Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

SNH (STROKE NON HEMORAGIK)

Disusun Oleh :

Fita Martanti (P2105013)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH


KLATEN

JANUARI, 2022

1
LAPORAN PENDAHULUAN SNH ( STROKE NON HEMOREGIK)

A. Definisi
Dalam dokumen An Updated Definition of Stroke for the 21st Century, The Stroke
Council of the American Heart Association/American Stroke Association (2013)
mendefinisikan infark sistem saraf pusat sebagai kematian sel otak, medula spinalis, atau
retina akibat iskemik, berdasarkan :

1. Bukti neuropatologis, bukti neuroimaging, dan/atau bukti objektif lainnya adanya


cedera iskemik fokal pada otak, medulla spinalis, atau retina sesuai dengan distribusi
vaskuler, atau
2. Bukti klinis adanya cedera iskemik fokal pada otak, medula spinalis, atau retina
berdasarkan gejala yang menetap > 24 jam atau hingga mengalami kematian, dengan
faktor penyebab lain disingkirkan.
Stroke iskemik adalah episode disfungsi neurologis yang disebabkan oleh cedera
iskemik fokal, medulla spinalis, atau retina.10 Terjadinya lesi iskemik parenkim otak
disebabkan oleh gangguan suplai darah otak yang persisten, biasanya oleh blokade
pembuluh darah yang memberikan suplai (arterial), atau yang lebih jarang oleh hambatan
aliran vena yang menyebabkan statis darah di otak dengan gangguan sekunder pada
penghantaran oksigen dan nutrisi otak.

B. Etiologi
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke iskemik antaralain :

1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusisehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkanoedema dan kongesti di
sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orangtua yang sedang tidur atau bangun
tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali
memburuk pada 48 jam setelah thrombosis. Beberapa keadaan dibawah ini dapat
menyebabkan thrombosis otak :
2
a) Atherosklerosis
b) Hypercoagulasi pada polysitemia
c) Arteritis ( radang pada arteri ) 
2. Eroboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal darithrombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung
cepat dan gejala timbul kurang dari 10 – 30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat
menimbulkan emboli  :

a) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)


b) Myokard infark
c) Fibrilasi, Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosonganventrikel
sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktukosong sama sekali
dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
d) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknyagumpalan-
gumpalan pada endocardium.
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik klien yang terkena serangan stroke menurut (Black &Hawk,
2009), bervariasi tergantung pada penyebabnya, luas area neuron yangrusak, lokasi neuron
yang terkena serangan, dan kondisi pembuluh darahkolateral di serebral. Manifestasi dari
stroke iskemik termasuk hemiparesissementara, kehilangan fungsi wicara dan hilangnya
hemisensori (Black &Hawk, 2009). Stroke dapat dihubungkan dengan area kerusakan
neuron otakmaupun defisit neurologi, menurut Smeltzer dan Bare (2002) manifestasi
klinisdari stroke meliputi:

1. Kehilangan Motorik.
2. Aphasia
3. Disatria
4. Apraksia
5. Disfagia
6. Horner’s syndrome

3
7. Unilateral neglected
8. Defisit sensori
9. Perubahan perilaku
10. Inkontinensia

D. Patofisiologi
Patofisiologi stoke iskemik merupakan suatu proses yang kompleks, melibatkan
mekanisme eksotoksisitas, jalur inflamasi, kerusakan oksidatif, ketidakseimbangan ion,
apoptosis, angiogenesis, dan neuroprotektif. Kaskade iskemik yang terjadi pada stroke akut
menghasilkan kematian sel neuron dan kerusakan fungsional yang permanen. Strategi terapi
stroke berkembang menjadi dua tujuan utama; mengembalikan aliran darah otak dan
meminimalisir efek iskemik yang menyebabkan kematian neuron.

