Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI

D
I
S
U
S
U
N
Oleh
Kelompok

UNIVERSITAS NURUL HASANAH KUTACANE


TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat yang
diberikan-Nyasehingga tugas Makalah yang berjudul “ Askep Halusinasi’’

” ini dapat saya selesaikan. Makalah ini saya buat sebagai kewajiban untuk

memenuhi tugas.

Dalam kesempatan ini, penulis menghaturkan terimakasih yang dalam kepada

semua pihak yang telah membantu menyumbangkan ide dan pikiran mereka demi

terwujudnya makalah ini. Akhirnya saran dan kritik pembaca yang dimaksud

untuk mewujudkan kesempurnaan makalah ini penulis sangat hargai.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................1
1.2 Tujuan.............................................................................................1
1.3 Manfaat...........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi .........................................................................................2
2.2 Rentang Respon.............................................................................2
2.3 Macam – macam Halusinasi..........................................................3
2.4 Etiologi...........................................................................................4
2.5 Patofisiologi...................................................................................6
2.6 Proses terjadinya halusinasi...........................................................6
2.7 Tanda dan gejala............................................................................9
2.8 Mekanisme Koping........................................................................11
2.9 Penatalaksanaan.............................................................................11
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian ......................................................................................14
3.2 Diagnosa.........................................................................................17
3.3 Intervensi Dan Rasional..................................................................19
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan.....................................................................................25
4.2 Saran...............................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….26

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan
persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau
mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam
bentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan
mengenai keadaan pasien sedih atau yang dialamatkan pada pasien itu.
Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu.
Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau bicara
keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya
bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari
setiap tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang
menyenangkan misalnya bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain.
1.2 Tujuan
1. Memahami Definisi Halusinasi
2. Memahami etiologi dari halusinasi
3. Memahami klasifikasi halusinasi
4. Memahami tanda dan gejala halusinasi
5. Memahami patofisiologi klien dengan halusinasi
6. Memahami penatalaksanaan klien dengan halusinasi
7. Memahami askep klien dengan halusinasi
8. Mengetahui bagaimana diagnosa halusinasi
1.3 Manfaat
1. Paham tentang definisi halusinasi
2. Mengetahui etiologi dari halusinasi
3. Mengetahui klasifikasi halusinasi
4. Mengetahui tanda dan gejala halusinasi
5. Mengetahui patofisiologi halusinasi
6. Mengetahui penatalaksanaan klien dengan halusinasi
7. Mengetahui askep klien dengan halusinasi

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang mendekat ( yang
diprakarsai secara internal dan eksternal) disertai dengan suatu pengurangan
berlebih-lebihan, distorsi atau kelainan respon terhadap stimulus ( A. Mary &
Towsend. 1995, hal. 156).
Halusinasi adalah perasaan yang salah yang tidak diikuti oleh stimulus
eksternal yang nyata yang dapat meliputi lima perasaan ( Kaplan, Saclok dan
Gret. 1994 dalam buku Mary & Towsend Man ARNp cs Psikiatric Mental
Healt Nursing).
Dari uraian diatas dapat penulis simpulkan bahwa halusinasi adalah
keadaan seseorang yang mengalami persepsi yang salah dari lima perasaan,
merasa ada stimulus, padahal sebenarnya tidak ada stimulus yang nyata.

2.2 Rentang Respon

Respon Adaptif Respon neurologic Respon Maladaptif

1. Pikiran logis. 1. Perilaku kadang 1. Kelainan


2. Persepsi akurat. menyimpang. pikiran/delusi
3. Emosi konsisten 2. Ilusi. halusinasi.
dengan 3. Reaksi emosional 2. Ketidakmampuan
pengalaman. berlebihan atau kurang untuk mengalami
4. Perilaku sesuai. 4. Perilaku ganjil/tidak emosi.
5. Hubungan sosial. lazim. 3. Ketidakteraturan
5. Menarik diri. 4. Isolasi sosial.

