DISUSUN OLEH :
NURASIAH JAMIL
NIM : 032001D17052
A. PENGERTIAN
Halusinasi adalah suatu sensori persepsi terhadap sesuatu hal tanpa stimulus
dari luar. Halusinasi merupakan pengalaman terhadap mendengar suara tuhan,
suara setan dan suara manusia yang berbicara terhadap dirinya, sering terjadi pada
klien skizofrenia. (Stuart and Sundeen, 1998)
Halusinasi adalah gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan
sesuatau yang sebenarnya tidak ada. hal itu memungkinkan mempengaruhi
pmikiran mereka mencakup perasaan merasa mendengar, melihat, membau,
meraba, merasa. Halusinasi adalah penerapan tanpa adanya rangsang apapun pada
panca indra seorang pasien,yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun
dasarnya mungkin organik fungsional, psikotik ataupun histerik. (Maramis, 2004)
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau
gambaran dan fikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang
dapt meliputi semua system pengindraan (Dalami,2009)
B. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada respon munculnya
neurobiology halusinasi menurut Stuart, 2007 antara lain :
a. Faktor biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif.
b. Faktor psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang
hidup klien misalnya anak diperlakukan oleh ibu yang pencemas, terlalu
melindungi, dingin dan tidak berperasaan, sementara yang mengambil jarak
dengannya.
1
c. Faktor sosial budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana
alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress sehingga tidak menutup
kemungknan budaya ataupun adat yang dianggap terlalu berat bagi
seseorang dapat menyebabkan saseorang menjadi gangguan jiwa.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007) :
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stres lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku dan umumnya
lingkungan yang dapat mendukung bertambahnya gangguan jiwa adalah
lingkungan perkotaan yang dimana tingkat individualismenya sangat tinggi.
c. Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor
berlebihnya informasi pada syaraf yang menerima dan memperoses
inflamasi di thalamus frontal otak.
2
Skema 4.1 Rentang Respon Halusinasi
(Stuart dan Sundeen 1998).
Keterangan :
a. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma social
budaya yang berlaku.
1) Pikiran logis : pandangan yang mengarah pada kenyataan.
2) Persepsi akurat : pandangan yang tepat pada kenyataan.
3) Emosi konsisten dengan pengalaman : perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli.
4) Perilaku Social : sikap dan tingkah laku masih dalam batas normal
5) Hubungan Social : proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
b. Respon psikososial
1) Proses pikir terganggu
2) Ilusi : penilaian yang salah tentang penerapan yang benar-benar terjadi
karena ransangan panca indra.
3) Emosi berlebihan atau berkurang
4) Perilaku yang tidak biasa
5) Menarik Diri : menghindar intraksi dengan orang lain.
c. Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma sosial budaya dan lingkungan.
1) Kelainan pikiran : keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walupun
tidak diyakini oleh orang lain.
2) Halusinasi : persepsi sensori yang salah atau pesepsi eksternal yang tidak
realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi : perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
4) Perilaku tidak terorganisir : suatu perilaku yang tidak teratur.
5) Isolasi social : kondisi kesendirian yang di alami oleh individu dan
diterima sebagai suatu kecelakaan yang negatif.
3
D. GEJALA HALUSINASI
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003),
seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala
yang khas yaitu :
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
3. Gerakan mata abnormal.
4. Respon verbal yang lambat.
5. Diam.
6. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
7. Perilaku menyerang teror seperti panik.
8. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
9. Menarik diri atau katatonik.
10. Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi
dengan realitas
11. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
12. Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
11. Dipenuhi dengan pengalaman sensori
E. FASE-FASE HALUSINASI
Halusinasi yang dialami oleh klien bila berada pada intensitasnya dan
keparahan (Stuart and Larai,2005) membagi halusinasi klien mengendalikan
dirinya semakin berat fase halusinasinya.Klien semakin berat mengalami ansietas
dan makin ,dikendaalikan halusinasinya lengkap tercantum dalam tabel.
4
Tabel : 1. Fase-fase Halusinasi (Stuart and Larai,2005)
Fase Karakteristik Prilaku Klien
FASE 1 - Mengalami ansietas, kesepian, - Tersenyum tertawa sendiri.
(Comforting): Fase rasa ber-salah, dan ketakutan. - Menggerakkan bibir tampa
dimana halusinasi - Mencoba berfokus pada suara.
memberi rasa pikiran yang dapat - Pergerakan mata yang cepat.
nyaman, ansietas menghilangkan ansietas. - Respon verbal yang lambat.
sedang secara - Pikiran dan pengala-man - Diam dan berkonsentrasi
umum halusinasi sensori masih ada dalam
sebagai suatu yang kontrol kesada-ran NON
menyenangkan PSIKOTIK.
5
F. JENIS-JENIS HALUSINASI
Macam-macam Halusinasi (Stuart, 2007)
1. Halusinasi pendengaran
Klien mendengar suara atau bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata sedangkan orang lain tidak mendengarnya.
2. Halusinasi pengelihatan
Klien melihat gambaran yang jelas atau samar-samar tanpa stimulus yang
nyata akan tetapi orang lain tidak melihatnya.
3. Halusinasi penciuman
Klien mencium bau-bau yang muncul dari sumber-sumber tertentu tanpa
stimulus yang nyata sedangkan orang lain tidak dapat menciumnya.
4. Halusinasi pengecapan
Klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata, biasanya penderita
merasakan rasa nyaman atau gelisah.
5. Halusinasi perasaan
Klien merasa sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata dan orang
lain tidak merasakannya
6
mangurus dirinya sendiri sehingga klien kurang perhatian dan motivasi
terhadap perawatan dirinya sendiri.
4. Kebutuhan aman
Jika halusinasi mengancam maka klien cenderung merasa takut, gelisah dan
merasa tidak aman sehingga timbul gangguan terhadap rasa aman.
5. Komunikasi
Klien halusinasi cendrung berkomunikasi sendiri seolah-olah sedang berbicara
dengan seseorang, kadang sulit untuk memulai percakapan sehingga timbul
gangguan komunikasi.
6. Sosialisasi
Klien halusinasi cenderung asyik dengan dirinya sendiri dan bersikap masa
bodoh terhadap lingkungan sehingga klien menarik diri dan intraksi social
terganggu.
7. Kebutuhan spiritual
Halusinasi sering dirasakan sebagai suara Tuhan, syaitan atau kekuatan
sehingga klien tidak menyadarinya sehingga kehilangan kontrol hidupnya,
akibatnya klien terputus dengan sesama atau dengan tuhan, harapan dan
kepercayaan. Dampaknya adalah spiritual terganggu.
8. Aktualisasi Diri
Klien halusinasi cenderung bersikap masa bodoh terhadap lingkungan dan
dirinya sendiri serta tidak mampu mengambil keputusan yang logis dalam
menggunakan pencapaian dalam aktivitas diri.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Adapun data yang dapat dikumpulkan pada klien dengan masalah
keperawatan utama halusinasi adalah sebagai berikut :
a. Identitas
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, tanggal
masuk rumah sakit, nomor register dan tanggal pengkajian. Identitas
penanggung jawab meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, hubungan
dengan klien.
7
b. Alasan masuk rumah sakit / keluhan utama
Merupakan penyebab klien dibawa ke RS, umumnya alasan masuk
RS pada klien dengan masalah utama halusinasi adalah karena mendengar
bisikan-bisikan misterius seperti suara-suara yang memerintah klien
untuk bunuh diri, orang lain atau merusak lingkungannya, atau juga
karena melihat dan mencium sesuatu yang membuatnya merusak
lingkungannya.
c. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi klien dengan masalah utama halusinasi adalah :
klien pernah atau tidaknya mengalami gangguan jiwa dimasa lalu, riwayat
pengobatan kurang berhasil, pengalaman masa lalu tidak menyenangkan,
trauma psikis seperti penganiayaan, penolakan, dihina atau klien menjadi
saksi penganiayaan, adanya kekerasan dalam keluarga, adanya anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
d. Pemeriksaan fisik
1) Tanda vital : tekanan darah klien dengan masalah utama halusinasi
cendrung meningkat, nadi meningkat.
2) Berat Badan klien dengan halusinasi biasanya menurun.
3) Keluhan fisik : klien biasanya mengeluh dan mengalami gangguan pola
makan dan tidur sehingga terjadi penurunan berat badan.
e. Aspek psikososial
1) Genogram
Biasanya hubungan klien dengan keluarga kurang harmonis.
