Anda di halaman 1dari 15

FINAL PROJECT ACTIVITY

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERWATAN JIWA


“ Terapi ECT “
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Praktek Jiwa Daerah Surakarta

Disusun oleh :
1. Adelita Agwee N (201601001)
2. Afrida Asya Auragita (201601002)
3. Ana Maziatul M (201601003)
4. Andriana Yustika R (201601004)
5. Ayung Wiji Utami (201601006)
6. Beta Noviantikasari (201601009)
7. Desy Binti N.S (201601012)
8. Ni’ma Safratul (201601101)
Kelompok Larasati
Kelas 3 A

PRODI DIII KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH
KABUPATEN PONOROGO
Jl. Ciptomangunkusumo No.82 A Ponorogo
TahunAjaran 2018/2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan Terapi ECT ini diajukan sebagai salah satu tugas
Praktik Keperawatan Jiwa di RSJ Daerah Surakarta telah diperiksa dan disetujui
oleh pembimbing pada :

Hari / Tanggal : Rabu, 12 September 2018

Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

(..............................) (.................................)
LAPORAN PENDAHULUAN TERAPI ECT ( ELECTROCONVULSIVE
THERAPY )

A. DEFINISI
Electroconvulsive therapy ( ECT ) mengkonduksi kejang, grand mol
secara buatan dengan arus listrik melalui elektrodol yang dipasang pada satu /
kedua pelipis (Stuart, 2007).
ECT ( Electroconvulsive Therapy ) adalah tindakan menggunakan
aliran listrik dan menimbulkan kejang pada penderita. Pada penderita baik
tonik maupun kronik yaitu bentuk terapi pada klien dengan aliran arus listrik
melalui elektroda yang ditempelkan pada pelipis klien untuk membangkitkan
kejang grand mol (Riyadi, 2009).
Terapi kejang listrik adalah suatu terapi dalam psikiatri yang dilakukan
dengan cara mengalirkan listrik melalui suatu elektroda yang ditempelkan
dikepala penderita sehingga menimbulkan serangan kejang umum (Muisalim,
2009).
Terapi electroconvulsive merupakan suatu jenis pengobatan somatik
dimana arus listrik digunakan pada otak melalui elektroda yang ditempatkan
pada pelipis arus tersebut cukup menimbulkan kejang grand mol yang dimana
diharapkan yang terapeutik tercapai (Taufik, 2010).

B. MEKANISME KERJA
Masalah belum banyak diketahui salah satu teori yang berkaitan dengan
hal ini adalah teori fisiologi. Teori mempelajari aliran darah cerebral suplai
O2 dan glukosa serta permeabilitik saraf otak akan meningkat. Hal ini paling
jelas dilihat pada lobus frontalis. Beberapa penelitian mengatakan bahwa
derajat penurunan metabolisme cerebral berhubungan dengan respon
terapeutik.
Teori lain adalah neurokimia yang memusatkan perhatian pada
perubahan neurotransmiter dan second messenger. Hampir semua pada sistem
neurotransmiter dipengaruhi ECT, akhir ini mulai berkembang
neuropsikisitas yang berhubungan dengan stimulus kejang pertumbuhan
serabut saraf, konsekstifitas jarak saraf terjadi neurogenesis.

C. JENIS
1. ECT convention
Menyeebabkan terjadinya kejang pada pasien sehingga tampak tidak
manusiawi. Terapi ini dilakukan tanpa menggunakan obat-obatan anatesi
seperti pada ECT pramedikasi
2. ECT pramedikasi
Terapi ini lebih manusiawi daripada ECT conventional, karena diberikan
obat anatesi yang dapat menghasilkan kejang pada pasien.