Sistem saraf pusat memiliki kebutuhan energi yang sangat tinggi dan hanya dapat
dipenuhi oleh suplai substrat metabolik yang terus menerus dan tidak terputus. Pada keadaan
normal, energi tersebut hanya berasal dari metabolisme aerob glukosa. Otak tidak memiliki
persediaan energi untuk digunakan saat terjadi gangguan penghantaran substrat. Sehingga
tanpa suplai glukosa dan oksigen yang adekuat, fungsi neuron akan menurun dalam
beberapa detik. Untuk mempertahankan jaringan otak intak secara struktural dan untuk
membuatnya tetap berfungsi membutuhkan sejumlah energi yang berbeda. Kebutuhan aliran
darah minimal untuk memelihara struktur otak adalah sekitar 5-8 ml/100 g/menit (pada jam
pertama iskemik). Sementara, kebutuhan aliran darah minimal untuk berlanjutnya fungsi
adalah 20 ml/100 g/menit. Karena itu, dapat terlihat adanya defisit fungsional tanpa
terjadinya kematian jaringan (infark).

Terdapat dua mekanisme patofisiologi pada iskemik otak yaitu hilang atau
berkurangnya suplai oksigen dan glukosa yang terjadi sekunder akibat oklusi vaskuler, serta
perubahan metabolisme seluler akibat gangguan proses produksi energi. Oklusi
menyebabkan gangguan hemodinamik aliran darah otak yang secara bertahap dikenal
beberapa critical level berdasarkan beratnya oklusi, yaitu:

4
1. Tingkat kritikal pertama Apabila aliran derah otak/CBF (cerebral blood flow) menurun
hingga 70-80% (kurang dari 50-55 ml/100 gr/menit), respon pertama otak adalah
terjadinya gangguan sintesa protein karena adanya disagregasi ribosom.
2. Tingkat kritikal kedua Apabila CBF berkurang hingga 50% (hingga 35 ml/100 gr/menit),
akan terjadi aktivasi glikolisis anaerob dan peningkatan konsentrasi laktat yang
selanjutnya berkembang menjadi asidosis laktat dan edema sitotoksik 13
3. Tingkat kritikal ketiga Terjadi bila CBF berkurang hingga 30% (hingga 20 ml/100
gr/menit). Pada keadaan ini akan terjadi berkurangnya produksi adenosine triphosphate
(ATP), defisit energi, gangguan transport aktif ion, instabilitas membran sel, serta
dilepaskannya neurotransmiter eksitatorik yang berlebihan.
Pada saat CBF hanya mencapai 20% dari nilai normal (10-15 ml/100 gr/menit),
neuron-neuron otak kehilangan gradien ion dan selanjutnya terjadi depolarisasi anoksik dari
membran. Jika jaringan otak mendapat aliran darah 13 kurang dari 10 ml/100 gr/menit akan
terjadi kerusakan neuron yang ireversibel secara cepat dalam waktu 6-8 menit. Daerah ini
disebut inti infark (ischemic core).

5
E. Pathway

6
7
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab strokeekstrakranial,
memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupaistroke, dan menentukan
beratnya defisit neurologi yang dialami.Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan
kepala dan leheruntuk mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi menings.
Pemeriksaanterhadap faktor kardiovaskuler penyebab stroke membutuhkan
pemeriksaanfundus okuler (retinopati, emboli, perdarahan), jantung (ritmik
ireguler, bising), dan vaskuler perifer (palpasi arteri karotis, radial, dan femoralis).Pasien
dengan gangguan kesadaran harus dipastikan mampu untuk menjaga jalan napasnya
sendiri. 

2. Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejalastroke,
memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejalaseperti stroke, dan
menyediakan informasi neurologi untuk mengetahuikeberhasilan terapi. Komponen
penting dalam pemeriksaan neurologimencakup pemeriksaan status mental dan tingkat
kesadaran, pemeriksaannervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral, gait,
danrefleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harusdiperiksa dan
tanda-tanda meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahanotot wajah pada stroke
harus dibedakan dengan Bell’s palsy di mana pada Bell’s palsy
biasanya ditemukan pada pasien yang tidak dapatmengererutkan dahi.

3. Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajarandan mungkin pula
menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia,trombositosis, trombositopenia,
dan leukemia). Pemeriksaan ini pundapat menunjukkan kemungkinan penyakit yang
sedang diderita saat iniseperti anemia.