2) Konsep Diri
Pada umumnya pengkajian konsep diri klien dengan masalah utama
halusinasi adalah : klien menerima anggota tubuh yang dimilikinya,
klien mengetahui status dan posisi klien sebelum dirawat, klien tidak
mampu bekerja sebagaimana mestinya, klien mempunyai harapan
bisa sembuh dari penyakitnya dan bisa segera kembali kerumahnya,
klien mengalami harga diri rendah berhubungan dengan kegagalan
8
yang terjadi dimasa lalu dan klien merasa tidak dihargai oleh orang
lain.
f. Hubungan Sosial
Klien dengan masalah utama halusinasi biasanya mengalami
gangguan dalam hubungan sosial.
g. Spiritual
Biasanya ada masalah dalam pemenuhan kebutuhan spiritual, tidak
dapat konsentrasi dalam setiap ibadah sholat.
h. Status mental
1) Penampilan
Penampilan klien tidak rapi, misalnya rambut acak-acakan, gigi tidak
pernah disikat, kancing baju tidak tepat dan baju tidak pernah
diganti.
2) Pembicaraan
Pembicaraan klien lambat dan pelan.
3) Aktivitas motorik
Klien dengan halusinasi biasanya mengalami tegang dan gelisah.
4) Alam perasaan
Klien dengan halusinasi biasanya merasa sedih dan putus asa, dan
kadang gembira yang berlebihan.
5) Afek
Klien dengan halusinasi biasanya memiliki afek labil yaitu emosi yang
cepat berubah.
6) Interaksi selama wawancara
Klien dengan halusinasi biasanya bermusuhan, tidak kooperatif, mudah
tersinggung, curiga dan kontak mata kurang.
7) Persepsi
Klien dengan halusinasi biasanya mendengar suara-suara yang
mengancam, sehingga klien cenderung menyendiri, pandangan kosong,
kadang-kadang bicara sendiri dan melamun.
8) Proses berpikir
9
Proses pikir klien dengan halusinasi biasanya Sirkumtansial yaitu
pembicaraan berbelit-belit tetapi sampai pada tujuan pembicaraan dan
perseverasi yaitu pembicaraan yang diulang berkali-kali.
9) Isi Pikir
Klien dengan halusinasi biasanya mengalami gangguan isi pikir : waham
terutama waham curiga.
10) Tingkat kesadaran dan orientasi tempat dan waktu.
Klien dengan halusinasi biasanya tingkat kesadaranya compos mentis
dan memiliki orientasi tempat dan tempat yang baik
11) Memori
Klien dengan halusinasi biasanya memorinya kurang baik.
12) Tingkat konsentrasi
Klien dengan halusinasi biasanya kurang mampu berkonsentrasi,
mudah beralih dan tidak mampu berhitung sederhana.
i. Kebutuhan persiapan pulang
1) Makan
Klien biasanya mampu melakukanya dengan bantuan minimal.
2) Buang air besar / buang air kecil
Klien biasanya mampu melakukannya dengan bantuan minimal.
3) Mandi
Klien biasanya mampu melakukannya dengan bantuan minimal tetapi
sering tidak bersih.
4) Berpakaian / berhias
Klien biasanya jarang mengganti pakaian dan biasanya pakaian
sering tidak sesuai.
5) Istirahat tidur
Biasanya istirahat dan tidur klien terganggu.
j. Mekanisme koping
Koping yang biasa digunakan pada klien dengan masalah utama
halusinasi adalah :
1) Regresi yaitu menghindari stres, kecemasan dengan menampilkan
perilaku kembali seperti masa kanak-kanak.
10
2) Proyeksi yaitu keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan
emosi kepada orang lain karena kekesalan yang dilakukan sendiri.
3) Menarik diri yaitu ketidak mampuan mengadakan hubungan dengan
orang lain atau daya lingkungan disekitarnya secara wajar dan hidup
dalam khayalan sendiri yang tidak realistik.
4) Represi yaitu menekan perasaan dan pengalaman yang menyakitkan
atau konflik atau ingatan dari kesadaran yang cenderung
memperkuat mekanisme ego lainnya.
k. Masalah psikososial
Biasanya klien mendapat perlakuan yang tidak wajar dari
lingkungannya sepeti direndahkan dan tidak dihargai.
l. Aspek medik
Meliputi diagnosa medis dan terapi obat-obatan yang digunakan
klien selama masa perawatan.
m. Pohon Masalah
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran
b. Resiko prilaku mencederai diri sendiri
c. Defisit perawatan diri
11
3. Rencana Keperawatan
12
1 2 3 4 5
TUK 2: 2.1 Klien dapat 2.1.1 Adakan kontak 2.1.1 Mengu-rangi
Klien dapat menyebut-kan sering dan waktu
mengenal waktu, isi, dan singkat secara kosong bagi
halusinasinya frekwen- bertahap. klien sehing-
si timbulnya ga dapat
halusinasi. mengurangi
frekwensi
halusinasi
2.1.2 Observasi 2.1.2 Halusinasi
ingkah laku harus
klien yang dikenalkan
terkait de- terlebih
ngan halusi- dahulu oleh
nasinya perawat agar
intervensi
efektif.
2.1.3 Bantu klien 2.1.3 Klien mung-
me ngenal kin tidak
halusinasinya. mampu
a. Jika mene- untuk meng-
mukan klien ungkapkan
sedang ber- persepsi
halusinasi maka pera-
tanyakan wat mem-
apakah ada fasi litasi
suara yang klien meng-
didengarnya ungkap-kan
b. Jika klien secara
menjawab terbuka
ada, lanjutkan
: apa yang
dikatakan
suara itu.
c. Katakan
bahwa pera-
wat percaya
caya klien
mendengar
suara itu,
namun
perawat
sendiri tidak
mendengar
(dengan nada
bersahabat
tanpa
menuduh atau
meng-hakimi)
13
1 2 3 4 5
d.Katakan
bahwa
perawat akan
membantu
klien
14
1 2 3 4 5
3.2 Klien dapat 3.2.1 Diskusikan 3.2.1 Dengan
menyebut-kan dengan klien halusinasi
cara baru untuk tentang cara baru yang ter-
mengontrol mengontrol kontrol oleh
halusinasinya halusinasinya klien maka
a. Menghardik, risiko
mengusir atau kekerasan
tidak tidak terjadi.
memperduli
kan
halusinasinya
b. Bercakap-
cakap dengan
orang lain jika
halusinasinya
muncul.
c. Melakukan
kegiatan
sehari-hari.
15
1 2 3 4 5
3.3.2 Dorong klien 3.3.2 Memberi
memilih kesempatan
tindakan apa pada klien
yang akan untuk me-
dilakukan mutuskan
tindakan
dapat
meningkat-
kan harga
diri.
3.3.3 Dorong klien 3.3.3 Membantu
untuk klien me-
mengikuti lupakan
TAK halusinasi-
nya dan me-
ningkatkan
daya konsen-
trasi
3.3.4 Berikan pujian 3.3.4 Pujian meru-
pada klien atas pakan
keberhasilan- pengakuan
nya yang dapat
mening-
katkan
motivasi dan
harga diri
klien
16
1 2 3 4 5
c. Cara
merawat .
anggota
keluarga
yang
halusinasi :
beri
kegiatan,
dan makan
bersama.
d. Beri
informasi
waktu folow
17
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN MASALAH
UTAMA : PERILAKU KEKERASAN
A. PENGERTIAN
Menurut Stuart G.W. (2007), perilaku kekerasan dapat dimanifestasikan
secara fisik (mencederai diri sendiri, peningkatan mobilitas tubuh), psikologis
(emosional, marah, mudah tersinggung, dan menentang), spiritual (merasa dirinya
sangat berkuasa, tidak bermoral).
Perilaku Kekerasan adalah suatu kedaan dimana seseorang melakuan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri ataupun
orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana seorang marah
berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol.
(Iyus Yosep, 2009 )
B. PENYEBAB
1. Faktor Predisposisi
Faktor pendukung terjadinya perilaku kekerasan, Purwanto (2009) :
a. Faktor biologis
1) Intinctual drive theory (teori dorongan naluri)
Teori ini menyatakan bahwa PK disebabkan oleh suatu dorongan
kebutuhan dasar yang kuat.
2) Psycomatic theory (teori psikomatik)
Pengalaman marah adalah akibat respon psikologis terhadap stimulus
internal maupun eksternal. Dalam hal ini sistem limbik berperan sebagai
pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa marah.
b. Faktor psikologis
1) Frustasion aggresion theory ( teori argesif frustasi)
Menurut teori ini PK terjadi sebagai hasil akumulasi frustasi apabila
keinginan untuk mencapai sesuatu gagal/ terhambat. Keadaan tersebut
mendorong individu berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan
berkurang melalui perilaku kekerasan.
