Anda di halaman 1dari 31

TUGAS MAKALAH

“ASKEP PADA ANAK DENGAN GANGGUAN KONGENITAL


SISTEM DIGESTIVE : LABIOSKIZIS”
DOSEN PENGAMPU : Yuliati Adawiyah ,S.Kep.,Ns.,M.Kep

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 4

1. Nani Maida Wati


2. Amelya Zahra
3. Desi Nur Saip
4. M.Ridwan
5. Putra Sianturi
6. Rizka Selfirawati Saragih
7. Widuri

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM SARJANA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS HAJI SUMATERA UTARA
TAHUN AKADEMIK 2022
KATA PENGANTAR

Setelah memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, tak lupa kita panjatkan sholawat dan sallam senantiasa dicurah limpahkan kepada
panutan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan segenap sahabatnya. Puji syukur juga
kamil panjatkan karena sesuai dengan jadwal kami dapat menyelesaikan penulisan makalah
tentang”ASKEP PADA ANAK DENGAN GANGGUAN KONGENITAL SISTEM
DIGESTIVE : LABIOSKIZIS ”.
Kami telah berusaha maksimal sesuai dengan kemampuan kami untuk menyusun
makalah ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Sumber dari makalah ini adalah literatur-
literatur dari berbagai sumber baik media cetak maupun yang berasal dari kami berselancar di
dunia maya. Makalah ini terselesaikan berkat bantuan dari banyak pihak, sehingga pada
kesempatan ini tak lupa kami menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, tak ada gading yang tak retak, begitu juga dengan makalah ini
adanya. Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi isi maupun
tata cara kami menyampaikanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki karya tulis makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................Hal.2

DAFTAR ISI...............................................................................................................Hal.3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..........................................................................................Hal.4
B. Rumusan Masalah.....................................................................................Hal.4
C. Tujuan ......................................................................................................Hal.5
D. Manfaat ....................................................................................................Hal.5

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A.Anatomi dan Fisiologi...................................................................................Hal.6-7


B.Epidemiologi ....................................................................................................Hal.7
C.Etiologi ..........................................................................................................Hal.8-9
D.Manifestasi Klinis.............................................................................................Hal.8
E.Pemeriksaan Penunjang ................................................................................Hal.8-9
F.Penatalaksanaan ..........................................................................................Hal.9-10
G.Komplikasi .....................................................................................................Hal.10
H.Pencegahan ...............................................................................................Hal.10-11

BAB III RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

A.Pengkajian ......................................................................................................Hal.12
B.Analisis Data..............................................................................................Hal.16-18
C.Diagnose Keperawatan ...................................................................................Hal.19
D.Rencana Asuhan Keperawatan .................................................................Hal.20-28

BAB IV PENUTUP

1.Kesimpulan......................................................................................................Hal.29
2.Saran ...............................................................................................................Hal.29

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cleft Lip and  Palate (CLP) atau bibir sumbing adalah cacat bawaan yang menjadi masalah
tersendiri di kalangan masyarakat, terutama penduduk dengan status sosial ekonomi yang lemah.
Akibatnya operasi dilakukan terlambat dan malah dibiarkan sampai dewasa. FoghAndersen di
Denmark melaporkan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit 1,47/1000 kelahiran hidup.
Hasil yang hampir sama juga dilaporkan oleh Woolf dan Broadbent di Amerika Serikat serta
Wilson untuk daerah Inggris. Neel menemukan insiden 2,1/1000 penduduk di Jepang.Insiden
bibir sumbing di Indonesia belum diketahui. Hidayat dan kawan-kawan di propinsi Nusa
Tenggara Timur antara April 1986 sampai Nopember 1987 melakukan operasi pada 1004 kasus
bibir sumbing atau celah langit-langit pada bayi, anak maupun dewasa di antara 3 juta
penduduk.Etiologi bibir sumbing dan celah langit-langit adalah multifaktor. Selain factor genetik
juga terdapat faktor non genetik atau lingkungan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya bibir sumbing dan celah langit-langit adalah usia ibu waktu melahirkan, perkawinan
antara penderita bibir sumbing, defisiensi Zink waktu hamil dan defisiensi vitamin B6 dan asam
folat. Bayi yang terlahir dengan bibir sumbing harus ditangani oleh klinisi dari multidisiplin
dengan pendekatan team-based, agar memungkinkan koordinasi efektif dari berbagai aspek
multidisiplin tersebut.
Penyebab utama bibir sumbing karena kekurangan seng dan karena kawin dengan kerabat.
Bagi tubuh, seng sangat dibutuhkan enzim tubuh walau yang diperlukan sedikit, tapi jika
kekurangan berbahaya. Makanan yang mengandung seng antara lain daging, sayur – sayuran dan
air. Di NTT airnya bahkan tidak mengandung seng sama sekali. Soal kawin antar kerabat atau
saudara memang pemicu munculnya penyakit degeneratif (keturunan) yag sebelumnya resesif,
kelaian ini juga bisa dipicu kekurangan gizi lainnya seperti vitamin B6 dan B kompleks,
misalnya infeksi pada janin pada usia muda dan salah minum obat-obatan atau jamu juga bisa
megakibatkan bibir sumbing.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana anatomi dan fisiologi mulut dan geligi ?
b. Apa definisi dari bibir sumbing?
c. Apa klasifikasi dari bibir sumbing?
d. Bagaimana epidemologi bibir sumbing?
e. Bagaimana etiologi dari bibir sumbing?
f. Bagaimana manifestasi klinis dari bibir sumbing?
g. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari bibir sumbing?
h. Bagaimana penatalaksanaan dari bibir sumbing?
i. Bagaimana komplikasi dari bibir sumbing?
j. Bagaimana pencegahan dari bibir sumbing?
k. Bagaimana asuhan keperawatan keperawatan yang harus dilakukan untuk pasien dengan
bibir sumbing ?
C. Tujuan
Tujuan Umum
Setelah pembelajaran mata kuliah keperawatan pencernaan II materi bibir sumbing diharapkan
mahasiswa semester 4 dapat memahami mengaplikasikan dalam asuhan keperawatan pasien
dengan gangguan pencernaan yakni bibir sumbing atau labiopalatoskisis.
D. Manfaat
1. Menambah pemahaman mengenai anatomi fisiologi mulut
Menambah sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan
bagi pembaca.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi dan Fisiologi


