Pembimbing:
Disusun Oleh:
2022
1
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat,
hidayah dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan hasil kegiatan
kedokteran keluarga ini yang merupakan bagian dari tugas pendidikan kepaniteraan klinik
pada bagian Kedokteran Komunitas 2 Puskesmas Rawabuntu.
Saya menyadari bahwa laporan hasil kegiatan kedokteran keluarga ini memiliki
banyak kekurangan, untuk itu saya mengaharapkan kritik dan saran agar dapat lebih baik
lagi dalam penulisan selanjutnya. Semoga laporan hasil kegiatan kedokteran keluarga ini
dapat bermanfaat bagi kita semua sebagai tambahan informasi mengenai kasus Skabies
yang masih menjadi salah satu masalah.
Wassalamualaikum wr wb.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I.................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
BAB II ................................................................................................................................ 3
2.1 PENDAHULUAN............................................................................................... 3
2.5 RESUME............................................................................................................. 7
BAB IV............................................................................................................................. 19
BAB V .............................................................................................................................. 25
PENUTUP ....................................................................................................................... 25
6.2 Saran................................................................................................................... 26
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
c) Untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik di bagian
Ilmu Kedokteran Keluarga, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah Jakarta.
d) Memberikan informasi serta pengetahuan mengenai bentuk pelayanan
kedokteran dengan pendekatan kedokteran keluarga pada penderita penyakit.
Salah satunya dengan menganalisis penyebab, perilaku atau gaya hidup apakah
telah mendukung pengobatan farmakologi atau tidak.
2
BAB II
STATUS PASIEN
2.1 PENDAHULUAN
Laporan ini disusun berdasarkan kasus yang diambil dari seorang anak berusia 8
tahun yang datang ke Puskesmas Rawa Buntu diantar oleh ibunya. Pasien ini datang
dengan keluhan gatal-gatal pada seluruh tubuh
2.2 IDENTITAS PASIEN
Nama : An. K
Usia : 8 tahun
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Pendidikan : Pelajar SD
Penghasilan/bulan :-
3
Pasien datang ke balai pengobatan Puskesmas Rawa Buntu hari Rabu
tanggal 12 Januari 2022 dengan keluhan gatal-gatal pada kedua tangan sejak 1
minggu yang lalu. Gatal-gatal dirasakan sangat mengganggu dan terus-menerus.
Gatal dirasakan semakin gatal terutama pada malam hari dan pada kondisi cuaca
dingin. Gatal pertama kali dirasakan satu minggu yang lalu setelah pasien
bermain tanah dekat kandang rumah pasien. Saat ini gatal dirasa semakin
memberat disertai bentol-bentol dan luka pada telapak, punggung, dan sela-sela
jari kedua tangan pasien. Gatal dirasa sangat mengganggu dan nyeri hingga
mengganggu aktivitas pasien untuk bersekolah. Awalnya, gatal bermula dari ibu
pasien yang juga gatal sebulan sebelum keluhan.
4
Keluarga pasien memasak menggunakan kompor gas. Sumber
air bersih berasal dari air PAM. Jarak septitank dengan rumah
sekitar 8 m. Di samping rumah pasien terdapat kandang bebek
dan ayam. Jarak dengan tetangga terdekat sekitar 2 meter.
Sampah keluarga dibakar didepan rumah dan terdapat beberapa
barang rongsokan di samping rumah
▪ Hobby : Pasien memiliki hobi bermain tanah bersama teman-temannya
di dekat kandang pasien dan sehari-hari tidur bersama sang ibu
di rumah.
▪ Occupational : Pasien adalah pelajar sekolah dasar
▪ Diet : Pasien makan 2-3 kali sehari dengan nasi dan lauk seadanya,
sering mengonsumsi lauk tahu, tempe, dan sayur yang di masak
ibunya. Pasien memiliki kebiasaan jarang mandi ataupun
mencuci tangan setelah pulang bermain dengan teman-
temannya. Sebelum makan dan sesudah makan pasien jarang
mencuci tangan menggunakan sabun
▪ Drug : Pasien sebelumnya sudah menggunakan obat oles yang dibeli di
apotek namun tidak kunjung sembuh sehingga setiap minggu
pasien datang untuk kontrol ke puskesmas.
