Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA II

RESIKO BUNUH DIRI (RBD)

Kelompok 7
Chindy Najoan 16061171
Jesika Bandong 16061035
Shelly Saroinsong 16061190
Angelin V. F. Lamogia 16061139
Veronika Maarebia 16061020
Olivia Lumenta 16061178

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIKA DE LA SALLE MANADO
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrem dari marah atau
ketakutan/panik. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan dipandang sebagai rentang dimana
agresif verbal disuatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) di sisi yang lain. Suatu keadaan
yang menimbulkan emosi, perasaan frustasi, benci atau marah. Hal ini akan memengaruhi
perilaku seseorang. Berdasarkan keadaan emosi secara mendalam tersebut terkadang perilaku
menjadi agresif atau melukai karena penggunaan koping yang kurang bagus. Perilaku
kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan
amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol (Kusumawati, dkk. 2010 : 80).
Gangguan jiwa pada mulanya dianggap suatu yang gaib, sehingga penanganannya secara
supranatural spiristik yaitu hal-hal yang berhubungan dengan kekuatan gaib. Gangguan jiwa
merupakan suatu gangguan yang terjadi pada unsur jiwa yang manifestasinya pada
kesadaran, emosi, persepsi dan interjensi. Salah satu gangguan jiwa tersebut adalah gangguan
perilaku kekerasan. Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai suatu responterhadap
kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman individu. Pengungkapan kemarahan dengan
langsung dan konstruksif pada saat terjadi dapat melegakan individu dan membantu orang
lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya sehingga individu tidak mengalami
kecemasan, stress,dan merasa bersalah dan bahkan merusa diri sendiri (Kusumawati, dkk.
2010 : 80).

B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi resiko perilaku kekerasan
2. Untuk mengetahui tanda dan gejala perilaku kekerasan
3. Untuk mengetahui proses terjadinya perilaku kekerasan
4. Untuk mengetahui rencana asuhan keperawatan
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. DEFINISI
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang
yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan pada
diri sendiri dapat berbentuk melukai diri untuk bunuh diri atau membiarkan diri dalam
bentuk penelantaran diri. Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan agresif yang
ditujukan untuk melukai atau membunuh orang lain. Perilaku kekerasan pada lingkungan
dapat berupa perilaku merusak lingkungan, melempar kaca, genting, dan semua yang ada
di lingkungan. Pasien yang dibawa ke rumah sakit jiwa sebagian besar akibat melakukan
kekerasan di rumah. Perawat harus jeli dalam melakukan pengkajian untuk menggali
penyebab perilaku kekerasan yang dilakukan selama di rumah.
Perilaku kekerasan merupakan bagian dari rentang respons marah yang paling
maladaptif, yaitu amuk. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respons
terhadap kecemasan (kebutuhan yang tidak terpenuhi) yang dirasakan sebagai ancaman.
(Stuart dan Sundeen, 1991). Amuk merupakan respons kemarahan yang paling
maladaptif yang ditandai dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai
hilangnya kontrol, yang individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan
(Keliat, 1991).
1. Rentan perilaku kekerasan

a. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya yang
berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi
suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon adaptif (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 96):
1. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman
4. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran
5. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan

b. Respon Maladaptif
1. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak
diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial
2. Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang
dimanifestasiakn dalam bentuk fisik
3. Kerusakan proses emosi adalah perubahan status yang timbul dari hati
4. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 97)

Keterangan:

a. Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain.