18
2) Behavioral theory (teori perilaku)
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila
tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung reinforcement yang
diterima pada saat melakukan kekerasan,
3) Existential theory (teori eksistensi)
Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan yaitu kebutuhan dasar
manusia apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui
perilaku konstruktif maka individu akan memenuhi kebutuhannya
melalui perilaku destruktif.
c. Faktor sosio cultural
1) Social enviroment theory (teori lingkungan)
Lingkungan sosial mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas secara diam
(pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap PK akan
menciptakan seolah-olah PK diterima.
2) Social learning theory (teori belajar sosial)
PK dapat dipelajari langsung maupun melalui proses sosialisasi.
2. Faktor Presipitasi
Bila dilihat dari sudut perawat-klien, maka faktor yang mencetuskan
terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua, yaitu :
a. Klien :Kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan, kurang percaya
diri.
b. Lingkungan : Ribut, kehilangan orang/objek yang berharga, konflik
interaksi social
c. Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri : harga diri
rendah.
19
C. RENTANG RESPON MARAH
Adaptif Maladaptif
20
D. PROSES TERJADINYA MARAH
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari hari yang
harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan
yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam, kecemasan
dapat menimbulkan kemarahan (Purba dkk, 2008).
Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu
mengungkapkan secara verbal, menekan, menantang. Dari ketiga cara ini, cara
yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara lain adalah destruktif.
Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan,
dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan
pada diri sendiri atau lingkungan dan akan tampak sebagai depresi
psikomatik atau agresi dan ngamuk(Purba dkk, 2008).
Kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari internal atau
eksternal. Stressor internal seperti penyakit hormonal, dendam, kesal
sedangkan stressor eksternal bisa berasal dari ledekan, cacian, makian,
hilangnya benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya. Hal
tersebut akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada sistem individu
(Disruption & Loss). Hal yang terpenting adalah bagaimana seorang individu
memaknai setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan tersebut
(Personal meaning) (Purba dkk, 2008).
Bila seseorang memberi makna positif, misalnya : macet adalah waktu
untuk istirahat, penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana bising adalah
melatih persyarafan telinga (nervus auditorius) maka ia akan dapat melakukan
kegiatan secara positif (Compensatory act) dan tercapai perasaan lega
(Resolution). Bila iagagal dalam memberikan makna menganggap segala
sesuatunya sebagai ancaman dan tidak mampu melakukan kegiatan positif
(olah raga, menyapu atau baca puisi saat dia marah dan sebagainya) maka
akan muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara (Helplessness). Perasaan
itu akan memicu timbulnya kemarahan (Anger).
Kemarahan yang diekpresikan keluar (Expressed outward) dengan kegiatan
yang konstruktif (Contruktive action) dapat menyelesaikan masalah.
Kemarahan yang diekpresikan keluar (Expressed outward) dengan kegiatan
21
yang destruktif (Destruktive action) dapat menimbulkan perasaan bersalah
dan menyesal (Guilt). Kemarahan yang dipendam (Expressed inward) akan
menimbulkan gejala psikosomatis (Poinful symptom) (Yosep, 2007).
F. PENATALAKSANAAN
1. Medis
Menurut Yosep (2007) obat-obatan yang biasa diberikan pada pasien
dengan marah atau perilaku kekerasan adalah :
a. Antianxiety dan sedative hypnotics
Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut. Benzodiazepine
seperti Lorazepam dan Clonazepam, sering digunakan dalam kedaruratan
psikiatrik untuk menenangkan perlawanan klien.
b. Buspirone obat antianxiety.
Efektif dalam mengendalikan perilaku kekerasan yang berkaitan dengan
kecemasan dan depresi.
c. Antidepressants.
Penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku agresif
klien yang berkaitan dengan perubahan mood.
d. Amitriptyline dan Trazodone
Menghilangkan agresifitas yang berhubungan dengan cedera kepala dan
gangguan mental organik.
22
e. Lithium efektif untuk agresif karena panik.
Antipsychotic dipergunakan untuk perawatan perilaku kekerasan.
2. Keperawatan
Menurut Yosep (2007) perawat dapat mengimplementasikan berbagai
cara untuk mencegah dan mengelola perilaku agresif melaui rentang
intervensi keperawatan.
23
3) Latihan asertif
Kemampuan dasar yang harus dimiliki perawat :
a) Berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang
b) Mengatakan”tidak” untuk suatu yang tidak beralasan
c) Sanggup melakukan komplain
d) Mengekspresikan penghargaan dengan tepat
b. Strategi antisipatif
1) Komunikasi
Strategi berkomunikasi dengan klien perilaku agresif :
a) Bersikap tenang
b) Bicara lembut
c) Bicara dengan tidak menghakimi
d) Bicara netral dan dengan cara yang kongkrit
e) Tunjukkan resfek pada klien
f) Hindari intensitas kontak mata langsung
g) Fasilitasi pembicaraan klien
h) Dengarkan klien
i) Jangan buat janji yang tidak dapat perawat tepati
2) Perubahan lingkungan
Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti :
membaca, grup program yang dapat mengurangi perilaku klien yang
tidak sesuai dan meningkatkan adaptasi sosialnya.
3) Tindakan perilaku
Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai perilaku yang
dapat diterima dan tidak dapat diterima serta konsekuensi yang didapat
bila kontrak dilanggar.
b. Strategi pengurungan
1) Managemen krisis
2) Seclusion
Merupakan tindakan keperawatan yang terakhir dengan
menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak dapat keluar
atas kemauannya sendiri, dipisahkan dengan pasien lain.
24
a) Pengekangan fisik
Merupakan tindakan keperawatan yang terakhir ada dua macam
pengekangan fisik secara mekanik (menggunakan manset, seprai
pengekang) atau isolasi (menempatkan kien dalam suatu ruangan
dimana klien tidak dapat keluar atas kemauannya sendiri).
b) Restrains
Tujuan tindakan keperawatan adalah untuk memonitor alat restrains
mekanik atau manual terhadap pergerakan klien.
c) Isolasi
Adalah menempatkan klien pada suatu ruangan dimana klien tidak
dapat keluar atas kemauannya sendiri.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Pada umumnya identitas klien yang dikaji pada klien dengan masalah
utama perilaku kekerasan (marah) adalah identitas klien yang meliputi
nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah sakit (MRS) dan
nomer register. Sedangkan identitas penanggung jawab meliputi : nama,
umur, hubungan keluarga dan alamat keluarga.
b. Alasan Masuk Rumah Sakit
Merupakan penyebab klien dibawa ke RS dan pada umumnya alasan
masuk rumah sakit klien dengan perilaku kekerasan adalah merusak,
mengamuk, bicara kasar, tangan mengepal, pandangan tajam, bermusuhan,
tidak bisa diarahkan, biasanya klien mengatakan “semua memusuhi saya”.
c. Faktor Predisposisi
1) Pada umumnya pernah gangguan jiwa di masa lalu.
2) Pengobatan sebelumnya kurang berhasil.
3) Pengalaman masa lalu yang kurang menyenangkan yaitu perasaan
ditolak, dihina, dianiaya dan sampai penganiayaan.
4) Ada anggota keluarga yang pernah mangalami gangguan jiwa.
25
5) Pengalaman masa yang tidak menyenangkan yaitu kegagalan yang dapat
menimbulkan frustasi.
d. Faktor Presipitasi
Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa
dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis,
adanya ancaman terhadap konsep diri. Ancaman dapat berupa internal
ataupun eksternal. Contoh stresor eksternal : serangan secara psikis,
kehilangan hubungan yang dianggap bermakna, dan adanya kritikan dari
orang lain. Contoh stresor internal : gagal dalam bekerja, merasa
kehilangan orang yang dicintai, dan ketakutan terhadap penyakit yang di
derita.
e. Pemeriksaan fisik
1) Tanda vital
Tekanan darah pada klien dengan PK relatif meningkat, nadi takikardi,
suhu meningkat dan frekuensi respirasi bertambah.
2) Ukuran
BB/ TB biasanya tidak mengalami perubahan yang bermakna.
3) Keluhan fisik
Klien biasanya merasa tidak sakit dan tidak ada keluhan fisik.
f. Aspek psikososial
1) Genogram
Dalam genogram klien dengan PK biasanya hubungan klien dengan
keluarga kurang harmonis, komunikasi yang terganggu.
2) Konsep diri
Biasanya merasa tidak berharga, hidup tidak berguna, harga diri rendah,
klien mampu membentuk identitas diri, klien mampu berperan sesuai
dengan umur dan profesinya.
3) Hubungan social
Biasanya klien dengan perilaku kekerasan mengalami gangguan
hubungan sosial, seperti bermusuhan atau malu bicara dengan orang lian.
