Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE ISKEMIK

Nama: Hendrik Wahyudi Aritonang


NIM: P07520121099
Dosen: Juliandi, S.Kep, Ns, M.Kes

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN


PRODI D-III JURUSAN KEPERAWATAN
T.A 2023/2024
FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Stroke didefinisikan sebagai suatu manifestasi klinis gangguan peredaran darah otak
yang menyebabkan deficit neurologis sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak.
(IPD edisi IV,2007).
Definisi Stroke iskemik atau “brain attack” adalah kehilangan fungsi yang tiba-tiba
sebagai akibat dari gangguan suplai darah ke bagian-bagian otak, akibat sumbatan baik sebagian
atau total pada arteri. Tipe stroke ini terjadi hampir 80% dari kejadian stroke (Goldszmidt &
Caplan, 2011).
SI sering juga disebut cerebro vaskuler accident (CVA) yaitu gangguan fungsi syaraf yang
disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak atau
cepat dengan tanda atau gejala yang sesuai dengan daerah yang teerganggu (Harsono, 2000).
Stroke Non Haemoragik (SNH) juga didefinisikan sebagai defisit neurologis fokal yang
mempunyai awitan mendadak dan berlangsung 24 jam dimana diakibatkan oleh gangguan aliran
darah di otak (Hudak & Gallo, 1997).
Stroke Non Haemoragik (SNH) adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi
aliran darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum atau embolis yang
mengalir ke otak dan tempat lain di tubuh (Pahria, 2004).

2. Etiologi
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke iskemik antara lain :
a. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali
memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis. Beberapa keadaan dibawah ini dapat
menyebabkan thrombosis otak :
1) Atherosklerosis
2) Hypercoagulasi pada polysitemia
3) Arteritis ( radang pada arteri )

b. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah,
lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas
dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala
timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan
emboli :
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)
2) Myokard infark
3) Fibrilasi, Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel
sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali
dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-
gumpalan pada endocardium