b. Frustasi : Kegagalan mencapai tujuan, tidak realitas/terhambat.
c. Pasif : Respons lanjutan yang pasien tidak mampu mengungkapkan perasaan.
d. Agresif : Perilaku destruktif tapi masih terkontrol.
e. Amuk : Perilaku destruktif yang tidak terkontrol.
B. TANDA DAN GEJALA
Jelaskan tanda dan gejala kepada klien pada tahap marah, kritis atau perilaku
kekerasa, dan kemungkinan bunuh diri. Muka merah, tegang, pandangan mata tajam,
mondar-mandi, memukul, iritable, sensitif dan agresif (Kusumawati, dkk. 2010:83).
Tanda dan gejala, perilaku kekerasan yaitu suka marah, pandangan mata tajam,
otot tegang dan nada suara tinggi, berdebat, sering pula memaksakan kehendak
,merampas makanan dan memukul bila tidak sengaja (Prabowo,2014:143).
a. Motor agitaton
Gelisah, mondar mandir, tidak dapat duduk tenang, otot tegang, rahang mengencang,
pernapasan meningkat, mata melotot, pandangan mata tajam.
b. Verbal
Memberikan kata-kata ancaman melukai, disertai melukai ptingkat ringan, bicara
keras, nada suara tinggi, berdebat
c. Efek
Marah, bermusuhan, kecemasan berat, efek baik, mudah tersinggung
d. Tingkat kesadaran
Binggung, kacau, perubahan sttus mental, disorientasi, dan gaya ingat menurun
(Prabowo, 2014:143).

Pada pengkajian awal dapat dietahui alasan utama klien ke rumah sakit adalah
perilaku kekerasan dirumah. Kemudian perawat dapat melakukan pengkajian dengan
cara :
a. Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi,
berdebat. Seringpula tampak klien memaksakan kehendak : merampas makanan,
memukul jika tidak senang.
b. Wawancara : diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda
marah yang dirasakan klien (Kusumawati, dkk. 2010:83).
C. PATOFISIFIOLOGI

D. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI


1. Pengkajian
A. Faktor Predisposisi
1. Psikoanalisis
Teori ini menyatakan bahwa perilaku agresif adalah merupakan hasil dari
dorongan insting (instinctual drives).
2. Psikologis
Berdasarkan teori frustasi-agresif, agresivitas timbul sebagai hasil dari
peningkatan frustasi. Tujuan yang tidak tercapai dapat menyebabkan
frustasi berkepanjangan.
3. Biologis
Bagian-bagian otak yang berhubungan dengan terjadinya agresivitas
sebagai berikut.
a. Sistem limbik Merupakan organ yang mengatur dorongan dasar dan
ekspresi emosi serta perilaku seperti makan, agresif, dan respons
seksual. Selain itu, mengatur sistem informasi dan memori.
b. Lobus temporal Organ yang berfungsi sebagai penyimpan memori dan
melakukan interpretasi pendengaran.
c. Lobus frontal Organ yang berfungsi sebagai bagian pemikiran yang
logis, serta pengelolaan emosi dan alasan berpikir.
d. Neurotransmiter Beberapa neurotransmiter yang berdampak pada
agresivitas adalah serotonin (5-HT), Dopamin, Norepineprin,
Acetylcholine, dan GABA.
4. Perilaku (behavioral)
a. Kerusakan organ otak, retardasi mental, dan gangguan belajar
mengakibatkan kegagalan kemampuan dalam berespons positif
terhadap frustasi.
b. Penekanan emosi berlebihan (over rejection) pada anak-anak atau
godaan (seduction) orang tua memengaruhi kepercayaan (trust) dan
percaya diri (self esteem) individu.
c. Perikaku kekerasan di usia muda, baik korban kekerasan pada anak
(child abuse) atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga
memengaruhi penggunaan kekerasan sebagai koping.

Teori belajar sosial mengatakan bahwa perilaku kekerasan adalah hasil belajar dari
proses sosialisasi dari internal dan eksternal, yakni sebagai berikut.

a. Internal : penguatan yang diterima ketika melakukan kekerasan.


b. Eksterna l : observasi panutan (role model), seperti orang tua, kelompok, saudara,
figur olahragawan atau artis, serta media elektronik (berita kekerasan, perang,
olahraga keras).