a. Mulut
Mulut atau oris adalah pemulaan saluran pencernaan yang terdiri atas dua bagian yakni;
bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi. Dan bagian
rongga mulut bagian dalam, rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum
dan mandibularis, disebelah belakang bersambung dengan faring. Selaput lendir mulut ditutupi
oleh epitelium yang berlapis lapis, dibawahnya terdapat kelenjar kelenjar halus yang
mengeluarkan lendir. Selaput ini kaya akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung
akhir saraf sensoris.
Disebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan disebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir
atau mukosa. Otot orbikularis oris menutupi bibir. Levator anguli oris mengangkat dan depressor
anguli oris menekan ujung rambut. Palatum terdiri dari :
1. Palatum durum ( palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dan
sebelah depan tulang maksilaris dan lebih kebelakang terdiri dari dua tulang
palatum.
2. Palatum mole ( palatum lunak) terletak dibelakang yang merupakan lipatan
menggantung yang dapat bergerak, terdiri dari jaringan fibrosa dan selaput lendir.
Gerakannya dikendalikan oleh ototnya sendiri, disebelah kanan dan kiri dari tiang fauses
terdapat saluran lendir menembus tonsil. Pipi dilapisi oleh mukosa yang mengandung papilla,
otot yang terdapat pada pii adalah buksinator. Di rongga mulut terdapat geligi, kelenjar ludah dan
lidah.
b. Geligi
Geligi ada dua macam;
1. Gigi sulung, mulai tumbuh pada anak berumur 6-7 bulan. Lengkap pada umur 2,5
tahun jumlahnya 20 buah disebut juga gigi susu, terdiri dari 8 buah gigi seri( dens
insisivus), 4 buah gigi taring ( dens kaninus), 8 gigi geraham ( dens molare).
2. Gigi tetap atau permanen tumbuh pada umur 6-18 tahun, jumlahnya 32 buah,
terdiri dari : 8 buah gigi seri, 4 buah gigi taring, 8 gigi geraham depan (molare), 12
gigi geraham (premolare).

Fungsi gigi terdiri dari gigi seri untuk memotong makanan, gigi taring gunanya untuk
memutus makanan yang keras, dan geraham untuk mengunyah makanan yang sudah dipotong.
Bagian-bagian gigi :

Mahkota gigi atau corona, merupakan bagian yang tampak di atas gusi. Terdiri atas :

1. Lapisan email, merupakan lapisan paling keras.


2. Tulang gigi (dentin), didalamnya terdapat saraf dan pemnuluh darah.
3. Rongga gigi ( pulpa), merupakan bagian anatara corona dan radeks.
4. Leher gigi (kolum), merupakan bagian yang berada dalam gusi
5. Akar gigi ( radiks), merupakan bagian yang tertanam pada tulang rahang. Akar
gigi melekat pada tulang rahang dengan perantara semen gigi.
6. Semen gigi melapisi akar gigi dan membantu menahan gigi agar tetap melekat
pada gusi. Semen gigi terdiri atas :
a. Lapisan semen, merupakan pelindung akar gigi dan gusi
b. Gusi merupakan tempat gigi tumbuh ( syaifuddin, 2006).

B. Definisi Bibir Sumbing


Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya prosesus nasal median dan
maksilatis untuk menyatu selama perkembangan embrionik ( Wong, 2003)
Labiopalatoskisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur
wajah ( Ngastiah, 2005).

C. Klasifikasi Bibir Sumbing


 Unillateral incomplete
Apabila celah sumbing terjadi hanya dislah satu sisi bibir dan tidak memanjang ke
hidung.
 Unilateral complete
Apanila celah sumbing terjadi hanya disalah satu bibr dan memanjang hingga ke hidung.
 Bilateral complete
Apabila celah sungbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.
 Labio palato skisis
 Merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut, palato skisis ( sumbung
palatum) dan labio skisis ( sumbing tulang) untuk menyatu selama perkembangan embrio.
( Hidayat, 2005).

D. Epidemologi
1:300-600. 60% mencakup bibir. 1:20 jika kedua orang tua mengalami bibir sumbing.
(Sodikin.2009).

E. Etiologi
a. Faktor herediter
Sebagai faktor yang sudah dipastikan. 75 % dari faktor keturunan resesif dan 25% bersifat
dominan. Karena mengalami mutasi gen dan kelainan kromosom.
b. Faktor eksternal / lingkungan
1. Faktor usia ibu
2. Obat-obatan , asetosal, aspirin ( Schardein, 1985), rifampisin, fenasetin, sulfonamid,
aminoglikosid, indometasin, asam flufetamat, ibuprofen, penisilamin, antihistamin
dapat menyebabkan celah langit – langit. Antineoplastik, kortikosteroid.
3. Nutrisi
4. Penyakit infeksi seperti sifilis, virus Rubella
5. Radiasi
6. Stress emosional
7. Trauma ( trimester pertama) ( Wong. 2003).

