Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN “STROKE ISKEMIK”

Di susun Oleh:

Deris Roza Yusri

012018002

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKes RANAH MINANG

TAHUN 2021/2022
A. KONSEP DASAR TEORI STROKE ISKEMIK
1. DEFINISI
Stroke didefinisikan sebagai suatu manifestasi klinis gangguan peredaran darah
otak yang menyebabkan deficit neurologis sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi
saraf otak. (IPD edisi IV,2007).
Definisi Stroke iskemik atau “brain attack” adalah kehilangan fungsi yang tiba-tiba
sebagai akibat dari gangguan suplai darah ke bagian-bagian otak, akibat sumbatan baik
sebagian atau total pada arteri. Tipe stroke ini terjadi hampir 80% dari kejadian stroke
(Goldszmidt & Caplan, 2011).
SI sering juga disebut cerebro vaskuler accident (CVA) yaitu gangguan fungsi
syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara
mendadak atau cepat dengan tanda atau gejala yang sesuai dengan daerah yang teerganggu
(Harsono, 2000).
Stroke Non Haemoragik (SNH) juga didefinisikan sebagai defisit neurologis fokal
yang mempunyai awitan mendadak dan berlangsung 24 jam dimana diakibatkan oleh
gangguan aliran darah di otak (Hudak & Gallo, 1997).
Stroke Non Haemoragik (SNH) adalah cedera otak yang berkaitan dengan
obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum atau
embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain di tubuh (Pahria, 2004).

2. ETIOLOGI
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke iskemik antara lain :
a. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali
memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis. Beberapa keadaan dibawah ini dapat
menyebabkan thrombosis otak :
1) Atherosklerosis
2) Hypercoagulasi pada polysitemia
3) Arteritis ( radang pada arteri )
b. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah,
lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas
dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala
timbul kurang dari 10-30 detik.Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :
1. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)
2. Myokard infark
3. Fibrilasi, Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel
sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali
dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-
gumpalan pada endocardium.

3. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik klien yang terkena serangan stroke menurut (Black & Hawk,
2009), bervariasi tergantung pada penyebabnya, luas area neuron yang rusak, lokasi
neuron yang terkena serangan, dan kondisi pembuluh darah kolateral di serebral.
Manifestasi dari stroke iskemik termasuk hemiparesis sementara, kehilangan fungsi wicara
dan hilangnya hemisensori (Black & Hawk, 2009). Stroke dapat dihubungkan dengan area
kerusakan neuron otak maupun defisit neurologi, menurut Smeltzer dan Bare (2002)
manifestasi klinis dari stroke meliputi:
a. Kehilangan Motorik.
b. Aphasia
c. Disatria
d. Apraksia
e. Disfagia
f. Horner’s syndrome
g. Unilateral neglected
h. Defisit sensori
i. Perubahan perilaku
j. Inkontinensia
4. ANATOMI FISIOLOGI
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal
sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah
neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-
beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat
tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam
darah arterial.
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15% dari
darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak mendapat
darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis
(kanan dan kiri), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi
arteri serebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke
bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya
sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior
membentuk suatu sirkulus willisi.
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi dari
otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas,
sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara
sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat
koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan serabut serabut saraf ke target
organ.
5. PATOFISIOLOGI/PATHWAY
Otak menerima aliran darah dengan fungsi yang normal, serta membutuhkan
oksigen dan glukosa. Secara umum aliran darah sangat penting untuk pergerakan sampah
dari metabolic, karbon dioksida, dan laksit aksid. Jika aliran darah otak berhenti maka otak
dapat tercemar. Segala proses dari autoregulasi serebral aliran darah memenuhi angka rata-
rata 750 ml/menit dalam respon perubahan tekanan darah atau perubahan karbon dioksida
arteri serebral menjadi dilatasi atau kontriksi.
Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow (CBF)
yang menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan durasi penurunan
Cerebral Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan dengan jejas yang terjadi. Jika
suplai darah ke otak terganggu selama 30 detik, maka metabolisme di otak akan berubah.
Setelah satu menit terganggu, fungsi neuron akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat
terjadi infark. Bagaimanapun, jika oksigenasi ke otak dapat diperbaiki dengan cepat,
kerusakan kemungkinan bersifat reversibel.
Stoke Non Haemoragik (SNH) dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis
serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari.
Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umummnya baik.Dalam keadaan
iskemik, kadar kalium akan meningkat disertai penurunan ATP dan kreatin fosfat. Akan
tetapi, perubahan masih bersifat reversibel apabila sirkulasi dapat kembali normal.
Ion kalium yang meninggi di ruang ekstraseluler akan menyebabkan
pembengkakan sel astroglia, sehingga mengganggu transport oksigen dan bahan makanan
ke otak. Sel yang mengalami iskemia akan melepaskan glutamat dan aspartat yang akan
menyebabkan influx natrium dan kalsium ke dalam sel. Kalsium yang tinggi di intraseluler
akan menghancurkan membran fosfolipid sehingga terjadi asam lemak bebas, antara lain
asam arakhidonat. Asam arakhidonat merupakan prekursor dari prostasiklin dan
tromboksan A2. Prostasiklin merupakan vasodilator yang kuat dan mencegah agregasi
trombosit, sedangkan tromboksan A2 merangsang terjadinya agregasi trombosit.
Pada keadaan normal, prostasiklin dan tromboksan A2 berada dalam keseimbangan
sehingga agregasi trombosit tidak terjadi. Bila keseimbangan ini terganggu, akan terjadi
agregasi trombosit. Prostaglandin, leukotrien, dan radikal bebas terakumulasi. Protein dan
enzim intraseluler terdenaturasi, setelah itu sel membengkak (edema seluler). Akumulasi
asam laktat pada jaringan otak berperan dalam perluasan kerusakan sel. Akumulasi asam
laktat yang dapat menimbulkan neurotoksik terjadi apabila kadar glukosa darah otak tinggi
sehingga terjadi peningkatan glikolisis dalam keadaan iskemia.
Fibrinogen merupakan molekul protein yang penting untuk tubuh manusia. Ia
memiliki fungsi untuk pembekuan darah. Harga fibrinogen darah dalam tubuh normalnya
antara 200-400 mg/dl. Fibrinogen berlebihan bisa memengaruhi aliran darah sehingga
kemampuan penyediaan oksigen dalam darah bisa menurun. Darah akan menjadi kental
dan alirannya menjadi lambat. Fibrinogen, jika menyatu dengan trombosit, bisa
mencetuskan formasi bekuan darah pada pembuluh darah arteri. Selanjutnya, ia bisa
berubah menjadi fibrin dan hasil akhirnya terjadi pembekuan darah. Fibrinogen bersamaan
dengan kolesterol LDL bisa pula membentuk endapan aterosklerosis yang akhirnya
menyumbat pembuluh darah arteri. Misalnya, pada pembuluh darah koroner jantung.
Stroke juga dimungkinkan terjadi terkait bekuan darah arteri otak yang diakibatkan
penurunan aliran darah ke otak. Atas dasar berbagai hal di atas, sangat penting
menurunkan kadar fibrinogen supaya risiko bekuan darah yang tidak normal pada
pembuluh darah arteri berkurang. Fibrinogen yang berlebihan dalam jangka panjang bisa
bertindak sebagai bahan aktif untuk terbentuknya pengapuran pembuluh darah. Jika terjadi
pada pembuluh darah otak, hal itu bisa menyebabkan stroke. Meski begitu, fibrinogen
bukan satu-satunya penyebab stroke. Banyak pula faktor pencetus lain seperti diabetes,
tekanan darah tinggi, dyslipidemia, rokok, obesitas, dan umur yang lanjut.
Tingginya fibrinogen dalam tubuh bisa juga disebabkan kebiasaan merokok. Udara
yang dingin juga terkait dengan peningkatan fibrinogen darah. Itu dibuktikan dari data
penelitian di negara dengan empat musim. Angka kejadian stroke meningkat pada musim
dingin dibandingkan saat musim panas. Faktor keturunan yang dibawa kelainan genetik
juga merupakan salah satu penyebab peningkatan fibrinogen.
6. PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke ekstrakranial,
memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan menentukan
beratnya defisit neurologi yang dialami.
Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari
tanda trauma, infeksi, dan iritasi menings. Pemeriksaan terhadap faktor kardiovaskuler
penyebab stroke membutuhkan pemeriksaan fundus okuler (retinopati, emboli,
perdarahan), jantung (ritmik ireguler, bising), dan vaskuler perifer (palpasi arteri karotis,
radial, dan femoralis). Pasien dengan gangguan kesadaran harus dipastikan mampu untuk
menjaga jalan napasnya sendiri.
b. Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala stroke,
memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti stroke, dan
menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi. Komponen
penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan tingkat
kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral, gait,
dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus diperiksa dan
tanda-tanda meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus
dibedakan dengan Bell’s palsy di mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan pada pasien
yang tidak dapat mengererutkan dahi.
c. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin
pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis, trombositopenia,
dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan kemungkinan penyakit yang
sedang diderita saat ini seperti anemia.
2) Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang memiliki
gejalah seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula menunjukka penyakit
yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal).
3) Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada
pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik dan
antikoagulan.
4) Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan
penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya hubungan anatara
peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari stroke.
d. Pemeriksaan Radiologi
1. CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan stroke iskemik
secara tepat kerena pasien stroke iskemik memerlukan pemberian trombolitik sesegera
mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi
dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalanya mirip
dengan stroke (neoplasma, hematoma, abses). Adanya perubahan hasil CT scan pada
infark serebri akut harus dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah
hipodense regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat
daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu
terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke iskemik adalah adanya insular ribbon sign,
hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white
mater.
2. CT Perfussion
Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untuk mengidentifikasi daerah
awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi
dari region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di
daerah tersebut.
3. CT angiografi (CTA)
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi (CTA).
Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral yang menunjukkan
lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga dapat
memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami hipoperfusi memberikan
gambaran hipodense.
4. MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih awal pada
stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI lainnya memerlukan
biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang. Protokol MRI
memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut. MR T1 dan T2 standar dapat
dikombinasikan dengan protokol lain seperti diffusion-weighted imaging (DWI) dan
perfussion-weighted imaging (PWI) untuk meningkatkan sensitivitas agar dapat
mendeteksi stroke iskemik akut. DWI dapat mendeteksi iskemik lebih cepat daripada CT
scan dan MRI. Selain itu, DWI juga dapat mendeteksi iskemik pada daerah kecil. PWI
dapat mengukur langsung perfusi daerah di otak dengan cara yang serupa dengan CT
perfusion. Kontras dimasukkan dan beberapa gambar dinilai dari waktu ke waktu serta
dibandingkan.
5. USG, ECG, EKG, Chest X-Ray
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis atau oklusi
arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial dopler
berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di
antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG
(ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien dengan stroke iskemik yang dicurigai
mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi
aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi
pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung
adalah EKG dan foto thoraks.

