Anda di halaman 1dari 26

Cleft Lip and  Palate (CLP)

Bibir sumbing

KELOMPOK IV

ADRIANUS DUE 2118002


ARFINISIUS ANA RATO 2118006
SOFIA SARTI BILI 2118012
ALAN YUSUF 2118020
YUSRIL ZAINUDDIN 2118030
SITI NURLAILAH 2118031
OKTAVIANA WULANDARI 2118035
ISABELLA 2118036
DESRIANA BILI 2118037
KRISTINA WISRANCE 2118043

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
GEMA INSAN AKADEMIK
MAKASSAR
2020

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul CLEFT
LIPS ( Bibir Sumbing). Makalah ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas pada
mata kuliah KEPERAWATAN ANAK II dalam penulisan makalah ini, tidak
terlepas bimbingan dari berbagai pihak, baik moral maupun materil. Untuk itu
dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih.

Makassar, 28 April 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi...................................................................................................................
BAB I Pendahuluan................................................................................................
A. Latar Belakang...........................................................................................
B. Rumusan Masalah......................................................................................
C. Tujuan .......................................................................................................
BAB II Pembahasan.................................................................................................
1. Anatomi dan fisiologi mulut dan geligi.........................................................
2. Definisi bibir sumbing....................................................................................
3. Klasifiasi dari bibir sumbing..........................................................................
4. Etiologi dari bibir sumbing............................................................................
5. Manifestasi klinis...........................................................................................
6. Pemeriksaan penunjang..................................................................................
7. Penatalasanaan...............................................................................................
8. Komplikasi.....................................................................................................
9. Pencegahan.....................................................................................................
10. Askep bibir sumbing......................................................................................
BAB III PENUTUP.................................................................................................
A. Kesimpulan................................................................................................
B. Saran..........................................................................................................
Daftar Pustaka..........................................................................................................

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cleft Lip and  Palate (CLP) atau bibir sumbing adalah cacat bawaan yang
menjadi masalah tersendiri di kalangan masyarakat, terutama penduduk
dengan status sosial ekonomi yang lemah. Akibatnya operasi dilakukan
terlambat dan malah dibiarkan sampai dewasa. FoghAndersen di Denmark
melaporkan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit 1,47/1000 kelahiran
hidup. Hasil yang hampir sama juga dilaporkan oleh Woolf dan Broadbent di
Amerika Serikat serta Wilson untuk daerah Inggris. Neel menemukan insiden
2,1/1000 penduduk di Jepang.Insiden bibir sumbing di Indonesia belum
diketahui. Hidayat dan kawan-kawan di propinsi Nusa Tenggara Timur antara
April 1986 sampai Nopember 1987 melakukan operasi pada 1004 kasus bibir
sumbing atau celah langit-langit pada bayi, anak maupun dewasa di antara 3
juta penduduk.Etiologi bibir sumbing dan celah langit-langit adalah
multifaktor. Selain factor genetik juga terdapat faktor non genetik atau
lingkungan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing
dan celah langit-langit adalah usia ibu waktu melahirkan, perkawinan antara
penderita bibir sumbing, defisiensi Zink waktu hamil dan defisiensi vitamin
B6 dan asam folat. Bayi yang terlahir dengan bibir sumbing harus ditangani
oleh klinisi dari multidisiplin dengan pendekatan team-based, agar
memungkinkan koordinasi efektif dari berbagai aspek multidisiplin tersebut.
Kelainan ini sebaiknya secepat mungkin diperbaiki karena akan
mengganggu pada waktu menyususui dan akan mempengaruhi pertumbuhan
normal rahang serta perkembangan bicara. Penatalaksanaan Cleft Lip and 
Palate (CLP)  adalah operasi. Bibir sumbing dapat ditutup pada semua usia,
namun waktu yang paling baik adalah bila bayi berumur 10 minggu, berat
badan mencapai 10 pon, Hb >10g%. Dengan demikian umur yang paling baik
untuk operasi sekitar 3 bulan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bustami