F. Manifestasi Klinis

Masalah asupan makanan merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi dengan
bibir sumbing. Kesulitan dalam melakukan hisapan pada payudara ibu atau dot. Tekanan lembut
pada pipi bayi dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang
ditemukan adalah reflek hisap dan menelan pada bayi dengan bibir sumbing tidak sebaik bayi
normal, dan bayi lebih banyak menghisap udara pada saat menyusu.

Bibir sumbing dapat berkisar dari sedikit takik pada bagian merah bibir atas hingga
pemisahan total bibir yang memanjang hingga kedalam hidung. Dapat dijumpai pada satu atau
kedua sisi bibir atas. Sumbing langit langit dapat dijumpai sebagai bagian dari deformitas bibir
sumbing atau sebagai kelainan garis tengah tersendiri yang melibatkan palatum sekunder.
Pada labio schisis :
a. Distorsi hidung, tampak sebagian atau kedua duanya
b. Adanya celah bibir

Pada palato schisis :

a. Tampak ada celah pada tekak atau uvula.


b. Palato lunak dan keras atau foramen incisivus.
c. Adanya rongga pada hidung.
d. Distorsi hidung.
e. Teraba ada celah atau terbukanya langit – langit pada waktu periksa.
f. Mengalami kerusakan dalam mengisap atau makan ( Sodikin, 2011).

G. Pemeriksaan penunjang
a. Foto Rontgen
Untuk memeriksa kelainan pada rongga mulut.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pada bibir, palatum, hidung, dan uvula. Kaji tanda – tanda dan gejala yang
mengikutnya seperti kesulitan menelan, infeksi pada telinga, pada saat bayi menyusu, air susu
keluar dari hidung, dan gangguan berbicara.
c. MRI untuk evaluasi abnormal
Untuk melihat kelainan – kelainan pada rongga mulut
d. Pemeriksaan USG
Sumbing bbir lebih mudah di diagnosis melalui ultrasond kehamilan. Diagnosis dapat dibuat
pada awal kehamilan 18 minggu. Prenatal diagnosis memberikan orangtua dan tim medis
keuntungan dari perencanaan lanjutan untuk perawatan bayi. (Belajar ilmu bedah.2010).

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan idealnya, anak dengan bibir sumbing ditatalaksana oleh “tim
labiopalatoskisis” yang terdiri dari spesialis bedah, maksilofasial, terapis bicara dan bahasa,
dokter gigi, ortodentis, psikolog dan perawat spesialis. Perawatan dan dukungan pada bayi dan
keluarganya diberikan sejak lahir sampai umur 18 tahun. Tindakan pembedahan dapat dilakukan
pada saat usia 3 bulan. Ada tiga tahap penatalaksanaan yakni :
1. Tahap sebelum operasi
Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi menerima
tindakan operasi, asupan gizi, yang cukup dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai
dan usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi berat badan lebih
dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg, Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu, jika bayi
belum mencapai rule of ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang tua agar
kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya memberi minum harus
dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah
yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi tersedak atau terlalu kecil
sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan besar lubang khusus ini
tidak tersedia bayi cukup diberi minum dengan bantuan sendok secara perlahan dalam posisi
setengah duduk atau tegak untuk menghindari masuknya susu melewati langit – langit yang
terbelah. Selain itu celah bibir harus direkatkan dengan manggunakan plaster khusus non alergik
untuk mencegah agar celah bibir menjadi tidak jauh akibat proses tumbuh kembang yang
menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan akibat dorongan lidah pada prolabium, karena
jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika
hasil kahir yang didapat tidak sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai
waktu operasi tiba.
2. Tahap sewaktu operasi
Tahapan selanjutnya dalah tahapan operasi, pada saat ini yang diperhatikan adalah soal
kesiapan tubuh bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh seorang
ahlli bedah. Operasi untuk langit – langit optimal usia 18-20 bulan mengingat anak aktif bicara
usia 2 tahun dan presekolah. Palatoplasty dilakukan sedini mungkin ( 15-24 bulan) sebelum anak
mulai bicara lengkap sehingga pusat bicara di otak belum membentuk cara bicara. Jika operasi
dilakukan terlambat, sering hasil operasi dalam hal kemampuan mengeluarkan suara normal atau
sangat sulit dicapai. Operasi yang dilakukan sesudah 2 tahun harus diikuti dengan speech teraphy
karena jika tidak septelah operasi suara sangau pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah
biasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memosisikan lidah pada
posisi salah.

3. Tahap setelah operasi


Dokter bedah yang emnangani akan memberikan instruksi pada orang tua pasien
misalnya setelah operasi bibir sumbing luka bekas operasi dibiarkan terbuka dan tetap
menggunakan sendok atau dot khusus. Cara menyusui bagi ibu dengan bayi bibir sumbing :
a. Memberikan informasi pentngnya ASI
b. Usaha untuk menutup celahatau sumbing agar bayi dapat memegang puting dan areola
dalam mulutnya
c. Memerah susu dan memberikan kepada anaknya menggunakan cangkir atau sendok teh.

