Anda di halaman 1dari 10

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) mengamanatkan bahwa
pembangunan diarahkan pada meningkatnya mutu sumber daya manusia
(SDM) yang berkualitas). Modal dasar pembentukan manusia berkualitas
dimulai sejak bayi dalam kandungan disertai dengan pemberian Air Susu Ibu
(ASI) sejak usia dini, terutama pemberian ASI eksklusif (Roesli, 2015). Oleh
karena itu, program peningkatan pemberian ASI khususnya ASI eksklusif
merupakan program prioritas. Hal ini dikarenakan memberikan dampak luas
terhadap status gizi dan kesehatan balita. Didukung pula konferensi tingkat
tinggi tentang kesejahteraan anak menyepakati bahwa semua keluarga harus
mengetahui arti penting mendukung dalam tugas pemberian ASI saja selama
enam bulan untuk perempuan pada kehidupan pertama bagi anak (Kemenkes
RI, 2013).
ASI eksklusif merupakan proses pemberian ASI tanpa makanan
tambahan lain pada bayi berumur 0–6 bulan. Bayi tidak diberikan apapun,
kecuali makanan yang langsung diproduksi oleh ibu yaitu ASI. World Health
Organization (WHO) dan United Nation Childrens Fund (UNICEF)
merekomendasikan sebaiknya anak hanya diberi air susu ibu (ASI) selama
paling sedikit enam bulan pertama dalam kehidupan seorang bayi dan
dilanjutkan dengan makanan pendamping yang tepat sampai usia 2 tahun
dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian anak (Yuliarti,
2010).
Pemberian ASI eksklusif selain bermanfaat bagi bayi juga bermanfaat
bagi ibu diantaranya sebagai kontrasepsi alami saat ibu menyusui dan
sebelum menstruasi, menjaga kesehatan ibu dengan mengurangi risiko
terkena kanker payudara dan membantu ibu untuk menjalin ikatan batin
kepada anak. Pemberian ASI dapat membantu mengurangi pengeluaran
2

keluarga karena tidak membeli susu formula yang harganya mahal (Walyani,
2015).
ASI adalah cairan yang diciptakan khusus yang keluar langsung dari
payudara seorang ibu untuk bayi. ASI merupakan makanan bayi yang paling
sempurna, praktis, murah dan bersih karena langsung diminum dari payudara
ibu. ASI mengandung semua zat gizi dan cairan yang dibutuhkan bayi untuk
memenuhi kebutuhan gizi di 6 bulan pertamanya. Jenis ASI terbagi menjadi 3
yaitu kolostrum, ASI masa peralihan dan ASI mature. Kolostrum adalah susu
yang keluar pertama, kental, berwarna kuning dengan mengandung protein
tinggi dan sedikit lemak (Walyani, 2015).
Kandungan ASI antara lain yaitu sel darah putih, zat kekebalan, enzim
pencernaan, hormon dan protein yang sangat cocok untuk memenuhi
kebutuhan hingga bayi berumur 6 bulan. ASI mengandung karbohidrat,
protein, lemak, multivitamin, air, kartinin dan mineral secara lengkap yang
sangat cocok dan mudah diserap secara sempurna dan sama sekali tidak
mengganggu fungsi ginjal bayi yang sedang dalam tahap pertumbuhan.
Komposisi ASI dipengaruhi oleh stadium laktasi, ras, keadaan nutrisi, dan diit
ibu (Soetjiningsih, 2012).
Rekomendasi terakhir oleh UNICEF bersama World Health Assembly
(WHA) dan banyak negara lainnya menetapkan jangka waktu pemberian ASI
eksklusif selama enam bulan. Hal ini dikarenakan pada tahun 1999 ditemukan
bukti bahwa pemberian makanan pada usia terlalu dini memberikan efek
negatif pada bayi dan dapat mengganggu pemberian ASI eksklusif serta
meningkatkan angka kesakitan pada bayi, selain itu tidak ditemukan bukti
yang mendukung bahwa pemberian makanan padat/tambahan pada usia
empat atau lima bulan lebih menguntungkan, bahkan tidak ada dampak positif
untuk perkembangan dan pertumbuhan bayi (Mufdlilah dkk, 2017).
ASI eksklusif sangat penting diberikan kepada bayi, karena memiliki
manfaat, yaitu: (1) Sebagai nutrisi lengkap; (2) Meningkatkan daya tahan
tubuh; (3) Meningkatkan kecerdasan mental dan emosional yang stabil serta
spiritual yang matang diikuti perkembangan sosial yang baik; (4) mudah
3