8
b) Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainanyang memiliki
gejalah seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) ataudapat pula menunjukka
penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes,gangguan ginjal).
c) Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinankoagulopati pada pasien.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jikadigunakan terapi trombolitik dan
antikoagulan.
d) Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antarastroke dengan
penyakit jantung koroner. Penelitian lain jugamengindikasikan adanya hubungan
anatara peningkatan enzim jantungdengan hasil yang buruk dari stroke.
4. Pemeriksaan Radiologi
a) CT Scan Kepala Non Kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan strokehemoragik dan stroke
iskemik secara tepat kerena pasien strokeiskemik memerlukan pemberian trombolitik
sesegera mungkin.Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk
menentukandistribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinanadanya
kelainan lain yang gejalanya mirip dengan stroke(neoplasma, hematoma, abses).
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami. Setelah 6-
12 jam setelahstroke terbentuk daerah hipodense regional yang
menandakanterjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerahhipodense
yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulangmengenai waktu terjadinya
stroke. Tanda lain terjadinya strokeiskemik adalah adanya insular ribbon sign,
hiperdense MCA (oklusiMCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-
whitemater.

b) CT Perfussion
Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untukmengidentifikasi
daerah awal terjadinya iskemik. Denganmelanjutkan pemeriksaan scan setelah
kontras, perfusi dari regionotak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan
terjadinyaiskemik di daerah tersebut.

c) CT angiografi (CTA)

9
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan denganCT angiografi (CTA).
Pemeriksaan ini dapat dilanjutkan dengan CT angiografi (CTA). Pemeriksaan ini
dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral yang menunjukkan lesi
spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga dapat
memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami hipoperfusi
memberikan gambaran hipodense.

5. MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusilebih awal pada
stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaanMRI lainnya memerlukan
biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaanyang agak panjang. Protokol MRI
memiliki banyak kegunaan untuk padastroke akut. MR T1 dan T2 standar dapat
dikombinasikan dengan protokollain seperti diffusion-weighted imaging (DWI) dan
perfussion-weightedimaging (PWI) untuk meningkatkan sensitivitas agar dapat
mendeteksistroke iskemik akut. DWI dapat mendeteksi iskemik lebih cepat daripadaCT
scan dan MRI. Selain itu, DWI juga dapat mendeteksi iskemik padadaerah kecil. PWI
dapat mengukur langsung perfusi daerah di otak dengancara yang serupa dengan CT
perfusion. Kontras dimasukkan dan beberapagambar dinilai dari waktu ke waktu serta
dibandingkan.

6. USG, ECG, EKG, Chest X-Ray


Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigaistenosis atau
oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaandupleks karotis. USG transkranial
dopler berguna untuk mengevaluasianatomi vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di
antaranya MCA, arterikarotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan
ECG(ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien dengan stroke iskemik yangdicurigai
mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukanuntuk mendeteksi diseksi
aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebihakurat untuk mengidentifikasi trombi
pada atrium kiri. Modalitas lain
yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan fotothoraks.

G. Komplikasi

10
Komplikasi stroke menurut Satyanegara (1998) dalam Ariani (2012) adalah sebagai
berikut.

1. Komplikasi dini (0-48 jam pertama)


a. Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya menimbulkan kematian.
b. Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.
2. Komplikasi Jangka Pendek (1-14 hari pertama).
a. Pneumonia: akibat immobilisasi lama.
b. Infark miokard.
c. Emboli paru: cenderung terjadi 7-14 hari pasca-stroke, sering kali pada saat penderita
mulai mobilisasi.
d. Stroke rekuren: dapat terjadi pada setiap saat.
3. Komplikasi jangka panjang.
Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskular lain: penyakit vaskular perifer.

