Anda di halaman 1dari 15

CLEFT LIP

Pembimbing:
dr. Fajar Sidik, Sp.BP-RE

Disusun Oleh:
Linda Puspita Sari 2016730127
Fatimah Azzahra 2016730037

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga tugas ini dapat terselesaikan dengan
baik.
Tugas ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas “Cleft Lip” pada Stase Ilmu
Stase Bedah Rumah Sakit Islam Jakarta. Bahan-bahan dalam pembuatan tugas ini
didapat dari buku dan sumber lainnya yang membahas mengenai “Cleft Lip”
Terima kasih kepada dokter pembimbing di Rumah Sakit Islam Jakarta dan
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta yang telah
membantu dalam menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penyusun harapkan. Semoga tugas ini dapat
bermanfaat untuk para pembaca.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Jakarta, November 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... 1

DAFTAR ISI .......................................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi dan Fisiologi .................................................................................................. 5


2. Definisi ........................................................................................................................ 6
3. Klasifikasi .................................................................................................................... 7
4. Epidemiologi .............................................................................................................. 7
5. Etiologi ....................................................................................................................... 7
6. Manifestasi Klinis ....................................................................................................... 8
7. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................................... 8
8. Penatalaksanaan .......................................................................................................... 9
9. Komplikasi .................................................................................................................. 10
10. Pencegahan .................................................................................................................. 11
11. Prognosis ..................................................................................................................... 12

BAB III KESIMPULAN ........................................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 14

2
BAB 1

PENDAHULUAN

Cleft Lip and Palate (CLP) atau bibir sumbing adalah cacat bawaan yang menjadi
masalah tersendiri di kalangan masyarakat, terutama penduduk dengan status sosial
ekonomi yang lemah. Akibatnya operasi dilakukan terlambat dan malah dibiarkan
sampai dewasa. FoghAndersen di Denmark melaporkan kasus bibir sumbing dan celah
langit-langit 1,47/1000 kelahiran hidup. Hasil yang hampir sama juga dilaporkan oleh
Woolf dan Broadbent di Amerika Serikat serta Wilson untuk daerah Inggris. Neel
menemukan insiden 2,1/1000 penduduk di Jepang.Insiden bibir sumbing di Indonesia
belum diketahui. Hidayat dan kawan-kawan di propinsi Nusa Tenggara Timur antara
April 1986 sampai Nopember 1987 melakukan operasi pada 1004 kasus bibir sumbing
atau celah langit-langit pada bayi, anak maupun dewasa di antara 3 juta
penduduk.Etiologi bibir sumbing dan celah langit-langit adalah multifaktor. Selain
factor genetik juga terdapat faktor non genetik atau lingkungan. Faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing dan celah langit-langit adalah usia ibu
waktu melahirkan, perkawinan antara penderita bibir sumbing, defisiensi Zink waktu
hamil dan defisiensi vitamin B6 dan asam folat. Bayi yang terlahir dengan bibir
sumbing harus ditangani oleh klinisi dari multidisiplin dengan pendekatan team-based,
agar memungkinkan koordinasi efektif dari berbagai aspek multidisiplin tersebut.
Kelainan ini sebaiknya secepat mungkin diperbaiki karena akan mengganggu pada
waktu menyususui dan akan mempengaruhi pertumbuhan normal rahang serta
perkembangan bicara. Penatalaksanaan Cleft Lip and Palate (CLP) adalah operasi.
Bibir sumbing dapat ditutup pada semua usia, namun waktu yang paling baik adalah
bila bayi berumur 10 minggu, berat badan mencapai 10 pon, Hb >10g%. Dengan
demikian umur yang paling baik untuk operasi sekitar 3 bulan. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Bustami dan kawan-kawan diketahui bahwa alasan terbanyak anak
penderita bibir sumbing terlambat (berumur antara 5-15 tahun) untuk dioperasi adalah
keadaan sosial ekonomi yang tidak memadai dan pendidikan orang tua yang masih
kurang.
Penyebab utama bibir sumbing karena kekurangan seng dan karena kawin dengan
kerabat. Bagi tubuh, seng sangat dibutuhkan enzim tubuh walau yang diperlukan
3
sedikit, tapi jika kekurangan berbahaya. Makanan yang mengandung seng antara lain
daging, sayur – sayuran dan air. Di NTT airnya bahkan tidak mengandung seng sama
sekali. Soal kawin antar kerabat atau saudara memang pemicu munculnya penyakit
degeneratif (keturunan) yag sebelumnya resesif, kelaian ini juga bisa dipicu
kekurangan gizi lainnya seperti vitamin B6 dan B kompleks, misalnya infeksi pada
janin pada usia muda dan salah minum obat-obatan atau jamu juga bisa megakibatkan
bibir sumbing.
Terobosan terbaru untuk kasus bibir sumbing didasarkan paska studi terhadap
DNA pada sekitar 8000 orang yang memiliki riwayat bibir sumbing di 10 negara. Dari
angka tersebut diperoleh sembilan variasi yang disebut Single Nucleotida Poly
morphisms (SNP5) dalam gen bernama IRF6. gen IRF6 merupakan gen penyebab
terjadinya kasus bibir sumbing. Selain itu, mereka yang mengalami cacat tersebut
disebabkan karena kekurangan nutrisi dan faktor keturunan. Labiopalatoskisis
merupakan deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing atau pembentukan
yang kurang sempurna semasa embrional berkembang, bibir atas bagian kanan dan
bagian kiri tidak tumbuh bersatu. Belahnya belahan dapat sangat bervariasi, mengenai
salah satu bagian atau semua bagian daridasar cuping hidung, bibir, alveolus dan
palatum durum serta molle. Suatu klasifikasi berguna membagi struktur- struktur yang
terkena menjadi : Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan palatum
durum di belahan foramen incisivum. Palatum sekunder meliputi palatum durum dan
molle posterior terhadap foramen. Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau
keduanya, palatum primer dan palatum sekunder dan dapat unilateral atau bilateral.
Kadang-kadang terlihat suatu belahan submukosa, dalam kasus ini mukosanya utuh
dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum. Labiopalatoskisis ini dapat
segera diperbaiki dengan pembedahan. Bila sumbing mencakup pula palatum mole
atau palatum durum, bayi akan mengalami kesukaran.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi

a. Mulut

Mulut atau oris adalah pemulaan saluran pencernaan yang terdiri atas dua
bagian yakni; bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang diantara gusi,
gigi, bibir dan pipi. Dan bagian rongga mulut bagian dalam, rongga mulut yang
dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandibularis, disebelah
belakang bersambung dengan faring. Selaput lendir mulut ditutupi oleh epitelium
yang berlapis lapis, dibawahnya terdapat kelenjar kelenjar halus yang
mengeluarkan lendir. Selaput ini kaya akan pembuluh darah dan juga memuat
banyak ujung akhir saraf sensoris.
Disebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan disebelah dalam ditutupi oleh
selaput lendir atau mukosa. Otot orbikularis oris menutupi bibir. Levator anguli
oris mengangkat dan depressor anguli oris menekan ujung rambut. Palatum terdiri
dari :
1. Palatum durum ( palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dan
sebelah depan tulang maksilaris dan lebih kebelakang terdiri dari dua
tulang palatum.
2. Palatum mole ( palatum lunak) terletak dibelakang yang merupakan lipatan
menggantung yang dapat bergerak, terdiri dari jaringan fibrosa dan selaput
lendir.
Gerakannya dikendalikan oleh ototnya sendiri, disebelah kanan dan kiri
dari tiang fauses terdapat saluran lendir menembus tonsil. Pipi dilapisi oleh
mukosa yang mengandung papilla, otot yang terdapat pada pii adalah
buksinator. Di rongga mulut terdapat geligi, kelenjar ludah dan lidah.
b. Geligi

Geligi ada dua macam;


1. Gigi sulung, mulai tumbuh pada anak berumur 6-7 bulan. Lengkap pada umur
2,5 tahun jumlahnya 20 buah disebut juga gigi susu, terdiri dari 8 buah gigi
5
seri( dens insisivus), 4 buah gigi taring ( dens kaninus), 8 gigi geraham ( dens
molare).
2. Gigi tetap atau permanen tumbuh pada umur 6-18 tahun, jumlahnya 32 buah,
terdiri dari : 8 buah gigi seri, 4 buah gigi taring, 8 gigi geraham depan (molare),
12 gigi geraham (premolare).