I. Komplikasi
a. Obstruksi jalan nafas
Seperti disebutkan sebelumnya, pasca bedah obstruksi jalan nafas adalah komplikasi
yang paling penting dalam periode pasca operasi langsung. Situasi ini biasanya hasil dari prolaps
dari lidah ke oropharynx sementara pasien tetap dibius dari anasthesi. Intraoperative penempatan
lidah tarikan jahitan membantu dalam pengelolaan situasi ini. Obstruksi jalan napas juga daat
menjadi masalah berkepanjangan karena perubahan pada saluran nafas dinamika, terutama pada
anak – anak dengan rahang kecil.
b. Pendarahan
Intraoperative pendarahan adalah komplikasi yang potensial. Karena kaya suplai darah ke
langit-langit, yang memerlukan transfusi darah yang signifikan dapat terjadi. Ini dapat berbahaya
pada bayi, dalam total volume darah yang rendah. Sebelum operasi penilaian tingkat Hb dan
platelet adala important. 6 injeksi epinefrin sebelum insisi dan langit-langit intraoperative
hidroklorida oxymetaxoline penggunaan material kemasan yang basah dapat mengurangi
kehilangan darah. Untuk mencegah kehilangan darah pasca operasi, wilayah demucosalized
langit-langit harus dikemas dengan avinate atau agen hemostatic serupa.
c. Palatal fistula
Luka dehiscnece ( palatal fistula) dapat terjadi sebagai komplikasi dalam periode pasca
operasi langsung, atau dapat memjadi masalah yang tertunda. Sebuah fistula palatal dapat terjadi
dimana saja di sepanjang belahan asli situs. Insiden ini telah dilaporkan setinggi 34% dan tingkat
keparahan sumbing asli telah terbukti berkolerasi dengan risiko terjadinya fistula.
d. Kelainan midface
Perawatan sumbing langit – langit d beberapa lembaga telah berfokus pada awal
intervensi bedah. Salah satu efek negatif berkenaan dengan pertumbuhan rahang atas. Sumbing
langit langit mungkin perlu orthognatik operasi.

J. Pencegahan
a. Menghindari merokok
Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor risiko lingkungan terbaik yang telah
dipelajari untuk terjadinya celah orofacial. Ibu yang menggunakan tembakau selama kehamilan
secara konsisten terkait dengan peningkatan resiko terjadinya celah-celah orofacial.
b. Menghindari alkohol
Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat mempengaruhi tumbuh
kembang embrio, dan langit-langit mulut sumbing telah dijelaskan memiliki hubungan dengan
terjadinya defek sebanyak 10% kasus pada sindrom alkohol fetal (fetal alcohol syndrome).
c. Memperbaiki nutrisi ibu
Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester I kehamilan sangat
penting bagi tumbuh kembang bibir, palatum dan struktur kraniofasial yang normal dari fetus.
Nutrisi-nutrisi yang penting dan dibutuhkan seorang ibu saat hamil antara lain asam folat,
vitamin B-6 dan vitamin A.
d. Modifikasi pekerjaan
Dari data-data yang ada dan penelitian skala besar menyerankan bahwa ada hubungan
antara celah orofasial dengan pekerjaan ibu hamil (pegawai kesehatan, industri reparasi, pegawai
agrikulutur). Maka sebaiknya pada wanita hamil lebih baik mengurangi jenis pekerjaan yang
terkait. Pekerjaan ayah dalam industri cetak, seperti pabrik cat, operator motor, pemadam
kebakaran atau bertani telah diketahui meningkatkan resiko terjadinya celah orofasial.

BAB III

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Ny.S datang ke rumah sakit Universitas Airlangga Surabaya dengan anaknya yang
bernama An.T yang berumur 3 bulan dengan keluhan terdapat belahan pada bibir yang
menyebabkan anaknya susah untuk menelan dan menyusu. Pasien terlihat kurus karena
berkurangnya nafsu makan. Ny.S mengatakan bahwa saat ia sedang mengandung pada trimester
pertama pernah mengalami trauma. Saat dilakukan pemeriksaan teraba ada celah (terbukanya
langit - langit), palato lunak dan keras.

FORMAT PENGKAJIAN ANAK SAKIT

I. Data Identitas
Nama Anak : An.T Alamat : Binjai,Medan Denai

Tempat/Tanggal Lahir : Medan,06 Juli 2022 Agama : Islam

Nama Ayah/Ibu : Tn.S Suku : Jawa

Pekerjaan Ayah :Wiraswasta Pendidikan Ayah: Tamat SMA

Pekerjaan Ibu : Ibu rumah tangga Pendidikan Ibu : Tamat SMA

II. Keluhan Utama


Ny.S mengatakan An.T susah untuk menelan makanan dan menyusui.

III. Riwayat Kesehatan Yang Lalu


Ny.S mengatakan bahwa saat ia sedang mengandung pada trisemester pertama pernah mengalami trauma.