dicerna dan diserap; (5) Gigi, langit-langit dan rahang tumbuh secara
sempurna; (6) Memiliki komposisi lemak, karbohidrat, kalori, protein dan
Vitamin; (7) Perlindungan penyakit infeksi melipiti otitis media akut, daire
dan saluran pernafasan; (8) Perlindungan alergi karena dalam ASI
mengandung antibodi; (9) Memberikan rangsang intelegensi dan saraf; (10)
Meningkatkan kesehatan dan kepandaian secara optimal (Roesli, 2015).
Bayi neonatus yang sering dan diberikan ASI cukup lama, maka berat
badan bayi akan meningkat secara signifikan. Hal ini sesuai hasil penelitian
Rini dan Nadhiroh (2015) yang melaporkan bahwa Neonatus yang mendapat
frekuensi menyusu dalam kategori sering (84,4%), lama menyusu dalam
kategori cukup (78,1%) dan memiliki perubahan berat badan dalam kategori
naik (53,1%). Hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan antara frekuensi
menyusu dengan perubahan berat badan neonatus (p=0,015) dan tidak
terdapat hubungan antara lama menyusu dengan perubahan berat badan
neonatus (p=0,209). Kesimpulan pada penelitian ini yaitu perubahan berat
badan neonatus berhubungan dengan frekuensi menyusu namun tidak
berhubungan dengan lama menyusu. Perlunya komunikasi informasi dan
edukasi bagi ibu menyusui mengenai frekuensi menyusu yang baik dalam 24
jam sehingga dengan ASI yang cukup maka pertumbuhan bayi menjadi
optimal.
ASI adalah makanan terbaik bagi bayi baru lahir, baik bayi yang
dilahirkan cukup bulan (matur) maupun kurang bulan (prematur). Berbagai
hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian ASI memberikan banyak
keuntungan fisiologis maupun emosional. World Health Organization
(WHO), American Academy of Pediatrics (AAP), American Academy of
Family Physicians (AAFP) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
merekomendasikan pemberian ASI ekslusif selama enam bulan dan
pemberian ASI dilanjutkan sampai dua tahun (Suradi dkk, 2010).
ASI merupakan makanan bayi yang terbaik dan setiap bayi berhak
mendapatkan ASI, maka Departemen Kesehatan telah menerbitkan Surat
Keputusan Menteri no.450/MENKES/SK/IV/2004 tentang Pemberian Air
4

Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi di Indonesia. Walaupun ASI sudah
diketahui keunggulannya, namun kecenderungan para ibu untuk tidak
menyusui bayinya secara eksklusif semakin besar. Hal ini dapat dilihat
dengan semakin besarnya jumlah ibu menyusui yang memberikan makanan
tambahan lebih awal sebagai pengganti ASI. Berbagai alasan dikemukakan
oleh ibu-ibu sehingga dalam pemanfaatan ASI secara ekslusif kepada bayinya
rendah, antara lain adalah pengaruh iklan/promosi pengganti ASI, ibu
bekerja, lingkungan sosial budaya, pendidikan, pengetahuan yang rendah
serta dukungan suami yang rendah (Kemenkes RI, 2017).
Pemberian ASI eksklusif akan memberikan banyak manfaat bagi ibu
menyusui yaitu, isapan bayi dapat membuat rahim menciut, mempercepat
kondisi ibu untuk kembali ke masa prakehamilan serta mengurangi resiko
pendarahan, lemak disekitar panggul dan paha yang ditimbun pada masa
kehamilan berpindah ke dalam ASI, sehingga ibu lebih cepat langsing
kembali, resiko terkena kanker rahim, dan kanker payudara pada ibu yang
menyusui lebih rendah ketimbang ibu yang tidak menyusui dan lebih
menghemat waktu,karena ibu tidak perlu menyiapkan dan mensterilkan botol
susu dan dot. Memberikan ASI lebih praktis lantaran ibu bisa berjalan-jalan
keluar rumah tanpa harus membawa banyak perlengkapan, seperti botol,
kaleng susu formula, air panas, dan lebih murah karena ibu tidak perlu
membeli susu formula beserta perlengkapannya (Sari, 2015 seperti dikutip
oleh Wilda dkk, 2018).
Roesli (2015) menambahkan bahwa pemberian ASI bermanfaat bagi
ibu yang menyusui, seperti: (1) Terjalin kasih sayang; (2) Membantu
menunda kehamilan (KB alami); (3) Mempercepat pemulihan kesehatan; (4)
Mengurangi risiko perdarahan dan kanker payudara; (5) Lebih ekonomis dan
hemat; (6) Mengurangi resiko penyakit kardiovaskuler; (7) Secara sikologi
memberikan kepercayaan diri; (8) Memiliki efek perilaku ibu sebagai ikatan
ibu dan bayi; dan (9) Memberikan kepuasan ibu karena kebutuhan bayi dapat
dipenuhi.
5