D. FREKUENSI
Pemberian tergantung pada keadaan :
1. Pemberian ECT secara blok 2-4 hari berturut-turut 1-2 kali sehari
2. 2-3 kali seminggu
3. ECT “Maintranace” sekali tiap 2-4 minggu
4. Pasien dengan gangguan depresi berat diberikan antara 5-10 kali
5. Untuk pasien bipolar dengan gangguan akikopenis maksimal setelah 20-
25 kali

E. INDIKASI
1. Klien penyakit depresi mayor tidak berespon terdapat anti depresi yang
tidak dapat meminum obat (Stuart, 2007).
2. Pasien dengan bunuh diri akut yang cukup lama tidak menerima
pengobatan untuk mencapai efek terapeutik (Stuart, 2007 )
3. Gangguan skizofrenia
Katotonik tipe stupor / tipe oksefeal membeikan respon baik dengan ECT
mencoba antispikust terlebih dahulu, tetapi jika kondisi mengalami
kehidupan ( delyriskunn hyperziated ) segera lakukan ECT. Pasien
psikolatik terutama tipe skizoatik yang tidak berespon (Tomb, 2004).
F. KONTRA INDIKASI
1. Resiko sangat tinggi
a. Meningkatkan tekanan intrakranial (karena tumor otak terinfeksi
sistem saraf pusat) meningkatkan tekanan SEP dari resiko burniasi
tentorium.
b. Infark miokardial
Sering menyebabkan aritmia berakibat fatal jika terjadi/terdapat
kerusakan otot, tunggu hingga enzim dan EKG
2. Resiko
a. Osteoarthritis berat
Osteoarthritis atau faktor yang baru disiapkan selama terapi (pelemas
otot) dan oblosia retina
b. Penyakit kardiovaskuler
Exp. Hr. Anging, anoreksia, aritmia. Berikan premedikasi dengan
hati-hati
c. Infeksi berat, cidera, cerebrovaskuler, kesulitan bernafas yang kronik,
ulkus peptikum akut, teokromasitom (Tomb, 2004)

G. EFEK SAMPING
1. Kelemahan
Bervariasi antara 1:1000 dan 1:1000, karena pemberian anastesi umum.
Kematian karena komplikasi kardiovaskuler.
2. Efek Sistematik dengan gangguan jantung dapat terjadi aritmia jantung.
Sementara dilaporkan pda reaksi toksik dan alergi .
3. Efek serebral
Bila terjadi amnesia dan akut curifusion, akan membaiik kembali 1-6
bulan setelah ECT.

H. PERAN PERAWAT DALAM PELAKSANAAN ECT


a) Persiapan klien sebelum ECT
1. Menganjurkan pasien dan keluarga tetap tenang dan beritahu
prosedur tindakan yang akan dilakukan
2. Melakukan pemeriksaan fisik dan lsb.
3. Inform consent
4. Melepas gigi palsu, lensa kontak, perhiasan(jepit dalam pasien
perempuan)
5. Klien diminta untuk mengosongkan kandung kemih
6. Jika ada tanda ansietas berikan 5 mg diazepam hignotik dan
anti konfusan, harus dihentikam sehari sebelumnya.
7. Premedikasi dengan infeksi SA (sulkratopin 0,6-1,2 mg)
sebelum ECT.
8. Pemberian anti ko genetik untuk mengendalikan aritmia fagual
dan menurunkan sekresi gastrointestina (Riyadi, 2005)
b) Persiapan Alat
1. Perlengkapam dan peralatan terapi (pasta, gel elektroda,
bantalan, kasa, alkohol, elektoda) EKG kertas grafik
2. EKG
3. Manset TD, stimulator syaraf perifer dan desi meter denyut
nadi
4. Stetoskop
5. Palu Vettus
6. Penatalaksanaan intravena
7. Penahan gigitan dengan wadah individu
c) Prosedur
Meurut Stuart 2007 :
1. Berikan penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang
prosedur
2. Inform consent
3. Pastikan status puasa setelah tengah malam
4. Minta klien meminta melepaskan perhiasan
5. Pakaikan baju longgar dan nyaman
6. Kosongkan kandung kemih klien
7. Berikan obat pra terapi
8. Berikan obar dan peralatan yang tersedia
9. Bantu penatalaksanaan ECT
 Tenangkan klien
 Dokter atau ahli anasresi memberikan O2
 Berikan obat
 Pasang ispalgi lidah diberikan bantua kasa
 Pasang elektroda kemudian berikan syok
 Pantau pasien selama pemulihan