3. Patofisiologi
Otak menerima aliran darah dengan fungsi yang normal, serta membutuhkan oksigen
dan glukosa. Secara umum aliran darah sangat penting untuk pergerakan sampah dari
metabolic, karbon dioksida, dan laksit aksid. Jika aliran darah otak berhenti maka otak dapat
tercemar. Segala proses dari autoregulasi serebral aliran darah memenuhi angka rata-rata 750
ml/menit dalam respon perubahan tekanan darah atau perubahan karbon dioksida arteri
serebral menjadi dilatasi atau kontriksi.
Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) yang
menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan durasi penurunan Cerebral
Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan dengan jejas yang terjadi. Jika suplai darah ke otak
terganggu selama 30 detik, maka metabolisme di otak akan berubah. Setelah satu menit
terganggu, fungsi neuron akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat terjadi infark.
Bagaimanapun, jika oksigenasi ke otak dapat diperbaiki dengan cepat, kerusakan kemungkinan
bersifat reversibel.
Stoke Non Haemoragik (SNH) dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebral,
biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul
edema sekunder. Kesadaran umummnya baik.Dalam keadaan iskemik, kadar kalium akan
meningkat disertai penurunan ATP dan kreatin fosfat. Akan tetapi, perubahan masih bersifat
reversibel apabila sirkulasi dapat kembali normal.
Ion kalium yang meninggi di ruang ekstraseluler akan menyebabkan pembengkakan sel
astroglia, sehingga mengganggu transport oksigen dan bahan makanan ke otak. Sel yang
mengalami iskemia akan melepaskan glutamat dan aspartat yang akan menyebabkan influx
natrium dan kalsium ke dalam sel. Kalsium yang tinggi di intraseluler akan menghancurkan
membran fosfolipid sehingga terjadi asam lemak bebas, antara lain asam arakhidonat. Asam
arakhidonat merupakan prekursor dari prostasiklin dan tromboksan A2. Prostasiklin merupakan
vasodilator yang kuat dan mencegah agregasi trombosit, sedangkan tromboksan A2 merangsang
terjadinya agregasi trombosit.
Pada keadaan normal, prostasiklin dan tromboksan A2 berada dalam keseimbangan
sehingga agregasi trombosit tidak terjadi. Bila keseimbangan ini terganggu, akan terjadi agregasi
trombosit. Prostaglandin, leukotrien, dan radikal bebas terakumulasi. Protein dan enzim
intraseluler terdenaturasi, setelah itu sel membengkak (edema seluler). Akumulasi asam laktat
pada jaringan otak berperan dalam perluasan kerusakan sel. Akumulasi asam laktat yang dapat
menimbulkan neurotoksik terjadi apabila kadar glukosa darah otak tinggi sehingga terjadi
peningkatan glikolisis dalam keadaan iskemia.
Fibrinogen merupakan molekul protein yang penting untuk tubuh manusia. Ia memiliki
fungsi untuk pembekuan darah. Harga fibrinogen darah dalam tubuh normalnya antara 200-400
mg/dl. Fibrinogen berlebihan bisa memengaruhi aliran darah sehingga kemampuan penyediaan
oksigen dalam darah bisa menurun. Darah akan menjadi kental dan alirannya menjadi lambat.
Fibrinogen, jika menyatu dengan trombosit, bisa mencetuskan formasi bekuan darah pada
pembuluh darah arteri. Selanjutnya, ia bisa berubah menjadi fibrin dan hasil akhirnya terjadi
pembekuan darah. Fibrinogen bersamaan dengan kolesterol LDL bisa pula membentuk endapan
aterosklerosis yang akhirnya menyumbat pembuluh darah arteri. Misalnya, pada pembuluh
darah koroner jantung.
Stroke juga dimungkinkan terjadi terkait bekuan darah arteri otak yang diakibatkan
penurunan aliran darah ke otak. Atas dasar berbagai hal di atas, sangat penting menurunkan
kadar fibrinogen supaya risiko bekuan darah yang tidak normal pada pembuluh darah arteri
berkurang. Fibrinogen yang berlebihan dalam jangka panjang bisa bertindak sebagai bahan aktif
untuk terbentuknya pengapuran pembuluh darah. Jika terjadi pada pembuluh darah otak, hal itu
bisa menyebabkan stroke. Meski begitu, fibrinogen bukan satu-satunya penyebab stroke.
Banyak pula faktor pencetus lain seperti diabetes, tekanan darah tinggi, dyslipidemia, rokok,
obesitas, dan umur yang lanjut.
Tingginya fibrinogen dalam tubuh bisa juga disebabkan kebiasaan merokok. Udara yang
dingin juga terkait dengan peningkatan fibrinogen darah. Itu dibuktikan dari data penelitian di
negara dengan empat musim. Angka kejadian stroke meningkat pada musim dingin
dibandingkan saat musim panas. Faktor keturunan yang dibawa kelainan genetik juga
merupakan salah satu penyebab peningkatan fibrinogen.

4. Tanda dan Gejala


a. Tiba –tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separuh badan.
b. Tiba – tiba hilang rasa peka.
c. Bicara pelo.
d. Gangguan bicara dan bahasa.
e. Gangguan penglihatan.
f. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai.
g. Gangguan daya ingat.
h. Nyeri kepala hebat.
i. Vertigo.
j. Kesadaran menurun
k. Proses kencing terganggu
l. Gangguan fungsi otak.

5. Pemeriksaan Diagnostik
Wijaya dan Mariza (2013) dalam Santoso, L.E (2018).
a. Angiografi serebral
b. Elektro encefalography
c. Sinar x tengkorak
d. Ultrasonography Doppler
e. CT- Scan dan MRI
f. Pemeriksaan foto thorax
g. Pemeriksaan laboratorium

6. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi Trombolitik
Tissue plasminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara intravena
akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang mampu
menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS
(National Institute of Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA
diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg
(maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya
diberikan dalam tempo 1 jam.

b. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang mengancam. Suatu
fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke telah terjadi,
baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif dengan hemiplegia.
Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris,
trombosis arteri karotis dan infark serebral akibat kardioemboli.
c. Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan hematokrit,
berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit, peningkatan kadar fibrinogen
dan aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini menimbulkan gangguan pada aliran darah.
Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi hemoreologi yaitu memperbaiki
mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit,
menghambat aggregasi trombosit dan menurunkan kadar fibrinogen plasma. Dengan
demikian eritrosit akan mengurangi viskositas darah.Pentoxyfilline diberikan dalam dosis
16/kg/hari, maksimum 1200 mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset.

d. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)


1) Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis atau
mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane A2.
Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai
bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Dosis
lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin harus diminum terus,
kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah
diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat
terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80 persen. Waktu paro
(half time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan
glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH. Sekitar 85 persen dari obat yang
diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri
epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye.
2) Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah
aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi
membran platelet dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang
diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-platelet. Efek samping tiklopidin adalah
diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila obat dihentikan akan reversibel.
Pantau jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikas yang lebih
serius, teyapi jarang, adalah pur-pura trombositopenia trombotik dan anemia
aplastik.

e. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi pasien
semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark serebral maka
pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus dilakukan.

f. Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna yang
mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah sirkulasi anterior
atau yang mengalami stenosis arteri karotis interna yang sedang hingga berat. Karotis
Endarterektomi adalah prosedur bedah untuk membersihkan plak dan membuka arteri
karotis yang menyempit di leher. Endarterektomi dan aspirin lebih baik digunakan
daripada penggunaan aspirin saja untuk mencegah stroke. Endarterektomi tidak dapat
digunakan untuk stroke di daerah vertebrobasiler atau oklusi karotis lengkap. Angka
mortalitas akibat prosedur karotis endarektomi berkisar 1-5% (Simon, Harvey, Stroke-
Surgery).

g. Angioplasti dan Sten Intraluminal


Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan vertebral serta
pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen pada stenosis arteri
serebri masih dalam penelitian. Suatu penelitian menyebutkan bahwa angioplasti lebih
aman dilaksanakan dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki resiko untuk
terjadi restenosis lebih besar. Carotid angioplasty dan stenting (CAS) digunakan sebagai
alternative dari carotid endarterectoomi untuk beberapa pasien. CAS berdasarkan pada
prinsip yang sama seperti angioplasty untuk penyakit jantung.
1) Sebuah kateter tube yang sangat kecil di insersikan ke dalam arteri di lipatan paha.
2) Melalui system sirkulasi sampai mencapai area yang tersumbat di arteri karotis.
3) Dapat juga mengahancurkan bekuan dengan mengembangkan balon kecil didalam
dindng pembuluh darah (angioplasty).
4) Setelah menggembungkan balon sementara waktu, dokter biasanya meninggalkan
kawat berbentuk sirkular(stent) ke dalam pembuluh darah untuk menjaga agar
pembuluh darah tetap terbuka.
(Simon, Harvey. Stroke – Surgery)

A. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk.
2) Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit
dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi.
3) Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi
jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin,
sianosis pada tahap lanjut.
b. Pengkajian Sekunder
1) Aktivitas dan istirahat.
Data Subyektif: kesulitan dalam beraktivitas; kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralysis, mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).
Data obyektif:
a) Perubahan tingkat kesadaran
b) Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis (hemiplegia), kelemahan
umum
c) Gangguan penglihatan
2) Sirkulasi
Data Subyektif: Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal
jantung , endokarditis bacterial), polisitemia.
Data obyektif:
a) Hipertensi arterial
b) Disritmia, perubahan EKG
c) Pulsasi : kemungkinan bervariasi
d) Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal.
3) Integritas ego
Data Subyektif: Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.
Data obyektif:
a) Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan.
b) Kesulitan berekspresi diri.
4) Eliminasi
Data Subyektif: Inkontinensia, anuria, distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh),
tidak adanya suara usus (ileus paralitik).
5) Makan/ minum
Data Subyektif : Nafsu makan hilang, nausea / vomitus menandakan adanya PTIK,
kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia. Riwayat DM, Peningkatan lemak
dalam darah.
Data obyektif:
a) Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring)
b) Obesitas (faktor resiko).
6) Sensori Neural
Data Subyektif:
a) Pusing / syncope (sebelum CVA / sementara selama TIA)
b) Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
c) Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati.
d) Penglihatan berkurang.
e) Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka
ipsilateral (sisi yang sama).
f) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
Data obyektif:
a) Status mental : koma biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan tingkah laku
(seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif.
b) Ekstremitas : kelemahan / paraliysis (kontralateral) pada semua jenis stroke,
genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam (kontralateral).
c) Wajah: paralisis / parese (ipsilateral).
d) Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa), kemungkinan ekspresif/ kesulitan
berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari
keduanya.
e) Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil.
f) Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik.
g) Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral.
7) Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif: Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.
Data obyektif: Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial.
8) Respirasi
Data Subyektif: Perokok (factor resiko).
9) Keamanan
Data obyektif:
a) Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan.
b) Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang
kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit.
c) Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali.
d) Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh.
e) Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang
kesadaran diri.
10) Interaksi social