4
dan kawan-kawan diketahui bahwa alasan terbanyak anak penderita bibir
sumbing terlambat (berumur antara 5-15 tahun) untuk dioperasi adalah
keadaan sosial ekonomi yang tidak memadai dan pendidikan orang tua yang
masih kurang.
Penyebab utama bibir sumbing karena kekurangan seng dan karena kawin
dengan kerabat. Bagi tubuh, seng sangat dibutuhkan enzim tubuh walau yang
diperlukan sedikit, tapi jika kekurangan berbahaya. Makanan yang
mengandung seng antara lain daging, sayur – sayuran dan air. Di NTT airnya
bahkan tidak mengandung seng sama sekali. Soal kawin antar kerabat atau
saudara memang pemicu munculnya penyakit degeneratif (keturunan) yag
sebelumnya resesif, kelaian ini juga bisa dipicu kekurangan gizi lainnya
seperti vitamin B6 dan B kompleks, misalnya infeksi pada janin pada usia
muda dan salah minum obat-obatan atau jamu juga bisa megakibatkan bibir
sumbing.
Terobosan terbaru untuk kasus bibir sumbing didasarkan paska studi
terhadap DNA pada sekitar 8000 orang yang memiliki riwayat bibir sumbing
di 10 negara. Dari angka tersebut diperoleh sembilan variasi yang disebut
Single Nucleotida Poly morphisms (SNP5) dalam gen bernama IRF6. gen
IRF6 merupakan gen penyebab terjadinya kasus bibir sumbing. Selain itu,
mereka yang mengalami cacat tersebut disebabkan karena kekurangan nutrisi
dan faktor keturunan. Labiopalatoskisis merupakan deformitas daerah mulut
berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa
embrional berkembang, bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh
bersatu. Belahnya belahan dapat sangat bervariasi, mengenai salah satu bagian
atau semua bagian daridasar cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum durum
serta molle. Suatu klasifikasi berguna membagi struktur- struktur yang terkena
menjadi : Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan palatum
durum di belahan foramen incisivum. Palatum sekunder meliputi palatum
durum dan molle posterior terhadap foramen. Suatu belahan dapat mengenai
salah satu atau keduanya, palatum primer dan palatum sekunder dan dapat
unilateral atau bilateral. Kadang-kadang terlihat suatu belahan submukosa,
dalam kasus ini mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang dan

5
jaringan otot palatum. Labiopalatoskisis ini dapat segera diperbaiki dengan
pembedahan. Bila sumbing mencakup pula palatum mole atau palatum durum,
bayi akan mengalami kesukaran.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi mulut dan geligi ?
2. Apa definisi dari bibir sumbing?
3. Apa klasifikasi dari bibir sumbing?
4. Bagaimana etiologi dari bibir sumbing?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari bibir sumbing?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari bibir sumbing?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari bibir sumbing?
8. Bagaimana komplikasi dari bibir sumbing?
9. Bagaimana pencegahan dari bibir sumbing?
10. Bagaimana asuhan keperawatan keperawatan yang harus dilakukan untuk
pasien dengan bibir sumbing ?
C. Tujuan
Setelah pembelajaran mata kuliah keperawatan pencernaan II
materi bibir sumbing diharapkan mahasiswa dapat memahami
mengaplikasikan dalam asuhan keperawatan pasien dengan gangguan
pencernaan yakni bibir sumbing.