4) Spiritual
Biasanya sebelum sakit aktif melakukan ibadah.
26
5) Status mental
a) Penampilan
Penampilan tidak rapi, rambut tidak rapi, pakaian tidak rapi.
b) Pembicaraan
Pembicaraan klien dengan amuk kasar, lantang, menantang.
c) Aktivitas motorik
Biasanya klien gelisah tidak dapat duduk dengan tenang, mondar-
mandir, menentang peraturan rumah sakit.
d) Alam perasaan
Biasanya tidak tenang, ekspresi wajah tegang dan marah.
e) Afek
Biasanya sesuai (appropriate afect) saat marah ekspresi wajah klien
tampak tegang.
f) Interaksi selama wawancara
Biasanya klien menunjukkan bahwa dirinya bermusuhan, tidak
kooperatif, mudah tersinggung, tatapan mata tajam.
g) Persepsi
Biasanya gangguan persepsi terutama halusinasi pendengaran, klien
biasanya mendengar suara-suara yang mengancam, sehingga klien
cenderung melawan.
h) Proses pikir
Biasanya kehilangan asosiasi, tiba-tiba terhambat dalam proses pikir.
i) Isi pikir
Biasanya mengalami gangguan proses pikir: waham terutama waham
curiga atau waham kebesaran, sehingga klien merasa mampu
mengendalikan orang lain dengan mudah sesuai dengan kehendak
klien walaupun tidak benar.
j) Tingkat kesadaran
Biasanya klien tampak bingung dan kacau
k) Memori
Biasanya tidak mengalami gangguan, dimana klien mampu mengingat
hal-hal yang telah terjadi.
27
l) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien dengan amuk pada umumnya mengalami gangguan dalam
konsentrasi berhitung.
m) Kemampuan penilaian
Biasanya mengalami gangguan penilaian ringan.
n) Daya tilik diri
Klien biasanya mengingkari penyakit yang dideritanya.
g. Kebutuhan pulang
1) Makan
Biasanya klien menolak makan dan tidak mampu menyiapkan
makanannya sendiri serta membersihkan alat makannya.
2) BAB dan BAK
Kemampuan menggunakan dan membersihkan kamar mandi kurang.
3) Mandi
Biasanya klien tidak memiliki minat dalam perawatan diri (mandi).
4) Istirahat dan tidur
Kebutuhan istirahat dan tidur klien biasanya terganggu.
h. Mekanisme koping
Koping yang digunakan klien biasanya proyeksi, displacement dan
cenderung kadang mencederai orang lain.
i. Masalah psikososial dan lingkungan
Biasanya mendapat perlakuan yang tidak wajar dari lingkungan seperti klien
diejek karena klien menderita gangguan jiwa.
j. Pengetahuan
Klien dengan amuk biasanya kurang mengetahui dalam hal mencari
bantuan, faktor predisposisi, koping mekanisme dan sistem pendukung dan
obat-obatan sehingga penyakit klien semakin berat.
k. Aspek medik
Meliputi diagnosa medis dan terapi obat-obatan yang digunakan oleh klien
selama perencanaan.
28
l. Pohon Masalah
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perilaku kekerasan
b. Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain
c. Harga diri rendah kronis
29
3. Rencana Keperawatan
30
1 2 3 4 5
4. Klien dapat 1. Klien dapat meng- 1. Anjurkan klien untuk
mengidenti- ungkap-kan perilaku mengungkap-kan
fikasi kekerasan yang biasa perilaku kekerasan yang
perilaku dilakukan biasa dilakukan klien
kekerasan 2. Klien dapat bermain 2. Bantu klien bermain
yang biasa peran dengan perilaku peran sesuai dengan
dilakukan kekerasan yang biasa perilaku kekerasan yang
dilakukan biasa dilakukan
3. Klien dapat bermain 3. Bicarakan dengan klien
peran dengan perilaku apakah dengan cara yang
kekerasan yang biasa klien lakukan masalahnya
dilakukan selesai
4. Klien dapat 4. Bicarakan dengan klien
mengetahui cara yang apakah dengan cara yang
biasa dapat klien lakukan masalahnya
menyelesaikan selesai
masalah/ tidak
31
1 2 3 4 5
c. latihan asertif, latihan
manajemen perilaku
kekerasan secara
spiritual : anjurkan klien
sembahyang, berdo,a
atau ibadah lain,
meminta pada Tuhan
untuk diberi kesabaran.
32
1 2 3 4 5
9. Klien dapat 1. Klien dapat 1. Jelaskan jenis-jenis obat
menggunaka menyebutkan obat- yang diminum klien pada
n obat- obat yang diminum klien dan keluarga
obatan yang dan kegunaannya 2. Diskusikan manfaat
diminum dan (jenis, waktu, dosis minum obat dan kerugian
kegunaan- dan efek) berhenti minum obat
nya (jenis, 2. Klien dapat minum tanpa seizin dokter
waktu, dosis obat sesuai program 3. Jelaskan prinsip benar
dan efek) pengobatan minum obat (baca nama
yang tertera pada botol
obat, dosis obat, waktu
dan cara minum)
4. Anjurkan klien minum
obat tepat
5. Anjurkan klien
melaporkan pada perawat
atau dokter jika
merasakan efek yang
tidak menyenangkan
6. Beri pujian jika klien
minum obat dengan benar
33
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN
MASALAH UTAMA HARGA DIRI RENDAH
Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan inidvidu dan sosial
yang mal adaptif. Setiap individu dalam kehidupannya tidak terlepas dari
berbagai stresor, dengan adanya stresor akan menyebabkan ketidakseimbangan
dalam diri sendiri. Dalam usaha mengatasi ketidakseimbangan tersebut
individu menggunakan koping yang berisfat membangun (konstruktif) ataupun
koping yang bersifat merusak (destruktif).
34
Koping yang konstruktif akan menghasilkan respons yang adaptif yaitu
aktualisasi diri dan konsep diri yang positif.
Adaptif Maladaptif
Aktualisasi diri Konsep diri positif Harga diri rendah Kekacauan identitas depersonalisasi
Keterangan :
Respon adaptif adalah respon yang dihadapi klien bila klien menghadapi
masalah dapat menyelesaikan secara baik antara lain :
a. Aktualisasi diri
Kesadaran akan diri berdasarkan konservasi mandiri termasuk persepsi
masa lalu akan diri dan perasaannya
b. Konsep diri positif
Menunjukkan individu akan sukses dalam manghadapi masalah
35
4. Komponen Konsep Diri
a. Citra Tubuh (Body Image)
Citra diri atau gambaran diri adalah sikap individu mempersepsikan
tubuhnya, baik secara sadar maupun tidak sadar, meliputi , ukuran, fungsi,
penampilan dan potensi tubuh berikut bagain-bagianya. (Sunaryo, 2004).
b. Ideal Diri (Self-Ideal)
Ideal diri adalah persepsi individu tentang perilakunya, disesuaikan
dengan standar pribadi yang terkait dengan cita-cita, harapan, dan
keinginan, tipe orang yang diidam-idamkan, dan nilai yang dicapai
(Sunaryo, 2004).
Faktor-faktor yang mempengaruhi ideal diri (Sunaryo, 2004)
1) Menetapkan ideal diri sebatas kemampuan.
2) Faktor culture dibandingkan dengan standar orang lain.
3) Hasrat melebihi orang lain.
4) Hasrat memenuhi kebutuhan realistik.
5) Hasrat menghindari kegagalan.
6) Adanya perasaan cemas dan rendah diri.
c. Harga Diri (Self-Esteem)
Harga diri adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai,
dengan cara menganalisis seberapa jauh perilaku individu tersebut sesuai
dengan ideal diri. Harga diri dapat diperoleh melalui orang lain dan diri
sendiri. (Sunaryo, 2004). Aspek utama harga diri adalah dicintai, disayangi,
dikasihi orang lain dan mendapat penghargaan dari orang lain.
d. Peran (Self-Role)
Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang
diharapkan oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu didalam
kelompok sosialnya (Suliswati, 2009).
Hal-hal penting yang terkait dengan peran (Sunaryo, 2004 ) :
1) Peran dibutuhkan individu sebagai aktualisasi diri.
2) Peran yang memenuhi kebutuhan dan sesuai ideal diri, menghasilkan
harga diri yang tinggi atau sebaliknya.
3) Posisi individu di masyarakat dapat menjadi stresor terhadap peran.
36
4) Stress peran timbul karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran
atau tuntutan posisi yang tidak mungkin dilaksnakan.
5) Stress peran, terdiri dari : konflik peran, peran yang tidak jelas, peran
yang tidak sesuai, dan peran yang terlalu banyak.