Menurut Smeltzer (2001) dalam Ariani (2012), komplikasi yang terjadi pada pasien
stroke yaitu sebagai berikut.

a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi.


b. Penurunan darah serebral.
c. Embolisme serebral.
Menurut Jaime Stockslager Buss (2013), komplikasi yang terjadi ada asien stroke
iskemik yaitu sebagai berikut:

a. Perubahan tingkat kesadaran


b. Aspirasi
c. Edema serebral
d. Kontraktur
e. Kematian
f. Ketidakseimbangan cairan
g. Infeksi
h. Embolisme paru

11
i. Gangguan sensorik
j. Tekanan darah tidak stabil
H. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi Trombolitik
Tissue plasminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara intravena akan
mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa
fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS (National Institute of
Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih
dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis
tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam.

2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang mengancam. Suatu
fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke telah terjadi, baik
apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang
memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotis dan
infark serebral akibat kardioemboli.

3. Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan hematokrit,
berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit, peningkatan kadar fibrinogen dan
aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini menimbulkan gangguan pada aliran darah.
Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi hemoreologi yaitu memperbaiki
mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit,
menghambat aggregasi trombosit dan menurunkan kadar fibrinogen plasma. Dengan demikian
eritrosit akan mengurangi viskositas darah.Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16/kg/hari,
maksimum 1200 mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset.

4. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)


a. Aspirin

12
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis atau
mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane A2.
Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai
bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Dosis
lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin harus diminum terus,
kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam
sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam
salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80 persen. Waktu
paro (half time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic
acid dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH. Sekitar 85 persen dari obat
yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan:
nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye.

b. Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)


Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah
aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi
membran platelet dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai
oleh ADP dan antraksi platelet-platelet. Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5
persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau
jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikas yang lebih serius,
teyapi jarang, adalah pur-pura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.

5. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi pasien
semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark serebral maka
pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus dilakukan.
6. Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna yang
mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah sirkulasi anterior atau
yang mengalami stenosis arteri karotis interna yang sedang hingga berat. Karotis
Endarterektomi adalah prosedur bedah untuk membersihkan plak dan membuka arteri

13
karotis yang menyempit di leher. Endarterektomi dan aspirin lebih baik digunakan
daripada penggunaan aspirin saja untuk mencegah stroke. Endarterektomi tidak dapat
digunakan untuk stroke di daerah vertebrobasiler atau oklusi karotis lengkap. Angka
mortalitas akibat prosedur karotis endarektomi berkisar 1-5% (Simon, Harvey, Stroke-
Surgery).
7. Angioplasti dan Sten Intraluminal
Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan vertebral serta
pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen pada stenosis arteri serebri
masih dalam penelitian. Suatu penelitian menyebutkan bahwa angioplasti lebih aman
dilaksanakan dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki resiko untuk terjadi
restenosis lebih besar. Carotid angioplasty dan stenting (CAS) digunakan sebagai
alternative dari carotid endarterectoomi untuk beberapa pasien. CAS berdasarkan pada
prinsip yang sama seperti angioplasty untuk penyakit jantung.
1) Sebuah kateter tube yang sangat kecil di insersikan ke dalam arteri di lipatan paha.
2) Melalui system sirkulasi sampai mencapai area yang tersumbat di arteri karotis.
3) Dapat juga mengahancurkan bekuan dengan mengembangkan balon kecil didalam
dindng pembuluh darah (angioplasty).
4) Setelah menggembungkan balon sementara waktu, dokter biasanya meninggalkan
kawat berbentuk sirkular(stent) ke dalam pembuluh darah untuk menjaga agar
pembuluh darah tetap terbuka. (Simon, Harvey. Stroke – Surgery)

I. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer

1) Airway

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat


kelemahan reflek batuk.

2) Breathing

14
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang
sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi.

3) Circulation

TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa
pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.

b. Pengkajian Sekunder

1) Aktivitas dan istirahat.

Data Subyektif: kesulitan dalam beraktivitas; kelemahan, kehilangan sensasi atau


paralysis, mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).

Data obyektif:

a) Perubahan tingkat kesadaran

b) Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis (hemiplegia), kelemahan


umum

c) Gangguan penglihatan

2) Sirkulasi

Data Subyektif: Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia,


gagal jantung , endokarditis bacterial), polisitemia.