6
BAB II
PEMBAHASAN
1. Anatomi dan fisologi
a. Mulut
Mulut atau oris adalah pemulaan saluran pencernaan yang terdiri atas
dua bagian yakni; bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang
diantara gusi, gigi, bibir dan pipi. Dan bagian rongga mulut bagian
dalam, rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris,
palatum dan mandibularis, disebelah belakang bersambung dengan
faring. Selaput lendir mulut ditutupi oleh epitelium yang berlapis lapis,
dibawahnya terdapat kelenjar kelenjar halus yang mengeluarkan lendir.
Selaput ini kaya akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung
akhir saraf sensoris.
Disebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan disebelah dalam
ditutupi oleh selaput lendir atau mukosa. Otot orbikularis oris
menutupi bibir. Levator anguli oris mengangkat dan depressor anguli
oris menekan ujung rambut. Palatum terdiri dari :
1. Palatum durum ( palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk
palatum dan sebelah depan tulang maksilaris dan lebih kebelakang
terdiri dari dua tulang palatum.
2. Palatum mole ( palatum lunak) terletak dibelakang yang
merupakan lipatan menggantung yang dapat bergerak, terdiri dari
jaringan fibrosa dan selaput lendir.
Gerakannya dikendalikan oleh ototnya sendiri, disebelah kanan dan
kiri dari tiang fauses terdapat saluran lendir menembus tonsil. Pipi
dilapisi oleh mukosa yang mengandung papilla, otot yang terdapat
pada pii adalah buksinator. Di rongga mulut terdapat geligi,
kelenjar ludah dan lidah.
b. Geligi
Geligi ada dua macam;

7
1. Gigi sulung, mulai tumbuh pada anak berumur 6-7 bulan. Lengkap
pada umur 2,5 tahun jumlahnya 20 buah disebut juga gigi susu,
terdiri dari 8 buah gigi seri( dens insisivus), 4 buah gigi taring
( dens kaninus), 8 gigi geraham ( dens molare).
2. Gigi tetap atau permanen tumbuh pada umur 6-18 tahun, jumlahnya
32 buah, terdiri dari : 8 buah gigi seri, 4 buah gigi taring, 8 gigi
geraham depan (molare), 12 gigi geraham (premolare).

Fungsi ggi terdiri dari gigi seri untuk memotong makanan, gigi taring
gunanya untuk memutus makanan yang keras, dan geraham untuk
mengunyah makanan yang sudah dipotong. Bagian-bagian gigi :

Mahkota gigi atau corona, merupakan bagian yang tampak di atas gusi.
Terdiri atas :

1. Lapisan email, merupakan lapisan paling keras.


2. Tulang gigi (dentin), didalamnya terdapat saraf dan pemnuluh
darah.
3. Rongga gigi ( pulpa), merupakan bagian anatara corona dan
radeks.
4. Leher gigi (kolum), merupakan bagian yang berada dalam gusi
5. Akar gigi ( radiks), merupakan bagian yang tertanam pada tulang
rahang. Akar gigi melekat pada tulang rahang dengan perantara
semen gigi.
6. Semen gigi melapisi akar gigi dan membantu menahan gigi agar
tetap melekat pada gusi. Semen gigi terdiri atas :
a. Lapisan semen, merupakan pelindung akar gigi dan gusi
b. Gusi merupakan tempat gigi tumbuh ( syaifuddin, 2006)

2. Definisi Bibir Sumbing

Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya


prosesus nasal median dan maksilatis untuk menyatu selama
perkembangan embrionik ( Wong, 2003)

8
Labiopalatoskisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan
bentuk pada struktur wajah ( Ngastiah, 2005)

3. Klasifikasi Bibir Sumbing


a. Unillateral incomplete
Apabila celah sumbing terjadi hanya dislah satu sisi bibir dan tidak
memanjang ke hidung.
b. Unilateral complete
Apanila celah sumbing terjadi hanya disalah satu bibr dan
memanjang hingga ke hidung.
c. Bilateral complete
Apabila celah sungbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang
hingga ke hidung.
d. Labio palato skisis
e. Merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut,
palato skisis ( sumbung palatum) dan labio skisis ( sumbing tulang)
untuk menyatu selama perkembangan embrio. ( Hidayat, 2005)
4. Etiologi
a. Faktor herediter
Sebagai faktor yang sudah dipastikan. 75 % dari faktor keturunan
resesif dan 25% bersifat dominan. Karena mengalami mutasi gen
dan kelainan kromosom.
b. Faktor eksternal / lingkungan
1. Faktor usia ibu
2. Obat-obatan , asetosal, aspirin ( Schardein, 1985), rifampisin,
fenasetin, sulfonamid, aminoglikosid, indometasin, asam
flufetamat, ibuprofen, penisilamin, antihistamin dapat
menyebabkan celah langit – langit. Antineoplastik,
kortikosteroid.
3. Nutrisi
4. Penyakit infeksi seperti sifilis, virus Rubella
5. Radiasi