2
2.3 Macam – macam Halusinasi
a. Halusinasi pendengaran ( akustik auditorik )
Misal : suara manusia, hewan, mesin, kejadian alamiah, musik,
padahal tidak ada sumbernya
b. Halusinasi penglihatan (visual optik)
Misal : melihat sesuatu tak bersinar atau berbentuk (orang,
binatang atau barang lain yang dikenalnya berwarna atau tidak) padahal
tidak ada
c. Halusinasi penciuman (alfaktorik)
Misal : individu mengatakan mencium bau-bauan seperti bau
bunga, bau mayat dll padahal tidak ada
d. Halusinasi kecap (gustatorik)
Biasanya terjadi bersamaan halusinasi bau hirup. Misal : individu
merasa mengecap suatu rasa dimulutnya
e. Halusinasi singgungan (taktil)
Individu yang bersangkutan merasa ada seseorang yang meraba
atau menyentuh
f. Halusinasi kinestetik
Misal : badan penderita bergerak dalam suatu ruangan atau merasa
anggota badannya bergerak
g. Halusinasi visceral
Misal : perasaan tertentu timbul didalam dirinya
h. Halusinasi hipnogenik
Terdapat pada seseorang yang normal tepat sebelum tidur persepsi
sensorik bekerja salah
i. Halusinasi hiproponik
Seperti pada hipnogonik tetapi terjadi tepat sebelum bangun tidur,
setelah itu pula terdapat pengalaman halusinoforik dalam impian yang
normal.

3
j. Halusinasi histerik
Timbul pada neurosa histerik karena konflik emosional, keadaan
tersebut sering merupakan perilaku yang didasari pengalaman psikologis
dari dalam individu tersebut

2.4 Etiologi
2.4.1 Faktor predisposisi ( Stuart and Sundeen, 1995 )
a. Biologi
1. Hambatan perkembangan otak kortek frontal, temporal dan lembek,
jejak yang mungkin timbul adalah hambatan dalam belajar, bebicara,
daya ingat dan mungkin muncul perilaku menarik diri atau
kekerasan.
2. Pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal, neonatur
dan kanak-kanak.
b. Psikologis
1. Ibu / pengasuh yang lemas, overprotektif dengan tidak sensitif.
2. Pola asuh yang tidak adequat.
3. Konflk perkawinan.
4. Koping dalam menghadapi stress tidak konstruktif.
5. Ketidakmampuan menggapai cita.
c. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, perasaan
tidak aman, gelisah, bingung, ketakutan, perilaku merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara
sendiri, tidak mampu membedakan nyata dan tidak nyata
d. Social Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana
alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress
2.4.2 Faktor presipitasi
Adanya rangsangan lingkungan yang sering sebagai pencetus yaitu
kurangnya partisipasi klien dalam kelompok, dimana sepi (isolasi )

4
suasana tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang
merangsang tubuh zat haludinogenik. Berbagai streson dapat
menimbulkan halusinasi. Hubungan interpersonal masalah psikososial
dapat meningkatkan cemas dan stess serta akhirnya timbul halusinasi.
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap
stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan.
Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stressor.

5
2.5 Patofisiologi

2.6 Proses terjadinya halusinasi


Adapun beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya halusinasi antara lain :
1. Keadaan afek / perasaan seseorang
2. Waham atau defisi
3. Indera yang kurang dirangsang
4. Kerusakan otak
5. Ilusi
Ilusi adalah interprestasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang sungguh terjadi, karena rangsangan pada panca indera
( misal bunyi angin didengarnya seperti memanggilnya, bayangan daun
seperti pencuri ). Ilusi sangat dipengaruhi oleh emosi pada waktu tertentu
dan biasanya bersatukan dapat mengoreksi sesudahnya ilusi itu dapat