IV. Riwayat Kesehatan Keluarga

riwayat penyakit yang pernah/sedang diderita oleh keluarga (baik berhubungan / tidak dengan penyakit
yang diderita anak)

Genogram Keluarga

V. Kebutuhan Dasar

Kebutuhan Dasar Sebelum Sakit Saat Sakit


Nutrisi Pemberian ASI 8x/hari Berkurang 5x/hari
Pemberian ASI
Porsi Makan
Makanan yang disukai/tidak
disukai
Kebiasaan makan (pola makan)
Pola Istirahat/tidur 15 jam 8 jam
kebiasaan sebelum tidur - -
tidur siang
Mandi 3x/hari 1x/hari
rutinitas mandi (berapa kali
sehari)
Aktivitas - -
jenis aktivitas yang dilakukan
aktivitas bermain (jenis
permainan, lama bermain)
persepsi pada kekuatan
(lemah/kuat)
kemampuan kemandirian anak
(toilet, mandi, makan,
berpakaian)
Aktivitas yang dibantu atau
dilakukan mandiri
Eliminasi normal Urine berkurang
pola defekasi dikarenakan frekueansi
pola eliminasi urin (frekuensi ASI berkurang
ganti popok, warna, bau)
Kenyamanan - -
Skala Nyeri :
Pola Kognitif-Persepsi - -
Responsif secara umum
Respon anak untuk bicara, suara
atau objek sentuhan
Apakah anak mengikuti objek
dengan matanya?,
Respon meraih mainan
Kemampuan anak untuk
menyebutkan nama, waktu,
alamat, no telpon, dll
Kemampuan anak untuk
mengidentifikasi kebutuhan
lapar, dan rasa tidak nyaman

Keamanan dan Perlindungan - -


risiko jatuh, Skor

VI. Kesehatan Saat ini

Terdapat belahan di bibir An.T

Hasil Laboratorium :-

Hasil Foto Rontgen/USG :-

Data Tambahan :-

VII. Pemeriksaan Fisik

Data klinis :

TB...cm BB (aktual/perkiraan)....kg,

Kesadaran :

CM Apatis somonolen  sopor  soporocoma  coma,

GCS 456 M : ......V : .... E....,

Tanda-tanda vital : Suhu , nadi,  kuat  lemah  teratur  tidak teratur, tekanan darah : lengan kanan
120/80mmHg, lengan kiri.... mmhg, Duduk....mmhg, tidur.....mmHg.

Keadaan Umum

Tampak sakit :  ringan  sedang  berat  tidak sakit  pucat  sesak  kejang  lain-lain

Kulit

Warna :  DBN  pucat  sianosis  kelabu  kuning  lain-lain …….

Suhu :  DBN  hangat  dingin , turgor :  DBN  buruk,  lesi  petechie  lain-lain.....

Kepala

Bentuk : normal , hematoma  luka

Rambut : warna  hitam,  lain-lain

Mata

Mata :  jernih  kemerahan  lain-lain

Visus :  6/6  6/60  6/300  6/tak terhingga  anopsia


Pupil :  isokor  unisokor  miosis  midriasis, reaksi terhadap cahaya : ka  positif  negatif, kiri :
 positif  negatif  ptosis  exopthalmus  glaukoma  katarak, Conjunctiva :  merah jambu 
anemis  sklera putih  ikterik,  lain-lain

Telinga

 simetris lain-lain ….  peradangan gemrebeg keluar cairan /darah  rinne test

 webber test  schwabach tes. Pendengaran: DBN  berkurang  lain-lain

Hidung

 simetris  lain-lain ….. concha :  membesar  tidak  septum nasi sentral  pilek

 epistaksis  lain-lain

Mulut

Bibir :  pucat  sianosis  labio/palatoschizis  stomatitis

Gusi :  DBN  plak putih  lesi  lain-lain

Gigi :  DBN  garies  lain-lain

Tenggorok

Tonsil / pharinx :  DBN  meradang  dan lain-lain

Leher

 Simetris  Nodul  desakan Vena  trakea disentral  struma  JVP ..  lain

Dada

Bentuk :  simetris  Barrel chest  funnel chest  pigeone chest  kifoskoliosis torakik

 flail chest  benjolan  lain-lain

Paru-paru :

Inspeksi :  stridor  RR: ..... x/min, irama pernapasan :  normal  takipnea

 hiperventilasi  cheyne stoke  biots  dyspnea  retraksi intercostal/ supra : sternal

 d’effort inspirasi/ekspirasi  orthopnoe

Palpasi :  NT  ekspansi pernapasan  taktil fremitus

Perkusi :  sonor  redup  pekak  timpani


Auskultasi : irama  teratur  suara napas  vesicular  brokho-vesikular  bronkhial  trakeal 
vokal resonans  normal  bronchophony  pectoniloquy  egophony, suara tambahan  rales halus/
sedang/ kasar  ronchi kering/ basah  pleural friction rub.

Jantung :

Infeksi : ictus cordis  normal  melebar

Palpasi : perabaan ictus cordias :  normal  melebar, HR : .....x/min,  thrill

Perkusi : Redup  pekak, batas jantung...

Auskultasi : irama  teratur  tidak, SI :  normal  abnormal......., S II :  normal  abnormal......, 


murmur grade 1 2 3 4 5 6  gallops,  lain-lain.....

Abdomen

Bentuk  simetris  tidak  defence muskuler  kembung  acties  H/L teraba...

Peristaltik :  ada ....... x/min  tidak ada  borborygmi  BT  strie  spider nevi  lain-lain..

Genitalia dan anus

Penis :  normal  fimosis  hipospadia  discharge.....

Scrotum dan testis  normal  hernia  hidrokel  orkitis  peidedemitis  varikokel  lain-lain...

Vagina  sekret, warna.........,  lain-lain

Anus  pelebaran vena ani  prolap recti  fissura  fistula  atresia ani  lain-lain....