Kadangkala ibu mendapatkan informasi yang salah tentang manfaat


ASI eksklusif, mengenai cara menyusui yang benar, dan apa yang harus
dilakukan bila timbul kesukaran dalam menyusui. Proses pemberian ASI bisa
saja mengalami hambatan dikarenakan produksi ASI berhenti (Febriyanti,
Rosalina dan Ernawati, 2015). Hambatan dalam pemberian ASI Eksklusif
antara lain ASI keluar sedikit, ibu takut payudara turun, takut badan menjadi
kurus, dan ibu bekerja. Beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan ASI
eksklusif antara lain faktor pengetahuan, faktor meniru teman, faktor sosial
budaya, faktor psikologis, faktor fisik ibu, faktor perilaku, faktor tenaga
kesehatan (Soetjiningsih, 2012).
Berdasarkan pendapat di atas, maka salah satu alasan ibu tidak
bersedia memberikan ASI ekslusif adalah takut atau tidak mau apabila
badannya menjadi kurus atau berat badannya turun. Hasil penelitian Wilda,
Sarlis, dan Mahera (2018) melaporkan bahwa mayoritas ibu tidak
memberikan ASI ekslusif kepada bayinya sebesar 71% bila dibandingkan
dengan ibu yang memberikan ASI ekslusif kepada bayinya sebesar 29%. Hal
ini berarti cakupan pemberian ASI di wilayah kerja Puskesmas Sidomulyo
Pekanbaru masih sangat jauh di bawah target nasional yaitu 80%. Hasil uji
chi square menyatakan nilai Pvalue yaitu 0,003 < 0,05.maka disimpulkan
terdapat hubungan yang bermakna antara Pemberian ASI Ekslusif dengan
Penurunan Berat Badan Ibu Menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas
Sidomulyo Pekanbaru Tahun 2017.
Hasil penelitian Wijaya, Wardiyah, dan Ariyanti (2020) diperolah
hasil bahwa dari 142 responden, 45.8% responden yang menyusui bayinya
dan 67.5% responden juga menjalankan ibadah puasa Ramadhan mengalami
penurunan berat badan sebanyak 39.7% responden, dengan penurunan berat
badan 1-10% dari berat berat awal kelahiran. Hasil uji statistik dengan
menggunakan uji chisquare didapatkan p-value = 0.029 dan 0.024 yang
berarti ada hubungan antara pemberian ASI, berpuasa di bulan Ramadhan
dengan penurunan berat badan. Disarankan dan diperhatikan dalam menyusui
6

