Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas individu mata kuliah Praktik Klinik
Keperawatan Jiwa

Dosen Penguji: Eki Pratidina, S.Kp., MM

Oleh:
SITI NURAENI
191FK01124
TINGKAT 3B

FAKULTAS KEPERAWATAN PRODI D III KEPERAWATAN


UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
2021
`LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

I. Kasus Utama
Pengertian
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera
tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem
penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik
(Hawari, Dadang. 2001).

Halusinasi adalah proses diterimanya rangsang sampai rangsangan


tersebut di sadari dan di mengerti penginderaan/sensasi. Gangguan
persepsi: ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsang
yang timbul dari sumber internal (pikiran, perasaan) dan stimulus eksternal
(Rusdi, 2013).
Halusinasi adalah persepsi yang timbul tanpa stimulus eksternal
serta tanpa melibatkan sumber dari luar meliputi semua sistem panca
indera.

II. Proses Terjadinya Masalah


1. Faktor Predisposisi menurut Yosep, (2011)

a) Faktor Perkembangan

Perkembangan klien yang terganggu misalnya kurangnya mengontrol


emosi dan keharmonisasian keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi dan hilang percaya diri.
b) Faktor Sosiologi

Seseorang yang merasa tidak diterima di lingkungannya sejak bayi akan


membekas diingatannya sampai dewasa dan ia akan merasa disingkirkan
kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.
c) Faktor Biokimia

Adanya stress yang berlebihan yang di alami oleh seseorang maka didalam
tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia buffofenom dan dimetytranfenase sehingga terjadi
keseimbangan acetrycolin & Dofamine.
d) Faktor Psikologis

Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab akan mudah
terjerumus pada penyalah gunaan zat adiktif, klien lebih memilih
kesenangan sesaat & lari dari alam nyata menuju alam khayal.
e) Faktor Genetik dan Pola Asuh

Hasil studi menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukan hubungan yang


sangat berpengaruh pada penyakit ini.

2. Faktor Presipitasi

Menurut Stuart, yang termasuk faktor – faktor penyebab dari halusinasi adalah
sebagai berikut :
a) Biologis

Gangguan dalam berkomunikasi dan putaran baik otak , yang mengatur


proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi Stimulus.
b) Stress Lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor


lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c) Sumber Koping

Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman tentang


pengaruh gangguan otak pada perilaku.

3. Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Stuart 2007 jenis halusinasi terdiri dari:
1) Halusinasi pendengaran
Yaitu klien mendengar suara atau bunyi yang tidak ada
hubungannya dengan stimulus yang nyata / lingkungan dengan
kata lain orang yang berada disekitar klien tidak mendengar suara
/ bunyi yang didengar klien.

2) Halusinasi penglihatan

Yaitu klien melihat gambaran yang jelas atau samar tanpa adanya
stimulus yang nyata dari lingkungan, stimulus dalam bentuk
kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang
rumit atau kompleks.

3) Halusinasi penciuman

Yaitu klien mencium sesuatu yang bau yang muncul dari sumber
tertentu tanpa stimulus yang nyata.

4) Halusinasi pengecapan

Yaitu klien merasa merasakan sesuatu yang tidak nyata, biasanya


merasakan rasa yang tidak enak.

5) Halusinasi perabaan

Yaitu klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang


nyata.
6) Halusinasi Sinestetik

Merasakan fungsi tubuh, seperti darah mengalir melalui vena dan arteri,
makanan dicerna atau pemebentukan urine, perasaan tubuhnya melayang
diatas permukaan bumi. Perilaku yang muncul adalah klien terlihat
menatap tubuhnya sendiri dan terlihat seperti merasakan sesuatu yang aneh
tentang tubuhnya.

Menurut Kusumawati dan Hartono (2010), tahapan halusinasi terdiri dari 4 fase
yaitu:
1. Fase I (Comforting)

Comforting disebut juga fase menyenangkan, pada tahapan ini masuk dalam
golongan nonpsikotik. Karakteristik dari fase ini klien mengalami stress, cemas,
perasaan perpisahan, perasaan rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan
tidak dapat di selesaikan. pada fase ini klien berperilaku tersenyum atau tertawa
yang tidak sesuai, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat,
respon verbal yang lambat jika sedang asik dengan hausinasinya dan suka
menyendiri.
2. Fase II (Conndeming)

Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan termasuk dalam psikotik


ringan. karakteristik klien pada fase ini menjadi pengalaman sensori
menjijihkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun dan berfikir
sendiri menjadi dominan, mulai merasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien
tidak ingin orang lain tau dan klien ingin mengontrolnya. Perilaku klien pada
fase ini biasanya meningkatkan tanda tanda system syaraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realita.
3. Fase III (Controling)

Controlling disebut juga ansietas berat, yaitu pengalaman sensori menjadi


berkuasa. Karakteristik klien meliputi bisikan, suara, bayangan, isi halusinasi
semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Tanda-tanda fisik berupa
berkeringat, tremor, dan tidak mampu memenuhi perintah.
4. Fase IV (Conquering)

Conquering disebut juga fase panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya
termasuk dalam psikorik berat. Karakteristik yang muncul pada klien meliputi
halusinasi berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien.
Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang control dan tidak dapat berhubungan
secara nyata dengan orang lain dan lingkungan.