7. PENATALAKSANAAN MEDIS
a) Terapi Trombolitik
Tissue plasminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara intravena akan
mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang mampu
menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS
(National Institute of Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA
diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg
(maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya
diberikan dalam tempo 1 jam.
b) Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang mengancam. Suatu fakta
yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke telah terjadi, baik
apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan
yang memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri
karotis dan infark serebral akibat kardioemboli.
c) Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan hematokrit,
berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit, peningkatan kadar fibrinogen dan
aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini menimbulkan gangguan pada aliran darah.
Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi hemoreologi yaitu memperbaiki
mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit,
menghambat aggregasi trombosit dan menurunkan kadar fibrinogen plasma. Dengan
demikian eritrosit akan mengurangi viskositas darah.Pentoxyfilline diberikan dalam dosis
16/kg/hari, maksimum 1200 mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset.
d) Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
1) Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis atau mengurangi
lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan
obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari
50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg
2 kali sehari. Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan.
Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak
rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma:
50-80 persen. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi
(dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH. Sekitar 85
persen dari obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang
merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga:
sindrom Reye.
2) Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat menggunakan
tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi,
dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan
penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-
platelet. Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen).
Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3
bulan. Komplikas yang lebih serius, teyapi jarang, adalah pur-pura trombositopenia
trombotik dan anemia aplastik.
e) Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi pasien semakin
buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark serebral maka pemindahan dari
jaringan yang mengalami infark harus dilakukan.
f) Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna yang mengalami
stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah sirkulasi anterior atau yang
mengalami stenosis arteri karotis interna yang sedang hingga berat. Karotis
Endarterektomi adalah prosedur bedah untuk membersihkan plak dan membuka arteri
karotis yang menyempit di leher. Endarterektomi dan aspirin lebih baik digunakan
daripada penggunaan aspirin saja untuk mencegah stroke. Endarterektomi tidak dapat
digunakan untuk stroke di daerah vertebrobasiler atau oklusi karotis lengkap. Angka
mortalitas akibat prosedur karotis endarektomi berkisar 1-5% (Simon, Harvey, Stroke-
Surgery).
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose
medis.
b. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang
melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai
tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang
lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
f. Aktivitas dan istirahat.
Data Subyektif: kesulitan dalam beraktivitas; kelemahan, kehilangan sensasi
atau paralysis, mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).
Data obyektif:
a) Perubahan tingkat kesadaran
b) Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis (hemiplegia),
kelemahan umum
c) Gangguan penglihatan