d) Peran Perawat Setelah ECT


Menurut Stuart 2007:
1. Bantu pemberian O2 penghisap lendir sesuai klab
2. Pantau TTV
3. Atur posisi miring sampai klien sadar
4. Ambulasikan pasien dengan bantuan
5. Izinkan pasien tidur sebentar
6. Berikan makanan ringan klien
7. Tawarkan analgetik untuk sakit kepala
 Berikan keterangan pasien degan mengatakan
bahwa kehilangan memori tersebut :
 Jelaskan pada pasien apa yang terjadi
 Orientasikan waktu dan tempat
 Px beradaptasi terhadap dirinya
 Berikan struktur perjanjian
RESUME ELECTROCONVULSIVE THERAPY

Ruang Rawat : Sumbadra Tanggal Rawat :


Tanggal Pengkajian : 12-09-2018

Pengkajian
Identitas Pasien
Nama : Ny. I
Usia : 41 th
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Kab. Karanganyar
Jenis Kelamin : Perempuan
No RM : 049338

Identitas Penanggung jawab


Nama : Tn. K
Usia : 50 th
Hubungan dengan Klien : Suami

Analisa data
No Data Fokus Masalah Etiologi
1. PRE ECT Ansietas Prosedur
Pelaksanaan ECT
DS: Px tidak mengetahui apa
itu tindakan ECT
DO :
- Px tampak cemas dan gelisah
- Wajah pucat dan tegang
- TTV
TD : 103/68 mmHg
S : 36,5oC
N: 68 x/menit
RR : 20 x/menit
2. INTRA ECT Keidakefektifan Penurunan otot
pola nafas pernafasann
DS : -
DO : - Kesadaran px menurun
-px tidak kejang
-px terpasang orofaring
-px terpasang l nasal canul
-akral hangat
-mata mengeluarkan air
mata
TTV
TD : 103/68 mmHg
N : 68 x/menit
S`: 36,5 oC
RR : 20 x/menit
SPO2 : 100%
3 POST ECT Resiko Jatuh Pengaruh obat
anastesi
DS : Px mengatakan tidak
merasakan apa-apa

DO : - Px tampak lemas
-px tampak mengeluarkan
air mata
- mata Px merah
-px terlihat sedikit tdak
seimbang saat berjalan
sehingga membutuhkan
bantuan kursi roda
TTV
TD : 103/68 mmHg
N : 68 x/menit
S`: 36,5 oC
RR : 20 x/menit
SPO2 : 100%

Diagnosa medis:
1. Ansietas b/d prosedur pelaksanaan ECT
2. Ketidakefektifan pola nafas b/d penurunan otot pernafasan
3. Resiko jatuh b/d pengaruh obat anastesi

1. Intervensi
No Tanggal Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
1. 12-9-2018 Ansietas b/d Setelah dilakukan 1. Observasi
prosedur tindakan tingkat
pelaksanaan keperawatan kecemasan
ECT sselama 1x24 jam 2. Dorong
diharapkan ansietas pasien untuk
berkurang dengan mengungkap
kritteria hasil : kan
1. Klien perasaannnya
tampak 3. Ajarkan
tidak cemas teknik
relaksasi
4. Beri
penjelasan
tentang
prosedur ect
5. Damping
pasien
selama ECT
2. 5-9-2018 Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Observasi
pelaksanaan tindakan tingkat
penurunan otot keperawatan 1x24 kesadaran
pernafasan menit diharapkan 2. Posisikan px
pola nafas efektif, untuk
tidak ada gangguan memaksimal
pada nafas kan ventilasi
3. Pasang
orofaring
4. Monitor
respon dan
status o2
5. Observasi ttv
6. Dampingi px
saat ect
3. 12-9-2018 Resiko jatuh b/d Setelah dilakukan 1. Observasi
pengaruh obat tindakan keadaan
anastesi keperawatan umum
selama 1x24 menit 2. Bantu px
diharapkan pasien berjalan dan
tidak jatuh dengan berpindah
KH: tempat
Px dapat berjalan 3. Observasi ttv
atau berpindah 4. Anjurkan
sendiri tanpa klien untuk
bantuan orang lain istirahat