4. Penatalaksanaan

Terapi dalam jiwa bukan hanya meliputi pengobatan dengan farmakologi,


teteapi juga pemberian psikoterapi,serta terapi modalitas yang sesuai dengan gejala
atau penyakit pasien yang akan mendukung penyembuhan pasien jiwa. Pada terapi
diatas juga dengan dukungan keluarga dan sosial akan memberikan peningkatan
penyembuhan karena klien akan merasa berguna dalam masyarakat dan tidak merasa
disingkirkan dengan penyakit yang dialaminya Kusumawati & Hartono , ( 2011)
1. Farmakoterapi adalah pemberian terapi dengan menggunakan obat-obat yang
digunakan untuk gangguan jiwa disebut dengan psikofarmaka sama dengan
psikotropika sama dengan phrenotropika. Terapi gangguan jiwa dengan
menggunakan obat-obatan disebut dengan psikofarmaterapi medikasi
psikotropika yaitu obat yang mempunyai efek terapeutik langsung pada proses
mental Penderita karena kerjanya pada otak/ sistem saraf pusat.

2. Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa
dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif
dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik pasien. Walaupun
yang diberi perlakuan adalah fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku
pasien.

Jenis terapi somatis adalah meliputi pengikatan, ECT, isolasi dan fototerapi.
a) Pengikatan adalah terapi menggunakan alat mekanik atau manual untuk
membatasi moilitas fisik klien yang bertujuan untuk melindungi cedera
fisik pada klien sendiri atau orang lain.
b) Terapi kejang listrik / Elektromedik terapi adalah bentuk terapi kepada
pasien dengan menimbulkan kejang (grandmal) dengan mengalirkan arus
listrik kekuatan rendah (2-3 joule) melalui elektrode yang ditempelkan
beberapa detik pada pelipis kiri/kanan (lobus frontalis) klien.

c) Isolasi adalah bentuk terapi dengan menempatkan klien sendiri diruangan


tersendiri untuk mengendalikan perilakunya dan melindungi klien, orang
lain, dan lingkungan dari bahaya potensial yang mungkin terjadi. akan
tetapi tidak dianjurkan pada klien dengan risiko bunuh diri, klien agitasi
yang disertai dengan gangguan pengaturan suhu tubuh akibat obat, serta
perilaku yang menyimpang.

d) Terapi deprivasi tidur adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan
mengurangi jumlah jam tidur klien sebanyak 3,5 jam. cocok diberikan pada
klien dengan depresi.

a. Pohon Masalah

b. Masalah keperawatan dan data fokus pengkajian


1. Perilaku kekerasan : resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2. Perubahan sensori perseptual : Halusinasi
3. Isolasi sosial : Menarik diri
Data Fokus Pengkajian

No Masalah Data mayor Data minor


keperawatan
1 Resiko perilaku Ds: Ds :
kekerasan Klien mengatakan marah dan  Mengatakan ada yang
jengkel kepada orang lain, mengejek
ingin membunuh, ingin  Mendengar suara yang
membakar tau mengacak- menjengkelkan
ngacak lingkungannya,  Merasa orang lain
mengancam, mengumpat dan mengancam dirinya
berbicara keras dan kasar Do :
Do:  Menjauh dari orang lain
 Agitasi  Katatonia
 Meninju  Mendengar suara-suara
 Membanting  Merasa orang lain
 Melempar mengancam
 Ada tanda / jejas
 Perilaku kekerasan pada
anggota tubuh

2 Halusinasi Ds: Ds:


Klien mengatakan Klien mengatakan kesal dan
mendengar suara bisikan / klien juga mengatakan senang
melihat bayangan mendengar suara- suara
Do: Do:
 Bicara sendiri  Menyendiri
 Tertawa sendiri  Melamun
 Marah tanpa sebab
3 Isolasi sosial : Ds: Ds:
menarik diri Klien mengatakan malas Curiga dengan orang lain,
berinteraksi dengan orang lain, mendengar suara / melihat
juga mengatakan bayangan, merasa tidak
orang lain tidak mau berguna
menerima dirinya, merasa orang Do:
lain tidak selevel  Mematung
Do:  Mondar-mandir tanpa
 Menyendiri arah
 Mengurung diri  Tidak berinisiatif
 Tidak mau bercakap- berhubungan dengan
cakap dengan orang lain orang lain