37
Ciri-ciri individu dengan identitas diri positif (Suliswati, 2009) :
1) Mengenal diri sebagai organisme yang utuh terpisah dari orang lain.
2) Mengakui jenis kelamin sendiri.
3) Memandang berbagai aspek dalam dirinya sebagai suatu keselarasan.
4) Menilai diri sendiri sesuai dengan penilaian masyarakat.
5) Menyadari hubungan masa lalu, sekarang dan yang akan datang.
6) Mempunyai tujuan yang bernilai yang dapat dicapai/ direalisasikan.
38
6. Gangguan Konsep Diri
Konsep diri merupakan semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan yang
membuat seseorang mengetahui siapa dirinya dan mempengaruhi hubungannya
dengan yang lain. (W.I Mubarak dkk, 2007 dikutip dari stuart and sundeen,
1998).
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor predisposisi gangguan citra tubuh (Suliswati, 2009) :
a) Kehilangan/kerusakan bagian tubuh (anatomi dan fungsi).
b) Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh (akibat pertumbuhan
dan perkembangan atau penyakit).
c) Proses patologik penyakit dan dampaknya terhadap struktur maupun
fungsi tubuh.
d) Prosedur pengobatan (radiasi, kemoterapi, transplantasi)
2) Faktor predisposisi gangguan harga diri (Suliswati, 2009):
b) Penolakan dari orang lain.
c) Kurang penghargaan.
d) Pola asuh yang salah : terlalu dilarang, terlalu dikontrol, terlalu
dituruti, terlalu dituntut dan tidak konsisten.
e) Persaingan antar-saudara.
f) Kesalahan dan kegagalan yang berulang.
g) Tidak mampu mencapai standar yang ditentukan.
3) Faktor predisposisi gangguan peran (Suliswati, 2009) :
a) Transisi peran yang sering terjadi pada proses perkembangan,
perubahan situasi dan keadaan sehat-sakit.
b) Ketegangan peran, ketika individu menghadapi dua harapan yang
bertentangan secara terus menerus yang tidak terpenuhi.
c) Keraguan peran, ketika individu kurang pengetahuannya tentang
harapan peran yang spesifik dan bingung tentang tingkah laku peran
yang sesuai.
d) Peran yang terlalu banyak.
39
4) Faktor predisposisi gangguan identitas diri (Suliswati, 2009) :
a) Ketidakpercayaan orang tua pada anak.
b) Tekanan dari teman sebaya.
c) Perubahan struktur sosial.
b. Faktor Presipitasi (Stresor Pencetus)
1) Trauma
Masalah spesifik sehubungan dengan konsep diri adalah situasi yang
membuat individu sulit menyesuaikan diri atau tidak dapat menerima
khususnya trauma emosi seperti penganiayaan fisik, seksual, dan
psikologis pada masa anak-anak atau merasa terancam kehidupannya
atau menyaksikan kejadian berupa tindakan kejahatan (Suliswati, 2009).
2) Ketegangan peran
Ketegangan peran adalah perasaan frustasi ketika individu merasa tidak
adekuat melakukan epran atau melakukan peran yang bertentangan
dengan hatinya atau tidak merasa cocok dalam melakukan perannya.
Ketegangan peran ini sering dijumpai saat terjadi konflik peran, keraguan
peran dan terlalu banyak peran. Konflik peran terjadi saat individu
menghadapi dua harapan yang bertentangan dan tidak dapat dipenuhi
(Suliswati, 2009).
Ada tiga jenis transisi peran :
a) Transisi peran perkembangan
Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas.
Setiap tahap perkembangan harus dilalui individu dengan
menyelesaikan tugas perkembangan yang berbeda-beda, hal ini dapat
merupakan stresor bagi konsep diri (Suliswati, 2009).
b) Transisi peran situasi
Terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga
melalui kelahiran atau kematian
c) Transisi peran sehat – sakit
Terjadi akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan sakit.
40
Transisi ini dapat dicetuskan oleh (Stuart, Gail, 2007) :
(1)Kehilangan bagian tubuh.
(2)Perubahan ukuran, bentuk, penampilan, atau fungsi tubuh.
(3)Perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh kembang
normal.
(4)Prosedur medis dan keperawatan.
7. Mekanisme Koping
Mekanisme koping termasuk pertahanan koping jangka pendek atau
jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanan ego untuk melindungi
diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan (Stuart, Gail W,
2006 )
a. Koping Jangka Pendek
Karakteristik koping jangka pendek (Suliswati, 2009) :
1) Aktivitas yang dapat memberikan kesempatan lari sementara dari krisis.
Misalnya menonton televisi, kerja keras, olahraga berat.
2) Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara.
Misalnya, ikut kegiatan sosial politik, agama.
3) Aktivitas yang memberi kekuatan atau dukungan sementara terhadap
konsep diri. Misalnya, aktivitas yang berkompetisi yaitu pencapaian
akademik atau olahraga.
4) Aktivitas yang mewakili jarak pendek untuk membuat masalah identitas
menjadi kurang berarti dalam kehidupan. Misalnya, penyalahgunaan zat.
b. Koping Jangka Panjang
Koping jangka panjang dikategorikan dalam penutupan identitas dan
identitas negatif (Suliswati, dkk, 2009).
1) Penutupan identitas
Adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang yang penting bagi
individu tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi dan potensi individu.
2) Identitas negatif
Asumsi identitas yang tidak wajar dapat diterima oleh nilai-nilai dan
harapan masyarakat.
41
c. Mekanisme Pertahanan Ego
Mekanisme pertahanan ego yang sering dipakai (Suliswati, 2009) :
1) Fantasi, kemampuan menggunakan tanggapan-tanggapan yang sudah ada
(dimiliki) untuk menciptakan tanggapan baru.
2) Disosiasi, respons yang tidk sesuai dengan stimulus.
3) Isolasi, menghindari diri dari interaksi dengan lingkungan luar.
4) Projeksi, kelemahan dan kekurangan pada diri sendiri dilontarkan pada
orang lain.
5) Displacement, mengeluarkan perasaan tertekan pada orang yang kurang
mengancam dan kurang menimbulkan reaksi emosi
42
2. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi gangguan harga diri (Suliswati, 2005) :
a. Penolakan dari orang lain.
b. Kurang penghargaan.
c. Pola asuh yang salah : terlalu dilarang, terlalu dikontrol, terlalu ituruti,
terlalu dituntut dan tidak konsisten.
d. Persaingan antar-saudara
e. Kesalahan dan kegagalan yang berulang
2. Faktor Presipitasi (Stresor Pencetus)
a. Trauma
Masalah spesifik klien dengan HDR adalah situasi yang membuat
individu sulit menyesuaikan diri atau tidak dapat menerima khususnya
trauma emosi seperti penganiayaan fisik, seksual, dan psikologis pada masa
anak-anak atau merasa terancam kehidupannya atau menyaksikan kejadian
berupa tindakan kejahatan.
b. Ketegangan peran
Ketegangan peran adalah perasaan frustasi ketika individu merasa
tidak adekuat melakukan peran atau melakukan peran yang bertentangan
dengan hatinya.
Ketegangan peran ini sering dijumpai saat terjadi konflik peran,
keraguan peran dan terlalu banyak peran. Konflik peran terjadi saat individu
menghadapi dua harapan yang bertentangan dan tidak dapat dipenuhi
(Suliswati, 2005).
Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dan individu mengalaminya sebagai frustasi (Stuart,2006).
4. Tanda dan Gejala
Ciri-ciri yang memiliki Harga Diri Tinggi, Dariuszky (2004):
a. Mempunyai harapan yang positif dan realitis atas usahanya maupun hasil
dari usahanya.
b. Bersedia mempertanggungjawabkan kegagalan maupun kesalahannya.
c. Memandang dirinya sama dan sederajat dengan orang lain.
43
d. Cenderung melakukan aktivitas-aktivitas yang bertujuan untuk memperbaiki
atau menyempurnakan dirinya.
e. Tidak kuatir akan keselamatan hidupnya, berani mengambil resiko.
f. Mempunyai bukti atau alasan yang kuat untuk menghargai dirinya sendiri
atas keberhasilan yang telah diraihnya.
g. Relative puas dan bahagia dengan hidupnya dan kemampuannya cukup
bagus dalam hal penyesuaian diri.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Pada umumnya identitas yang dikaji pada klien dengan HDR adalah
biodata meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk RSJ dan nomor
register. Sedangkan penanggung jawab meliputi : nama, umur, hubungan
keluarga dan alamat keluarga.
b. Alasan masuk rumah sakit
Merupakan penyebab klien dibawa ke rumah sakit, pada umumnya
alasan masuk rumah sakit pada klien dengan masalah keperawatan utama
harga diri rendah adalah klien mengatakan dirinya tidak berguna, klien
mengatakan malas melakukan apa-apa.
c. Predisposisi
Faktor predisposisi klien dengan masalah utama HDR umumnya
adalah pernah atau tidaknya mengalami gangguan jiwa, usaha pengobatan
bagi klien yang telah mengalami gangguan jiwa karena semakin sering
masuk rumah sakit jiwa dan gagal dalam pengobatan sebelumnya maka
prognosa klien semakin jelek, trauma psikis seperti penganiayaan,
penolakan, kekerasan dalam keluarga dan keturunan yang mengalami
gangguan jiwa serta pengalaman yang tidak menyenangkan bagi klien
sebelum mengalami gangguan jiwa.