7. Riwayat Psikologi :
Sejak kecil pasien hidup dengan kedua orang tua dan kedua kakanya. Pasien
merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Menurut pengakuan ibunya bahwa ayah
pasien bekerja di Jakarta sebagai pemulung. Pasien lebih sering menghabiskan waktu
bersama ibunya semenjak kecil bahkan sudah dirawat semenjak bayi. Setiap masalah
yang dihadapi pasien dan anggota keluarganya selalu didiskusikan bersama-sama dengan
keluarga di rumah saja.
8. Riwayat Ekonomi
Pasien berasal dari keluarga ekonomi kelas menengah ke bawah. Ayah pasien
bekerja sebagai pemulung dengan penghasilan tidak tetap (Rp.1.000.000 –
Rp1.400.000,00 per bulan). Ibu pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pendapatan
perkapita pada keluarga ini adalah Rp.1.000.000-Rp 1.400.000.
9. Riwayat Pengobatan
Pasein belum pernah berobat untuk keluhannya.
5
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Tanda Vital
a. Frek. Nadi : 100 x/menit
b. Frek Pernapasan : 22 x/menit
c. Suhu : 36.6C
4. Status Gizi
a. Berat Badan : 18 Kg
b. Tinggi Badan : 130 cm
c. BMI : 17.16 kg/m2
d. Kesan Status Gizi : Baik
5. Status Generalisata
Kepala Normocephal, rambut berwarna hitam, tidak mudah
dicabut.
Mata Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), Reflek Pupil
(+/+), Isokor, d= 3 mm, edema palpebra (-/-), pegerakan
mata ke segala arah baik.
Hidung Epistaksis (-/-), septum deviasi (-), sekret (-/-)
Telinga Normotia, nyeri tekan daun telinga (-/-), serumen (-/-).
Mulut Mukosa bibir lembab (+), stomatitis (-), faring hiperemis (-
)
Leher Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thoraks Simetris, tidak terdapat retraksi dinding dada, suara napas
vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-), bunyi jantung
I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen Supel, BU (+), perkusi timpani, nyeri tekan abdomen (-),
turgor kulit dalam batas normal
Ekstremitas Akral hangat (+), sianosis (-), CRT < 2 dtk, edema pada
tepi kuku (-), onikolisis (-)
6. Pemeriksaan Dermatologis
6
Papula milier sampai lentikular pada regio palmaris dextra et sinistra, interdigitalis
manus dextra et sinistra, regio dorsum, abdomen, dan genitalia. Sistem genitalia:
Papula milier sampai lenticular
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien ini.
2.5 RESUME
Pasien datang ke Puskesmas Rawa Buntu hari Rabu tanggal 12 Januari 2022
dengan keluhan gatal-gatal pada tangan sejak 1 minggu yang lalu. Gatal dirasakan
terus-menerus, tidak membaik dengan pemakaian obat, dan semakin gatal pada
malam hari. Terdapat 3 anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal, status generalis
dalam batas normal, status lokalis sistem integumen ditemukan UKK berupa
Papula milier sampai lentikular pada regio palmaris dextra et sinistra,
interdigitalis
2.6 DIAGNOSIS
Skabies dd/ Dermatitis Venenata
2.7 USULAN PEMERIKSAAN PENUJANG
Untuk menegakkan diagnosis Skabies dan menentukan terapi, pasien dianjurkan untuk
melakukan beberapa pemeriksaan laboratorium yaitu:
a. Mengambil tungau dengan jarum. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara lesi
dicungkil dengan jarum kemudian diletakkan di atas kaca objek dan dilihat di bawah
mikroskop apakah terdapat tungau Sarcoptes scabiei atau tidak.
b. Burrow Ink Test. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara meneteskan tinta burrow
ke lesi kulit kemudian dihapus dengan alkohol. Hasil positif bila lesi kulit tetap
terwarnai, menandakan adanya kanalikuli (terowongan) yang dibuat oleh Sarcoptes
scabiei.