2. Implementasi dan evaluasi


No Tanggal Implementasi Evaluasi
1. PRE ECT S: Px mengatakan tidak
mengetahui ECT
1. Mengopservasi tingkat
kecemasan pasien O: -Px tampak cemas
2. Mendorong klien untuk berkurang
mengungkapkan perasaan Melakukan teknik
3. Mengajarkan teknik relaksasi relaksasi
4. Memberikan pendampingan
pada klien A: Masalah teratasi
P `: Lanjutkan intervensi
intra ECT
2. INTRA ECT S:-
1. Mengobservasi tingkat
kesaddaran O: Kesadaran menurun
2. Memasang orofaring (Somnolen)
3. Mengobservasi TTV - Px tidak kejang
4. Memberikan pendampingan - _Px terpakai
pada pasien orofaring
A : Masalah belum
teratasi

P : Lanjutkan intervensi
Post ECT
3. POST ECT S: Px mengatakan tidak
merasakan apa-apa
1. Mengobservasi TTV :
TD: O: - Px tampak lemas
N: - Mata klien merah
RR: - Px kembali
S: keruangan atau
2. Membantu Px berjalan dan berjalan dibantu
berpindah tempat perawat dan kursi
3. Membantu mendorong kursi roda
roda keruangan A: Masalah teratasi
4. Anjurkan px beristirahat
P: Hentikan intervensi

3. Skor Edmonson
Usia <50 tahun 8
Status Mental= keadaan bingung 13
Eliminasi= sendiri 8
Obat=tanpa obat 10
Diagnosis=Bipolar 10
Ambulasi=menggunakan alat bantu 8
Nutrisi=sangat sedikit 15
Gangguan tidur tidak ada 8
Riwayat jatuh= tidak ada 0 +
Hasil keseluruhan 80

4. Pre ECT
a. Mengobservasi tingkat kecemasan
1) Perasaan cemas: 1. tanda gejala (semas)
2) Ketegangan: 2 tanda gejala (gemetar dan gelisah)
3) Kettakutan :-
4) Gangguan tidur :-
5) Gangguan kecerdasan: 1 tanda gejala ( daya ingat buruk)
6) Perasaan depresi :-
7) Gejala somatik:-
8) Gejala sensorik : 1 tanda gejala merasa lemas)
9) Gejala kardiovaskuler : 2 tanda gejala (takikardi, berdebar-
debar)
10) Gejala pernafasan:-
11) Gejala saluran cerna atau makanan:-
12) Gejala konginental:-
13) Gejala vegetatif:-
14) Perilaku sewaktu wawancara : 3 tanda gejala (
gelisah,kecemasan, tidak senang, jari gemetar) Total 12
(kecemesan ringan)
b. Mendorong klien untuk mengungkapkan perasaan: berinteraksi
dengan klien
c. Mengajarkan teknik relaksasi
d. Memerikan pendampingan pada klien: memberikan dukungan pada
klien.
5. Intra ECT
a. Mengobservasi tingkat kesadaran GCS= E : 3, M : 4, V : 2 Total 9
(somnolen)
b. Memasang oksigen (Nasal canul)
c. Mengobservasi TTV
TD: 86/70 mmHg
N: 70 x/menit
RR: 20 x/menit
SPO 2: 87 %
d. Memberikan pendampingan pada klien

6. Post ECT
a. Mengobservasi TTV
TD: 86/70 mmHg
N: 70 x/menit
RR:20 x/menit
SPO 2: 87 %

b. Membantu klien berjalan dan berpindah tempat


c. Membantu mendorong kursi roda keruangan
d. Menganjurkan px istirahhat
e. Memberikan gelang berwarna kuning ditangan kanan px

Anda mungkin juga menyukai