44
d. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi tanda vital, pada umumnya tekanan darah
dan frekuensi nadi klien semakin lama semakin menurun karena aktivitas
fisik klien menurun, penurunan relatif lambat, demikian juga berat badan
menurun, karena asupan kurang adekuat, tinggi badan relatif tetap dan
keluhan biasanya pusing, gangguan tidur terutama dini hari dan perawatan
diri sangat memerlukan bantuan.
e. Aspek psikososial
1) Genogram
Pada umumnya menggambarkan struktur keluarga.
2) Konsep diri
Pada umumnya klien dengan masalah keperawatan utama HDR
mengalami gangguan seperti : tidak menerima bagian tubuhnya, merasa
tidak berharga, hidup tidak berguna, tidak mampu mempertahankan
kontak mata, sering memalingkan wajah, tidak mampu membentuk
identitas diri, tidak mampu berperan sesuai dengan umur atau profesinya.
3) Hubungan social
Pada umumnya klien dengan masalah keperawatan utama HDR
mengalami gangguan seperti merasa kehilangan orang yang berarti, tidak
pernah melakukan kegiatan kelompok atau masyarakat dan mengalami
hambatan dalam pergaulan.
4) Status spiritual
Biasanya spiritual pada klien dengan masalah utama HDR tidak
mengalami gangguan dalam melaksanakan ibadah.
f. Status mental
1) Penampilan
Biasanya klien berpenampilan tidak rapi, rambut acak-acakan, kulit
kotor, gigi kuning, klien tidak mengetahui kapan dan dimana harus
mandi, tetapi penggunaan pakaian sesuai dengan keadaan.
2) Pembicaraan
Pada umumnya klien tidak mampu memulai pembicaraan, bila berbicara
topik yang dibicarakan tidak jelas atau kadang menolak diajak bicara.
45
3) Aktivitas motorik
Umumnya klien tampak lesu, tidak bergairah dalam beraktivitas.
4) Alam perasaan
Biasanya klien tampak putus asa dan dimanifestasikan dengan sering
melamun.
5) Afek
Afek klien biasanya sesuai, yaitu ekspresi wajah dan perasaannya sesuai
(Apropiate afect).
6) Interaksi selama wawancara
Biasanya klien menunjukkan tidak mampu mempertahankan kontak
mata, menunduk dan kadang-kadang menolak untuk berbicara dengan
orang lain.
7) Persepsi
Pada umumnya klien dengan masalah utama HDR tidak mengalami
perubahan persepsi sensori.
8) Isi pikir
Biasanya tidak mengalami gangguan isi pikir, baik waham maupun
depersonalisasi atau waham curiga.
9) Proses pikir
Biasanya terlambat sehingga klien kadang jarang mau bicara.
10) Kesadaran
Biasanya klien dengan masalah utama HDR tidak mengalami gangguan
kesadaran.
11) Memori
Biasanya tidak mengalami gangguan memori, dimana klien mampu
mengingat hal-hal yang telah terjadi.
12) Konsentrasi dan berhitung
Pada umumnya tidak mengalami gangguan dalam konsentrasi dan
berhitung.
13) Kemampuan penilaian
Biasanya tidak mengalami gangguan dalam penilaian.
46
14) Daya tilik diri
Klien biasanya mengingat penyakit yang dideritanya.
2. Diagnosa Keperawatan
POHON MASALAH
47
3. Rencana Tindakan Keperawatan Klien Dengan HDR
48
1 2 3 4 5
4. Klien dapat 4. Setelah dilakukan 3x 4.1 Rencanakan bersama klien
merencanaka interaksi klien aktivitas yang dapat dilakukan
n kegiatan membuat rencana setiap hari sesuai kemampuan
sesuai dengan kegiatan harian. klien.
kemampuan a. Kegiatan mandiri
yang dimiliki. b. Kegiatan dengan bantuan.
4.2 Tingkatkan dengan kondisi klien.
4.3 Berikan contoh cara pelaksanaan
kegiatan yang dapat klien
lakukan.
49
ASKEP KLIEN DENGAN MASALAH UTAMA
ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI
A. PENGERTIAN
Menarik diri adalah reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik
maupun psikologis.Reaksi fisik yaitu individu pergi atau menghindari sumber
stresor.Misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-
lain.Sedangkan reaksi psikologis individu menunjukkan prilaku apatis,
mengisolasi diri, tidak berminat sering disertai rasa takut dan bermusuhan.
(Rasmus, 2001)
Isolasi social merupakan upaya menghindari komunikasi dengan orang lain
karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan
untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam
berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanefestasikan dengan
mengisolasikan diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup berbagi
pengalaman (Iyus Yosep dan Titin. 2014)
50
c. Faktor sosio-kultural
Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan hubungan. Hal
ini akibat dari transiensi norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap
orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang kurang
produktif, seperti lanjut usia (lansia), orang cacat dan penderita penyakit
kronis. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan sistem
nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang tidak
realistis terhadap hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan
gangguan ini.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart G.W. (2006) Stresor pencetus dapat dikelompokkan
dalam dua kategori yaitu :
a. Stresor sosio-kultural
Stres dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluarga dan
berpisah dari orang yang berarti, misalnya karena dirawat di rumah sakit.
b. Stresor psikologis
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntunan untuk berpisah
dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi
kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tingkat tinggi.
51
Keterangan :
Respon adaptif adalah respon yang diterima oleh norma sosial dan kultural
dimana individu tersebut menjelaskan masalah dalam normal.
Adapun Respon Adaptif tersebut adalah :
1. Menyendiri (solitude)
Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa
yang telah di lakukan di lingkungan sosialnya.
2. Otonomi
Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-
ide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
3. Kebersamaan
Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut
mampu untuk saling memberi dan menerima.
4. Saling ketergantung (interdependent)
Merupakan kondisi saling tergantung antar individu dengan orang lain dalam
membina hubungan interpersonal.
5. Kesepian
Merasa dirinya di tinggalkan.
52
D. TANDA DAN GEJALA
Menurut Kusumawati (2011) tanda dan gejala isolasi sosial adalah sbb :
1. Menyen diri dalam ruangan, sedih, afek datar
2. Tidak berkomunikasi, menarikdiri, tidakmelakukankontakmata
3. Perhatian dan tindakan yang tidak sesuai dengan perkembangan usianya
4. Berpikir menurut pemikirannya sendiri, tindakan berulang dan tidak bermakna
5. Mengekpresikan penolakan atau kesepian pada orang lain
6. Tidak ada asosiasi antara ide satu dengan yang lainnya
7. Menggunakan kata kata simbolik, Menggunakan kata yang tidak berarti
8. Kontak mata kurang atau tidak mau menatap lawan bicaranya
9. Menarik diri dari lingkungan bergaul, suka melamun, berdiam diri.
E. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada klien isolasi sosial terdiri dari :
1. Suasana terapi (lingkungan terapeutik)
Yang dimaksud suasana terapi adalah suasana yang diciptakan oleh
dokter atau perawat dengan klien yang dapat membantu proses penyembuhan
klien. Dalam teori keperawatan jiwa.Hal ini dikenal dengan menciptakan
hubungan saling percaya antara perawat dengan klien.
2. Farmakoterapi
Farmakoterapi adalah bentuk penatalaksanaan penderita isolasi sosial
dengan pemberian obat-obatan anti psikotik, seperti haloperidol. Pengobatan
ini diharapkan mampu memperbaiki keadaan somatik atau biologis tubuh yang
berhubungan dengan perubahan prilaku penggunaan obat-obatan anti psikotik
dapat mempengaruhi keseimbangan neurontransmiter pada sistem embolik
otak sehingga efek gangguan prilaku seperti menarik diri dapat teratasi..
3. Psikoterapi
Psikoterapi dilakukan dengan pemberian support kepada klien untuk
meningkatkan aspek positif diri. Pada penderita gangguan jiwa dengan prilaku
isolasi sosial : menarik diri, bentuk psikoterapi dalam keperawatan yang
paling efektif digunakan adalah terapi aktifitas kelompok dengan sosialisasi
(W.F Maramis, 2005).