9
6. Stress emosional
7. Trauma ( trimester pertama) ( Wong. 2003)

5. Manifestasi Klinis

Masalah asupan makanan merupakan masalah pertama yang


terjadi pada bayi dengan bibir sumbing. Kesulitan dalam melakukan
hisapan pada payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi
dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan
yang ditemukan adalah reflek hisap dan menelan pada bayi dengan
bibir sumbing tidak sebaik bayi normal, dan bayi lebih banyak
menghisap udara pada saat menyusu.

Bibir sumbing dapat berkisar dari sedikit takik pada bagian merah
bibir atas hingga pemisahan total bibir yang memanjang hingga
kedalam hidung. Dapat dijumpai pada satu atau kedua sisi bibir atas.
Sumbing langit langit dapat dijumpai sebagai bagian dari deformitas
bibir sumbing atau sebagai kelainan garis tengah tersendiri yang
melibatkan palatum sekunder.
Pada labio schisis :
a. Distorsi hidung, tampak sebagian atau kedua duanya
b. Adanya celah bibir

Pada palato schisis :

a. Tampak ada celah pada tekak atau uvula.


b. Palato lunak dan keras atau foramen incisivus.
c. Adanya rongga pada hidung.
d. Distorsi hidung.
e. Teraba ada celah atau terbukanya langit – langit pada waktu
periksa.

10
f. Mengalami kerusakan dalam mengisap atau makan ( Sodikin,
2011)
6. Pemeriksaan penunjang
a. Foto Rontgen
Untuk memeriksa kelainan pada rongga mulut.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pada bibir, palatum, hidung, dan uvula. Kaji tanda
– tanda dan gejala yang mengikutnya seperti kesulitan
menelan, infeksi pada telinga, pada saat bayi menyusu, air susu
keluar dari hidung, dan gangguan berbicara.
c. MRI untuk evaluasi abnormal
Untuk melihat kelainan – kelainan pada rongga mulut
d. Pemeriksaan USG
Sumbing bbir lebih mudah di diagnosis melalui ultrasond
kehamilan. Diagnosis dapat dibuat pada awal kehamilan 18
minggu. Prenatal diagnosis memberikan orangtua dan tim
medis keuntungan dari perencanaan lanjutan untuk perawatan
bayi. (Belajar ilmu bedah.2010)
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan idealnya, anak dengan bibir sumbing ditatalaksana
oleh “tim labiopalatoskisis” yang terdiri dari spesialis bedah,
maksilofasial, terapis bicara dan bahasa, dokter gigi, ortodentis,
psikolog dan perawat spesialis. Perawatan dan dukungan pada bayi dan
keluarganya diberikan sejak lahir sampai umur 18 tahun. Tindakan
pembedahan dapat dilakukan pada saat usia 3 bulan. Ada tiga tahap
penatalaksanaan yakni :
1. Tahap sebelum operasi
Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan
tubuh bayi menerima tindakan operasi, asupan gizi, yang cukup
dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang
memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi
berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg, Hb lebih dari

