Disusun Oleh
NIM : 21160012
Mahasiswa
( ) ( )
HALUSINASI
A. PENGERTIAN
Menurut Varcalolis, halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya
persepsi dan sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus (Yosep, Iyus &
Titin Sutini, 2016.).
C. ETIOLOGI
Menurut Stuart dan Sundeen (2005), faktor predisposisi halusinasi adalah :
1. Faktor Predisposisi
a. Biologis
Abnormalitas yang menyebabkan respon neurobiology yang maladaptif
seperti lesi pada area frontal maupun temporal. Bisa juga halusinasi bisa
diturunkan dari genetic skizofrenia
b. Psikologis
Halusinasi terjadi karena adanya isi alam tidak sadar yang masuk ke
alam sadar sebagai respon terhadap konflik psikologis
c. Sosio budaya
Stress yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan skizofrenia
dan gangguan psikotik lain tapi tidak diyakini sebagai penyebab utama
gangguan
2. Faktor presipitasi
Menurut Stuart dan Sundeen (2009), faktor presipitasi halusinasi adalah :
a. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologik yang
maladaptif termasuk:
1) Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses
informasi
2) Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan secara selektif menanggapi
rangsangan
b. Stress Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang terhadap toleransi stress yang
berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan perilaku
D. RENTANG RESPON
Adaptif Maladaptif
Jenis-Jenis Halusinasi
1. Halusinasi Non Patologis
Menurut NAMI (National Alliance For Mentally III) halusinasi dapat terjadi
pada orang yang bukan penderita gangguan jiwa. Pada umumnya terjadi pada
klien yang mengalami stress yang berlebihan atau basjuga karena lelah dan
karena pengaruh dari obat-obatan.
Halusinasi ini antara lain :
a. Halusinasi hipnogonik: persepsi sensori yang palsu yang terjadi sesaat
sebelum seseorang jatuh tertidur.
b. Halusinasi hipnopomik: persepsi sensori yang palsu yang terjadi pada saat
seseorang bangun tidur.
2. Halusinasi Patologis
Halusinasi ada 5 macam yaitu :
a. Halusinasi Pendengar (Auditory): klien mendengar suara dan bunyi tidak
berhubungan dengan stimuasi nyata dan orang lain tidak mendengarnya.
b. Halusinasi Penglihat (Visual): klien melihat sesuaatu yang jelas atau samar
tanpa stimulus yang nyata dan orang lai tidak melihat.
c. Halusinasi Pencium (Olfactory): klien mencium bau yang muncul dari
sumber tentang tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak mencium.
d. Halusinasi Pengecapan (Gustatory): klien merasa makan sesuatu yang tidak
nyata. Biasanya merasakan makanan yang tidak enak.
e. Halusinasi Perabaan (Taktil): klien merasakan sesuatu pada kulit tanpa
stimulus yang nyata.
f. Halusinasi Cenesthetic: klien merasakan sensasi dari gerakan tubuh ketika
berdiri diam (Darmawan, Deden & Rusdi, 2013).
Fase-Fase Halusinasi
E. PSIKOPATOLOGI
Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori
yang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik
dan lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal
otak dibombardir oleh aliran stimulus yang yang datang dari dalam tubuh ataupun
dari luar tubuh. Input ini akan menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke
alam sadar. Bila input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita
jumpai pada keadaan normal atau patologis, maka materi-materi yang ada dalam
unconsicisus atau preconscious bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi.
Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya
keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah retaknya
kepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan tadi diproyeksikan
keluar dalam bentuk stimulus eksterna (Yosep, 2009).
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi adalah strategi pelaksanaan halusinasi.
Namun ada beberapa penatalaksanaan lain seperti:
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik untuk mengurangi tingkat
kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada
permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi
kontak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di
isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau
mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan
meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan
yang akan di lakukan.
2. Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian
dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam
dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
3. Melaksanakan program terapi dokter, Sering kali pasien menolak obat yang di
berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya.
Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus
mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang
di berikan.
4. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta
membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat
melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
5. Memberi aktivitas pada pasien misalnya pasien di ajak mengaktifkan diri
untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau
melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke
kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak
menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
6. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan. Keluarga
pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada
kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalnya
dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering
mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya
suara-suara itu tidak terdengar jelas.
7. Sebaiknya perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini
hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak
membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.
H. FOKUS INTERVENSI
Menurut Rasmun (2001:43-48) dalam Wijayaningsih, Sari Kartika. 2015,
tujuan umum dan rencana tindakan dari diagosa utama halusinasi yaitu:
1. Tujuan
a. Tujuan Umum
Klien dapat mengendalikan halusinasinya
b. Tujuan Khusus
1) Klien dapat membina huungan saling percaya
2) Klien dapat mengenal halusinasi
3) Klien dapat mengontrol halusinasi
4) Klien dapat dukungan dari kelarga dalam mengontrol halusinasinya
5) Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
2. Tindakan Mandiri
SP I
a. Mengidentifikasi jenis halusinasi
b. Mengidentifikasi isi halusinasi
c. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
d. Mengidentifikasi waktu terjadinya halusinasi
e. Mengidentifikasi situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi
f. Mengidentifikasi kemampuan pasien dalam mengenali situasi yang menyebabkan
munculnya halusinasi
g. Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasinya
h. Menjelaskan cara mengontrol halusinasi: hardik, obat, bercakap-cakap, melakukan
kegiatan
SP II
a. Mengevaluasi kegiatan menghardik. Beri pujian
b. Melatih cara mengontrol halusinasi dengan obat (jelaskan 6 benar: jenis, guna,
dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum obat)
c. Memasukan pada jadual kegiatan untuk latihan menghardik dan minum obat
SP III
a. Mengevaluasi kegiatan latihan menghardik & obat. Beri pujian
b. Melatih cara mengontrol halusinasi dg bercakap-cakap saat terjadi halusinasi
c. Memasukkan pada jadual kegiatan untuk latihan menghardik, minum obat dan
bercakap-cakap
SP IV
a. Mengevaluasi kegiatan latihan menghardik & obat & bercakap-cakap. Beri pujian
b. Melatih cara mengontrol halusinasi dg melakukan kegiatan harian (mulai 2
kegiatan)
c. Memasukkan pada jadual kegiatan untuk latihan menghardik, minum obat,
bercakap-cakap dan kegiatan harian
SP V
a. Mengevaluasi kegiatan latihan menghardik & obat & bercakap-cakap & kegiatan
harian. Beri pujian
b. Melatih kegiatan harian
c. Menilai kemampuan yang telah madiri
d. Menilai apakah halusinasi terkontrol
1. Tindakan Modalitas
a. Libatkan pasien dalam terapi aktivitas kelompok orientasi realita
b. Melakukan terapi kognitif
1) Kuatkan pikiran realita klien. Tolak pikiran untuk setuju dengan
halusinasinya
2) Bantu dan dukung pasien untuk mengungkapkan secar verbal perasaan
ansietas, kekuatan dan tidak aman.
3) Diskusikan teknik-teknik menghardik halusinasi (misalnya latihan nafas
dalam, latihan relaksasi, teknik berhenti berfikir)
2. Tindakan kolaborasi
Obat psikotropik (psikofarmaka) adalah obat yang bekerja secara selektif pada
susunan saraf pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan
perilaku (mind and behavior altering drugs), digunakan pada gangguan psikiatrik.
Penggunaan klinis obat psikotropik ditujukan untuk meredam (suppresion) gejala
sasaran tertentu dan pemilihan jenis obat disesuaikan dengan tampilan gejala sasaran
yang ingin di tanggulangi misalnya antipsikotik, antidepresi, antimania, antianxietas,
antiinsomnia, antipanik, dan anti obsesi kompulsif (Maslim, 2010). Menurut
Suliswati (2010) antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi, dan perubahan
pola piker yang terjadi pada skizofrenia.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
HALUSINASI
SP I
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi
Subjektif : Pasien mengatakan mendengar suara-suara atau kegaduhan dan
mendengar suara-suara yang mengajak bercakap-cakap.