2.8 PENATALAKSANAAN
a. Non Medikamentosa
Pasien dan keluarganya perlu diedukasi mengenai:
a) Memberi informasi mengenai penyebab, cara penularan, cara
pencegahan skabies secara mudah dan komprehensif.
b) Selalu menjaga higienitas personal dengan mandi setidaknya 2 kali
sehari, tidak tidur bersama penderita yang sama, tidak menggunakan
7
barang pribadi seperti alat mandi, baju, handuk dengan penderita yang
sama.
c) Merendam semua pakaian dan alat mandi denagn air panas untuk
membunuh tungau.
d) Menjemur bantal, guling, dan kasur secara teratur.
e) Menjelaskan mengenai syarat-syarat rumah sehat secara lengkap.
f) Menjelaskan pentingnya menjaga nutrisi melalui makanan yang sehat
dan bergizi, memenuhi kebutuhan karbohidrat, lemak, protein, vitamin,
dan mineral.
b. Medikamentosa
Terapi medika mentosa yang diberikan oleh Puskesmas, yaitu
a) Permethrine Cream 5% UE seluruh tubuh 1x/minggu, malam sebelum
tidur.
b) PO. Cetirizine syrup 2x1sdt
2.8 PROGNOSIS
a. Qua Ad Vitam : Ad Bonam
b. Qua Ad Functionam : Ad Bonam
c. Qua Ad Sanationam : Ad Bonam
8
BAB III
Ibu Penderita
Umur : 42 Tahun
Ayah Penderita
Umur : 57 tahun
Pekerjaan : Pemulung
Pendidikan : SMP
Kakak Penderita
Nama : M. Iqbal
Umur : 17 tahun
Pendidikan : SMA
Umur : 12 tahun
Pendidikan : SMA
9
Adik Penderita
Nama : Hafiza
Nama : Hafiz
10
3.3 PROFIL KELUARGA DAN STRUKTUR
11
Fasilitas dalam rumah sehat :
Fasilitas Ya Tidak
PAM ✓
Pembuangan tinja ✓
Pembuangan air limbah ✓
Pembuangan sampah ✓
Fasilitas dapur ✓
Ruang keluarga ✓
Denah rumah :
Keterangan:
12
3.5 ASPEK PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT
Indikator PHBS Ya Tidak
1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan ✓
2. Memberikan ASI Eksklusif ✓
3. Menimbang balita setiap bulan ✓
4. Memberikan imunisasi balita sesuai jadwal ✓
5. Menggunakan air bersih ✓
13
3.6 MANDALA OF HEALTH
GAYA HIDUP
- Asupan makanan kurang
seimbang
- Pasien jarang menjemur
kasur
- Ibu pasien jarang
mengganti sprei
(1x/bulan)
- Pasien dan keluarga
pasien menggunakan
handuk secara bergantian
- Pasien jarang mandi dan
cuci tangan setelah
PERILAKU KESEHATAN bermain dari luar
14
3.7 DIAGNOSIS KELUARGA
INPUT ➔ PROSES➔ OUTPUT➔ OUTCOME
Keluarga inti Keluarga Pasien menjadi kurang Derajat kesehatan
berisikan ayah, memiliki mengetahui pentingnya kurang optimal,
ibu, 2 kakak laki- higienitas yang PHBS (Mencuci tangan munculnya
laki, 1 adik kurang dan menggunakan air bersih keluhan gatal
perempuan, 1 adik memiliki dan sabun) dan Mandi yang tak kunjung
laki-laki dan pengetahuan setelah bermain keluar sembuh pada
pasien yang kurang rumah beberapa anggota
dalam PHBS keluarga
Concern : Pasien merasa gatal semakin memberat, ibu pasien khawatir kondisi pasien
semakin memburuk.
Expectacy : Pasien dan ibu pasien mempunyai harapan agar penyakit pasien dapat segera
sembuh.
Anxiety : Pasien tidak nyaman terasa gatal serta nyeri, karena sering menggaruk-garuk
terutama pada malam hari sehingga sulit tidur, selain itu karena luka pada
tangannya pasien menjadi tidak bisa beraktivitas seperti menulis sehingga kadang
mengganggu sekolah dan ibu pasien khawatir penyakit pasien menjadi kambuh-
kambuhan.
15
c) Diagnosa banding
Dermatitis venenata, cutaneus larvae migran, mikosis supervisialis, eczema.