11
10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu, jika bayi belum mencapai
rule of ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang
tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah
parah. Misalnya memberi minum harus dengan dot khusus dimana
ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan
jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat
bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi
menjadi tidak cukup, jika dot dengan besar lubang khusus ini tidak
tersedia bayi cukup diberi minum dengan bantuan sendok secara
perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari
masuknya susu melewati langit – langit yang terbelah. Selain itu
celah bibir harus direkatkan dengan manggunakan plaster khusus
non alergik untuk mencegah agar celah bibir menjadi tidak jauh
akibat proses tumbuh kembang yang menyebabkan menonjolnya
gusi kearah depan akibat dorongan lidah pada prolabium, karena
jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada saat operasi akan menjadi
sulit dan secara kosmetika hasil kahir yang didapat tidak sempurna.
Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu
operasi tiba.
2. Tahap sewaktu operasi
Tahapan selanjutnya dalah tahapan operasi, pada saat ini yang
diperhatikan adalah soal kesiapan tubuh bayi menerima perlakuan
operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh seorang ahlli bedah.
Operasi untuk langit – langit optimal usia 18-20 bulan mengingat
anak aktif bicara usia 2 tahun dan presekolah. Palatoplasty
dilakukan sedini mungkin ( 15-24 bulan) sebelum anak mulai
bicara lengkap sehingga pusat bicara di otak belum membentuk
cara bicara. Jika operasi dilakukan terlambat, sering hasil operasi
dalam hal kemampuan mengeluarkan suara normal atau sangat
sulit dicapai. Operasi yang dilakukan sesudah 2 tahun harus diikuti
dengan speech teraphy karena jika tidak septelah operasi suara
sangau pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah biasa

12
melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi
memosisikan lidah pada posisi salah.
3. Tahap setelah operasi
Dokter bedah yang emnangani akan memberikan instruksi pada
orang tua pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing luka
bekas operasi dibiarkan terbuka dan tetap menggunakan sendok
atau dot khusus. Cara menyusui bagi ibu dengan bayi bibir
sumbing :
a. Memberikan informasi pentngnya ASI
b. Usaha untuk menutup celahatau sumbing agar bayi dapat
memegang puting dan areola dalam mulutnya
c. Memerah susu dan memberikan kepada anaknya menggunakan
cangkir atau sendok teh.
8. Komplikasi
a. Obstruksi jalan nafas
Seperti disebutkan sebelumnya, pasca bedah obstruksi jalan nafas
adalah komplikasi yang paling penting dalam periode pasca operasi
langsung. Situasi ini biasanya hasil dari prolaps dari lidah ke
oropharynx sementara pasien tetap dibius dari anasthesi.
Intraoperative penempatan lidah tarikan jahitan membantu dalam
pengelolaan situasi ini. Obstruksi jalan napas juga daat menjadi
masalah berkepanjangan karena perubahan pada saluran nafas
dinamika, terutama pada anak – anak dengan rahang kecil.
b. Pendarahan
Intraoperative pendarahan adalah komplikasi yang potensial.
Karena kaya suplai darah ke langit – langit, yang memerlukan
transfusi darah yang signifikan dapat terjadi. Ini dapat berbahaya
pada bayi, dalam total volume darah yang rendah. Sebelum operasi
penilaian tingkat Hb dan platelet adala important. 6 injeksi epinefrin
sebelum insisi dan langit – langit intraoperative hidroklorida
oxymetaxoline penggunaan material kemasan yang basah dapat
mengurangi kehilangan darah. Untuk mencegah kehilangan darah

13
pasca operasi, wilayah demucosalized langit-langit harus dikemas
dengan avinate atau agen hemostatic serupa.
c. Palatal fistula
Luka dehiscnece ( palatal fistula) dapat terjadi sebagai komplikasi
dalam periode pasca operasi langsung, atau dapat memjadi masalah
yang tertunda. Sebuah fistula palatal dapat terjadi dimana saja di
sepanjang belahan asli situs. Insiden ini telah dilaporkan setinggi
34% dan tingkat keparahan sumbing asli telah terbukti berkolerasi
dengan risiko terjadinya fistula.
d. Kelainan midface
Perawatan sumbing langit – langit d beberapa lembaga telah
berfokus pada awal intervensi bedah. Salah satu efek negatif
berkenaan dengan pertumbuhan rahang atas. Sumbing langit langit
mungkin perlu orthognatik operasi.

