Anda di halaman 1dari 13

FINAL PROJECT ACTIVITY

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN JIWA

“ HALUSINASI “

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Praktek Jiwa Surakarta

DISUSUN OLEH

NANIK LESTARI ( 201601045 )

KELAS 3 A

PRODI DIII KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH
KABUPATEN PONOROGO
Jl. Ciptomangunkusumo No.82 A Ponorogo
Tahun Ajaran 2018/2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan tentang Halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Surakarta


yang disusun oleh mahasiswa AKPER PEMKAB PONOROGO sebagai salah satu
tugas praktikum Keperawatan Jiwa yang telah diperiksa oleh

Ponorogo, Agustus 2018

Penyusun

( )

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

( ) ( )
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI

A. DEFINISI
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu objek tanpa adanya
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh panca
indra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien
mengalami perubahan persepsi sensori, serta merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, dan penciuman. Pasien merasakan
stimulus yang sebenarnya tidak ada.
Pasien gangguan jiwa mengalami perubahan dalam hal orientasi realitas.
Salah satu manifestasi yang muncul adalah halusinasi yang membuat pasien
tidak tidak dapat menjalankan pemenuhan dalam kehidupan sehari-hari.
(Yusuf, PK, & Nihayatii, 2015)
B. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal
yamg dapat meningkatkan stress dan ansietas yang dapat berakhir
dengan gangguan persepsi. Pasien mungkin menekan perasaannya
sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
b. Faktor social budaya
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seeorang merasa
disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga
timbul akibat berat seperti delusi dan halusinasi.
c. Faktor psikologisi
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau
peran yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat terakhir
dengan penginkaran terhadap kenyataan sehingga terjadi halusinasi.
d. Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan
orietasi realitas, serta dapat ditemukan atroik otak, pembesaran
ventrikel, perubahan besar, serta bentuk sel kortikal dan limbik.
e. Faktor genetic
Gangguan orietasi realitas termasuk halusinasi umumnya ditemukan
pada pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada
keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami
skizofrenia, serta akan lebih tinggi jika kedua orang tua skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi
a. Stresor social budaya
Stress dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan
stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang yang penting, atau
diasingkan dari kelompok data menimbulkan halusinasi.
b. Faktor biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamine, neropinetrin, indolamin, serta
zat halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas
termasuk halusinasi.
c. Faktor psikologis
Intensitas kecemasan yang eksterm dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan
berkembangnya gangguan orientasi realitas. Pasien mengembangkan
koping untuk menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan.
d. Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi
realitas berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi,
motorik dan social.
(Yusuf, PK, & Nihayatii, 2015)

C. RENTANG RESPON NEUROBIOLOGI


Halusinasi merupakan gangguan persepsi sensori, waham merupakan
gangguan pada isi pikiran. Keduanya merupakan ganguan dari respons
neurobilogi. Oleh karenanya secara keseluruhan, rentang respons halusinasi
mengikuti kaidah rentang respons neurobilogi.
Rentang respons neurobiologi paling adaptif adalah adanya pikiran logis
dan terciptanya hubungan social yang harmonis. Rentang respons yang palig
maladaptif adalah adanya waham, halusinasi, termasuk isolasi social menarik
diri. Berikut adalah rentang respons neurobilogi.
Adaptif
Maladaptif

- Pikiran logis - Kadang proses - Gangguan proses


- Persepsi akurat pikir tidak berpikir/ waham
- Emosi konsisten terganggu - Halusinasi
dengan - Ilusi - Kesukaran proses
pengalaman - Emosi tidak stabil emosi
- Perilaku cocok - Perilaku tidak - Perilaku tidak
- Hubungan social biasa terorganisasi
harmonis - Menarik diri - Isolasi sosial

(Yusuf, PK, & Nihayatii, 2015)

D. INTENSITAS LEVEL HALUSINASI


1. Tahap 1 (Level 1)
- Memberi rasa nyaman
- Tingkat ansietas sedang
- Secara umum halusinasi merupakan suatu kesenangan

Karakteristik Halusinasi

- Mengalami ansietas kesepian, rasa bersalah dan ketakutan


- Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan
ansietas
- Pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontrol
kesadaran (jika kecemasan dikontrol).