g.Sirkulasi

Data Subyektif: Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal
jantung , endokarditis bacterial), polisitemia.

Data obyektif:
a) Hipertensi arterial
b) Disritmia, perubahan EKG
c) Pulsasi : kemungkinan bervariasi
d) Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal.
a. Integritas ego
Data Subyektif: Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.
Data obyektif:
a) Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan.
b) Kesulitan berekspresi diri.
b. Eliminasi
Data Subyektif: Inkontinensia, anuria, distensi abdomen (kandung kemih
sangat penuh), tidak adanya suara usus (ileus paralitik).
c. Makan/ minum
Data Subyektif : Nafsu makan hilang, nausea / vomitus menandakan adanya
PTIK, kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia. Riwayat DM,
Peningkatan lemak dalam darah.
Data obyektif:
a) Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring)
b) Obesitas (faktor resiko).
d. Sensori Neural
Data Subyektif:
a) Pusing / syncope (sebelum CVA / sementara selama TIA)
b) Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
arachnoid.
c) Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati.
d) Penglihatan berkurang.
e) Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan
pada muka ipsilateral (sisi yang sama).
f) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
Data obyektif:
a) Status mental : koma biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan
tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi
kognitif.
b) Ekstremitas : kelemahan / paraliysis (kontralateral) pada semua jenis
stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon
dalam (kontralateral).
c) Wajah: paralisis / parese (ipsilateral).
d) Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa), kemungkinan
ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata
komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
e) Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli
taktil.
f) Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik.
g) Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi
ipsi lateral.
e. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif: Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.
Data obyektif: Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot /
fasial.
f. Respirasi
Data Subyektif: Perokok (factor resiko).
g. Keamanan
Data obyektif:
a) Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan.
b) Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang
kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit.
c) Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah
dikenali.
d) Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu
tubuh.
e) Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan,
berkurang kesadaran diri.
h. Interaksi social
Data obyektif: Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah : penyakit
oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.
b. Hambatan mobilitas fisik b.d keterlibatan neuromuskuler, kelemahan,
parestesia, flaksid/ paralysis hipotonik, paralysis spastis. Kerusakan
perceptual / kognitif.
c. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat
pernapasan.

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Perfusi jaringan serebral tidak NOC : NIC :
efektif b/d edema Circulation status Intrakranial Pressure (ICP)
serebral/penyumbatan aliran Tissue Prefusion : Monitoring (Monitor
darah cerebral tekanan
Kriteria Hasil : intrakranial)
 Mendemonstrasikan status 1. Berikan informasi kepada
sirkulasi yang ditandai dengan: keluarga
 Tekanan systole dan diastole 2. Set alarm
dalam rentang yang 3. Monitor tekanan perfusi
diharapkan serebral
 Tidak ada ortostatik 4. Catat respon pasien
hipertensi terhadap stimuli
 Tidak ada tanda-tanda 5. Monitor tekanan
peningkatan tekanan intrakranial pasien dan
intrakranial (tidak lebih dari respon neurology terhadap
15 mmHg) aktivitas
 Mendemonstrasikan kemampuan 6. Monitor jumlah drainage
kognitif yang ditandai dengan: cairan serebrospinal