Data obyektif:

a) Hipertensi arterial

b) Disritmia, perubahan EKG

c) Pulsasi : kemungkinan bervariasi

d) Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal.

15
3) Integritas ego

Data Subyektif:Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.

Data obyektif:

a) Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan.

b) Kesulitan berekspresi diri.

4) Eliminasi

Data Subyektif:Inkontinensia, anuria, distensi abdomen (kandung kemih sangat


penuh), tidak adanya suara usus(ileus paralitik).

5) Makan/ minum

Data Subyektif : Nafsu makan hilang, nausea / vomitus menandakan adanya


PTIK, kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia.Riwayat DM,
Peningkatan lemak dalam darah.

Data obyektif:

a) Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring)

b) Obesitas (faktor resiko).

6) Sensori Neural

Data Subyektif:

a) Pusing / syncope (sebelum CVA / sementara selama TIA)

b) Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.

c) Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati.

d) Penglihatan berkurang.

16
e) Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada
muka ipsilateral (sisi yang sama).

f) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.

Data obyektif:

a) Status mental : koma biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan


tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif.

b) Ekstremitas : kelemahan / paraliysis (kontralateral) pada semua jenis stroke,


genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam
(kontralateral).

c) Wajah: paralisis / parese (ipsilateral).

d) Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa), kemungkinan ekspresif/


kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global /
kombinasi dari keduanya.

e) Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil.

f) Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik.

g) Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi
lateral.

7) Nyeri / kenyamanan

Data Subyektif:Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.

Data obyektif:Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial.

8) Respirasi

Data Subyektif:Perokok (factor resiko).

9) Keamanan

17
Data obyektif:

a) Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan.

b) Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang


kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit.

c) Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali.

d) Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh.

e) Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang


kesadaran diri.

10) Interaksi social

Data obyektif:Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah : penyakit oklusi,
perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.

b. Hambatan mobilitas fisik b.d keterlibatan neuromuskuler, kelemahan, parestesia,


flaksid/ paralysis hipotonik, paralysis spastis. Kerusakan perceptual / kognitif.

c. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan.
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Perfusi jaringan serebral NOC : NIC :


tidak efektif b/d edema
serebral/penyumbatan Circulation status Intrakranial Pressure (ICP)
aliran darah
Tissue Prefusion : Monitoring (Monitor
tekanan
cerebral
intrakranial)
Kriteria Hasil :
1. Berikan informasi
 Mendemonstrasikan status kepada
sirkulasi yang ditandai dengan:

18
 Tekanan systole dan keluarga
diastole dalam rentang
yang diharapkan 2. Set alarm
 Tidak ada ortostatik 3. Monitor tekanan perfusi
hipertensi serebral
 Tidak ada tanda-tanda
4. Catat respon pasien
peningkatan tekanan
terhadap stimuli
intrakranial (tidak lebih
dari 15 mmHg) 5. Monitor tekanan
 Mendemonstrasikan intrakranial pasien dan
kemampuan kognitif yang respon neurology
ditandai dengan: terhadap aktivitas
 Berkomunikasi dengan 6. Monitor jumlah drainage
jelas dan sesuai dengan cairan serebrospinal
kemampuan
 Menunjukkan perhatian, 7. Monitor intake dan
konsentrasi dan orientasi output
 Memproses informasi cairan
 Membuat keputusan
dengan benar 8. Restrain pasien jika perlu
 Menunjukkan fungsi sensori 9. Monitor suhu dan angka
motori WBC
cranial yang utuh : tingkat
kesadaran 10. Kolaborasi pemberian
antibiotik
mambaik, tidak ada gerakan
gerakan involunter 11. Posisikan pasien pada
posisi semifowler
12. Minimalkan stimuli dari
lingkungan

Peripheral Sensation

Management (Manajemen

sensasi perifer)

1. Monitor adanya daerah


tertentu yang hanya peka

terhadap
panas/dingin/tajam/tumpu
l

2. Monitor adanya paretese


3. Instruksikan keluarga
untuk mengobservasi
kulit jika ada isi atau
laserasi
4. Gunakan sarun tangan
untuk proteksi
5. Batasi gerakan pada
kepala, leher dan
punggung
6. Monitor kemampuan
BAB