9. Pencegahan
a. Menghindari merokok
Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor risiko
lingkungan terbaik yang telah dipelajari untuk terjadinya celah
orofacial. Ibu yang menggunakan tembakau selama kehamilan
secara konsisten terkait dengan peningkatan resiko terjadinya
celah-celah orofacial.
b. Menghindari alkohol
Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat
mempengaruhi tumbuh kembang embrio, dan langit-langit mulut
sumbing telah dijelaskan memiliki hubungan dengan terjadinya
defek sebanyak 10% kasus pada sindrom alkohol fetal (fetal
alcohol syndrome).
c. Memperbaiki nutrisi ibu
Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan
trimester I kehamilan sangat penting bagi tumbuh kembang bibir,
palatum dan struktur kraniofasial yang normal dari fetus. Nutrisi-

14
nutrisi yang penting dan dibutuhkan seorang ibu saat hamil antara
lain asam folat, vitamin B-6 dan vitamin A.
d. Modifikasi pekerjaan
Dari data-data yang ada dan penelitian skala besar
menyerankan bahwa ada hubungan antara celah orofasial dengan
pekerjaan ibu hamil (pegawai kesehatan, industri reparasi, pegawai
agrikulutur). Maka sebaiknya pada wanita hamil lebih baik
mengurangi jenis pekerjaan yang terkait. Pekerjaan ayah dalam
industri cetak, seperti pabrik cat, operator motor, pemadam
kebakaran atau bertani telah diketahui meningkatkan resiko
terjadinya celah orofasial.

10. Asuhan Keperawatan Teoritis.


a. Pengkajian:
1. Identitas klien : Meliputi nama, alamat, umur
2. Keluhan utama : Pasien dengan bibir sumbing mengeluh
kesulitan dalam menelan(menyusu) sehingga asupan nutrisi
kurang dari kebutuhan
3. Riwayat Kesehatan
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Mengkaji riwayat kehamilan ibu, apakah ibu pernah
mengalami trauma pada kehamilan Trimester I. bagaimana
pemenuhan nutrisi ibu saat hamil, kecukupan asam folat, obat-
obat yang pernah dikonsumsi oleh ibu dan apakah ibu pernah
stress saat hamil.
5. Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengkaji berat/panjang bayi saat lahir, pola
pertumbuhan, pertambahan/ penurunan berat badan, riwayat
otitis media dan infeksi saluran pernafasan atas.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kehamilan, riwayat keturunan.
7. Pemeriksaan Fisik:

15
a. Inspeksi kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi
karakteristik sumbing.
b. Kaji asupan cairan dan nutrisi bayi.
c. Kaji kemampuan hisap, menelan, bernafas.
d. Kaji tanda-tanda infeksi.
e. Palpasi dengan menggunakan jari.
f. Kaji tingkat nyeri pada bayi.
8. Pengkajian Keluarga
a. Observasi infeksi bayi dan keluarga.
b. Kaji harga diri/ mekanisme kuping dari anak/ orangtua.
c. Kaji reaksi orangtua terhadap operasi yang akan dilakukan.
d. Kaji kesiapan orangtua terhadap pemulangan dan
kesanggupan mengatur perawatan di rumah.
e. Kaji tingkat pengetahuan keluarga

b. Diagnosa Keperawatan
 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan bayi lelah
menghisap, intake makanan dan minuman pada anak tidak adekuat.
 Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan.
 Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga
tentang penyakit.
 Risiko infeksi berhubungan dengan aspirasi ke dalam saluran
pernapasan dan masuknya cairan ke saluran telinga
 Resiko perubahan perilaku orang tua yang berhubungan dengan
cacat fisik yang sangat nyata pada bayi
 Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan teknik
pemberian makan, dan perawatan dirumah
1. Intervensi pre operasi
 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan bayi lelah
menghisap, intake makanan dan minuman pada anak tidak adekuat.
Tujuan : bayi dapat terpenuhi nutrisinya secara adekuat setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama ....x24 jam