6
dibedakan dari halusinasi, dari pikiran, hubungan dan dari diorientasi.
Gangguan somato sensorik ada reaksi konfersi adalah suatu gangguan
yang sering trejadi secara simbolik menggambarkan suatu konflik yang
emosional dibedakan dari gangguan psikologik dan dilakukan secara sadar
dari gangguan heurologik.
Jika sudah pasti bahwa reaksi itu sudah merupakan reaksi konfersi,
baru dicatat dan dicantumkan jenis reaksi itu, misalnya :
a. Anestesi
Anestesi adalah kehilangan indra peraba pada kulit, tetapi tidak
sesuai dengan anatomi syaraf
b. Prostesia
Prostesia adalah indera peraba yang berubah, umpamanya
seperti ditusuk-tusuk jarum, ada semut berjalan merasa panas atau
kebal pada kulit
c. Gangguan penglihatan
d. Perasaaan nyeri
e. Makrupsia
Makrupsia ialah bentuk kehilangan dari sebenarnya begitu
besar sehingga mengerikan terdapat pada neurosa histerik
f. Inkrupsia
Inkrupsia ialah benar-benar kehilangan lebih kecil, ganti-ganti
dengan makropsia pada histeria atau dapat timbul pada Delirium
Treatment.
Halusinasi terjadi karena adanya persepsi klien terhadap
lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien menginterpretasikan
suatu yang nyata tanpa stimulus atau rangsangan dari luar (eksternal).
2.6.1 Tingkatan halusinasi ada 4 tahap (Gail Wisacan 2, Stuart and Sandra 1
Sundeen, hal : 328).
a. Tahap I :
Secara umum bersifat menyenangkan, memberirasa aman, tingkat
kecerdasan sedang, karakteristik :
1. Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan.

7
2. Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menmenghilangkan rasa
cemas.
3. Pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontrol
4. Non psikotik.
b. Tahap II :
Menyalahkan, kecemasan meningkat dan berhubungan dengan
pengalaman eksternal dan internal, secara umum halusinasi menyebabkan
rasa antipati, karakteristik :
1. Pengalaman sensori menakutkan.
2. Mulai merasa kehilangan kontrol dan klien takut apabila ada orang
yang mendengar.
3. Merasa dilecehkan.
4. Menarik diri.
c. Tahap III :
Mengontrol, tingkat kecemasan berat, pengalaman sensori tidak
dapat ditolak lagi, karakteristik :
1. Klien menyerah dan menerima pengalaman sensori.
2. Kesepian bila pengalaman sensori berakhir.
3. Terbiasa dengan halusinasinya dan tidak berdaya.
d. Tahap IV :
Menguasai, tingkat kecemasan panik, dipengaruhi oleh delusi atau
waham, Karakteristik :
1. Pengalaman sensori menakutkan atau mengancam.
2. Dapat berlangsung selama beberapa jam atau hari (jika tidak ada
intervensi terapiutik).

2.6.2 Menurut Gail Stuart and Sundeen ada beberapa jenis halusinasi yaitu :
1. Halusinasi pendengaran / aditory
Mendengar suara atau bunyi, paling sering suara orang. Suara
dapat berkisar dari suara yang sederhana sampai suara yang
membicarakan klien, memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan / visual

8
Melihat gambaran yang jelas atau samar, penglihatan dapat
berupa sesuatu yang menyenagkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penciuman / alpalutory
Mencium bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus
yang nyata dan orang lain tidak menciumnya.
4. Halusinasi pengecap / gustatory
Merasakan makan sesuatu yang tidak nyata, merasakan sesuatu
yang busuk, amis dan menjijikkan.
Menurut jenisnya tanda gejala halusinasi antara lain ;
No. Jenis halusinasi Data obyektif Data subyektif
1. Halusinasi Berbicara atau tertawa sendiri, Mendengar suara-suara
pendengaran marah-marah tanpa sebab, yang mengajaknya
menyendengkan telinga kearah bercakap-cakap,
tertentu, menutup telinga mendengar suara
menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya

2. Halusinasi Menunjuk-nunjuk kearah Melihat bayangan, sinar,


penglihatan tertentu, ketakutan kepada geometris, kartun, hantu,
sesuatu yang tidak jelas atau monster

3. Halusinasi Menghirup, seperti sedang Membaui bau-bauan


penghirupan membaui buah-buahan tertentu, seperti bau darah, urin,
menutup hidung feses, kadang-kadang bau
itu menyenangkan

4. Halusinasi Sering meludah-ludah Merasakan seperti darah,


pengecapan urin, feses

5. Halusinasi Menggaruk-garuk permukaan Mengatakan adanya


perabaan kulit serangga dipermukaan
kulit, merasa seperti
tersengat listrik

2.7 Tanda dan gejala


Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi
adalah sebagai berikut:
1. Bicara sendiri.
2. Senyum sendiri.
3. Ketawa sendiri.