 Berkomunikasi dengan jelas 7. Monitor intake dan output

dan sesuai dengan cairan

kemampuan 8. Restrain pasien jika perlu

 Menunjukkan perhatian, 9. Monitor suhu dan angka


konsentrasi dan orientasi WBC
 Memproses informasi 10. Kolaborasi pemberian
 Membuat keputusan dengan antibiotik
benar 11. Posisikan pasien pada
 Menunjukkan fungsi sensori posisi semifowler
motori 12. Minimalkan stimuli dari
cranial yang utuh : tingkat kesadaran lingkungan
mambaik, tidak ada gerakan gerakan Peripheral Sensation
involunter Management (Manajemen
sensasi perifer)
1. Monitor adanya daerah
tertentu yang hanya peka
terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul
2. Monitor adanya paretese
3. Instruksikan keluarga
untuk mengobservasi kulit
jika ada isi atau laserasi
4. Gunakan sarun tangan
untuk proteksi
5. Batasi gerakan pada
kepala, leher dan punggung
6. Monitor kemampuan BAB
7. Kolaborasi pemberian
analgetik
8. Monitor adanya
tromboplebitis
9. Diskusikan mengenai
penyebab perubahan
sensasi
Bersihan Jalan Nafas tidak NOC : NIC :
Efektif Respiratory status : Ventilation Airway Suction
Respiratory status : Airway patency 1. Pastikan kebutuhan oral/
Definisi : Ketidakmampuan Aspiration Control tracheal suctioning
untuk membersihkan sekresi atau 2. Auskultasi suara nafas
obstruksi dari saluran pernafasan Kriteria Hasil : sebelum dan sesudah
untuk  Mendemonstrasikan batuk efektif suctioning.
mempertahankan kebersihan dan suara nafas yang bersih, tidak 3. Informasikan pada klien

jalan nafas. ada sianosis dan dyspneu (mampu dan keluarga tentang
mengeluarkan sputum, mampu suctioning
Batasan Karakteristik : bernafas dengan mudah, tidak ada 4. Minta klien nafas dalam
− Dispneu, Penurunan suara pursed lips) sebelum suction dilakukan.
nafas  Menunjukkan jalan nafas yang 5. Berikan O2 dengan
− Orthopneu paten (klien tidak merasa menggunakan nasal untuk
− Cyanosis tercekik, irama nafas, frekuensi memfasilitasi suksion
− Kelainan suara nafas pernafasan dalam rentang normal, nasotrakeal
(rales, wheezing) tidak ada suara nafas abnormal) 6. Gunakan alat yang steril
− Kesulitan berbicara  Mampu mengidentifikasikan dan setiap melakukan tindakan
mencegah factor yang dapat 7. Anjurkan pasien untuk
− Batuk, tidak efektif atau tidak
menghambat jalan nafas istirahat dan napas dalam
ada
− Mata melebar setelah kateter dikeluarkan