19
7. Kolaborasi pemberian
analgetik

8. Monitor adanya
tromboplebitis
9. Diskusikan mengenai
penyebab perubahan
sensasi

Bersihan Jalan Nafas NOC : NIC :


tidak Efektif
Respiratory status : Ventilation Airway Suction

Respiratory status : Airway patency 1. Pastikan kebutuhan oral/


Definisi : tracheal suctioning
Ketidakmampuan Aspiration Control 2. Auskultasi suara nafas
sebelum dan sesudah
untuk membersihkan suctioning.
sekresi atau obstruksi dari 3. Informasikan pada klien
saluran pernafasan untuk Kriteria Hasil : dan keluarga tentang
suctioning
mempertahankan  Mendemonstrasikan batuk
4. Minta klien nafas dalam
kebersihan efektif dan suara nafas yang
sebelum suction
bersih, tidak ada sianosis dan
dilakukan.
jalan nafas. dyspneu (mampu mengeluarkan
5. Berikan O2 dengan
sputum, mampu bernafas
menggunakan nasal untuk
dengan mudah, tidak ada pursed
memfasilitasi suksion
lips)
Batasan Karakteristik : nasotrakeal
 Menunjukkan jalan nafas yang
6. Gunakan alat yang steril
paten (klien tidak merasa
− Dispneu, Penurunan setiap melakukan tindakan
tercekik, irama nafas, frekuensi
suara nafas 7. Anjurkan pasien untuk
pernafasan dalam rentang
− Orthopneu istirahat dan napas dalam
normal, tidak ada suara nafas
− Cyanosis setelah kateter dikeluarkan
abnormal)
− Kelainan suara nafas dari nasotrakeal
 Mampu mengidentifikasikan
(rales, wheezing) 8. Monitor status oksigen
dan mencegah factor yang
pasien
dapat menghambat jalan nafas
− Kesulitan berbicara 9. Ajarkan keluarga
− Batuk, tidak efektif bagaimana cara
atau tidak ada melakukan suksion
10. Hentikan suksion dan
− Mata melebar
berikan oksigen apabila
− Produksi sputum
pasien menunjukkan
− Gelisah
bradikardi, peningkatan
− Perubahan frekuensi saturasi O2, dll.
dan irama nafas

Airway Management
Faktor-faktor yang
1. Buka jalan nafas,
berhubungan: guanakan teknik chin lift
atau jaw thrust bila perlu
- Lingkungan :
2. Posisikan pasien untuk
merokok, menghirup
memaksimalkan ventilasi
asap rokok, perokok
3. Identifikasi pasien
pasif-POK, infeksi
perlunya pemasangan alat
- Fisiologis : disfungsi
jalan nafas buatan
neuromuskular,
20
hiperplasia dinding 4. Pasang mayo bila perlu
bronkus, alergi jalan 5. Lakukan fisioterapi dada
nafas, asma. jika perlu
- Obstruksi jalan 6. Keluarkan sekret dengan
nafas : spasme jalan
nafas, sekresi
tertahan, banyaknya
mukus, adanya jalan
nafas buatan, sekresi
bronkus, adanya
eksudat di alveolus,
adanya benda asing
di jalan nafas.
Gangguan mobilitas fisik NOC : NIC :
b/d kerusakan
neuromuskuler Joint Movement : Active Exercise therapy :