9
4. Menggerakkan bibir tanpa suara.
5. Pergerakan mata yang cepat
6. Respon verbal yang lambat
7. Menarik diri dari orang lain.
8. Berusaha untuk menghindari orang lain.
9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
10. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
11. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
12. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
13. Sulit berhubungan dengan orang lain.
14. Ekspresi muka tegang.
15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
16. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
17. Tampak tremor dan berkeringat.
18. Perilaku panik.
19. Agitasi dan kataton.
20. Curiga dan bermusuhan.
21. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
22. Ketakutan.
23. Tidak dapat mengurus diri.
24. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution
(2003), seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan
gejala-gejala yang khas yaitu:
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
3. Gerakan mata abnormal.
4. Respon verbal yang lambat.
5. Diam.
6. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
7. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya,
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.

10
8. Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
9. Dipenuhi dengan pengalaman sensori.
10. Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi
dengan realitas.
11. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya
daripada menolaknya.
12. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
13. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
14. Berkeringat banyak.
15. Tremor.
16. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
17. Perilaku menyerang teror seperti panik.
18. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
19. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi.
20. Menarik diri atau katatonik.
21. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.
22. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

2.8 Mekanisme Koping


Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dan
penglaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologik
menurut Stuart and Sundeen 1995 adalah :
1. Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
menanggulangi ansietas, mempunyai energi sedikit untuk aktifitas hidup
sehari-hari.
2. Proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi.
3. Menarik diri

2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik. Untuk mengurangi tingkat
kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya

11
pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan
agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang.
2. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat
masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu
juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di
beritahu tindakan yang akan di lakukan.
3. Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang
perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas,
misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan
permainan.
4. Melaksanakan program terapi dokter. Sering kali pasien menolak obat
yang di berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di
terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat
harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi
obat yang di berikan.
5. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang
ada. Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi
serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga
dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat
dengan pasien.
6. Memberi aktivitas pada pasien. Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk
melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan
kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan
nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak
menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
7. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan. Keluarga
pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada
kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan,
misalnya dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian
ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di
dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar

12
pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau
aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada
keluarga pasien dan petugas lain agar tidak membiarkan pasien sendirian
dan saran yang di berikan tidak bertentangan

13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Faktor predisposisi.
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber
yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh
baik dari klien maupun keluarganya, mengenai faktor perkembangan
sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu faktor resiko yang
mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh
individu untuk mengatasi stress.
b. Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu maka individu akan mengalami stress dan
kecemasan.
c. Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa
disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien di besarkan.
d. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan
adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti
Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP).
e. Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran
ganda yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akan
mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan
gangguan orientasi realitas.
f. Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui,
tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

14
g. Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,
ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya
rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien dalam
kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan
juga suasana sepi/isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya
halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan
yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
h. Prilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata, meliputi :
1. Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi
rangsang eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi
dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang
luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
2. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak
sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi
tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3. Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego.
Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk
melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian
klien dan tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.

15
4. Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan
adanya kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol
oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa
ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh
karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan
klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan
pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusakan klien
tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan
lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
5. Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga
interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang
mendasar. Pada individu tersebut cenderung menyendiri hingga proses
diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan keberadaannya dan
halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut.
Saathalusinasi menguasai dirinya individu kehilangan kontrol
kehidupan dirinya.
i. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang.
Individu dapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber
koping dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk
menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat
membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan
stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.
k. Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk
upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri.

16
3.2 Diagnosa Keperawatan
3.2.1 Masalah keperawatan
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
3.2.2 Data yang perlu dikaji
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1) Data Subyektif :
1. Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2. Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jikasedang kesal atau marah.
3. Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2) Data Objektif :
1. Mata merah, wajah agak merah.
2. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
3. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4. Merusak dan melempar barang-barang.
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
1) Data Subjektif
1. Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan
dengan stimulus nyata
2. Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang
nyata
3. Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
4. Klien merasa makan sesuatu
5. Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
6. Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
7. Klien ingin memukul/melempar barang-barang
2) Data Objektif
1. Klien berbicar dan tertawa sendiri
2. Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu

17
3. Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu
4. Disorientasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
1) Data Subyektif
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya
dijawab dengan singkat ”tidak”, ”ya”.
2) Data Obyektif
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri/menghindari orang
lain, berdiam diri di kamar, komunikasi kurang atau tidak ada
(banyak diam), kontak mata kurang, menolak berhubungan dengan
orang lain, perawatan diri kurang, posisi tidur seperti janin
(menekur)