− Produksi sputum dari nasotrakeal


8. Monitor status oksigen
− Gelisah
pasien
− Perubahan frekuensi dan
9. Ajarkan keluarga
irama nafas
bagaimana cara melakukan
suksion
Faktor-faktor yang
10. Hentikan suksion dan
berhubungan:
berikan oksigen apabila
- Lingkungan : merokok,
pasien menunjukkan
menghirup asap rokok,
bradikardi, peningkatan
perokok pasif-POK, infeksi
saturasi O2, dll.
- Fisiologis : disfungsi
neuromuskular, hiperplasia
Airway Management
dinding bronkus, alergi jalan
1. Buka jalan nafas, guanakan
nafas, asma.
teknik chin lift atau jaw
- Obstruksi jalan nafas : thrust bila perlu
spasme jalan nafas, sekresi 2. Posisikan pasien untuk
tertahan, banyaknya mukus, memaksimalkan ventilasi
adanya jalan nafas buatan, 3. Identifikasi pasien perlunya
sekresi bronkus, adanya pemasangan alat jalan nafas
eksudat di alveolus, adanya buatan
benda asing di jalan nafas. 4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan
Gangguan mobilitas fisik b/d NOC : NIC :
kerusakan neuromuskuler Joint Movement : Active Exercise therapy :
Mobility Level ambulation
Self care : ADLs 1. Monitoring vital sign
Definisi :
Transfer performance sebelum/ sesudah latihan
Keterbatasan dalam
Kriteria Hasil : dan lihat respon pasien saat
kebebasan untuk pergerakan fisik
 Klien meningkat dalam aktivitas latihan
tertentu pada bagian tubuh atau
fisik 2. Konsultasikan dengan
satu atau lebih ekstremitas
 Mengerti tujuan dari peningkatan terapi fisik tentang rencana
mobilitas ambulasi sesuai dengan
Batasan karakteristik :
 Memverbalisasikan perasaan kebutuhan
- Postur tubuh yang tidak stabil
dalam meningkatkan kekuatan 3. Bantu klien untuk
selama melakukan kegiatan
dan kemampuan berpindah menggunakan tongkat saat
rutin harian
 Memperagakan penggunaan alat berjalan dan cegah terhadap
- Keterbatasan kemampuan
Bantu untuk mobilisasi (walker) cedera
untuk melakukan
4. Ajarkan pasien atau tenaga
keterampilan motorik kasar
kesehatan lain tentang
- Keterbatasan kemampuan
teknik ambulasi
untuk melakukan
5. Kaji kemampuan pasien
keterampilan motorik halus
dalam mobilisasi
- Tidak ada koordinasi atau
6. Latih pasien dalam
pergerakan yang tersentak-
pemenuhan kebutuhan
sentak
ADLs secara mandiri sesuai
- Keterbatasan ROM
- Kesulitan berbalik (belok) kemampuan
- Perubahan gaya berjalan 7. Dampingi dan Bantu pasien
(Misal : penurunan kecepatan saat mobilisasi dan bantu
berjalan, kesulitan memulai penuhi kebutuhan ADLs ps.
jalan, langkah sempit, kaki 8. Berikan alat Bantu jika
diseret, goyangan yang klien memerlukan.
berlebihan pada posisi lateral) 9. Ajarkan pasien bagaimana
- Penurunan waktu reaksi merubah posisi dan berikan
- Bergerak menyebabkan nafas bantuan jika diperlukan
menjadi pendek
- Usaha yang kuat untuk
perubahan gerak
(peningkatan perhatian untuk
aktivitas lain, mengontrol
perilaku, fokus dalam
anggapan ketidakmampuan
aktivitas)
- Pergerakan yang lambat
- Bergerak menyebabkan
tremor

Faktor yang berhubungan :


− Pengobatan
− Terapi pembatasan gerak
− Kurang pengetahuan tentang
kegunaan pergerakan fisik
− Indeks massa tubuh diatas 75
tahun percentil sesuai dengan
usia
− Kerusakan persepsi sensori
− Tidak nyaman, nyeri
− Kerusakan muskuloskeletal
dan neuromuskuler
− Intoleransi
aktivitas/penurunan kekuatan
dan stamina
− Depresi mood atau cemas
− Kerusakan kognitif
− Penurunan kekuatan otot,
kontrol dan atau masa
− Keengganan untuk memulai
gerak
− Gaya hidup yang menetap,
tidak digunakan,
deconditioning
− Malnutrisi selektif atau umum
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, arif .2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta :FKUI

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Guyton, Arthur C., dkk. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta:
EGC

Harsono. 2000. Buku Ajar : Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press

Hudak C.M.,Gallo B.M. 1997. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Jakarta :


EGC

Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta :


Salemba Medika

Price S.A.2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta : EGC

Tuti Pahria, dkk. 2004. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: EGC

Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Jilid 2, Bandung, Yayasan Ikatan


Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996.

Tuti Pahria, dkk, Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem
Persyarafan, Jakarta, EGC, 1993.

Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, Asuhan Keperawatan


Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan , Jakarta, Depkes, 1996.

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah, Jakarta, EGC, 2002.

Harsono, Buku Ajar : Neurologi Klinis,Yogyakarta, Gajah Mada university press,


1996.

Anda mungkin juga menyukai