Fungsi ggi terdiri dari gigi seri untuk memotong makanan, gigi taring gunanya
untuk memutus makanan yang keras, dan geraham untuk mengunyah makanan
yang sudah dipotong. Bagian-bagian gigi :
Mahkota gigi atau corona, merupakan bagian yang tampak di atas gusi. Terdiri atas
:
1. Lapisan email, merupakan lapisan paling keras.
2. Tulang gigi (dentin), didalamnya terdapat saraf dan pemnuluh darah.
3. Rongga gigi ( pulpa), merupakan bagian anatara corona dan radeks.
4. Leher gigi (kolum), merupakan bagian yang berada dalam gusi
5. Akar gigi ( radiks), merupakan bagian yang tertanam pada tulang rahang.
Akar gigi melekat pada tulang rahang dengan perantara semen gigi.
6. Semen gigi melapisi akar gigi dan membantu menahan gigi agar tetap
melekat pada gusi. Semen gigi terdiri atas :
a. Lapisan semen, merupakan pelindung akar gigi dan gusi
b. Gusi merupakan tempat gigi tumbuh ( syaifuddin, 2006)

2.2. Definisi

Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya prosesus


nasal median dan maksilatis untuk menyatu selama perkembangan embrionik ( Wong,
2003)
Labiopalatoskisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk
pada struktur wajah ( Ngastiah, 2005)

6
2.3. Klasifikasi

a. Unillateral incomplete
Apabila celah sumbing terjadi hanya dislah satu sisi bibir dan tidak memanjang ke
hidung.
b. Unilateral complete
Apanila celah sumbing terjadi hanya disalah satu bibr dan memanjang hingga ke
hidung.
c. Bilateral complete
Apabila celah sungbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke
hidung.
d. Labio palato skisis
e. Merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut, palato skisis (
sumbung palatum) dan labio skisis ( sumbing tulang) untuk menyatu selama
perkembangan embrio. ( Hidayat, 2005)

2.4 Epidemiologi

1:300-600. 60% mencakup bibir. 1:20 jika kedua orang tua mengalami bibir
sumbing. (Sodikin.2009)

2.5 Etiologi

a. Faktor herediter
Sebagai faktor yang sudah dipastikan. 75 % dari faktor keturunan resesif dan 25%
bersifat dominan. Karena mengalami mutasi gen dan kelainan kromosom.
b. Faktor eksternal / lingkungan
1. Faktor usia ibu
2. Obat-obatan , asetosal, aspirin ( Schardein, 1985), rifampisin, fenasetin,
sulfonamid, aminoglikosid, indometasin, asam flufetamat, ibuprofen,
penisilamin, antihistamin dapat menyebabkan celah langit – langit.
Antineoplastik, kortikosteroid.
3. Nutrisi
4. Penyakit infeksi seperti sifilis, virus Rubella
5. Radiasi
7
6. Stress emosional
7. Trauma ( trimester pertama) ( Wong. 2003)

2.6 Manifestasi Klinis

Masalah asupan makanan merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi
dengan bibir sumbing. Kesulitan dalam melakukan hisapan pada payudara ibu atau
dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral.
Keadaan tambahan yang ditemukan adalah reflek hisap dan menelan pada bayi dengan
bibir sumbing tidak sebaik bayi normal, dan bayi lebih banyak menghisap udara pada
saat menyusu.
Bibir sumbing dapat berkisar dari sedikit takik pada bagian merah bibir atas hingga
pemisahan total bibir yang memanjang hingga kedalam hidung. Dapat dijumpai pada
satu atau kedua sisi bibir atas. Sumbing langit langit dapat dijumpai sebagai bagian
dari deformitas bibir sumbing atau sebagai kelainan garis tengah tersendiri yang
melibatkan palatum sekunder.
Pada labio schisis :
a. Distorsi hidung, tampak sebagian atau kedua duanya
b. Adanya celah bibir

Pada palato schisis :


a. Tampak ada celah pada tekak atau uvula.
b. Palato lunak dan keras atau foramen incisivus.
c. Adanya rongga pada hidung.
d. Distorsi hidung.
e. Teraba ada celah atau terbukanya langit – langit pada waktu periksa.
f. Mengalami kerusakan dalam mengisap atau makan ( Sodikin, 2011)

2.7 Pemeriksaan Penunjang


a. Foto Rontgen
Untuk memeriksa kelainan pada rongga mulut.
b. Pemeriksaan fisik

8
Pemeriksaan pada bibir, palatum, hidung, dan uvula. Kaji tanda – tanda dan
gejala yang mengikutnya seperti kesulitan menelan, infeksi pada telinga, pada saat
bayi menyusu, air susu keluar dari hidung, dan gangguan berbicara.
c. MRI untuk evaluasi abnormal
Untuk melihat kelainan – kelainan pada rongga mulut
d. Pemeriksaan USG
Sumbing bbir lebih mudah di diagnosis melalui ultrasond kehamilan.
Diagnosis dapat dibuat pada awal kehamilan 18 minggu. Prenatal diagnosis
memberikan orangtua dan tim medis keuntungan dari perencanaan lanjutan untuk
perawatan bayi. (Belajar ilmu bedah.2010)