Mobility Level ambulation

Definisi : Self care : ADLs 1. Monitoring vital


signsebelum/sesudah
Keterbatasan dalam Transfer performance latihan danlihat respon
pasien saatlatihan
kebebasan untuk Kriteria Hasil : 2. Konsultasikan
pergerakan fisik tertentu denganterapi fisik tentang
pada bagiantubuh atau satu  Klien meningkat dalam rencanaambulasi sesuai
atau lebih ekstremitas aktivitas fisik dengankebutuhan
 Mengerti tujuan 3. Bantu klien
daripeningkatan mobilitas untukmenggunakan
 Memverbalisasikanperasaan tongkat saatberjalan dan
Batasan karakteristik : dalammeningkatkan cegah terhadapcedera
kekuatandan 4. Ajarkan pasien atautenaga
- Postur tubuh yang kemampuanberpindah kesehatan laintentang
tidakstabil selama  Memperagakanpenggunaan alat teknik ambulasi
melakukankegiatan Bantuuntuk mobilisasi (walker) 5. Kaji kemampuan
rutin harian
pasiendalam mobilisasi
- Keterbatasankemamp
6. Latih pasien
uan untuk melakukan
dalampemenuhan
keterampilanmotorik
kebutuhan ADLssecara
kasar
mandiri sesuaikemampuan
- Keterbatasankemamp
7. Dampingi dan
uan untukmelakukan
Bantupasien saat
keterampilanmotorik
mobilisasi danbantu
halus
penuhi kebutuhanADLs
- Tidak ada
ps.
koordinasiatau
8. Berikan alat Bantu
pergerakan
jikaklien memerlukan.
yangtersentak-sentak
9. Ajarkan pasienbagaimana
- Keterbatasan ROM
merubah posisidan berikan
- Kesulitan
bantuan jikadiperlukan
berbalik(belok)
- Perubahan
gayaberjalan (Misal :
penurunankecepatan
berjalan,
kesulitanmemulai

21
jalan, langkahsempit,
kaki diseret,goyangan
yang berlebihanpada
posisi lateral)
- Penurunan waktu
reaksi
- Bergerak
menyebabkannafas
menjadi pendek
- Usaha yang kuat
untukperubahan
gerak(peningkatan
perhatian
untukaktivitas lain,
mengontrolperilaku,
fokus dalam
anggapan
ketidakmampuanakti
vitas)
- Pergerakan yang
lambat
- Bergerak
menyebabkan tremor

Faktor yang berhubungan :

− Pengobatan
− Terapi
pembatasangerak
− Kurang
pengetahuantentang
kegunaanpergerakan
fisik
− Indeks massa
tubuhdiatas 75 tahun
percentilsesuai
dengan usia
− Kerusakan
persepsisensori
− Tidak nyaman, nyeri
− Kerusakanmuskulosk
eletal
danneuromuskuler
− Intoleransiaktivitas/
penurunankekuatan
dan stamina
− Depresi mood atau
cemas
− Kerusakan kognitif
− Penurunan
kekuatanotot, kontrol
dan atau masa
− Keengganan
untukmemulai gerak

22
− Gaya hidup
yangmenetap, tidak
digunakan,deconditio
ning
− Malnutrisi selektif
atauumum

DAFTAR PUSTAKA

Harsono. 2000. Buku Ajar : Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Hudak C.M.,Gallo B.M. 1997. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC

Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta : Salemba Medika

Nugroho, W D. (2015). Hubungan Tingkat Kepatuhan Minum Obat dengan Rawat Inap Ulang
Pasien dengan Gagal Jantung Kongestif di RSUD DR. Moewardi. Jurnal Stikes Kusuma
Husada Surakarta

Nurarif, A H dan Hardhi K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction Publishing

Nurjannah I dan Roxana D T. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). Jakarta: Elsevier.

Nurlaela, ES. (2017). Upaya Penatalaksanaan Pola Napas Tidak Efektif Pada Pasien Congestive
Heart Failure. Jurnal. Surakarta: UMS.

Pamungkas, P N. (2015). Manajemen Terapi Oksigen Oleh Perawat di Ruang Instalasi Gawat
Darurat RSUD Karanganyar. Jurnal Keperawatan, hlm.3

Suratinoyo, I. (2016). Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Mekanisme Koping pada Pasien
Gagal Jantung Kongestif di Ruangan CVBC (Cardio Vaskuler Brain Centre) Lantai III di
RSUP. Prof. dr. R. D. Kandou Manado Ejournal Keperawatan (e-Kp) Volume 4 Nomor 1

23

Anda mungkin juga menyukai