Ekstremitas

ANALISA DATA

No Data Fokus pathway Masalah Keperawatan


.

1. DS : Trauma pada trimester 1 Ketidakseimbangan


kehamilan nutrisi kurang dari
1. Ny.S mengatakan kebutuhan
anaknya An.T 
susah untuk
menelan dan Kegagalan perkembangan
menyusu jaringan lunak dan tulang

2. Berkurangnya 
nafsu makan
DO : Kegagalan penyatuan prosesus
nasal medial dan maxilaris
1. Terdapat belahan
pada bibir 
2. Anak terlihat Celah kecil s/d kelainan hebat
kurus pada wajah

Celah pada bibir

Labioskisis / sumbing

Gangguan menelan

Berkurangnya nafsu makan

Intake makanan tidak adekuat

Nutrisi kurang dari kebutuhan

2. DS : Trauma pada trimester 1 Resiko Aspirasi


kehamilan
Susah menelan dan
menyusu 

DO : Kegagalan perkembangan
jaringan lunak atau tulang pada
1. Terdapat celah
trimester 1
(terbukanya langit-
langit) 
2. Palato lunak dan Kegagalan penyatuan susunan
keras palato

Terdapat celak pada tekak,


palato lunak dan keras

Palatoskisis

Gangguan menelan

Resiko aspirasi

3. DS : Trauma pada trimester 1 Resiko infeksi


kehamilan
Susah menelan dan
menyusu 

DO : Kegagalan perkembangan
jaringan lunak dan tulang
1. Terdapat belahan
pada bibir 
2. Ada celah pada Kegagalan penyatuan prosesus
tekak (terbukanya nasal medial dan maxilaris serta
langit – langit) kegagalan penyatuan susunan
3. Palato lunak dan palato
keras

Labioskisis dan palatoskisis

Pembedahan

Perawatan luka pembedahan


tidak baik


Resiko infeksi

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan factor terkait


kelemahan otot yang dibutuhkan untuk menelan terkait factor biologis ditandai dengan tidak
nafsu makan

2. Resiko aspirasi berhubungan dengan terganggunya kemampuan menelan

3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasiv


RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Pasien : An.T Diagnosa Medis : Labioskizis

Ruangan : Mawar Nama Mahasiswa :

DIAGNOSA HASIL YANG PROSES KEPERAWATAN


DIHARAPKAN
NO KEPERAWATAN (NOC) INTERVENSI (NIC) RASIONAL

1 Keseimbangan nutrisi Setelah dilakukan -Menimbang berat -penurunan


kurang dari kebutuhan intervensi selama badan pasien. berat badan bias
b//d factor terkait 2x24 jam maka terjadi karena
kelemahan otot yang kebutuhan nutrisi -Kaji adanya alergi kondisi pasien
dibutuhkan untuk dapat terpenuhi makanan
menelan terkait factor dengan kriteria -menghindari
biologis d/d tidak nafsu hasil : -Yakinkan diet yang timbulnya alergi
makan dimakan mengandung
- Klien nafsu tinggi serat untuk -agar klien tidak
makan
mencegah konstipasi diare dan
- Bb
kurang serat
meningkat -Ajarrkan pasien
bagaimana membuat -dapat menjadi
catatan makanan patokan untuk
harian makan secara
teratur
-Monitor adanya BB
dan gula darah -lingkungan
yang nyaman
-Monitor lingkungan dapat
selama makan menambah
-Monitor turgor kulit selera makan

-Jadwalkan -agar
pengobatan dan mengetahui
tindakan tidak selama klien kurang
jam makan cairan atau tidak

-Monitor kekeringan, -mual muntah


rambut kusam, total dapat
protein, Hb, dan kadar mempengaruhi
Ht berat badan
-Monitor mual -agar
muntah mengetahui
pemasukan
-Monitor intake nutrisi yang
nutrisi dikonsumsi
-Monitor pucat, klien
kemerahan, dan -agar pasien
kekerngan jarngan tidak dehidrasi
konjungtiva
-agar nutrisi
-Atur posisi klien bias
semifowler/fowler tercukupi
selama makan
-jika klien
-Anjurkan banyak masih sulit
minum makan lebih
-Pertahankan terapi baik konsultasi
IV line ke dokter
pemberian ngt
-Kolaborasi dengan untuk
ahli gizi untuk mempermudah
menentukan jumlah pemberian
kalori dan nutrisi makan
yang dibutuhkan
pasien

-Kolaborasi dengan
dokter tentang
kebuthan suplemen
makanan seperti
NGT/TPN sehingga
intake cairan yang
adequat dapat
dipertahankan.