53
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Adapun data yang dapat dikumpulkan pada klien dengan masalah utama
isolasi sosial : menarik diri adalah sebagai berikut :
a. Identitas
Pada umumnya identitas klien yang dikaji pada klien dengan masalah
utama menarik diri adalah biodata meliputi : inisial, umur, jenis kelamin,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian dan nomor register.
Sedangkan penanggung jawab meliputi : nama, umur, hubungan keluarga,
alamat keluarga.
b. Alasan masuk rumah sakit
Merupakan penyebab klien dibawa kerumah sakit dan pada umumnya
alasan masuk rumah sakit pada klien dengan masalah utama menarik diri
adalah keluhan selalu menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang
lain.
c. Faktor predisposisi
Pada umumnya faktor predisposisi klien dengan masalah utama
menarik diri adalah pernah atau tidaknya mengalami gangguan jiwa, usaha
pengobatannya, riwayat trauma psikis seperti penganiayaan, penolakan,
kekerasan dalam keluarga dan keturunan yang mengalami gangguan jiwa
serta pengalaman yang tidak menyenangkan bagi klien sebelum mengalami
ganggguan jiwa.
d. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan meliputi :
1) Tanda vital
Tekanan darah klien dengan mashlah utama isolasi sosial cenderung
meningkat, nadi meningkat.
2) Keluhan fisik
Klien biasanya mengeluh dan mengalami gangguan pola makan dan tidur
sehingga terjadi penurunan berat badan. Klien biasanya tidak
menghiraukan kebersihan dirinya.
54
e. Psikososial
1) Genogram
Dalam genogram biasanya hubungan klien dengan keluarga kurang
harmonis dan biasanya klien tidak memiliki orang terdekat.
2) Konsep diri
Pada umumnya klien dengan masalah utama menarik diri mengalami
gangguan konsep diri seperti : merasa tidak berharga, hidup tidak
berguna, tidak mampu memperrahankan kontak mata, sering
memalingkan wajah, harga diri rendah, tidak mampu membentuk
identitas diri dan tidak mampu berperan sesuai dengan umur atau
profesinya.
3) Hubungan sosial
Pada umumnya klien dengan masalah utama menarik diri mengalami
gangguan seperti tidak merasa memiliki teman dekat, tidak pernah
melakukan kegiatan kelompok atau masyarakat dan mengalami hambatan
dalam pergaulan.
4) Spritual
Biasanya adanya masalah dalam pemenuhan kebutuhan spritual, tidak
dapat konsentrasi dalam setiap ibadah solat.
f. Status mental
1) Penampilan
Biasanya klien berpenampilan tidak rapi, rambur acak-acakan, kulit
kotor, gigi kuning, penggunaan pakaian sesuai dengan keadaan.
2) Pembicaraan
Pada umumnya klien tidak mampu memulai pembicaraan, bila berbicara
topik yang dibicarakan tidak jelas atau kadang menolak diajak bicara.
3) Aktivitas motorik
Biasanya klien tampak lesu, tidak bergairah dalam beraktivitas, kadang
gelisah dan mondar mandiri.
4) Alam perasaan
Alam perasaan klien biasanya tampak putus asa dimanifestasikan dengan
sering melamun.
55
5) Afek
Afek klien biasanya datar
6) Interaksi selama wawancara
Biasanya klien menunjukkan kurang kontak mata dan kadang-kadang
menolak untuk bicara dengan orang lain.
7) Persepsi
Biasanya ganguan persepsi terutama halusinasi pendengaran, klien
biasanya mendengar suara-suara yang mengancam, sehingga klien
cenderung menyendiri, pandangan kosong, bicara sendiri dan melamun.
8) Proses pikir
Biasanya kehilangan asosiasi, terlambat dalam proses pikir.
9) Isi pikir
Biasanya mengalami gangguan isi pikir : waham terutama waham curiga
10) Tingkat kesadaran
Biasanya klien tidak megnalami gangguan kesadaran.
11) Memori
12) Kemampuan penilaian
Biasanya klien tidak mengalami gangguan pada penilaian
13) Daya tilik diri
Klien biasanya mengingat penyakit yang dideritanya.
g. Kebutuhan persiapan pulang
1) Kemampuan klien memenuhi / menyediakan kebutuhan biasanya alam
kemampuan klien dalam memenuhi / menyediakan kebutuhan tidak
tergantung oleh orang lain, tetapi klien harus masih mendapat motivasi
dan dukungan dari orang lain.
2) Kegiatan hidup sehari-hari
a) Perawatan diri : biasanya klien masih tergantung dengan orang lain
dan klien perlu motivasi untuk mealkukan perawatan pada dirinya
sendiri.
b) Nutrisi : biasanya klien memisahkan diri saat makan
56
3) Kemampuan klien
Biasanya klien belum mampu dalam mengantisipasi kebutuhan sendiri,
membuat keputusan berdasarkan keinginan sendiri dan mengatur
penggunaan obat serta melakukan pemeriksaan kesehatan.
4) Sistem pendukung
Biasanya klien memiliki sistem pendukung dalam keluarga, tetapi
biasanya tidak memiliki teman dekat.
h. Mekanisme koping
Koping yang digunakan klien biasanya proyeksi menghindar dan kadang
mencederai diri.
i. Masalah psikologi dan lingkungan
Biasanya klien mendapat perlakuan yang tidak wajar dari lingkungan seperti
klien direndahkan atau diejek karena klien menderita gangguan jiwa.
j. Pengetahuan
Biasanya klien kurang penegtahuan dalam hal mencari bantuan, mekanisme
koping dan sistem pendukung sehingga penyakit klien semakin berat.
Pohon Masalah
Akibat ----------------
Resiko perubahan persepsi sensori
2. Diagnosa Keperawatan
a. Isolasi sosial : Menarik diri
b. Resiko perubahan persepsi sensosri
c. Gangguan harga diri : harga diri rendah.
57
3. Rencana Keperawatan
Tabel 4.10 Rencana Tindakan Perawatan Klien Dengan
Masalah Keperawatan Utama : Isolasi Sosial
Perencanaan
Diagnosa Tujuan
No Intervensi
Kep. Umum dan Kriteria Evaluasi
Khusus
1 2 3 4 5
1 Isolasi TUM :
sosial : Klien dapat 1.1 Ekspresi wajah 1.1.1 Bina hubungan saling percaya
Menarik berinteraksi bersahabat, dengan menggunakan prinsip
diri dengan orang menun-jukkan komunikasi terapiutik.
lain sehing- rasa senang, ada a. Sapa klien dengan nama
ga tidak ter- kontak mata, mau baik verbal maupun non-
jadi Isolasi berjabat tangan, verbal.
sosial : mau b. Perkenalkan diri dengan
menarik diri. menyebutkan sopan.
TUK : 1 nama, mau c. Tanyakan nama lengkap
Klien dapat menjawab salam, dan nama panggilan yang
membina mau duduk disukai klien.
hubungan berdampingan d. Jelaskan tujuan pertemuan.
saling dengan perawat, e. Jujur dan menepati janji
percaya. mau f. Tunjukkan sikap empati
mengutarakan dan menerima klien apa
masalah yang adanya.
dihadapi. g. Berikan perhatian kepada
klien dan perhatian
kebutuhan dasar klien
58
1 2 3 4 5
TUK : 3 3.1 Klien dapat me- 3.1.1 Kaji pengetahuan klien
Klien dapat nyebutkan tentang keuntungan memiliki
me- keuntungan ber- teman.
nyebutkan interaksi dengan 3.1.2 Beri kesempatan pada klien
keuntungan orang lain : untuk berinteraksi dengan
ber-interaksi Banyak teman orang lain.
dengan orang Tidak sendiri 3.1.3 Diskusikan bersama klien
lain dan Bisa diskusi, dll tentang keuntu-ngan
kerugian berinteraksi dengan orang lain.
tidak ber- 3.1.4 Beri penguatan positif
interaksi terhadap kemampuan
dengan orang mengungkapkan pera-saan
lain. tentang keuntungan ber-
interaksi dengan orang lain.
59
1 2 3 4 5
4.1.5 Bantu klien untuk mengevaluasi
keuntungan menjalin hubungan
sosial
4.1.6 Diskusikan jadwal harian yang
dapat dilakukan bersama klien
dalam mengisi waktu, yaitu ber-
interaksi dengan orang lain
4.1.7 Motivasi klien untuk meng-ikuti
kegiatan ruangan.