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan idealnya, anak dengan bibir sumbing ditatalaksana oleh “tim
labiopalatoskisis” yang terdiri dari spesialis bedah, maksilofasial, terapis bicara dan
bahasa, dokter gigi, ortodentis, psikolog dan perawat spesialis. Perawatan dan
dukungan pada bayi dan keluarganya diberikan sejak lahir sampai umur 18 tahun.
Tindakan pembedahan dapat dilakukan pada saat usia 3 bulan. Ada tiga tahap
penatalaksanaan yakni :
a. Tahap sebelum operasi
Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi
menerima tindakan operasi, asupan gizi, yang cukup dilihat dari keseimbangan
berat badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai
adalah rule of ten meliputi berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg, Hb
lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu, jika bayi belum mencapai rule of
ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang tua agar kelainan dan
komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya memberi minum harus
dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar sendiri
dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi
tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika
dot dengan besar lubang khusus ini tidak tersedia bayi cukup diberi minum dengan
bantuan sendok secara perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk
menghindari masuknya susu melewati langit – langit yang terbelah. Selain itu
celah bibir harus direkatkan dengan manggunakan plaster khusus non alergik untuk
9
mencegah agar celah bibir menjadi tidak jauh akibat proses tumbuh kembang yang
menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan akibat dorongan lidah pada
prolabium, karena jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada saat operasi akan
menjadi sulit dan secara kosmetika hasil kahir yang didapat tidak sempurna.
Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba.
b. Tahap sewaktu operasi
Tahapan selanjutnya dalah tahapan operasi, pada saat ini yang diperhatikan
adalah soal kesiapan tubuh bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa
diputuskan oleh seorang ahlli bedah. Operasi untuk langit – langit optimal usia 18-
20 bulan mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan presekolah. Palatoplasty
dilakukan sedini mungkin ( 15-24 bulan) sebelum anak mulai bicara lengkap
sehingga pusat bicara di otak belum membentuk cara bicara. Jika operasi dilakukan
terlambat, sering hasil operasi dalam hal kemampuan mengeluarkan suara normal
atau sangat sulit dicapai. Operasi yang dilakukan sesudah 2 tahun harus diikuti
dengan speech teraphy karena jika tidak septelah operasi suara sangau pada saat
bicara tetap terjadi karena anak sudah biasa melafalkan suara yang salah, sudah ada
mekanisme kompensasi memosisikan lidah pada posisi salah.
c. Tahap setelah operasi
Dokter bedah yang emnangani akan memberikan instruksi pada orang tua
pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing luka bekas operasi dibiarkan
terbuka dan tetap menggunakan sendok atau dot khusus. Cara menyusui bagi ibu
dengan bayi bibir sumbing :
- Memberikan informasi pentingnya ASI
- Usaha untuk menutup celahatau sumbing agar bayi dapat memegang puting
dan areola dalam mulutnya
- Memerah susu dan memberikan kepada anaknya menggunakan cangkir
atau sendok teh.

2.9 Komplikasi
a. Obstruksi jalan nafas
Seperti disebutkan sebelumnya, pasca bedah obstruksi jalan nafas adalah
komplikasi yang paling penting dalam periode pasca operasi langsung. Situasi ini
biasanya hasil dari prolaps dari lidah ke oropharynx sementara pasien tetap dibius
10
dari anasthesi. Intraoperative penempatan lidah tarikan jahitan membantu dalam
pengelolaan situasi ini. Obstruksi jalan napas juga daat menjadi masalah
berkepanjangan karena perubahan pada saluran nafas dinamika, terutama pada
anak – anak dengan rahang kecil.
b. Pendarahan
Intraoperative pendarahan adalah komplikasi yang potensial. Karena kaya
suplai darah ke langit – langit, yang memerlukan transfusi darah yang signifikan
dapat terjadi. Ini dapat berbahaya pada bayi, dalam total volume darah yang
rendah. Sebelum operasi penilaian tingkat Hb dan platelet adala important. 6
injeksi epinefrin sebelum insisi dan langit – langit intraoperative hidroklorida
oxymetaxoline penggunaan material kemasan yang basah dapat mengurangi
kehilangan darah. Untuk mencegah kehilangan darah pasca operasi, wilayah
demucosalized langit-langit harus dikemas dengan avinate atau agen hemostatic
serupa.
c. Palatal fistula
Luka dehiscnece ( palatal fistula) dapat terjadi sebagai komplikasi dalam
periode pasca operasi langsung, atau dapat memjadi masalah yang tertunda.
Sebuah fistula palatal dapat terjadi dimana saja di sepanjang belahan asli situs.
Insiden ini telah dilaporkan setinggi 34% dan tingkat keparahan sumbing asli telah
terbukti berkolerasi dengan risiko terjadinya fistula.
d. Kelainan midface
Perawatan sumbing langit – langit d beberapa lembaga telah berfokus pada
awal intervensi bedah. Salah satu efek negatif berkenaan dengan pertumbuhan
rahang atas. Sumbing langit langit mungkin perlu orthognatik operasi