Perilaku pasien

- Tersenyum/tertawa sendiri
- Menggerakkan bibir tanpa suara
- Pergerakan mata yang cepat
- Respon verbal lambat
- Diam dan berkonsentrasi
2. Tahap 2 (Level 2)
Menyalahkan. Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi
menyebabkan rasa antipasti.
Karakteristik Halusinasi
- Pengalaman sensori menakutkan
- Mulai merasa kehilangan kontrol
- Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut
- Menarik diri dari orang lain

Perilaku Pasien

- Peningkatan system saraf otak, tanda-tanda ansietas seperti


peningkatan denyut jantung, pernafasan, dan tekanan darah
- Rentang perhatian menyempit
- Konsentrasi dan pengalaman sensori
- Kehilangan kemmapuan membedakan halusinasi dan realita
3. Tahap 3 (Level 3)
Mengontrol tingkat kecemasan berat pengalaman sensori tidak dapat
ditolak lagi.
Karakteristik Halusinasi
- Pasien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya
- Isi halusinasi menjadi atraktif
- Kesepian bila pengalaman sensori berakhir

Perilaku Pasien

- Perintah halusinasi ditaati


- Sulit berhubungan dengan orang lain
- Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit
- Gejala fisika ansietas berat berkeringat, tremor, dan tidak mampu
mengikuti perintah.
4. Tahap 4 (Level 4)
Menguasai tingkat kecemasan panic secara umum diatur dan
dipengaruhi oleh waham.
Karakteristik Halusinasi
- Pengalaman sensori menjadi ancaman
- Halusinasi dapat berlangsung selama beberapa jam atau hari (jika
tidak diinvensi

Perilaku Pasien

- Perilaku panik
- Potensi tinggi untuk bunuh diri atau membunuh
- Tingkat kekerasan agitasi, menarik diri atau katatonia
- Tidak mampu berespons terhadap perintah yang kompleks
- Tidak mampu berespons terhadap lebih dari satu orang
(Yusuf, PK, & Nihayatii, 2015)

E. JENIS-JENIS HALUSINASI
Ada beberapa jenis halusinasi menurut (Stuart dan Laraia,2005) membagi
halusinasi menjadi 7 jenis halusinasi meliputi: halusinasi pendengaran
(auditory), halusinasi penglihatan (visual), halusinasi penghidu (alfactory),
halusinasi pengecapan (gustatory), halusinasi perabaan (tactile), halusinasi
cenesthetic, dan halusinasi kinesthetic.
Lebih kurang 70% halusinasi pendengaran, 20% halusinasi penglihatan.
Sementara pengecapan, penghidu, perabaan cenesthetis dan kinesthetic
meliputi 10%.
Jenis Halusinasi Karakteristik
Pendengaran Mendengar suara-suara atau kebisingan, paling
sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan
yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas
berbicara tentang klien.
Penglihatan Stimulus visua dalam bentuk kilatan cahaya,
gambaran geometris, gambaran karton,
bayangan yang rumit dan kompleks, bayangan
bisa menyenangkan atau menakutkan seperti
melihat monster.
Penghidu Membaui bau-bauan seperti bau darah, urin
atau feses, umumnya bau-bauan yang tidak
menyenangkan. Halusinasi penghidup sering
akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
Pengecapan Merasa mengecap seperti darah, urin atau
feses.
Perabaan Mengalami neyri atau ketidaknyamanan tanpa
stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang
datang dari tanah, benda mati, atau orang lain.
Censthetic Merasakan fungsi tubuh sperti aliran darah di
vena atau arteri, pencernakan makann atau
pembetukan utine
Kinesthetic Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa
bergerak
(Yulia, 2014)

F. VALIDASI INFORMASI TENTANG HALUSINASI


Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan
1. Isi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, berkata
apa bila halusinasi yang dialami adalah halusinasi dengar. Atau bentuk
apa bayangan yang dilihat klien bila jenis halusinasi penglihatan, bau
apa yang tercium bila halusinasi yang dialami adalah halusinasi
penghidu, rasa apa yang dirasakan untuk halusinasi pengecapan, atau
merasakan apa dipermukaan tubuh bila halusinasi peraba.
2. Waktu dan frekuensi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman
halusinasi muncul, berapa hari sekali, seminggu atau bulan
pengalaman halusinasi ini muncul, bila klien diminta
menjelaskankapan persinya waktu terjadi halusinasi tersebut.
Informasi ini penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan
menentukan bilamana klien perlu diperhatikan saat mengalami
halusiansi.
3. Situasi pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami klien sebelum
mengalami halusinasi. Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada
klien peristiwa atau kejadian yang dialami sebelum halusinasi ini
muncul. Selain itu perawat juga bisa mengobservasi apa yang dialami
klien menjelang muncul halusinasi untuk memvalidasi pernyataan
klien.
4. Respon klien
Untuk menentukan sjauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien.
Bisa dikaji dengan menanyakan apa yang dilaukan klien saat
mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa
mengontrol stimulus halusinasi atau sudah tidak berdaya lagi terhadap
halusinasi. (Yulia, 2014)