4.1.8 Beri penguatan positif atas
kegiatan klien dalam kegiatan
ruangan
TUK : 5 5.1 Klien dapat 5.1.1 Dorong klien untuk meng-
Klien dapat mengungkapkan ungkapkan perasaanya bila
meng- perasa-annya berinteraksi dengan orang lain.
ungkapkan setelah ber- 5.1.2Diskusikan dengan klien ten-tang
perasaan-nya. interaksi dengan perasaan keuntungan
orang lain untuk : berinteraksi dengan orang lain.
Diri sendiri 5.1.3Beri penguatan positif atas
Orang lain kemampuan klien meng-
ungkapkan perasaan keuntu-
ngan berhubungan dengan
orang lain
60
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN UTAMA DEFISIT PERAWATAN DIRI
A. PENGERTIAN
Defisit perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan hidupnya, kesehatannya dan
kesejahteraannya sesuai dengan kondisi kesehatannya. Klien dinyatakan
terganggu perawatan dirinya ika tidak dapat melakukan perawatan dirinya
(Mukhripah & Iskandar, 2012).
Defisit perawatan diri adalah ketidakmampuan dalam : kebersihan dir,
makan, berpakaian, berhias diri, makan sendiri, buang air besar atau kecil sendiri
(toileting) (Keliat B. A, dkk, 2011).
B. PENYEBAB
Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah :
1. Faktor presdiposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan
inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan
diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.
Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan
diri. (Mukhripah & Iskandar, 2012).
61
2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami
individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan
diri (Mukhripah & Iskandar, 2012).
Menurut Depkes (2000) didalam buku (Mukhripah & Iskandar, 2012) faktor –
faktor yang mempengaruhi personl higiene adalah :
1. Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.
2. Praktik social
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan
akan terjadi peruabahan personal hygiene.
3. Status sosial ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat
gigi, shampoo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
4. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting akrena pengetahuan yang baik
dapat meningkatkan kesehatan. Misanya, pada pasien penderita diabetes
mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya
Disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6. Kebiasaan orang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri
seperti penggunaan sabun, shampoo dan lain – lain.
7. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu/ sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan
perlu bantuan untuk melakukannya.
62
C. JENIS-JENIS DEFISIT PERAWATAN DIRI
Menurut Nanda (2015), jenis perawatan diri terdiri dari :
1. Defisit perawatan diri: Mandi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
mandi/beraktivitas perawatan diri untuk diri sendiri.
2. Defisit perawatan diri: Berpakaian
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
berpakaian dan berias untuk diri sendiri.
3. Defisit perawatan diri: Makan
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas sendiri.
4. Defisit perawatan diri: Eliminasi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
eliminasi sendiri (Nurjannah, 2015)
D. RENTANG RESPON
Adaptif Maladaptif
Keterangan :
1. Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan stresor dan mampu
untuk berperilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien
seimbang, klien masih melakukan perawatan diri.
2. Kadang perawatan diri kadang tidak : saat klien mendapatkan stresor kadang –
kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya.
3. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak peduli dan tidak
bisa melakukan perawatan saat stresor
63
E. TANDA DAN GEJALA
Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut Fitria (2009)
adalah sebagai berikut :
1. Mandi/hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan membersihkan badan, memperoleh sumber
air, mengatur suhu/aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi,
mengeringkan tubuh, serta keluar masuk kamar mandi.
2. Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil pakaian,
menanggalkan pakaian, serta mengganti pakaian. Klien juga memiliki
ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian,
meggunakan alat tambahan, menggunakan kancing tarik, melepaskan pakaian,
menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat yang
memuaskkan, mengambil pakaian dan mengenakan sepatu.
3. Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan menelan makanan, mempersiapkan
makanan, mengunyah makanan, meggunakan alat tambahan, mendapat
makanan, membuka container, mengambil makanan dari wadah lalu
memasukannya ke mulut, melengkapi makan, mencerna makanan menurut cara
diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna cukup
makanan dengan aman.
4. Eliminasi
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan ke jamban atau kamar kecil,
duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting,
membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau
kamar kecil (Mukhripah & Iskandar, 2012).
F. AKIBAT
Akibat dari defisit perawatan diri adalah gangguan pemeliharaan kesehatan.
Gangguan pemeliharaan kesehatan ini bentuknya bisa bermacam – macam. Akibat
dari defisit perawat diri adalah sebagai berikut :
64
1. Kulit yang kurang bersih merupakan penyebab berbagai gangguan macam
penyakit kulit (kadas, kurap, kudis, panu, bisul, kusta, patek atau frambosa, dan
borok).
2. Kuku yang kurang terawat dan kotor sebagai tempat bibit penyakit yang masuk
ke dalam tubuh. Terutama penyakit alat – alat pernapasan. Disamping itu kuku
yang kotor sebagai tempat bertelur cacing, dan sebagai penyakit cacing pita,
cacing tambang, dan penyakit perut.
3. Gigi dan mulut yang kurang terawat akan berakibat pada gigi berlubang, bau
mulut, dan penyakit gusi
4. Gangguan lain yang mungkin muncul seperti gastritis kronis (karenan
kegagalan dalam makan), penyebaran penyakit dari orofecal (karena hygiene
BAB/BAK sembarangan) (Wahit Iqbal, dkk.,2015)
G. MEKANISME KOPING
Menurut (Stuart & Sundeen, 2000) didalam didalam (Herdman Ade, 2011)
mekanisme koping menurut penggolongannya dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Mekanisme koping adaptif
Mekanisme koping yang mendukund fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar
mencapai tujuan. Kategorinya adalah klien bisa memenuhi kebutuhan perawatn
diri secara mandiri.
65
2. Mekanisme koping maladaptive
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan,
menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya
adalah tidak mau merawat diri
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dengan defisit perawatan diri menurut (Herdman Ade,
2011) adalah sebagai berikut :
1. Meningkatan kesadaran dan kepercayaan diri
2. Membimbing dan menolong klien perawatan diri
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung
4. BHSP (bina hubungan saling percaya)
I. POHON MASALAH
Menarik diri
Skema 4.12 Pohon Masalah Defisit Peeawatan Diri (Keliat, 2006)
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Defisit Perawatan Diri : Kebersihan diri (Mandi) , berdandan , makan, BAB/BAK
66
K. RENCANA KEPERAWATAN
Tabel 4.17 Rencana Keperawatan Klien Dengan Masalah
Keperawatan Utama Defisit Perawatan Diri
No Dx Perencanaan
Kep TUK dan TUM Rencana Keperawatan
1 2 3 4
1. Defisit TUM :
Perawatan Klien dapat memelihara
Diri kesehatan sendiri secara
mandiri
TUK :
1. Klien dapat membina Bina hubungan saling percaya dengan
hubungan saling percaya, prinsip komunikasi terapeutik
dengan kriteria : 1. Sapa klien dengan ramah baik
- Ekspresi wajah ber- verbal maupun non verbal
sahabat, menunjuk-kan 2. Perkenalkan diri dengan sopan
rasa senang 3. Tanyakan nama lengkap klian dan
- Bersedia menyebutkan nama panggilan klien
nama, ada kontak mata, 4. Jelaskan tujuan pertemuan
klien, bersedia duduk 5. Jujur dan menepati janji
berdampingan dengan 6. Tunjukkan sikap empati dan
perawat menerima klian apa adanya
- Klien bersedia meng 7. Beri perhatian pada pemenuhan
utarakan masalah yang kebutuhan dasar
dihadapinya 1.
2. Klien dapat mengidenti- 1. Kaji pengetahuan klien tentang
fikasi kebersihan dirinya, kebersihan diri klien dan tandanya
dengan kriteria : klien 2. Beri kesempatan klien untuk
dapat menyebutkan menjawab pertanyaan
kebersihan dirinya 3. Berikan punjian terhadap
kemampuan klien menjawab
67
1 2 3 4
4. Menjelaskan per-alatan 1. Menjelaskan alat yang dibutuhkan
yang diguna-kan untuk dan cara membersihkan diri
menjaga kebersihan diri 2. Memperagakan cara mem-
dan cara melakukan bersihkan diri dan memper-
kebersihan diri gunakan alat membersihkan diri
3. Meminta klien untuk mem-
peragakan ulang alat dan cara
kebersihan diri
4. Beri pujian positif terhadap klien
68
DAFTAR PUSTAKA
Damayanti & Iskandar (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa, PT. Reflika Aditama,
Bandung
Keliat, B.A. (2005). Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta: EGC.
Keliat Budi Anna, dkk ; 2011, Manajemen Kasus Gangguan Jiwa CMHN
(Intermediate Course), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Keliat Budi Anna, dkk ; 2011, Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN
(Basic Course), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Suliswati, dkk ; 2012 , Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Yosep Iyus (2011). Keperawatan Jiwa, revisi empat, PT. Refika Aditama, Bandung.
69