2.10 Pencegahan
a. Menghindari merokok
Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor risiko lingkungan terbaik
yang telah dipelajari untuk terjadinya celah orofacial. Ibu yang menggunakan
tembakau selama kehamilan secara konsisten terkait dengan peningkatan resiko
terjadinya celah-celah orofacial.
b. Menghindari alkohol

11
Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat mempengaruhi
tumbuh kembang embrio, dan langit-langit mulut sumbing telah dijelaskan
memiliki hubungan dengan terjadinya defek sebanyak 10% kasus pada sindrom
alkohol fetal (fetal alcohol syndrome).
c. Memperbaiki nutrisi ibu
Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester I kehamilan
sangat penting bagi tumbuh kembang bibir, palatum dan struktur kraniofasial
yang normal dari fetus. Nutrisi-nutrisi yang penting dan dibutuhkan seorang
ibu saat hamil antara lain asam folat, vitamin B-6 dan vitamin A.
d. Modifikasi pekerjaan
Dari data-data yang ada dan penelitian skala besar menyerankan bahwa ada
hubungan antara celah orofasial dengan pekerjaan ibu hamil (pegawai
kesehatan, industri reparasi, pegawai agrikulutur). Maka sebaiknya pada wanita
hamil lebih baik mengurangi jenis pekerjaan yang terkait. Pekerjaan ayah
dalam industri cetak, seperti pabrik cat, operator motor, pemadam kebakaran
atau bertani telah diketahui meningkatkan resiko terjadinya celah orofasial.

2.11 Prognosis
Kelainan bibir ssumbing merupakan kelainan bawaan yang dapat
dimodifikasi atau disembuhkan. Kebanyakan anak lahir dengan kondisi ini
melakukan operasi saat usia dini, dan hal ini sangat memperbaiki penampilan
wajah secara signifikan. Dengan adanya teknik pembedahan yang makin
berkembang, 80% anak dengan bibir sumbing yang telah dilaksanakan mempunyai
perkembangan kemampuan bicara baik. Tetapi bicara yang berkesinambungan
menunjukkan hasil peningkatan yang baik pada masalah masalah berbicara pada
anak bibir sumbing.

12
BAB III

KESIMPULAN

Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya prosesus


nasal median dan maksilatis untuk menyatu selama perkembangan embrionik ( Wong,
2003). Labiopalatoskisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk
pada struktur wajah ( Ngastiah, 2005).
Penyebab bibir sumbing anatara lain: faktor herediter, sebagai faktor yang
sudah dipastikan. 75 % dari faktor keturunan resesif dan 25% bersifat dominan.
Karena mengalami mutasi gen dan kelainan kromosom,faktor eksternal / lingkungan,
faktor usia ibu, obat-obatan , asetosal, aspirin ( schardein, 1985), rifampisin,
fenasetin, sulfonamid, aminoglikosid, indometasin, asam flufetamat, ibuprofen,
penisilamin, antihistamin dapat menyebabkan celah langit – langit. antineoplastik,
kortikosteroid,nutrisi,penyakit infeksi seperti sifilis, virus rubella,radiasi,stress
emosional,trauma ( trimester pertama) ( Wong. 2003)
Bibir sumbing dapat berkisar dari sedikit takik pada bagian merah bibir atas
hingga pemisahan total bibir yang memanjang hingga kedalam hidung. Dapat
dijumpai pada satu atau kedua sisi bibir atas. Sumbing langit langit dapat dijumpai
sebagai bagian dari deformitas bibir sumbing atau sebagai kelainan garis tengah
tersendiri yang melibatkan palatum sekunder.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Davies, lorna dan Mcdonald, Sharon. 2009. Pemeriksaan Kesehatan Bayi. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2. Herdman, T. H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing
Diagnoses: Definition and Classification, 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell
3. Sue Moorhead, et. al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC): Measurement
of Health Outcomes 5th Edition. USA: Elsevier

14

Anda mungkin juga menyukai