III. Diagnosis Keperawatan

1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perubahan sensori
perseptual : halusinasi
2. Perubahan sensori perseptual : halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
IV. Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Halusinasi Pasien mampu : Setelah 3x pertemuan, Sp 1 Pasien tidak mengetahui apa yang
pasien dapat menyebutkan :
 Mengenali  Bantu pasien mengenal didalamnya saat ini, jadi perawat
halusinasi yang  Isi, waktu frekuensi, halusinasi (isi, waktu, frekuensi, membantu pasien mengenalkan
dialaminya situasi pencetus, situasi pencetus, perasaan saat tentang apa yang sedang ia alami
 Mengontrol perasaan terjadi halusinasi) sehingga pasien mengerti dengan
halusinasinya  Mampu  Latih mengontrol halusinasi keadaannya. Cara yang diajarkan
 Mengikuti memperagakan cara dengan cara menghardik : perawat ialah dengan menghardik

program dalam mengontrol Jelaskan cara menghardik suara- suara itu cepat hilang.

pengobatan halusinasi halusinasi


Peragakan cara menghardik
Minta pasien
memperagakan ulang
Pantau cara penerapan cara ini,
beri pengetahuan perilaku
pasien
 Masukan dalam jadwal kegiatan
Pasien
Setelah 3x pertemuan, Sp 2 Klien mampu memperlihatkan
pasien mampu :  Evaluasi kegiatan yang lalu (Sp1) perkembangannya dengan cara latih
 Menyebutkan kegiatan  Latih berbicara / bercakap dengan berbicara dengan orang lain sehingga
yang sudah dilakukan orang lain saat halusinasi muncul menghilangkan
 Memperagakan cara  Masukan dalam jadwal kegiatan halusinasinya dan untuk
bercakap-cakap pasien pendokumentasian
dengan orang lain

Setelah 3x pertemuan, Sp 3 Kegiatan yang lalu dapat


pasien mampu :  Evaluasi kegiatan yang lalu memperlihatkan perkembangan
 Menyebutkan kegiatan (Sp1 dan Sp 2) pasien, memaksimalkan aktivitas
yang sudah dilakukan  Latih kegiatan agar halusinasi tidak dapat meringankan gejala halusinasi
 Membuat jadwal muncul dan membantu pasien agar tidak
kegiatan sehari-hari  Tahapannya : terjadi halusinasi yang berkelanjutan
dan mampu Jelaskan aktivitas yang
Memperagakannya teratur untuk mengatasi
halusinasi
Diskusikan aktivitas yang
biasa dilakukan oleh pasien
Latih pasien menentukan
aktivitas
 Susun jadwal aktivitas sehari-
hari sesuai dengan aktivitas yang
telah dilatih (dari bangun sampai
tisur malam)
 Pantau pelaksanaan jadal
kegiatan, berikan penguat
terhadap perilaku pasien
yang positif

Setelah 3x pertemuan, Sp 4 Kegiatan yang lalu dapat


pasien mampu :  Evaluasi kegiatan yang lalu (Sp1 memperlihatkan perkembangan
 Menyebutkan kegiatan dan Sp 2 dan Sp 3) pasien. Mengkaji tingkat kesadaran
yang sudah dilakukan  Tanyakan program pengobatan pasien , mendorong agar pasien mau
 Menyebutkan manfaat  Jelaskan pentingnya minum obat yang telah diresepkan dan
dari program penggunaan obat pada gangguan menjelaskan sesuatu akan membuat
pengobatan jiwa pasien lebih percaya tebuka,

 Jelaskan akibat bila tidak digunakan mendorong paisen mampu meminum


obat dan menjalankan peratawan
sebagai program
sehari-
 Jelaskan akibat bila putus obat
hari, pasien mampu meminum
 Jelaskan cara mendapatkan
obat / berobat obat sendiri tanpa ditemani perawat
 Latih pasien minum obat dan untuk

 Masukan dlam jadwal harian pasien pendokumentasian


DAFTAR PUSTAKA

Maramis, W.E. 2004. Ilmu Keperawatan Jiwa. Surabaya : Airlangga Stuart dan
Sundeen, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC Keliat, Budi Anna,
1999. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC Towsend
M.C, 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri Edisi
3, Jakarta : EGC
Hawari, Dadang, 2001. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Skizoprenia,
Jakarta : FKUI
Stuart dan Landia. 2001. Principle and Practicew Of Psychiatric Nursing Edisi 6.
St. Louis Mosby Year Book
Hamid, Achir Yani, 2000. Buku Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa 1.
Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Depkes RI

Anda mungkin juga menyukai