3. Aspek risiko internal: (faktor-faktor internal yang mempengaruhi masalah kesehatan
pasien).
a. Seorang anak perempuan 8 tahun, pelajar sekolah dasar.
b. Jarang mandi setelah beraktivitas bermain di luar.
c. Setiap hari bermain tanah di dekat kandang rumah pasien.
4. Aspek psikososial keluarga: (faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi masalah
kesehatan pasien).
a. Pendidikan keluarga pasien tidak cukup memadahi untuk mengetahui tentang penyakit
yang diderita pasien.
b. Kondisi hunian tidak memenuhi kriteria rumah sehat dan buruknya lingkungan, antara
lain pencahayaan, ventilasi, dinding, lantai, dan plafon, kebersihan dan keadaan
lingkungan rumah secara umum yang kurang sehat.
5. Aspek fungsional: (tingkat kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari baik didalam
maupun di luar rumah, fisik maupun mental).
Skala penilaian fungsi sosial pasien adalah 2, karena pasien kadang mengalami
kesulitan dalam aktivitas sekolah, dalam hal ini belajar mulai terganggu namun pasien
masih dapat melakukan pekerjaan ringan sehari-hari didalam dan di luar rumah.
3.9 PENATALAKSANAAN
Aspek Kegiatan Sasaran Waktu Hasil Keterangan
diharapkan
Aspek Menjelaskan kepada Pasien Pada saat Pemahaman Bersedia
personal pasien dan keluarga dan kunjungan pasien dan mendengarkan
pasien tentang penyakit keluarga rumah dan keluarganya nasihat yang di
Skabies serta di tentang penyakit berikan dokter
menjelaskan bahwa Puskesmas yang dideritanya agar lebih
penyakit ini dapat Rawa serta lebih memperhatikan
ditularkan kepada orang Buntu memperhatikan kesehatan dan
lain melalui tungau kesehatan, kebersihan
(kutu) kebersihan lingkungan,
16
lingkungan terutama genangan
terutama air
genangan air
Aspek Pasien rawat jalan dan Pasien Pada saat Pasien rawat Bersedia dirawat
klinik diberi obat: Permethrine di jalan di untuk pemantauan
Cream 5% UE seluruh Puskesmas Puskesmas secara berkala dan
tubuh 1x/minggu, malam Rawa Rawa Buntu pasien menuruti
sebelum tidur, PO. Buntu saran dari dokter
Cetirizine syrup 2x1sdt
17
Aspek Menyarankan pasien Pasien Saat Kondisi tubuh Bersedia
fungsional untuk menjaga pola dan kunjungan pasien lebih bersedia
makan sehat, keluarga ke rumah sehat menjaga
menerapkan PHBS pasien pola makan
sehat
18
BAB IV
ANALISIS DIAGNOSIS HOLISTIK
4.1 Aspek Personal
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh investasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes
scabei var. hominis dan produknya. Nama lain skabies adalah the itch, kudis, budukan dan gatal agogo
(Handoko, 2013).
Skabies merupakan infestasi ektoparasit yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabei var.
hominis yang termasuk pada kelas Arachnida. Transmisi skabies terjadi akibat transfer tungau betina
fertil melalui kontak kulit secara langsung yang bersifat prolong (sekitar 5 menit) dengan orang yang
telah terinfeksi skabies (CLAPH, 2009; Oakley, 2012).
Penderita skabies selalu merasa gatal, terutama pada malam hari. Predileksi biasanya pada
sela jari tangan, pergelangan tangan, ketiak, sekitar pusat, paha bagain dalam, genitalia pria,
areola mammae wanita, perut bagian bawah dan bokong. Pada bayi sering pada kepala, telapak
tangan, dan kaki (Siregar, 2005).
Gejala klinis didasarkan pada jenis skabies yang diderita (CLAPH, 2009):
1. Skabies tipikal
Pasien dengan skabies tipikal biasanya hanya memiliki 10-15 tungau betina hidup pada
tubuh dalam waktu tertentu. Hanya sekitar 2 atau 3 tungau, lebih sering tidak ada tungau
yang ditemukan dari kerokan kulit. Pruritus hebat, memberat saat malam hari dan lesi
papular dengan atau tanpa kanalikuli ditemukan pada kulit pasien. Lesi dan pruritus muncul
sebagai reaksi hipersensitivitas lambat yang dimediasi sistem imun terhadap tungau, telur,
dan material fecal tungau. Area tubuh yang umumnya terkena adalah pergelangan tangan,
sela jari, lipat siku, ketiak, sekitar payudara dan genital, pinggang, perut bawah, serta
bokong.
19
Gambar. Lesi pada skabies tipikal (CLAPH, 2009)
2. Skabies atipikal
Ketika diagnosis dan pengobatan ditunda, skabies dapat memiliki penampakan tidak
umum atau atipikal, dengan infestasi ratusan hingga ribuan tungau. Penampakan klinis
skabies atipikal sering didapatkan pada orang-orang di suatu institusi atau pasien dengan
kondisi supresi imun akibat penyakit lain atau terapi obat tertentu. Lesi kulit berupa
hiperkeratotik luas dengan pembentukan krusta atau skuama dan sering disebut skabies
krustosa atau skabies Norwegia. Skabies jenis ini sangat infeksius karena ribuan tungau
terdapat pada krusta tebal yang mudah lepas dari kulit. Rasa gatal yang dialami biasanya
bersifat minimal (CLAPH, 2009).
20
Penegakan diagnosis dapat dilakukan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Berdasarkan anamnesis, diagnosis skabies dapat ditetapkan dengan terpenuhinya 2 dari 4
tanda kardinal sebagai berikut (Handoko, 2013):
✓ Pruritus nocturna, yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas
tungau lebih tinggi pada suhu pada suhu lembab dan panas.
✓ Penyakit menyerang manusia secara kelompok, misalnya pada sebuah keluarga atau
pada perkampungan dengan padat penduduk. Dapat terjadi gejala hiposensitisasi, yaitu
seluruh anggota keluarga terkena. Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak
memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa.
✓ Ditemukannya terowongan (kanalikulus) pada tempat predileksi yang berwarna putih
atau keabuan, berberntuk garis lurus atau berbelok, rata-rata sepanjang 1 cm, pada
ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder, ruam
kulit menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).
✓ Menemukan tungau dari terowongan pada pemeriksaan mikroskopis.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan lesi kulit berupa terowongan (kanalikuli)
berwarna putih atau abu-abu dengan panjang rata-rata 1 cm. Ujung terowongan
terdapat papul, vesikel, dan bila terjadi infeksi sekunder, maka akan terbentuk pustul,
ekskoriasi, dsb. Pada anak-anak, lesi lebih sering berupa vesikel disertai infeksi
sekunder akibat garukan sehingga lesi menjadi bernanah.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan tungau dari lesi. Beberapa cara
dapat dilakukan untuk menemukan tungau sebagai berikut :
1. Papul atau vesikel di ujung terowongan dicongkel dengan jarum dan hasilnya
diletakkan di atas kaca objek lalu ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di bawah
mikroskop.
2. Dengan cara menyikat lesi dan ditampung di atas kertas putih untuk kemudian dilihat
di bawah kaca pembesar.
3. Membuat biopsi irisan dengan menjepit lesi menggunakan 2 jari lalu dibuat irisan tipis
dengan pisau dan diperiksa di bawah mikroskop.
4. Membuat biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan HE.
1. Konseling dan edukasi
21
Edukasi yang dapat diberikan bertujuan untuk memberi pemahaman bersama agar
upaya eradikasi skabies dapat tercapai. Salah satu bentuk edukasi yang diberikan adalah
mengenai perbaikan higien diri dan lingkungan seperti (Handoko, 2013):
b. Tidak menggunakan peralatan pribadi secara bersma-sama dan alas tidur diganti bila
ternyata pernah digunakan oleh penderita skabies.
c. Menghindari kontak langsung dengan penderita skabies.
d. Membersihkan semua benda yang berpotensi menjadi tempat penyebaran penyakit.
Edukasi lain adalah mengenai pengobatan skabies yang memiliki prinsip mengobati seluruh
anggota keluarga, termasuk penderita yang hiposensitisasi serta penggunaan masing-masing
obat(Handoko, 2013).
2. Obat topikal
Obat topikal yang umum diberikan kepada pasien skabies antara lain (Handoko,
2013):
e. Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep atau krim.
Preparat ini tidak efektif terhadap stadium telur, maka penggunaannya tidak boleh kurang
dari 3 hari. Kekurangan lain adalah berbau dan mengotori pakaian dan kadang
menimbulkan iritasi. Sediaan ini dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun.
f. Emulsi benzil-benzoas 20-25% efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam
selama 3 hari. Obat ini sulit diperoleh, sering menyebabkan iritasi, dan kadang makin gatal
setelah dipakai.
g. Gama benzena heksa klorida (gameksan) 1% dalam bentuk krim atau losion, efektif
terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang menimbulkan iritasi. Obat ini tidak
dianjurkan untuk ibu hamil dan anak di bawah 6 tahun karena toksis terhadap susunan saraf
pusat. Pemberian cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala pemberian diulang seminggu
kemudian.
h. Krotamiton 10% dalam krim atau losion, mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan
antipruritus. Obat ini tidak boleh terkenan mata, mulut, dan urethra.
i. Permethrin 5% dalam sediaan krim, kurang toksik dibandingkan gameksan, efektivitas
sama dengan gameksan, aplikasi hanya satu kali dan dihapus dalam waktu 10 jam. Bila
belum sembuh dapat diulang setelah seminggu. Tidak dianjurkan untuk bayi di bawah 2
bulan.
22
4.3 Aspek Faktor Risiko Intrinsik Individu
Skabies ditemukan hampir di semua negara dengan prevalensi bervariasi. Prevalensi
skabies di negara berkembang sekitar 6-27% populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-
anak dan remaja. Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat. Penyakit ini
dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit skabies banyak dijumpai
dengan insidensi sama pada pria dan wanita. Insiden skabies di negara berkembang
menunjukkan siklus fluktuasi yang belum dapat dijelaskan (Harahap, 2000).
Menurut Departemen Kesehatan RI, prevalensi skabies pada tahun 1986 adalah 4,6-
12,9% dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Pada bagian kulit
dan kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 734 kasus skabies (5,77%) dari seluruh
kasus baru. Prevalensi skabies sangat tinggi pada lingkungan dengan tingkat
kepadatanpenduduk yang tinggi dan kebersihan yang kurang memadai (Depkes RI, 2000).
Saat ini, transmisi skabies dapat terjadi pada semua tingkat sosioekonomi dan bukan
merupakan akibat dari higien yang buruk. Hal ini lebih berkaitan dengan kesejahteraan dan
kepadatan penduduk. Pada anak, transmisi skabies umum terjadi di tempat penitipan anak dan
sekolah, sementara pada orangtua umum terjadi di panti jompo (Oakley, 2012).
4.4 Aspek Faktor Risiko Ekstrinsik Individu
Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina,
superfamili Sarcoptes. Secara morfologik, Sarcoptes scabiei merupakan tungau kecil,
berbentuk oval dengan punggung cembung dan perut rata. Tungau ini transient, berwarna
putih, kotor, dan tidak bermata. Ukuran tungau betina antara 330-450 mikron x 250-350
mikron, sedangkan tungau jantan berukuran lebih kecil, yaitu 200-240 mikron x 150—200
mikron. Bentuk tungau dewasa memiliki 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat
melekat dan 2 pasang kaki kedua berakhir dengan rambut pada tungau betina dan berakhir
dengan pelekat pada tungau jantan (Handoko, 2013).
Secara umum, tungau ini memerlukan kulit manusia untuk menyelesaikan siklus
hidupnya dan tidak dapat bertahan hidup di luar tubuh pejamu pada suhu ruangan lebih dari
3-4 hari. Siklus hidup tungau ini melalui stadium telur, larva, nimfa, dan dewasa. Telur
diletakkan di sepanjang rambut dan mengikuti tumbuhnya rambut. Setelah kopulasi yang
terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati sementara tungau betina akan hidup hingga 4-6
23
hari dan menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan kecepatan 2-3
mm/hari dan sambil meletakkan telur sebayak 2 atau 4 butir/hari sampai berjumlah 40 atau
50. Telur kemudian akan menetas dalam waktu 3-5 hari dan kemudian menjadi larva. Larva
dapat bertahan hidup dalam terowongan atau keluar ke permukaan kulit. Setelah 2-3 hari, larva
akan menjadi nimfa jantan atau betina dan memiliki 3 pasang kaki. Seluruh siklus hidup
tungau ini dari mulai telur hingga dewasa memerlukan waktu 8-12 hari (Handoko, 2013).
Kelainan kulit yang muncul disebabkan karena pengaruh liur dan ekskreta dari kutu yang
dimasukkan ke dalam kulit saat menghisap darah dan perilaku pasien yang menggaruk lesi
(CLAPH, 2009; Handoko, 2013).
24
BAB V
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa An. E adalah seorang pasien yang didiagnosis skabies.
1. Aspek Personal
Idea : Pasien mengeluhkan gatal-gatal pada tangan.
Concern : Pasien merasa gatal semakin memberat, nenek pasien khawatir kondisi pasien
semakin memburuk.
Expectacy : Pasien dan nenek pasien mempunyai harapan agar penyakit pasien dapat segera
sembuh dan dapat segera bersekolah kembali.
Anxiety : Pasien tidak nyaman terasa gatal serta nyeri, karena sering menggaruk-garuk
terutama pada malam hari sehingga sulit tidur, selain itu karena luka pada
tangannya pasien menjadi tidak bisa beraktivitas seperti menulis sehingga
mengganggu sekolah dan nenek pasien khawatir penyakit pasien menjadi kambuh-
kambuhan.
2. Aspek Klinis
a. Diagnosis
i. Skabies
ii. Status gizi baik
b. Gejala klinis yang muncul
Gatal pada tangan, memberat pada sore dan malam hari, tidak mereda dengan
pemakaian obat, nenek pasien mengalami keluhan serupa.
c. Diagnosa banding
Dermatitis venenata, cutaneus larvae migran, mikosis supervisialis, eczema.
3. Aspek Faktor Risiko Intrinsik Individu
a. Seorang anak laki-laki 11 tahun, pelajar SD.
b. Jarang mandi setelah beraktivitas bermain di luar.
4. Aspek Faktor Risiko Ekstrinsik Individu
25
a. Pendidikan keluarga pasien tidak cukup memadahi untuk mengetahui tentang penyakit
yang diderita pasien.
b. Pendapatan dan keadaan ekonomi keluarga pasien termasuk menengah ke bawah.
c. Kondisi hunian tidak memenuhi kriteria rumah sehat dan buruknya lingkungan, antara
lain pencahayaan, ventilasi, dinding, lantai, dan plafon, kebersihan dan keadaan
lingkungan rumah secara umum yang kurang sehat.
5. Aspek Skala Penilaian Fungsi Sosial
Skala penilaian fungsi sosial pasien adalah 2, karena pasien mengalami kesulitan
dalam aktivitas sekolah, dalam hal ini belajar mulai terganggu namun pasien masih dapat
melakukan pekerjaan ringan sehari-hari didalam dan di luar rumah.
6.2 Saran
1. Pemberian penyuluhan dengan materi utama yang diberikan kepada pasien dan keluarga
adalah mengenai pengertian, penyebab, cara penularan, tanda dan gejala, serta penanganan
dan pencegahan skabies secara komprehensif.
2. Penyuluhan materi selanjutnya adalah mengenali tanda-tanda komplikasi berupa infeksi
bakteri.
3. Menyarankan untuk menjaga higienitas personal dengan mandi minimal 2 kali sehari,
membersihkan tempat tidur dan alat mandi untuk mencegah berulangnya scabies, dan
sering membuka jendela agar pencahayaan baik dan rumah tidak lembab.
26
DAFTAR PUSTAKA
Country of Los Angeles Public Health. 2009. Scabies Prevention and Control Guidelines Acute and Sub-
Acute Care Facilities. Los Angeles: Los Angeles Country Department of Public Health Acute
Communicable Disease Control Program.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Buku Pedoman Penatalaksanaan Program. Jakarta:
Depkes RI.
Handoko, Ronny P. 2013. Skabies. Dalam: Adhi, Dhjuanda, Mochtar Hamzah, dan Siti Aisah (Eds). Lmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FK UI.
Siregar, R.S. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta: EGC.
27
DOKUMENTASI KEGIATAN
(Kondisi atap rumah An.K dengan asbes dengan ventilasi yang kurang baik)
28
(Kondisi kamar mandi yang menyatu dengan area pengumpulan sampah)
29