Data obyektif: Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi


2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun
potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan
komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2017). Berikut adalah uraian dari
masalah yang timbul bagi klien dengan Stroke non Hemoragik, dengan menggunakan Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia (PPNI, 2017): a) Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan risiko
penurunan sirkulasi darah ke otak
b) Gangguan mobillitas fisik berhubungan dengan kelemahan
c) Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskular
d) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret
e) Risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
f) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
3. Intervensi Keperawatan
a) Risiko perfusi serebral tidak efektif
1) Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x pertemuan diharapkan masalah Risiko
perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah ke otak kembali normal.
2) Kriteria hasil SLKI (2018 )
a) Dapat mempertahankan tingkat kesadaran, fungsi kognitif dan motorik atau sensorik membaik.
b) Menunjukan tanda-tanda vital yang stabil
c) Tidak kekambuhan defisit (sensori, bahasa, intelektual dan emosi).
3) Rencana tindakan (SIKI, 2018) Manajeman peningkatan tekanan intrakanial :
a) Observasi
(1) Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK.
(2) Monitor tekanan darah
(3) Monitor tingkat kesadaran
(4) Monitor status pernapasan
(5) Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
b) Terapeutik
(1) Berikan posisi semi fowler
(2) Pertahankan suhu tubuh normal
c) Kolaborasi
(1) Kolaborasi pemberian terapi obat

b) Gangguan mobilitas fisik berhubungan


1) Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x pertemuan diharapkan masalah
gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dapat membaik.
2) Kriteria hasil
a) Pergerakan ektremitas kekuatan otot rentang gerak (ROM) meningkat
b) Klien tidak mengeluh nyeri
c) Cemas klien menurun
d) Tidak adanya kaku sendi
3) Rencana tindakan Dukungan mobilisasi
a) Observasi
(2) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya.
(3) Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi
(4) Monitor kondisi umum selama mobilisasi
b) Terapeutik
(1) Fasilitasi melakukan pergerakan ROM (Range of motion
(2) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatan pergerakan
(3) Fasilitasi melakukan pergerakan jika perlu
(4) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan
c) Edukasi
(1) Jelaskan tujuan dan prosedur mobilissi
(2) Anjurkan melakukan mobilisasi dini
(3) Ajarkan mobilisasi sederhana yang dilakukan (mis,duduk ditempat tidur ,duduk disisi ditempat
tidur,pindah dari tempat tidur kekursi)

c) Defisit perawatan diri


1) Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x pertemuan diharapkan masalah defisit
perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuscular dapat meningkat
2) Kriteria hasil
a) Kemampuan mandi, menggunakan pakaian, kemampuan makan, kemampuan BAB BAK dapat
meningkat
b) Dapat melakukan perawatan diri secara mandiri
3) Rencana tindakan
Dukungan Perawatan Diri(siki)
a) Observasi:
(1) Identifikan jenis bantuan yang dibutuhkan.
(2) Monitor kebersihan tubuh.
b) Terapeutik:
(1) Sediakan perawatan mandi
(2) Sediakan lingkungan aman dan nyaman
(3) Berikan bantuan sesuai tingkat kemandirian.
c) Edukasi
(1) Jelaskan manfaat mandi dan dampak tidak mandi terhadap kesehatan
(2) Ajarkan pada keluarga cara memandikan pasien
d) Bersihan jalan nafas tidak efektif
1) Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x pertemuan diharapkan masalah
bersihan jalan nafas berhubungan dengan benda asing dalam jalan napas dapat membaik
2) Kriteria hasil
a) Produksi sputum menurun
b) Gelisah menurun
3) Rencana tindakan Manajemen jalan napas
a) Observasi
(1) Monitor pola napas
(2) Monitor bunyi tambahan
(3) Monitor sputum
b) Terapeutik
(1) Posisikan semi fowler atau fowler
(2) Berikan minum air hangat
(3) Lakukan fisioterapi dada jika, perlu
(4) Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
c) Edukasi
(1) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari ,jika tidak kontra indikasi
(2) Ajarkan teknik batuk efektif