5. Sosial kultural
a. Norma Norma merupakan kontrol masyarakat pada kekerasan. Hal ini
mendefinisikan ekspresi perilaku kekerasan yang diterima atau tidak
diterima akan menimbulkan sanksi. Kadang kontrol sosial yang sangat
ketat (strict) dapat menghambat ekspresi marah yang sehat dan
menyebabkan individu memilih cara yang maladaptif lainnya
b. Budaya asertif di masyarakat membantu individu untuk berespons
terhadap marah yang sehat. Faktor sosial yang dapat menyebabkan
timbulnya agresivitas atau perilaku kekerasan yang maladaptif antara
lain sebagai berikut.
1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan hidup.
2. Status dalam perkawinan.
3. Hasil dari orang tua tunggal (single parent).
4. Pengangguran
5. Ketidakmampuan mempertahankan hubungan interpersonal dan
struktur keluarga dalam sosial kultural.

B. Faktor Presipitasi
Semua faktor ancaman antara lain sebagai berikut.
 Internal
a. Kelemahan
b. Rasa percaya menurun.
c. Takut sakit.
d. Hilang kontrol.
 Eksternal
a. Penganiayaan fisik.
b. Kehilangan orang yang dicintai.
c. Kritik.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnose keperawatan merupakan suatu pernyataan masalah klien yang
mencakup baik respon sehat adaptif dan maldaptif serta stressor yang menunjang (Stuart
dan Sundeen 1995).
Diagnose keperawatan dapat ditegakkan pada klien perilaku kekerasan menurut
Budi Anna Kelia 2006 adalah sebagai berikut:
a. Resiko perilaku mencederai bunuh diri sendiri orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan perilaku kekerasan
b. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri kronis
c. Gangguan pemeliharaan berhubungan dengan deficit perawatan diri; mandi dan
berhias
d. Ketidakfektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat klien di rumah

F. POHON MASALAH
G. EVALUASI
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai tindakan keperawatan
pada klien. Evaluasi ini dilakukan terus-menerus pada respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu evaluasi
proses atau formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau
sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan khusus dan umum
yang telah ditentukan. Evaluasi dapat dilakukan dengan pendekatan SOAP, sebagai pola
pikir.
Adapun hasil tindakan yang ingin dicapai pada pasien dengan perilaku kekerasan
antara lain.
1. Pada pasien
a. Pasien mampu menyebutkan penyebab, tanda dan gejala perilaku
kekerasan, perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, serta akibat dari
perilaku kekerasan yang dilakukan.
b. Pasien mampu menggunakan cara mengontrol perilaku kekerasan secara
teratur sesuai jadwal, yang meliputi:
1. secara fisik
2. secara sosial/verbal
3. secara spiritual
4. terapi psikofarmaka.
2. Pada keluarga
a. Keluarga mampu mencegah terjadinya perilaku kekerasan
b. Keluarga mampu menunjukkan sikap yang mendukung dan menghargai
pasien.
c. Keluarga mampu memotivasi pasien dalam melakukan cara mengontrol
perilaku kekerasan.
d. Keluarga mampu mengidentifikasi perilaku pasien yang harus dilaporkan
pada perawat.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Perilaku kekerasan merupakan suatu ekspresi kemarahan yang tidak sesuai
dimana seseorang melakukan tindakan-yindakan yang dapat membayangkan/menciderai
diri sendiri,orang lain, bahkan merusak lingkungan.

B. SARAN
Kita harus mengerti, tahu dan memahami apa itu ”RESIKO GANGGUAN
PERILAKU KEKERASAN ”. Agar tindakan serta penanganan terhadap masalah ini
dapat tercapai sesuai dengan keinginan.
DAFTAR PUSTAKA

Akemat. (2010). Keperawatan Profesional Jiwa . Jakarta : EGC.

Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. Yogyakarta:
Nuha Medika

Sari, K. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans Info MEdia.

Maramis, W.F. 2010. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press: Surabaya.
Stuart dan Laraia. 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 8th Edition. St.Louis:

Anda mungkin juga menyukai