2 Resiko aspirasi b/d Setelah dilakukan -Monitor kemampuan


terganggunya tindakan menelan
kemampuan untuk keperawatan
menelan d/d sulit selama 2x24 jam -Monitor status
menelan pasien tidak pulmonal
mengalami aspirasi -Monitor kebutuhan
dengan kriteria : pencernaan -kemampuan
menelan dapat
-Mengidentifikasi -Meminimalkan mempengaruhi
faktor risiko penggunaan sedative terganggunya
dan narcotic aspirasi
-Memposisikan
tubuh tegak lurus -Memposisikan tegak -untuk
pada saat makan lurus 30 derajat – 90 mengetahui
dan minum derajat adanya masalah
-Menghindari -Mengawasi saat di paru
faktor risiko makan atau -menghindari
mendampingi ketergantungan
-Memelihara oral seperlunya
hygine -agar
-Menjaga set suction mempermudah
-Memilih makanan tersedia
sesuai dengan jalan nafas
kemampuan -Kolaborasikan -agar
menelan dengan tim kesehata mempermudah
lain untuk mendukung pengisapan jika
-Mengendalikan penyembuhan pasien
sekresi oral terjadi sumbatan
-Menentukan di jalan nafas
-Mampu kemampuan pasien
mengunyah -kolaborasi
untuk fokus pada dengan tim
-Penerimaan pembelajaran kesehatan
terhadap makanan memakan dan diperlukan
menelan untuk
-Mendukung privasi kesembuhan
pasien pasien sesuai
dengan
-Kolaborasi dengan kemampuan
terapi bicarauntuk masing-masing
mengajarkan ke
keluarga pasien
tentang regimen
latihan menelan

-Menginstruksikan
pasien agar tidak
berbicara saat makan
-menjaga --
-Menginstruksikan -----menjaga
pasien untuk privasi untuk
membuka dan kenyamanannya
menutup mulut
sebagai manipulasi
makan

3 Resiko infeksi b/d Setelah dilakukan -Pertahankan teknik


prosedur infasive d/d tindakan aseptif
terdapat belahan di keperawatan
bibir selama 2x24 jam -Batasi pengunjung
pasien tidak bila perlu
mengalami infeksi -Cuci tangan setiap
dengan kriteria sebelum dan sesudah
hasil : tindakan keperawatan
-Klien bebas dari -Gunakan baju,
tanda dan gejala sarung tangan sebagai
infeksi alat pelindung
-Meunjukkan -Ganti letak IV perifer
kemampuan untuk dan dressing sesuai
mencegah dengan petunjuk
timbulnya infeksi umum
-Jumlah leukosit -Tingkatkan intake
dalam batas nutrisi
normal
-Berikan terapi
-Menunjukkan antibiotik
perilaku hidup
sehat -Monitor tanda dan
geajala infeksi
-Status imun, sistemik dan lokal
gastrointestinal,
genitourinaria -Pertahankan teknik
dalam batas isolasi
normal
-Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas dan drainase

-Monitor adanya luka

-Dorong masukan
cairan

-Dorong istirahat

-Ajarkan pasien dan


keluarga tanda dan
gejala infeksi

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama Mahasiswa : Nama Pasien : An.T

Ruangan : Mawar Diagnosa Medis : Labioskizis

No. Diagnosa Keperawatan Jam Implementasi Evaluasi Nama Dan


Paraf Yang
Jelas

1 Keseimbangan nutrisi -Menimbang berat S : ibu klien


kurang dari kebutuhan badan pasien. mengatakan
b//d factor terkait nafsu makan
kelemahan otot yang -Mengkaji adanya sudah
dibutuhkan untuk alergi makanan bertambah
menelan terkait factor
biologis d/d tidak nafsu -Menganjurkan diet O : - porsi
makan yang dimakan makan sudah
mengandung tinggi habis
serat untuk -BB sudah naik
mencegah konstipasi
A : masalah
-Mengajarkan pasien teratasi sebagian
bagaimana membuat
P : Intervensi di
catatan makanan
teruskan
harian

-Memonitor adanya
BB dan gula darah

-Memonitor
lingkungan selama
makan

-Memonitor turgor
kulit

-Menjadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam makan

-Memonitor
kekeringan, rambut
kusam, total protein,
Hb, dan kadar Ht

-Memonitor mual
muntah

-Memonitor intake
nutrisi

-Memonitor pucat,
kemerahan, dan
kekerngan jarngan
konjungtiva

-Mengatur posisi
semifowler/fowler
selama makan

-Menganjurkan
banyak minum

-Mempertahankan
terapi IV line

-Berkolaborasi
dengan ahli gizi
untuk menentukan
jumlah kalori dan
nutrisi yang
dibutuhkan pasien

-Berkolaborasi
dengan dokter
tentang kebuthan
suplemen makanan
seperti NGT/TPN
sehingga intake
cairan yang adequat
dapat dipertahankan.

2 Resiko aspirasi b/d -Memonitor S : ibu klien


terganggunya kemampuan menelan mengatakan
kemampuan untuk klien sudah
menelan d/d sulit -Memonitor status tidak kesulitan
menelan pulmonal menelan

-Memonitor O : klien tampak


kebutuhan sudah bias
pencernaan menelan

A : masalah
-Meminimalkan
teratasi sebagian
penggunaan sedative
dan narcotic P : Intervensi di
teruskan
-Memposisikan
tegak lurus 30
derajat – 90 derajat

-Mengawasi saat
makan atau
mendampingi
seperlunya

-Menjaga set suction


tersedia

-Berkolaborasi
dengan tim kesehata
lain untuk
mendukung
penyembuhan pasien

-Menentukan
kemampuan pasien
untuk fokus pada
pembelajaran
memakan dan
menelan

-Mendukung privasi
pasien

-Berkolaborasi
dengan terapi
bicarauntuk
mengajarkan ke
keluarga pasien
tentang regimen
latihan menelan

-Menginstruksikan
pasien agar tidak
berbicara saat makan

-Menginstruksikan
pasien untuk
membuka dan
menutup mulut
sebagai manipulasi
makan.