18
3.3 Intervensi dan Rasional pada diagnose prioritas 1
Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan
No Rasional
Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
1. Risiko tinggi Tujuan Umum : 1.1 Ekspresi wajah bersahabat, 1.1.1 Bina hubungan saling percaya.  Hubungan saling percaya
menciderai diri Klien mampu menunjukkan rasa senang, ada - Sapa klien dengan ramah baik merupakan dasar terjadinya
sendiri, orang lain mengendalikan kontak mata, mau berjabat verbal maupun non verbal komunikasi terapeutik antara
dan lingkungan diri sehingga tangan, mau menyebutkan - Perkenalkan diri dengan sopan perawat dan klien
berhubungan klien tidak nama, mau menjawab salam, - Tanyakan nama lengkap klien
dengan halusinasi menciderai diri mau duduk berdampingan dan nama panggilan yang
dengar. sendiri, orang dengan perawat, klien mau disukai klien
lain dan mengutarakan masalah yang - Jelaskan tujuan interaksi
lingkungan. dihadapi. - Jujur dan menepati janji
- Tunjukkan sikap empati dan
Tujuan Khusus: menerima klien pa adanya.
1. Klien dapat - Beri perhatian pada klien dan
membina perhatikan kebutuhan
hubungan dasaranya
saling
percaya.

19
Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan
No Rasional
Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi

2. Klien dapat 2.1 Klien dapat menyebutkan 2.1.1 Adakan kontak sering dan  Mengurangi waktu kosong
mengenal waktu, isi, frekuensi timbulnya singkat secara bertahap bagi klien sehingga dapat
halusinasinya halusinasi. - 5 menit/jam mengurangi frekuensi
- 10 menit/jam halusinasi.
- 15 menit/jam
2.1.2 Observasi tingkah laku klien  Peran serta aktif klien sangat
terkait dengan halusinasinya menentukan efektifitas
bicara dan tertawa tanpa tindakan keperawatan yang
stimulus dilakukan
2.1.3 Bantu klien mengenal  Upaya untuk memutus
halusinasinya halusinasinya perlu
a.Jika menemukan klien yang dilakukan oleh klien sendiri
sedang halusinasi tanyakan agar halusinasinya tidak
apakah ada suara yang berlanjut.
didengar
b. Jika klien menjawab ada

20
Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan
No Rasional
Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
lanjutkan apa yang dikatakan
c.Katakan bahwa perawat
percaya klien mendengar suara
itu namun perawat itu tidak
mendengar dengan nada
bersahabat tanpa menuduh.
d. Katakan bahwa klien lain
juga ada seperti klien, katakan
bahwa perawat akan
membantu klien.

2.1.4 Diskusikan dengan klien :


a.Situasi yang menimbulkan
halusinasi
b. Waktu terjadinya halusinasi
dan frekuensinya (pagi, siang,
sore, malam dan jika sendiri

21
Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan
No Rasional
Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
atau sedih).

2.2 Klien dapat mengungkap-kan 2.2.1 Diskusikan dengan klien apa


perasaan terhadap yang dirasakan jika terjadi
halusinasinya halusinasi (marah/ takut/ sedih/
senang) beri kesempatan
mengungkapkan perasaannya.

3. Klien dapat 3.1 Klien dapat menyebutkan 3.1.1 Identifikasi bersama klien cara
mengontrol tindakan yang biasanya tindakan yang dilakukan jika  Tindakan yang dilakukan
halusinasinya dilakukan untuk mengendalikan terjadi halusinasi. biasanya merupakan upaya
halusinasinya. mengatasi halusinasi.

3.2 Klien dapat menyebutkan cara 3.2.1 Diskusikan cara baru


baru. memutus/ mengontrol  Dengan halusinasi yang
timbulnya halusinasinya. terkontrol oleh klien maka
a.Katakan “saya tidak mau resiko kekerasan tidak akan

22
Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan
No Rasional
Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
dengar kamu”.(pada saat terjadi.
halusinasi terjadi)
b. Menemui orang lain entah
itu teman, perawat, untuk
bercakap-cakap mengatakan
halusinasi yang didengar.
c.Membuat jadwal kegiatan
sehari-hari agar halusinasi
tidak sempat muncul.
d. Meminta keluarga/ teman/
perawat menyapa jika
tampak berbicara sendiri.