Objektif : Pasien tampak berbcara atau tertawa sendiri, dan menyedengkan
telinga ke arah tertentu.
2. Diagnosa
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
3. Tujuan :
a. Pasien dapat mengidentifikasi jenis halusinasi
b. Pasien dapat mengidentifikasi isi halusinasi
c. Pasien dapat mengidentifikasi waktu halusinasi
d. Pasien dapat mengidentifikassi frekuensi halusinasi
e. Pasien dapat mengidentifikasi situasi yang dapat menimbulkan halusinasi
f. Pasien dapat mengidentifikasi respon dirinya terhadap halusinasi
g. Pasien dapat mengetahui cara menghardik halusinasi
h. Pasien dapat memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan
harian
4. Intervensi
a. Identifikasi jenis halusinasi pasien
b. Identifikasi isi halusinasi pasien
c. Identifikasi waktu halusinasi pasien
d. Identifikasi frekuensi halusinasi pasien
e. Identifikasi situasi yang dapat menimbulkan halusinasi
f. Identifikasi respon pasien terhadap halusinasi
g. Mengajarkan cara menghardik halusinasi
h. Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian.
“ Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini
bapak dengar tapi tidak tapak wujudnya? Dimana kita mau berbincang-bincang?
Berapa lama? Bagimana kalau 20 menit?”.
2. Fase Kerja
“ Apakah bapak mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatkan suara
itu?”
“ Bapak, ada empat 4 cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama
dengan cara menghardik, kedua dengan cara minum obat, ketiga ada dengan
bercakap-cakap dengan orang lain, dan yang keempat dengan cara melakukan
kegiatan.”
“ Hari ini kita belajar cara yang pertama yaitu menghardik, caranya yaitu saat
suara-suara itu mulai muncul ketika ditempat sepi bapak bisa memejamkan mata
sambil mengatakan pergi kamu pergi, kamu tidak nyata kamu suara palsu, saya
tidak mau mendengarmu, pergi kamu. Kalau ditempat ramai bapak bisa menutup
mata dan mengatakan pergi kamu pergi, kamu tidak nyata kamu suara palsu, saya
tidak mau mendengarmu, pergi kamu didalam hati. Begitu berulang-ulang sampai
suara itu tidak terdengar lagi. Sekarang coba bapak peragakan! Nah bagus sekali
pak bapak sudah bisa melakukannya dengan baik”.
3. Fase Terminasi
“ Bagaimana perasaannya setelah kita belajar cara mencegah agar suara itu tidak
muncul lagi? Kalau suara itu muncul lagi, bapak bisa melakukan apa yang telah
kita pelajari tadi. Apakah bapak masih ingat kita belajar apa tadi?, bagus sekali
pak. sekarang coba bapk pratikkan lagi!, bagus sekali ya pak bapak masih
mengingatnya. Bagaimana kalau kita masukkan ke jadwal hariannya? Sehari mau
Lathan berapa kali? Jam berapa?”.
“ Baiklah karena waktu kita sudah habis, besok kita lanjutkan lagi untuk belajar
cara yang kedua, bapak maunya dimana? Jam berapa? Bagaimana kalau jam 10
pagi?”
“ Baiklah pak, sampai jumpa besok. Selamat pagi”.
DAFTAR PUSTAKA
Yosep, Iyus & Titin Sutini.2016.Buku Ajar Keperawaatan Jiwa.
Bandung: Refika Aditama.
Darmawan, Deden & Rusdi.2013.Keperawatan Jiwa Konsep dan
Kerangka Kerja Asuhan Keperawatn Jiwa.Yogyakarta: Gosyen
Publishing.