e. Risiko aspirasi
1) Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x pertemuan diharapkan masalah Risiko
aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran kembali normal.
2) kriteria hasil :
a) Reflek menelan meningkat
3) Rencana tindakan Pencegahan aspirasi
a) Observasi
(1) Periksa residu gaster sebelum memberi asupan oral.
(2) Periksa kepatenan selang nasogastrik sebelum memberi asupan oral.
b) Terapeutik
(1) Posisikan semi fowler
(2) Berikan makanan yang lunak/cair

f. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan


1) Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam diharapkan status nutrisi
membaik
2) Kriteria hasil Status nutrisi meningkat
3) Rencana tindakan
Manajemen nutrisi ( siki )
a) Observasi
(1) Identifikasi status nutrisi
(2) Identfikasi alergi dan toleransi makanan
(3) Identifikasi makanan yang disukai
(4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
(5) Monitor berat badan
(6) Monitor asupan makanan
b) Terapeutik
(1) Lakukan oral hygiene sebelum makan , jika perlu
(2) Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis,piramida makanan)
(3) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
(4) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
c) Edukasi
(1) Anjurkan posisi duduk , jika mampu
(2) Ajarkan diet yang diprogramkan

4. Implemetasi
Pada tahan ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah ditentukan
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pelaksanaan adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Nasrul Effendy,
1995 dalam Judha & Rahil, 2011). Pencatatan pendokumentasian ini terfokus pada metode Dar yaitu
data (D) adalah data yang berisi tentang data subjektif dan objektif yang mendukung dokumentasi
asuhan keperawatan, action/tindakan (A) adalah tindakan keperawatan yang dilakukan berdasarkan
masalah, dan response (R) adalah menyediakan keadaan respon klien terhadap tindakan keperawatan.
(Judha & rahil,2011)

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang
disengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat dan anggota tenaga kesehatan lain.
Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi dan strategi evaluasi. Tujuan
evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak. Terdapat
jenis-jenis evaluasi dalam keperawatan yaitu, evaluasi formatif (proses) merupakan aktivitas dari proses
keperawatan dan hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Selanjutnya evaluasi sumatif (hasil)
yaitu rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan.
Penentuan masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi adalah dengan cara membandingkan
antara soap dengan kriteria hasil.

Evaluasi proses menggunakan metode soap yaitu, Subjektif adalah informasi berupa ungkapan
yang didapat dari klien setelah tindakan diberikan. objektif adalah informasi yang didapat berupa hasil
pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan setelah dilakukan tindakan. Analisa adalah
membandingkan antara informasi subjektif dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil kemudian
diambil kesimpulan bahwa 71 masalah teratasi, teratasi sebagian atau tidak teratasi. Dan yang terakhir
planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan evaluasi
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA TN.S DENGAN DIAGNOSA STROKE ISKEMIK

DI RUANGAN STROKE CORNER

Nama: Hendrik Wahyudi Aritonang


NIM: P07520121099
Dosen: Juliandi, S.Kep, Ns, M.Kes

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN


PRODI D-III JURUSAN KEPERAWATAN
T.A 2023/2024
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA NY.E DENGAN DIAGNOSA MYASTHENIA GRAVIS

DI RUANGAN ICU DEWASA

Nama: Hendrik Wahyudi Aritonang


NIM: P07520121099
Dosen: Juliandi, S.Kep, Ns, M.Kes

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN


PRODI D-III JURUSAN KEPERAWATAN
T.A 2023/2024

Anda mungkin juga menyukai