3.3 Klien dapat memilih mengatasi 3.3.1 Bantu klien memilih dan
halusinasi seperti yang telah melatih cara memutus  Memberikan kesempatan
didiskusikan. halusinasi secara bertahap. pada klien untuk memutus
tindakan peningkatan harga

23
Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan
No Rasional
Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
3.4 Klien dapat melaksanakan cara 3.4.1 Beri kesempatan untuk diri
yang telah dipilih untuk melakukan cara yang telah  Dapat meningkatkan harga
mengendalikan halusinasinya. dilatih, evaluasi hasilnya dan diri klien
beri pujian jika berhasil.
3.5 Klien dapat mengikuti terapi 3.5.1 Anjurkan klien mengikuti
aktivitas kelompok. terapi aktivitas kelompok,  Akan membantu klien
orientasi realita, stimulasi melupakan halusinasinya
persepsi.
5. Klien dapat 5.1 Klien dapat mendemostrasikan 5.1.1 Anjurkan klien minta sendiri
memanfaat penggunaan obat dengan benar obat pada perawat dan  Untuk memastikan bahwa
kan obat merasakan manfaatnya klien minum obat secara
dengan baik. 5.2 Klien dapat informasi tentang 5.2.1 Anjurkan klien bicara dengan teratur
manfaat dan efek samping dokter tentang manfaat dan  Dengan berbicara pada
obat. efek samping obat yang dokter tentang manfaat dan
dirasakan. efek samping obat maka
klien tidak selalu tergantung
5.3 Klien memahami akibat 5.3.1 Diskusikan akibat berhenti

24
Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan
No Rasional
Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
berhenti minum obat tanpa minum obat tanpa konsultasi. pada perawat
konsultasi.  Dengan konsultasi klien
dapat mengetahui manfaat
dari obat-obat yang
5.4 Klien dapat menyebutkan 5.4.1 Bantu klien menggunakan obat diberikan
prinsip 5 benar penggunaan dengan prinsip 5 benar.
obat.  Dengan mengetahui 5 benar
melatih klien untuk teliti

25
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas mengenai halusinasi dan pelaksanaan asuhan
keperawatan terhadap pasien, maka dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. Saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi
ditemukan adanya perilaku menarik diri sehingga perlu dilakukan
pendekatan secara terus menerus, membina hubungan saling percaya yang
dapat menciptakan suasana terapeutik dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan yang diberikan.
2. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien khususnya dengan
halusinasi, pasien sangat membutuhkan kehadiran keluarga sebagai sistem
pendukung yang mengerti keadaaan dan permasalahan dirinya. Disamping
itu perawat / petugas kesehatan juga membutuhkan kehadiran keluarga
dalam memberikan data yang diperlukan dan membina kerjasama dalam
memberi perawatan pada pasien. Dalam hal ini penulis dapat menyimpulkan
bahwa peran serta keluarga merupakan faktor penting dalam proses
penyembuhan klien.

4.2 Saran
1. Dalam menangani kasus halusinasi hendaknya perawat melakukan
pendekatan secara bertahap dan terus menerus untuk membina hubungan
saling percaya antara perawat klien sehingga tercipta suasana terapeutik
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang diberikan.
2. Bagi keluarga klien hendaknya sering mengunjungi klien dirumah sakit,
sehingga keluarga dapat mengetahui perkembangan kondisi klien dan dapat
membantu perawat bekerja sama dalam pemberian asuhan keperawatan bagi
klien

26
DAFTAR PUSTAKA

Budi Anna Keliat, SKP, Mapp, Se, Dkk. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan
Jiwa. Jakarta : ECG.
Carpente LJ.1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 6.Jakarta : ECG.
Direktorat Kesehatan Jiwa, Petunjuk klinik asuhan keperawatan pasien gangguan
jiwa Schizofrenia, 1998.
Maramis W.F.Ilmu Kedokteran JiwaEdisi VI.Surabaya : Airlangga University
Press.
PPDEJ – III.1998. Diagnosa gangguan jiwa. Jakarta
Stuart G.W. and Sundeen S.J.1995. Buku Saku Keperawatan jiwa. Jakarta : ECG.

27

Anda mungkin juga menyukai