bayinya harus diikuti dengan asupan gizi yang cukup saat buka puasa di bulan
Ramadhan.
Aktivitas menyusui sebenarnya hanya salah satu faktor yang
menyebabkan turunnya berat badan ibu menyusui. Hal ini seperti yang
dijelaskan oleh Rudi & Sulis (2014) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
berat badan ibu yaitu nutrisi ibu, aktifitas ibu, menyusui bayi, latihan fisik,
terapi akupuntur, terapi bengkung, terapi pijat, terapi jamu dan obat-obatan
herbal.
Oleh karena itu, ibu yang memiliki bayi tidak perlu takut apabila
badannya menjadi turun karena harus menyusui bayinya, dan mengganggu
penampilan fisiknya. Untuk itu, selama masa menyusui, ibu harus menjaga
dan meningkatkan asupan makanan (nutrisi), agar badannya tetap sehat, tidak
banyak mengalami penurunan berat badan, dan bayinya selalu sehat.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh ASI Eksklusif terhadap Penurunan Berat
Badan Ibu Menyusui di Puskesmas Ngawen”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil penelitian Rini dan Nadhiroh (2015) yang
menyimpulkan bahwa frekuensi menyusu bayi neonatus dapat meningkatkan
berat badan bayi, dan hasil penelitian Wilda, Sarlis, dan Mahera (2018) dan
Wijaya, Wardiyah, dan Ariyanti (2020) yang menyimpulkan bahwa
pemberian ASI dapat menurunkan berat badan ibu. Oleh karena itu, hal ini
membuat ibu yang memiliki bayi kadang dihadapkan pada dua pilihan yang
sulit. Bayi ibu yang memprioritaskan kesehatan bayinya, maka ibu akan rela
memberikan ASI kepada bayinya, walaupun berat badannya akan turun.
Namun bagi ibu yang memiliki berat badan ideal dan lebih memprioritaskan
penampilan fisiknya, maka ibu akan enggan memberikan ASI kepada
bayinya, karena takut atau tidak mau berat badannya akan turun.
7

Berkaitan latar belakang di atas maka permasalahan pada peneliti


adalah sebagai berikut: “Adakah pengaruh ASI eksklusif terhadap penurunan
berat badan ibu menyusui di Puskesmas Ngawen?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ASI eksklusif
terhadap penurunan berat badan ibu menyusui.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik responden meliputi umur, jumlah anak,
tingkat pendidikan, dan pekerjaan.
b. Mendeskripsikan pemberian ASI eksklusif dan penurunan berat badan
ibu menyusui.
c. Menganalisa pengaruh ASI eksklusif terhadap penurunan berat badan
ibu menyusui.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak,
sebagai berikut :
1. Bagi Universitas Muhammadiyah Klaten
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai sumber pengembangan ilmu
keperawatan anak mengenai pemberian ASI eksklusif.
2. Bagi Puskesmas Ngawen
Penelitian ini diharapkan dapat membantu Puskesmas Ngawen dalam
meningkatkan kepatuhan pemberian ASI eksklusif.
3. Bagi ibu
Ibu memiliki kesadaran yang tinggi untuk memberikan ASI eksklusif
untuk meningkatkan kesehatan bayinya.
8

4. Bagi peneliti lain


Hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu referensi untuk meneliti
kembali pengaruh ASI eksklusif terhadap penurunan berat badan ibu
menyusui.

E. Keaslian Penelitian
Penelitian relevan yang pernah dilakukan sebelumnya antara lain :
1. Wijaya, Wardiyah, dan Ariyanti (2020)
Judul peneltiian adalah “Pengaruh pemberian ASI eksklusif dengan
penurunan berat badan pada ibu postpartum yang menjalankan ibadah
puasa selama bulan Ramadhan”. Tujuan penelitian uUntuk mengetahui
pengaruh pemberian ASI terhadap penurunan berat badan pasca
melahirkan pada wanita Muslim yang berpuasa di bulan Ramadhan.
Penelitian survey analitik kuantitatif dengan desain pendekatan cross-
sectional. Populasinya adalah seluruh ibu post partum di Puskesmas
Sukarame Bandar Lampung. Sampel sebanyak 142 diambil secara total
sampling. Kuesioner tersebut meliputi data demografi dan timbangan
untuk mengukur berat badan mereka di akhir bulan Ramadhan. Hasil
penelitian didapatkan dari 142 responden, 45.8% responden yang
menyusui bayinya dan 67.5% responden juga menjalankan ibadah puasa
Ramadhan mengalami penurunan berat badan sebanyak 39.7% responden,
dengan penurunan berat badan 1-10% dari berat berat awal kelahiran.
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chisquare didapatkan p-value =
0.029 dan 0.024 yang berarti ada hubungan antara pemberian ASI,
berpuasa di bulan Ramadhan dengan penurunan berat badan. Disarankan
dan diperhatikan dalam menyusui bayinya harus diikuti dengan asupan
gizi yang cukup saat buka puasa di bulan Ramadhan.
Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian Wijaya,
Wardiyah, dan Ariyanti adalah penelitian sekarang tidak meneliti ibu
menyusui saat bulan Ramadhan, serta populasi dan sampel penelitian
adalah ibu menyusui di Puskesmas Ngawen Kabupaten Klaten.
9