G. PENATALAKSANAAN
1. Psikofarmakologis, obat yang lazim digunakan pada gejala halusinasi
pendengar yang merupakan gejala psikosis pada klien skizoprenia adalah
obat anti psikosis. Adapun kelompok yang umum digunakan adalah:
Fenotiazin Asetofenazin (Tindal), Klorpromazin (Thorazine), Flufenazin
(Prolixine, Permiril), Mesoridazin (Serentil), Trifluoperazin (Vesprin)
60-120mg, Tioksanten Klorprotiksen (Taractan), Tiotiksen (Navane) 75-
600mg, Haloperidol (Haldol) 1-100mg,.
2. Terapi kejang listrik atau Electro Compulsive Therapy (ECT)
3. Terapi aktivitas kelompok (TAK).
(Yulia, 2014)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI

A. Pengkajian
Pengkajian adalah merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan
data dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan pasien. Pengkajian klien halusinasi difokuskan pada:
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan
interpersonal yamg dapat meningkatkan stress dan ansietas yang
dapat berakhir dengan gangguan persepsi. Pasien mungkin
menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual
dan emosi tidak efektif.
b. Faktor social budaya
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seeorang merasa
disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi
sehingga timbul akibat berat seperti delusi dan halusinasi.
c. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda
atau peran yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat
terakhir dengan penginkaran terhadap kenyataan sehingga terjadi
halusinasi.
d. Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan
orietasi realitas, serta dapat ditemukan atroik otak, pembesaran
ventrikel, perubahan besar, serta bentuk sel kortikal dan limbik.
e. Faktor genetic
Gangguan orietasi realitas termasuk halusinasi umumnya
ditemukan pada pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup
tinggi pada keluarga yang salah satu anggota keluarganya
mengalami skizofrenia, serta akan lebih tinggi jika kedua orang
tua skizofrenia.

2. Faktor Presipitasi
a. Stresor social budaya
Stress dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan
stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang yang penting, atau
diasingkan dari kelompok data menimbulkan halusinasi.
b. Faktor biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamine, neropinetrin, indolamin,
serta zat halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi
realitas termasuk halusinasi.
c. Faktor psikologis
Intensitas kecemasan yang eksterm dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan
berkembangnya gangguan orientasi realitas. Pasien
mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang tidak
menyenangkan.
d. Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi
realitas berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi,
motorik dan social.
(Yusuf, PK, & Nihayatii, 2015)
B. Diagnosa Keperawatan
Ganguan presepsi sensori : Halusinasi (dengar, penglihatan, penghidu, peraba)
C. Interview keperawatan
1) Tujuan
a. Pasien mampu mengenali halusinasi yang dialami
b. Pasien mampu mengontrol dengan cra menghardik
c. Pasien mampu mengontrol dengan cara menggunakan obat
d. Pasien mampu mengontrol dengan cara berckap-cakap
e. Pasien mampu mengontrol dengan cara melakukan aktifitas
2) Tindakan keperawatan
a. Mendiskusikan dengan pasien
b. Menjelaskan dan melatih cara mengontrol halusinasi
 Menghardik halusinasi
 Menggunakan obat secara teratur
 Bercakap-cakap dengan orang lain
 Melakukan aktifitas yang terjadual.
D. Tindakan keperawatan Halusinasi ( keluarga )
a) Tujuan
 Keluarga mampu mengenal masalah merawat pasien di rumah
 Mampu menjelaskan halusinasi ( pengertian, jenis, tanda dan
gejala dan proses halusinasi )
 Mampu merawat pasien dengan halusinasi
 Mampu menciptakan lingkiungan
 Mampu mengenal tanda dan gejala kambuhg ulang
 Mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan
b) Tindakan keperawatan
 Diskusikan masalah ynag dihadapi keluarga dalam merawat
pasien
 Berikan penjelasan meliputi : pengertian halusinasi, jenis, tanda
dan gejala, serta proses terjadinya halusinasi
 Jelaskan dan latih cara merawat anggota keluarga yang
mengalami halusinasi ( menghardik, minum obat, bercakap-cakap
dll )
 Diskusikan cara menciptakan lingkungan yang dapat mencegah
terjadinya halusinasi
 Diskusikan tanda dan gejala kekambuhan
 Diskusikan pemanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat
untuk follow-up anggota keluarga dengan halusinasi.
(Yusuf, PK, & Nihayatii, 2015)
DAFTAR PUSTAKA

Yulia, P. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Surabaya.

Yusuf, A., PK, R. F., & Nihayatii, H. E. (2015). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai