Anda di halaman 1dari 22

REFRESHING

KANKER RONGGA MULUT

Dosen Pembimbing:
dr. Ahmad Kurnia, SpB (K)Onk

Oleh:
Fatimah Azzahra Alhabsyi
2016730037

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadiran Allah SWT atas segala


limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penyusun sehingga dapat
menyelesaikan tugas refreshing mengenai “Kanker Rongga Mulut”.
Pada kesempatan ini penyusun menyampaikan penghargaan dan terima
kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam
penyusunan tugas ini khususnya kepada dr. Ahmad Kurnia, SpB (K)Onk selaku
pembimbing.

Penyusun menyadari bahwa dalam proses penulisan tugas ini masih jauh
dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian,
penyusun telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang
dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penyusun dengan
rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna
penyempurnaan tugas ini.

Akhirnya, dengan mengucapkan Alhamdulillahirobbil ‘alamin laporan


refreshing ini telah selesai dan semoga dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.

Jakarta, Agustus 2020

Fatimah Azzahra
Alhabsyi

BAB I
PENDAHULUAN

Tumor ganas rongga mulut ialah tumor ganas yang terdapat di daerah yang
terletak mulai dari perbatasan kulit-selaput lendir bibir atas dan bawah sampai ke
perbatasan palatum durum-palatum mole di bagian atas dan garis sirkumvallatae
di bagian bawah. Organ tubuh yang dimaksud di atas meliputi bibir atas dan
bawah, selaput lendir mulut, mandibula dan bagian atas trigonum retromolar,
lidah bagian dua pertiga depan, dasar mulut dan palatum durum.1 Kanker oral
(Oral Squamous Cell Carcinoma = OSCC) merupakan neoplasma leher dan
kepala yang banyak terjadi, mempunyai angka morbiditas dan mortalitas tinggi
serta prognosis buruk. OSCC mempunyai invasi lokal dan metastasis regional
yang tinggi ke limfonodi regional, dan sering menyebabkan rekurensi lokal
setelah pembedahan radikal akibat terjadinya mikroinvasi dan atau
mikrometastasis sel dari lesi primer.

Walaupun pembedahan merupakan pilihan utama, penderita kanker yang


mengalami rekurensi atau metastasis yang telah menyebar ke organ tubuh lain
tidak dianjurkan untuk dilakukan pembedahan. Prognosis kasus OSCC ini tidak
berubah secara signifikan dalam 10 tahun terakhir, dan rerata pertahanan hidup
(survival rate) tidak berubah selama 2 dekade terakhir. Patogenesis molekuler tipe
OSCC ini masih belum diketahui dengan jelas. Beberapa peneliti melaporkan
bahwa tingginya frekuensi mutasi gen p53 pada kanker leher dan kepala
menyebabkan meningkatnya pertumbuhan sel kanker. Selain itu, timbulnya
onkogen lain seperti EGFR, c- myc, dan bcl-1 dilaporkan sebagai penyebab
pertumbuhan sel kanker.2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Rongga Mulut


mandibula dan maksila adalah bagian tulang yang membatasi rongga mulut.3,4

2.1.1 Bibir
Bibir atau disebut juga labia, adalah lekukan jaringan lunak yang
mengelilingi bagian terbuka dari mulut. Bibir terdiri dari otot orbikularis oris yang
dilapisi oleh kulit pada bagian eksternal dan membran mukosa pada bagian
internal. Secara anatomi, bibir dibagi menjadi dua bagian yaitu bibir bagian atas
dan bibir bagian bawah. Bibir bagian atas terbentang dari dasar hidung pada
bagian superior sampai ke lipatan nasolabial pada bagian lateral dan batas bebas
dari sisi vermilion pada bagian inferior. Sedangkan bibir bagian bawah terbentang
dari sisi vermilion pada bagian superior sampai ke komisura pada bagian lateral
dan mandibula pada bagian inferior. Permukaan bibir bagian dalam dari bibir atas
maupun bawah berlekatan dengan gusi pada masing-masing bagian bibir oleh
sebuah lipatan yang berada di bagian tengah dari membran mukosa yang disebut
frenulum labial.4

2.1.2 Palatum
Palatum merupakan sebuah dinding atau pembatas yang membatasi rongga
mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut.
Palatum secara anatomis dibagi menjadi dua bagian yaitu palatum durum
(palatum keras) dan palatum mole (palatum lunak). Palatum durum terletak di
bagian anterior dari atap rongga mulut. Palatum durum merupakan sekat yang
terbentuk dari tulang yang memisahkan rongga mulut dan rongga hidung. Palatum
durum dibentuk oleh tulang maksila dan tulang palatina yang dilapisi oleh
membran mukosa. Bagian posterior dari atap rongga mulut dibentuk oleh palatum
mole. Palatum mole merupakan sekat berbentuk lengkungan yang membatasi
bagian orofaring dengan nasofaring. Palatum mole terbentuk dari jaringan otot
yang sama halnya dengan paltum durum, juga dilapisi oleh membran mukosa.4

2.1.3 Lidah
Lidah tersusun dari otot lurik yang dilapisi oleh membran mukosa. Lidah
beserta otot-otot yang berhubungan dengan lidah merupakan bagian yang
menyusun dasar dari rongga mulut. Lidah dibagi menjadi dua bagian secara lateral
oleh septum mediana. Lidah menempel pada tulang hyoid pada bagian inferior,
prosesus styloid dari tulang temporal dan mandibula.
Setiap bagian lateral dari lidah memiliki komponen otot-otot ekstrinsik
dan intrinsik yang sama. Otot ekstrinsik lidah terdiri dari otot hyoglossus, otot
genioglossus dan otot styloglossus. Otot-otot tersebut berasal dari luar lidah
(menempel pada tulang yang ada di sekitar bagian tersebut) dan masuk kedalam
jaringan ikat yang ada di lidah. Otot-otot eksternal lidah berfungsi untuk
menggerakkan lidah dari sisi yang satu ke sisi yang berlawanan. Selain itu, otot-
otot ekstrintik juga berfungsi sebagai pembentuk dari dasar rongga mulut dan
mempertahankan agar posisi lidah tetap pada tempatnya.Otot-otot intrisik lidah
berasal dari dalam lidah dan berada dalam jaringan ikat lidah. Otot ini berfungsi
untuk mengubah bentuk dan ukuran lidah pada saat berbicara dan menelan. Otot
tersebut terdiri atas otot longitudinalis superior, otot longitudinalis inferior, otot
transversus linguae, dan otot verticalis linguae. Frenulum lingualis merupakan
lipatan membran mukosa yang menghubungkan lidah bagian ventral dengan dasar
rongga mulut.4

2.2 Kanker Rongga Mulut


2.2.1 Definisi
Tumor ganas rongga mulut ialah tumor ganas yang terdapat di daerah yang
terletak mulai dari perbatasan kulit-selaput lendir bibir atas dan bawah sampai ke
perbatasan palatum durum-palatum mole di bagian atas dan garis sirkumvallatae
di bagian bawah. Organ tubuh yang dimaksud di atas meliputi bibir atas dan
bawah, selaput lendir mulut, mandibula dan bagian atas trigonum retromolar,
lidah bagian dua pertiga depan, dasar mulut dan palatum durum.1

2.2.2 Etiologi
Umumnya penyebab yang pasti tidak dapat diketahui. Faktor merokok dan
alcohol disebut sebagai penyebab utama. Memamah sirih dan tembakau juga
dapat sebagai faktor penyebab terjadinya tumor ini. Penting diketahui lamanya
kontak zat karsinogen yang terdapat pada daerah tersebut dan banyaknya kontak
dengan selaput lendir rongga mulut. Tumor rongga mulut lebih sering terdapat
pada usia lanjut. Faktor etnis juga menetukan. Pada wanita india yang mengisap
tembakau mempunyai insiden tumor ganas palatum yang lebih tinggi. Alcohol
sebagai suatu zat yang memberikan iritasi, secara teori, menyebabkan terjadinya
pembakaran pada tempat tersebut secara terus menerus dan meningkatkan
permeabilitas selaput lendir. Hal ini menyebabkan penyerapan zat karsinogen
yang terdapat di dalam alcohol atau tembakau tersebut oleh selaput lendir.
Hygiene mulut serta kebiasaan makanan juga menentukan terjadinya tumor ganas
rongga mulut. Keganasan rongga mulut akan menjalar ke organ lain atau
berpindah ke tempai lain melalui aliran limfa. Umumnya penjalaran sel tumor
ialah ke kelenjar limfa yang terdapat di daerah submental dan sub mandibula.
Kelenjar limfa pada ujung lidah mengalir ke kelenjar limfa di jugulodigastrikus
bagian atas dan kelenjar limfa di Retrofaring bagian lateral yang selanjutnya
bermuara pada kelenjar limfa di daerah submental. Bagian lateral dua pertiga
depan lidah mempunyai aliran limfa yang menjalar ke kelenjar limfa sub
mandibula dan kelenjar limfa jugulo digastricus. Kelenjar limfa yang berasal dari
pangkal lidah (sepertiga lidah bagian belakang) mempunyai jaringan limfa pada
kedua sisi, sedangkan dua pertiga dari lidah bagian depan hanya mempunyai
penjalaran pada satu sisi.

2.2.3 Epidemiologi
Insidensi kanker rongga mulut di Indonesia belum di ketahui secara pasti.
Frekuensi relatif insidensi kanker rongga mulut di Indonesia diperkirakan sebesar
1,5% - 5% Kanker rongga mulut lebih banyak terdapat pada laki-laki daripada
perempuan dengan perbandingan 3:2 – 2:1, hal ini erat kaitannya dengan
kencenderungan laki-laki untuk merokok dan minum alkohol. Angka kejadian
kanker rongga mulut di India sebesar 20 - 25 per 100.000 atau 40% dari seluruh
kanker, sedangkan di Amerika dan Eropa sebesar 3-5 per 100.000 atau 3-5% dari
seluruh kanker. Di Amerika Serikat pada tahun 1987, disebutkan bahwa setiap
tahun terdapat 17.400 pasien baru kanker rongga mulut, 95% terdapat pada
mereka yang berusia diatas 40 tahun dengan rata-rata usia 60 tahun. Sekitar 95%
kanker rongga mulut merupakan karsinoma sel skuamosa dan paling sering
mengenai lidah (40%), dasar mulut (15%), serta bibir (13%).1,5
2.2.4 Patofisiologi
Sel-sel kanker terbentuk dari sel-sel normal yang mengalami perubahan
kromosomal akibat pajanan zat karsinogen. Transformasi tersebut mengakibatkan
suatu kecacatan gen yang diikuti dengan ekspansi klonal. Kecacatan gen yang
dimaksud menyebabkan deregulasi pertumbuhan sel dan kematian sel, meliputi
ekspresi berlebihan dari onkogen, serta inaktivasi dari TSGs (tumor suppressor
genes). Kombinasi dari kedua hal tersebut mengakibatkan pertumbuhan sel yang
tidak terkontrol dan infiltrasi sel kanker yang mengakibatkan kerusakan sel
normal di sekitarnya.6,7
Pada karsinoma sel skuamosa rongga mulut, perubahan TSGs terjadi
akibat defek pada kromosom 3, 9, 11, dan 17. Normalnya, TSGs berperan dalam
mengendalikan pertumbuhan sel, namun dengan adanya mutasi pada kromosom
tersebut, fungsi TSGs dalam menghambat sinyal pertumbuhan sel menjadi hilang.
TSGs yang paling sering teridentifikasi mengalami kelainan pada keganasan
adalah tp16 yang terletak pada kromosom 9 dan tp53 pada kromosom 17.6,7
Selain kerusakan pada gen TSGs, karsinoma sel skuamosa rongga mulut
juga dapat terjadi akibat kerusakan pada gen yang berperan dalam memicu
pertumbuhan sel. Perubahan pada onkogen mengakibatkan pertumbuhan sel yang
tidak terkendali. Onkogen yang paling sering terlibat adalah epidermal growth
factor receptor (EGFR), cyclin D1 (PRAD1) yang terletak pada kromosom 11
dan gen harvey ras (H-ras) yang terletak pada kromosom 17. 6,7

2.2.5 Klasifikasi Stadium Klinis

Klasifikasi kanker rongga mulut ditentukan melalui stadium yang


didasarkan pada sistem TNM UICC (Union for International Cancer Control)
2002. Tatalaksana dari kanker rongga mulut sangat tergantung dari stadium.
Untuk melukiskan beratnya proses keganasan pada rongga mulut, dapat dipakai
luas ekstensi kanker sebagai ganti dari klasifikasi stadium.5
Tabel 2.1 Stadium karsinoma rongga mulut berdasarkan sistem TNM UICC 2002

Stadium T N M
0 Tis N0 M0
I T1 N0 M0
II T2 N0 M0

T3 N0 M0
T1 N1 M0
III
T2 N1 M0
T3 N1 M0

T4 N0,N1 M0
IV A
Tiap T N2 M0
IV B Tiap T N3 M0
IV C Tiap T Tiap N M1

TN KETERANGAN
M
T0 Tidak ditemukan tumor
TIS Tumor in situ
T1  2 cm
T2 >2 cm - 4 cm
T3 > 4 cm
T4 Terdapat infiltrasi ke jaringan sekitar tumor primer

N0 Tidak terdapat metastase regional


N1 KGB Ipsilateral singel,  3 cm
N2a KGB Ipsilateral singel, >3 - 6 cm
N2b KGB Ipsilateral multipel, < 6 cm
N2c KGB Bilateral /kontralateral, < 6 cm
N3 KGB > 6 cm

M0 Tidak ditemukan metastasis jauh


M1 Terdapat metastasis jauh

Tabel 2.2 Klasifikasi kanker rongga mulut berdasarkan luas ekstensi

NO LUAS EKSTENSI
1 Kanker In Situ
2 Kanker lokal
3 Ekstensi lokal
4 Metastasis jauh
5 Ekstensi lokal disertai metastasis jauh

2.2.6 Diagnosa
Anamnesa
Pasien dengan tumor ganas ini mempunyai keluhan-keluhan seperti rasa
nyeri di telinga, rasa nyeri waktu menelan (disfagia). Kadang-kadang pasien tidak
bisa membuka mulut (trismus). Terdapat bercak putih (leukoplakia) dan bercak
kemerahan (eritroplakia) yang tidak bisa hilang dengan pengobatan biasa, harus
dicurigai kemungkinan adanya keganasan.1
Anamnesa dengan cara kuesioner terhadap penderita atau keluarganya, meliputi :5
1. Keluhan
2. Perjalanan penyakit
3. Faktor etiologi dan risiko
4. Pengobatan apa yang telah diberikan
5. Respon terhadap pengobatan
Pemeriksaan Fisik
1. Status general
Ditentukan keadaan umum pasien serta kemungkinan adanya
metastase melalui pemeriksaan umum dari kepala sampai kaki.
2. Status lokal
Kelainan dalam rongga mulut diperiksa dengan cara inspeksi palpasi
menggunakan spatel lidah dan penerangan lampu senter atau lampu
kepala. Seluruh rongga mulut dilihat, mulai bibir sampai orofaring
posterior. Palpasi lesi rongga mulut dilakukan dengan memasukkan satu
atau dua jari ke dalam mulut. Apabila ditemukan adanya lesi, untuk
menentukan kedalamannya dilakukan perabaan bimanual dengan cara
memasukkan satu atau dua jari ke dalam rongga mulut dan jari-jari lainnya
meraba lesi dari luar mulut.
Untuk melakukan inspeksi pada lidah dan orofaring, ujung lidah
pasien dibalut dengan kasa berukuran 2 x 2 cm. Lidah kemudian dipegang
dengan tangan kiri pemeriksa dan ditarik keluar dari rongga mulut,
diarahkan kekanan dan kekiri untuk melihat permukaan dorsal, ventral,
serta lateral lidah. Ditentukan ada tidaknya tumor, lokasi tumor, bentuk
tumor, berapa besarnya dalam cm, berapa luas infiltrasinya, dan
bagaimana operabilitasnya.
3. Status regional
Inpeksi palpasi secara teliti tidak hanya dilakukan pada regio mulut
saja, tetapi pada regio leher juga. Ditentukan apakah terdapat pembesaran
kelenjar getah bening pada leher ipsilateral atau kontralateral. Apabila
ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah bening, tentukan lokasinya,
jumlahnya, ukurannya (yang terbesar), dan mobilitasnya. 5

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan toluidine blue
Untuk mempermudah terlihatnya sel kanker pada pemeriksaan, dapat
digunakan larutan toluidine blue yang memberikan warna biru pada sel
kanker. Larutan toluidine blue terdiri dari toluidine chlorida 1 gr, asam
asetat 10 cc, alkohol absolut 4,2 cc, dan aquadest 100 cc. Pembacaan hasil
pemeriksaan dilakukan setelah 24 jam pasca pewarnaan. Pemeriksaan ini
memiliki sensitivitas dan spesifisitas sebesar 90%.5
Menurut Mashberg tehnik pewarnaan rongga mulut dengan
toluidine blue adalah sebagai berikut:
1. Berkumur dengan larutan asam asetat 1%
2. Berkumur dengan air
3. Berkumur dengan larutan toluidine blue 1%
4. Berkumur dengan larutan asam asetat 1%
5. Berkumur dengan air

b. Pemeriksaan radiologis

 X-foto polos

1. X-foto mandibula AP, lateral, Eisler, panoramik, oklusal, dikerjakan


pada tumor gingiva, mandibula atau tumor yang melekat pada
mandibula
2. X-foto kepala lateral dan Waters dikerjakan pada tumor gingiva,
maksila atau tumor yang lekat pada maksila
3. X-foto Hap dikerjakan pada tumor palatum durum
4. X-foto thorax, dikerjakan untuk mengetahui adanya metastase paru
Imaging

 USG hepar, dikerjakan untuk melihat ada tidaknya metastase di hepar


 CT-scan atau MRI, dikerjakan untuk menilai luas ekstensi tumor
lokoregional
 Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET)
 Scan tulang, dikerjakan untuk melihat ada tidaknya metastase ke tulang
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti darah lengkap, urine
lengkap, SGOT/SGPT, alkali fosfatase, BUN/kreatinin, albumin, globulin,
serum elektrolit, dan faal hemostasis digunakan untuk menilai keadaan
umum dan sebagai persiapan operasi pasien.5

d. Pemeriksaan sitologi
Pemeriksaan sitologi merupakan pemeriksaan penunjang untuk
mengetahui abnormalitas suatu jaringan pada tingkat seluler. Pembacaan
hasil dari pemeriksaan sitologi didasarkan pada skala papanicoleau
Pemeriksaan sitologi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu FNAB dan
sitologi eksfoliatifa. Sitologi eksfoliatifa dari spesimen kerokan atau
inprint tumor primer dikerjakan pada lesi yang superfisial.5

e. Pemeriksaan histopatologi
Semua penderita kanker rongga mulut atau diduga kanker rongga
mulut harus diperiksa secara histopatologis dengan teliti. Spesimen
pemeriksaan diambil dari hasil biopsi tumor, bisa melalui biopsi eksisi,
maupun biopsi insisi.5
Biopsi eksisi dikerjakan apabila ukuran tumor masih kecil (<1 cm).
Eksisi yang dikerjakan berupa eksisi luas seperti pada tindakan
pembedahan definitif (1 cm dari tepi tumor). Biopsi insisi atau biopsi
cakot (punch biopsy) dikerjakan apabila ukuran tumor besar (>1 cm) atau
apabila tumor dalam keadaan inoperabel, biopsi ini dilakukan dengan
menggunakan tang aligator.5
Sebagian besar kanker rongga mulut (± 90%) berasal dari selaput
lendir rongga mulut yang merupakan karsinoma epidermoid atau
karsinoma sel skuamosa dengan diferensiasi baik, diferensi sedang,
diferensiasi jelek atau anaplastik. Apabilaila pada pemeriksaan
histopatologis didapatkan suatu gambaran rabdomiosarkoma,
fibrosarkoma, malignant fibrohistiocytoma atau tumor ganas jaringan
lunak lainnya, perlu diperiksa dengan teliti apakah tumor tersebut
merupakan tumor primer rongga mulut ataukah suatu tumor ganas dari
jaringan lunak pipi, kulit atau tulang yang mengadakan invasi ke rongga
mulut.5

2.2.7 Tatalaksana
Menurut Reksoprawiro (2003), penanganan kanker rongga mulut
sebaiknya dilakukan secara multidisipliner dan melibatkan beberapa bidang
spesialis yaitu :
- oncologic surgeon
- plastic & reconstructive surgeon
- radiation oncologist
- medical oncologist
- dentists
- rehabilitation specialists
Hal yang harus diperhatikan dalam penanganan kanker rongga mulut adalah
eradikasi dari tumor, pengembalian fungsi dari rongga mulut, serta aspek
kosmetik/penampilan penderita. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan
dalam penentuan terapi kanker rongga mulut meliputi umur penderita, keadaan
umum penderita, fasilitas yang tersedia, kemampuan dokter, dan pilihan penderita.

Untuk lesi yang kecil (T1-T2), tindakan pembedahan saja atau radioterapi
saja dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi, dengan catatan bahwa
radioterapi saja pada lesi T2 memberikan angka kekambuhan yang lebih tinggi
daripada tindakan pembedahan saja. Untuk lesi T3 dan T4, terapi kombinasi
pembedahan dan radioterapi memberikan hasil yang paling baik. Neo-adjuvant
radioterapi dan atau kemoterapi sebelum tindakan pembedahan dapat
dipertimbangkan dan diberikan pada kanker rongga mulut yang locally advanced
(T3,T4).4
Untuk karsinoma rongga mulut T3 dan T4, penanganan N0 dapat dilakukan
deseksi leher selektif atau radioterapi regional pasca bedah. Sedangkan untuk N 1-3
yang didapatkan pada setiap ukuran T, deseksi leher radikal harus dilakukan.
Apabila memungkinkan, eksisi luas tumor primer dan deseksi leher tersebut harus
dilakukan secara en-block. Pemberian radioterapi regional pasca bedah
bergantung terhadap hasil pemeriksaan patologis metastase kelenjar getah bening
tersebut.4

Terapi Kuratif
Menurut Reksoprawiro, 2003, terapi kuratif untuk kanker rongga mulut
diberikan pada kanker rongga mulut dengan stadium I, II, dan III.
1. Terapi utama
Terapi utama untuk kanker rongga mulut stadium I dan II adalah
pembedahan atau radioterapi saja yang mempunyai kelebihan dan kekurangannya
masing-masing. Untuk stadium III dan IV yang masih operabel, terapinya berupa
kombinasi pembedahan dan radioterapi pasca bedah. Namun apabila ditemukan
adanya metastase pada KGB regional untuk berapapun grade T yang terdeteksi,
terapi utama yang diberikan adalah kombinasi pembedahan dengan reseksi leher
radikal yang diikuti dengan radioterapi pasca bedah.4,5
Pada terapi kuratif haruslah diperhatikan kebenaran dari prosedur yang
dilakukan, fungsi mulut untuk bicara, makan, minum, menelan, dan bernafas tetap
baik, serta kosmetis yang cukup setelah dilakukan pembedahan. Peran kemoterapi
dalam penanganan kanker rongga mulut tidak terlalu signifikan, kemoterapi hanya
digunakan sebagai neo-adjuvant pre-operatif untuk mempertegas batas dari tumor
atau adjuvan post-operatif untuk tindakan sterilisasi apabila terdapat kemungkinan
adanya mikro metastasis.5
a. Pembedahan
Indikasi operasi:
1) Tumor operabel.
2) Usia penderita relatif muda.
3) Keadaan umum baik.
4) Tidak terdapat ko-morbiditas yang berat.
Hal yang harus diperhatikan pada pembedahan kanker rongga mulut ialah:
1) Eksisi luas dari tumor.
 Apabila memungkinkan, harus dilakukan eksisi luas sepanjang 1-2
cm dari tepi luar margin tumor. Batas garis eksisi dengan tepi luar
margin tumor secara histopatologi yang kurang dari 1 mm disebut
sebagai positive resection margin, 1-5 mm disebut sebagai narrow
resection margin, lebih dari 5 mm disebut sebagai safe resection
margin. Apabila dalam melakukan eksisi dicurigai adanya positive
atau narrow resection margin, harus dilakukan terapi tambahan
berupa radioterapi atau kemoterapi pasca pembedahan (Wolff,
2012).
 Apabila tumor menginvasi tulang, dilakukan eksisi luas yang
disertai reseksi pada tulang yang terinvasi.
2) Diseksi KGB regional (RND atau modifikasinya) harus dilakukan
apabila terdapat metastase pada KGB regional (N≥1). Diseksi KGB
harus dikerjakan secara enblok dengan tumor primer apabila
memungkinkan (Soepardi, 2007).
3) Rekonstruksi defek yang terjadi akibat tindakan pembedahan.

b. Radioterapi
Radioterapi dapat diberikan secara interstisial atau eksternal.
Tumor yang eksofitik dengan ukuran kecil akan memberikan hasil terapi
yang lebih baik daripada tumor yang endofitik dengan ukuran besar
(Reksoprawiro, 2003).
Indikasi radioterapi:
1) Tumor inoperabel.
2) T1,2 pada bibir dan bukal.
3) Keganasan pangkal lidah.
4) Usia penderita relatif tua.
5) Pasien menolak operasi.
6) Terdapat ko-morbiditas yang berat.
Radioterapi dapat diberikan dengan cara:
1) Teleterapi : Ortovoltase, Cobalt60, atau Linec dengan dosis total sebesar
5000-7000 rads (50-70 Gy).
2) Brakiterapi: implantasi intratumoral jarum Irridium192 atau Radium 226

dengan dosis 2000-3000 rads (20-30 Gy).

2. Terapi tambahan
Terapi tambahan berupa radioterapi, pembedahan, atau kemoterapi
diberikan pada kasus tertentu keganasan rongga mulut. Radioterapi tambahan
diberikan pasca eksisi tumor dengan ukuran T3 dan T4, pada eksisi yang
radikalitasnya diragukan, atau terjadi kontaminasi lapangan operasi oleh sel
kanker. Radioterapi pra-bedah diberikan pada kasus yang operabilitasnya
diragukan atau pada kasus yang inoperabel.5
Pembedahan tambahan dikerjakan pada kasus keganasan rongga mulut
yang terapi utamanya berupa radioterapi, dimana setelah dilakukan radioterapi
tumor menjadi operabel atau pada tumor residif yang muncul setelah radioterapi.5
Kemoterapi diberikan pada kasus keganasan rongga mulut yang curiga
kontaminasi sel kanker pada tempat lain ketika dilakukan pembedahan, kanker
stadium III atau IV atau pada tumor residif yang muncul setelah dilakukan
pembedahan dan atau radioterapi.5

Terapi Paliatif
Menurut Reksoprawiro (2003), erapi paliatif adalah terapi yang bertujuan
untuk memperbaiki kualitas hidup dan mengurangi keluhan penderita terutama
untuk penderita yang sudah tidak dapat disembuhkan lagi. Terapi paliatif
diberikan pada penderita kanker rongga mulut yang:
1. Kanker dengan stadium IV yang telah menunjukkan metastase jauh.
2. Terdapat ko-morbiditas yang berat dengan harapan hidup yang pendek.
3. Terapi kuratif gagal.
4. Usia sangat lanjut.

Keluhan yang perlu dipaliasi antara lain:


1. Loko regional
a) Ulkus di mulut/leher
b) Nyeri
c) Sukar makan, minum, menelan
d) Mulut berbau
e) Anoreksia
f) Fistula oro-kutan
2. Sistemik:
a) Nyeri
b) Sesak nafas
c) Sukar bicara
d) Batuk-batuk
e) Badan mengurus
f) Badan lemah

1. Terapi utama
1. Tanpa metastases jauh:
 Radioterapi dengan dosis 5000-7000 rads (50 – 70 Gy).
 Kalau perlu dikombinasikan dengan pembedahan

2. Terdapat metastase jauh:


 Kemoterapi
 Kemoterapi yang dapat dipakai antara lain:
1) Karsinoma epidermoid
Obat-obat yang dapat dipakai adalah Cisplatin, Methotrexate,
Bleomycin, Cyclophosphamide, Adryamycin, dengan angka remisi
sebesar 20-40%.
2) Adeno karsinoma
Obat-obatan yang dapat dipakai diantaranya adalah Flourouracil,
Mithomycin-C, Ciplatin, Adyamycin, dengan angka remisi sebesar
20-30%.
2. Terapi tambahan
Dilakukan tindakan pembedahan, radioterapi, atau kemoterapi lanjutan
apabila diperlukan.

Adapun anjuran terapi untuk kanker rongga mulut berdasarkan


Reksoprawiro (2003) adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Pilihan terapi pada kanker rongga mulut berdasarkan klasifikasi TNM

Stad T.N.M. Operasi Radioterapi Khemoterapi


I T1.N0.M0 Eksisi atau Kuratif, Tidak
radikal 50-70 Gy dianjurkan
II T2.N0.M0 Eksisi atau Kuratif, Tidak
radikal 50-70 Gy dianjurkan
III T3.N0.M0 Eksisi dan Post operatif, dan Khemoterapi
T1-3.N1.M0 radikal 30-40 Gy

IVA T4N0-1.M0 Eksisi dan Post operatif, dan Khemoterapi


Tiap T. radikal 30-40 Gy
N2.M0
IVB Tiap T.
N3.M0 - Eksisi dan Post operatif, dan Khemoterapi
operabel radikal 30-40 Gy

- inoperabel - Paliatif,
50-70 Gy

Stad T.N.M. Operasi Radioterapi Khemoterapi


IVC TiapT. Paliatif Paliatif Paliatif
tiapN. M1

Residif lokal Pembedah atau RT untuk dan Khemoterapi


an untuk residif post
residif op
post RT
Metastase Tidak Tidak Khemoterapi
dianjurka dianjurkan
n

a. Karsinoma bibir
T1 : eksisi luas atau radioterapi
T2 : eksisi luas, namun apabila lesi mengenai komisura oris, radioterapi
akan memberikan kesembuhan dengan fungsi dan kosmetik yang
lebih baik
T3,4 : eksisi luas, deseksi suprahioid, dan radioterapi pasca bedah
b. Karsinoma bukal
T1,2 : eksisi luas, namun apabila mengenai komisura oris, radioterapi
memberikan kesembuhan dengan fungsi dan kosmetik yang lebih
baik
T3,4 : eksisi luas, deseksi supraomohioid, dan radioterapipasca bedah
c. Karsinoma lidah
T1,2 : eksisi luas atau radioterapi
T3,4 : eksisi luas, deseksi supraomohioid, dan radioterapi pasca bedah
d. Karsinoma palatum
T1 : eksisi luas sampai dengan periost
T2 : eksisi luas sampai dengan tulang dibawahnya
T3 : eksisi luas sampai dengan tulang dibawahnya, diseksi
supraomohioid, dan radioterapi pasca bedah
T4 : maksilektomi infrastruktural parsial/total tergantung luas lesi,
diseksi supraomohiod, dan radioterapi pasca bedah
e. Karsinoma ginggiva
T1,2 : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal
T3 : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal, diseksi
supraomohioid, dan radioterapi pasca bedah
T4 : eksisi luas dengan mandibulektomi segmental, diseksi
supraomohioid, dan radioterapi pasca bedah
f. Karsinoma dasar mulut
T1 : eksisi luas atau radioterapi
T2 : eksisi luas apabila tidak melekat pada periosteum, eksisi luas
dengan mandibulektomi marginal apabila melekat pada periosteum
T3,4 : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal, diseksi
supraomohioid, dan radioterapi pasca bedah
g. Karsinoma trigonum retromolar
T1,2 : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal
T3 : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal, diseksi
supraomohioid, dan radioterapi pasca bedah
T4 : eksisi luas dengan mandibulektomi segmental, diseksi
supraomohioid, dan radioterapi pasca bedah

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, A. 2017. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung


Tenggorokan Kepala & Leher. Jakarta. Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Supriatno. 2008. Docetaxel Hidrat Menghambat Proliferasi dan
Metastasis Sel Kanker Oral SP-C1 Melalui Induksi Protein Maspin.
Yogyakarta. Bedah Oral Maksilofasial dan Onkologi, Departemen
Oral Medicine, FKG UGM, Yogyakarta.
3. Kimple, Welch, Zevallos, dan Patel. 2014. Oral Cavity Squamous Cell
Carcinoma – An Overview. OHDM, 13(3):877-882.
4. Tjiptoningsih, U. M. 2014. Tata Laksana Radiasi pada Kanker Palatum
Durum. CDK-213, 41(2):113-117.
5. Reksoprawiro. 2003. Protokol Penatalaksanaan Kasus Bedah Onkologi
2003. Sub Bagian/SMF Bedah Onkologi, Kepala & Leher Bagian/SMF
Ilmu Bedah FK UNPAD/Perjan RSHS.
6. Mehrotra, R. & Yadav, S. 2006. Oral squamous cell carcinoma: Etiology,
pathogenesis and prognostic value of genomic alterations. Indian Journal
of Cancer, 43(2): 60-66.
7. Scully, C. Cancers of the Oral Mucosa. Medscape. 2016 [Agustus 2020];
Availabe from http://emedicine.medscape.com/article/1075729-
overview#a5.

Anda mungkin juga menyukai