2. Wilda, Sarlis, dan Mahera (2018)


Judul peneltiian adalah “Hubungan Pemberian ASI Eksklusif
dengan Penurunan Berat Badan Ibu Menyusui”. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui apakah ada hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan
penurunan berat badan ibu menyusui diwilayah kerja Puskesmas
Sidomulyo Pekanbaru. Jenis penelitian menggunakan data kuantitatif
dengan desain cross sectional. Teknik sampling menggunakan consecutive
sampling, populasi dalam penelitian ini berjumlah 375 orang dan sampel
berjumlah 193 orang. Pengumpulan data menggunakan data primer dengan
lembar checklist. Pengolahan data dilakukan dengan cara SPSS meliputi
editing, coding, skoring, tabulating. Analisa yang digunakan adalah
univariat dan bivariat. Hasil uji chi square menyatakan nilai Pvalue yaitu
0,003 < 0,05.maka disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara
Pemberian ASI Ekslusif dengan Penurunan Berat Badan Ibu Menyusui di
Wilayah Kerja Puskesmas Sidomulyo Pekanbaru Tahun 2017.
Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian Wilda, Sarlis, dan
Mahera adalah penelitian sekarang menggunakan populasi dan sampel
penelitian pada ibu menyusui di Puskesmas Ngawen Kabupaten Klaten.
3. Rini dan Nadhiro (2015)
Judul peneltiian adalah “Hubungan Frekuensi dan Lama Menyusu
dengan Perubahan Berat Badan Neonatus di Wilayah Kerja Puskesmas
Gandusari Kabupaten Trenggalek”. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk
menganalisis hubungan frekuensi dan lama menyusu dengan perubahan
berat badan neonatus di wilayah kerja Puskesmas Gandusari Kabupaten
Trenggalek. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian observasional
yang bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam
penelitian ini adalah neonatus usia 2-4 minggu di wilayah kerja Puskesmas
Gandusari Kabupaten Trenggalek. Penelitian dilakukan pada bulan April-
Juni 2015 dengan jumlah sampel yang diambil sebanyak 32 neonatus. Uji
statistik menggunakan chi-square dengan tingkat kepercayaan 95%.
Neonatus yang mendapat frekuensi menyusu dalam kategori sering
10

(84,4%), lama menyusu dalam kategori cukup (78,1%) dan memiliki


perubahan berat badan dalam kategori naik (53,1%). Hasil analisis
menunjukkan terdapat hubungan antara frekuensi menyusu dengan
perubahan berat badan neonatus (p=0,015) dan tidak terdapat hubungan
antara lama menyusu dengan perubahan berat badan neonatus (p=0,209).
Kesimpulan pada penelitian ini yaitu perubahan berat badan neonatus
berhubungan dengan frekuensi menyusu namun tidak berhubungan dengan
lama menyusu. Perlunya komunikasi informasi dan edukasi bagi ibu
menyusui mengenai frekuensi menyusu yang baik dalam 24 jam sehingga
dengan ASI yang cukup maka pertumbuhan bayi menjadi optimal.
Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian Rini dan Nadhiro
adalah penelitian sekarang menghubungkan variabel ASI eksklusif dengan
penurunan berat badan ibu menyusui di Puskesmas Ngawen Kabupaten
Klaten.

Anda mungkin juga menyukai