3 Resiko infeksi b/d -Mempertahankan S : ibu klien


prosedur infasive d/d teknik aseptif mengatakan
terdapat belahan di infeksi sudah
bibir -Membatasi membaik
pengunjung bila
O : bibir sudah
perlu
tampak
-Mencuci tangan membaik
setiap sebelum dan A : masalah
sesudah tindakan teratasi sebagian
keperawatan
P : Intervensi di
-Menggunakan baju, teruskan
sarung tangan
sebagai alat
pelindung

-Mengganti letak IV
perifer dan dressing
sesuai dengan
petunjuk umum

-Meningkatkan
intake nutrisi

-Memberikan terapi
antibiotik

-Memonitor tanda
dan geajala infeksi
sistemik dan lokal

-Mempertahankan
teknik isolasi

-Menginspeksi kulit
dan membran
mukosa terhadap
kemerahan, panas
dan drainase

-Memonitor adanya
luka

-Mendorong
masukan cairan

-Mengajarkan pasien
dan keluarga tanda
dan gejala infeksi

BAB IV
KESIMPULAN

Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya prosesus nasal median
dan maksilatis untuk menyatu selama perkembangan embrionik ( Wong, 2003)
Labioskisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah
( Ngastiah, 2005)
Penyebab bibir sumbing anatara lain: faktor herediter, sebagai faktor yang sudah
dipastikan. 75 % dari faktor keturunan resesif dan 25% bersifat dominan. Karena mengalami
mutasi gen dan kelainan kromosom,faktor eksternal / lingkungan, faktor usia ibu, obat-obatan ,
asetosal, aspirin ( schardein, 1985), rifampisin, fenasetin, sulfonamid, aminoglikosid,
indometasin, asam flufetamat, ibuprofen, penisilamin, antihistamin dapat menyebabkan celah
langit – langit. antineoplastik, kortikosteroid,nutrisi,penyakit infeksi seperti sifilis, virus
rubella,radiasi,stress emosional,trauma ( trimester pertama) ( Wong. 2003)
Bibir sumbing dapat berkisar dari sedikit takik pada bagian merah bibir atas hingga
pemisahan total bibir yang memanjang hingga kedalam hidung. Dapat dijumpai pada satu atau
kedua sisi bibir atas. Sumbing langit langit dapat dijumpai sebagai bagian dari deformitas bibir
sumbing atau sebagai kelainan garis tengah tersendiri yang melibatkan palatum sekunder.

DAFTAR PUSTAKA
Chapter II_3 Maloklusi Pdf. Diakses pada tanggal 16 Maret 2016 pukul 12.20 WIB

Eddy Hariyanto-Fkg Unhas.pdf. Diakses pada tanggal 16 Maret 2016 pukul 12.40 WIB

Davies, lorna dan Mcdonald, Sharon. 2009. Pemeriksaan Kesehatan Bayi. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak : Gangguan Sistem Gastrointestnal dan Hepatobilier.
Jakarta : Salemba Medika.

Herdman, T. H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing Diagnoses:


Definition and Classification, 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell
Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak : Gangguan Sistem Gastrointestnal dan Hepatobilier.
Jakarta : Salemba Medika.

Sue Moorhead, et. al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC): Measurement of Health
Outcomes 5th Edition. USA: Elsevier
Pertanyaa Persentasi Kelompok

SOAL :
Nama : Widyati Rabudi
Yang menjawab : Nani Maida Wati
1. Kenapa penyakit sifilis dan rubella dapat menjadi factor labiokizis ?
Jawaban: karena sifilis dan rubella penyebab utamanya adalah virus dan bakteri yang dimana
virus dan bakteri tersebut dapat menular dengan mudah kepada janin karena janin sangat
rentan terhadap penyakat apalagi ditularkan oleh orang tuanya. Pada janin atau bayi yang
terinfeksi gangguan kesehatan seperti sifilis dan rubella berdampak pada terjadinya cacat
seumur hidup contohnya seperti labioskiziz (bibir sumbing).
Sumber : Jurnal Rekonstruksi & Estik,Vol.06,No1,Januari-Juni 2021

Nama : Tika Muslimah


Yang menjawab : Nani Maida Wati
2. Bagaimana cara menanggulangi anak dengan labiokizis pada anak di rumah apakah harus
memakai NGT, lalu apakah ada respirasi ?
Jawaban : Anak dengan labioskizis pada umumnya susah untuk makan atau menyusui
tidak harus menggunakan NGT,sekarang sudah di sediakan bebagai botol dan dot khusus
untuk anak dengan labioskizis oleh CLAP (Cleft Lip and Palate Association). Biasanya
makan secara nasogastric tidak diperlukan dan harus dihindari.
Sumber : ISM,VOL.2 NO.1,Januari-April 2020

Nama : Masyarani Simbolon


Yang menjawab : Nani Maida Wati
3. Bagaimana cara mengatasi atau mencegah terjadinya kelainan kongenital pada bayi
dalam kandungan dan apakah berbahaya kelainan tersebut pada embrio ?
Jawaban : cara mengatasinya yaitu dengan teratur mengecek kehamilan,melakukan
pemerikasaan genetic kepada keluarga,menjalanin gaya hidup sehat dengan menosumsi
makanan bergizi yang mengandung asam folat,tidak merokok dan tidak mengonsumsi
alcohol.Berbahaya karena pada kasus yang lebih berat dapat terjadi penumpukan jaringan
lunak,sianosis atau apnea, dan penyumbatan jalan nafas.
Sumber : ISM,VOL.2 NO.1,Januari-April 2020

Anda mungkin juga menyukai