciuman (olfactory), halusinasi
pengecapan (gustatory), halusinasi perabaan (tactile), halusinasi cenesthetic,
halusinasi kinesthetic. Berikut penjelasan mengenai jenis halusinasi :
1. Halusinasi pendengaran, yaitu mendengar suara-suara atau kebisingan, paling
sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang keras sampai
kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai percakapan
lengkap antara dua orang atau lebih. Pikiran yng didengar klien dimana
pasien disuruh untuk melakukan sesuatu yang kadang-kadang
membahayakan.
2. Halusinasi penglihatan, yaitu stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya,
gambaran geometris, gambaran kartun, bayangan yang rumit dan kompleks.
Bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
3. Penciuman, yaitu merasa mencium bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin
atau feses, umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan.
4. Pengecapan, yaitu merasa mengecap seperti darah, urine atau feses.
5. Perabaan, yaitu mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang
jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, ebnda mati ataupun orang
lain.
6. Cenesthetic, merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makanan atau pembentukan urine.
7. Kinesthetic, merasakan pergerakan saat beridiri tanpa bergerak.
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Menurut Struat, Laraia (2005) Penatalaksanaan klien skizofrenia yang
mengalami halusinasi adalah dengan pemberian obat – obatan dan tindakan
lain (Muhith, 2015).
a. Psikofarmakologis
Obat yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang
merupakan gejala psikosis pada klien skizofrenia adalah obat anti psikosis.
Adapun kelompok yang umum digunakan adalah Fenotiazin, Tioksanten,
Butirofenon, Dibenzodiasepin.
b. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui
electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik
dapat diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi
neuroleptika oral atau injeksi dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Penerapan Strategi Pelaksanaan
Menurut Keliat (2007) tindakan keperawatan yang dilakukan adalah
melatih klien mengontrol halusinasi menggunakan strategi pelaksanaan
Strategi Pelaksanaan 1 : menghardik halusinasi
Strategi Pelaksanaan 2 : menggunakan obat secara teratur
Strategi Pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang lain
Strategi Pelaksanaan 4 : melakukan aktivitas yang terjadwal
b. Psikoterapi dan rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena
klien kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk
mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat dan
dokter. Maksudnya supaya klien tidak mengasingkan diri karena dapat
membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan
permainan atau latihan bersama, seperti terapi modalitas yaitu terapi
aktivitas meliputi :
1) Terapi Musik
Berfokus pada mendengar, memainkan alat musik, bernyanyi, dll.
2) Terapi Seni
Berfokus untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai pekerjaan
seni.
3) Terapi Menari
Berfokus untuk mengekspresikan perasaan klien melalui gerakan
tubuh.
4) Terapi Relaksasi
Berfokus untuk belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok dan
belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok. 
5) Terapi Sosial
Berfungsi untuk memfasilitasi klien dalam bersosialisasi.
6) Terapi Kelompok
Group Therapy (Terapi kelompok), Terapeutik Group (Terapi
terapeutik), Adjuntive Group Activity Therapy (Terapi Aktivitas
Kelompok)
7) Terapi Lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana di
dalam keluarga (atmosphere like home).

G. Pohon Masalah
Pohon masalah pada masalah halusinasi dapat diuraikan sebagai berikut
(Prabowo, 2014).
Resiko perilaku kekerasan Effect

Perubahan sensori persepsi : Halusinasi Core problem

Isolasi sosial Cause


H. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang terdapat pada klien dengan gangguan persepsi sensori
halusinasi adalah sebagai berikut :
1. Resiko perilaku kekerasan
2. Gangguan persepsi sensori halusinasi
3. Isolasi sosial

I. Intervensi Keperawatan
1. Resiko perilaku kekerasan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kontrol diri
terhadap impuls dapat dilakukan dengan kriteria hasil :
 Secara konsisten menunjukkan mengidentifikasi perilaku impulsif yang
berbahaya
 Secara konsisten menunjukkan mengidentifikasi perasaan yang mengarah
pada tindakan impulsif
 Secara konsisten menunjukkan mengidentifikasi konsekuensi dari tindakan
impulsif
 Secara konsisten menunjukkan menghindari lingkungan yang berisiko
tinggi

Intervensi : Manajemen perilaku: menyakiti diri sendiri

a. Tentukan motif atau alasan tingkah laku


b. Kembangkan harapan tingkah laku yang tepat dan konsekuensinya,
berikan pasien tingkat fungsi kognitif dan kapasitas untuk mengontrol diri
c. Pindahkan barang yang berbahaya dari lingkungan dari lingkungan sekitar
pasien
d. Instrusikan pasien untuk melakukan strategi koping (mislnya latihan
asertif, impuls kontrol training, relaksasi otot progresif) dengan cara yang
tepat
e. Antisipasi situasi pemicu yang mungkin membuat pasien menyakiti diri
f. Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi atau perasaan yang mungkin
memicu perilaku menyakiti diri
g. Monitor pasien untuk adanya impuls menyakiti diri jika mungkin
memburuk menjadi pikiran atau sikap bunuh diri.
2. Gangguan persepsi sensori halusinasi
Tujuan : Klien tidak mengalami gangguan persepsi sensori (halusinasi) selama
dalam perawatan dengan kriteria hasil :
 Klien dapat membina hubungan saling percaya
 Klien dapat mengenali halusinasinya
 Klien dapat mengontrol halusinasinya
 Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi
Intervensi : Manajemen Halusinasi
a. Bangun hubungan interpersonal dan saling percaya dengan klien
b. Monitor dan atur tingkat aktivitas dan stimulasi lingkungan
c. Pertahankan lingkungan yang aman
d. Catat perilaku klien yang menunjukkan halusinasi
e. Tingkatkan komunikasi yang jelas dan tebuka
f. Berikan klien kesempatan untuk mendiskusikan halusinasinya
g. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan secara tepat
h. Fokuskan kembali klien mengenai topik jika komunikasi klien tidak sesuai
situasi
i. Dorong klien untuk memvalidasi halusinasi dengan orang yang dipercaya
j. Libatkan klien dalam aktivitas berabasis realitas yang mampu
mengalihkan perhatian dari halusinasi

3. Isolasi sosial
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keparahan
kesepian dapat dilakukan dengan kriteria hasil:
 Tidak ada rasa perasaan terisolasi secara sosial
 Tidak ada kesulitan dalam membuat kontak dengan orang lain
 Tidak ada rasa keputusasaan
 Tidak ada rasa kehilangan harapan

Intervensi :
Peningkatan sosialisasi
a. Anjurkan peningkatan keterlibatan dalam hubungan yang sudah mapan
b. Tingkatkan hubungan dengan orang-orang yang memiliki minat dan tujuan
yang sama
c. Anjurkan kegiatan sosial dan masyarakat
d. Bantu meningkatkan kesadaran pasien mengenai kekuatan dan
keterbatasanketerbatasan dalam berkomunikasi dengan orang lain

Terapi Aktivitas

a. Kembangkan kemampuan klien dalam berpatisipasi melalui aktivitas


spesifik
b. Bantu klien untuk mengeksplorasi tujuan personal dari aktivitas-aktivitas
yang biasa dilakukan (misalnya, bekerja dan aktivitas-aktivitas yang
disukai)
c. Bantu klien memilih aktivitas dan pencapaian tujuan melalui aktivitas
yang konsisten dengan kemampuan fisik, fisiologis dan sosial
d. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang diinginkan

DAFTAR PUSTAKA

Muhith, Abdul. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa: Teori dan


Aplikasi. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Anda mungkin juga menyukai