16
Kriteria hasil :
- Nutrisi bayi terpenuhi
- Mempertahankan BB dalam batas normal.
- Bayi dapat tidur nyenyak

Intervensi :
1). Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
R/ Memberikan informasi sehubungan dgn keb nutrisi & keefektifan
terapi.
2) Gunakan dot botol yang lunak yang besar, atau dot khusus dengan
lubang yang sesuai untuk pemberian minum
R/ Untuk mempermudah menelan dan mencegah aspirasi.
3) Tepuk punggung bayi setiap 15ml 30ml minuman yang diminum,
tetapi jangan diangkat dot selama bayi menghisap.
R/ Karena cenderung menelan banyak udara dan mencegah cedera
pada bayi
4) Monitor atau mengobservasi kemampuan menelan dan
menghisap.
R/ Untuk mengetahui kemampuan menelan dan menghisap pada
bayi.
5) Berikan makan pada anak sesuai dengan jadwal dan kebutuhan
R/ Mempertahankan nutrisi yang dibutuhkan oleh bayi
6) Mempertahankan nutrisi adekuat
R/ Nutrisi yang adekuat dapat mempertahankan atau menambah
berat badan bayi
7) Kaji kemampuan menelan dan menghisap
R/ Bila kemampuan menelan dan menghisap baik maka nutrisi yang
masuk dapat terpenuhi.
8) Tempatkan dot pada samping bibir mulut bayi dan usahakan lidah
mendorong makan/minuman kedalam

17
R/ Posisi tempat dot yang tepat mencegah resiko aspirasi dan
memberikan kenyamanan posisi pada bayi
 Resiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan
Tujuan : anak tidak akan mengalami aspirasi setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama …x 24 jam
Dengan criteria hasil :
- Menunjukkan peningkatan kemampuan menelan.
- Bertoleransi terhadap asupan oral dan sekresi tanpa aspirasi.
- Bertoleransi terhadap pemberian perenteral tanpa aspirasi

Intervensi :
1) Jelaskan pada orang tua cara/ teknik menyusui yang benar
R/ ibu dapat mengerti cara yang benar dalam memberikan ASI
sehingga bayi terhindar dari aspirasi.
2) Tempatkan pasien pada posisi semi-fowler atau fowler.
R/ Agar mempermudah mengeluarkan sekresi.
3) Gunakan dot khusus yang agak panjang
R/ untuk meminimalkan terjadinya aspirasi
4) Sediakan kateter penghisap disamping tempat tidur dan lakukan
penghisapan selama makan, sesuai dengan kebutuhan.
R/ Mencegah sekresi menyumbat jalan napas, khususnya bila
kemampuan menelan terganggu.
5) Pantau status pernafasan selama pemberian makan tanda-tanda
aspirasi selama proses pemberian makan dan pemberian
pengobatan.
R/ Perubahan yg terjadi pada proses pemberian makanan dan
pengobatan bisa saja menyebabkan aspirasi
 Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga
tentang penyakit.
Tujuan :Rasa cemas teratasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ....x 24 jam
Kriteria hasil :

18
- Mencari informasi untuk menurunkan kecemasan.
- Menghindari sumber kecemasan bila mungkin.
- Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan

Intervensi :
1) Jelaskan pada keluraga keadaan yang diderita anaknya
R/ pemahaman ibu tentang keadaan yang diderita anaknya
mengurangi kecemasan keluarga, karena keadaan anak masih bisa
diatasi.
2) Kaji tingkat kecemasan keluarga.
R/ Untuk mengetahui seberapa besar kecemasan yang dirasakan
keluarga sekarang.
3) Berikan penyuluhan pada keluarga tentang penyakit dan proses
penyembuhannya.
R/ Untuk mengetahui bagaimana untuk memudahkan
memberikan support atau penyuluhan.
4) Anjurkan keluarga mengungkapkan dan atau mengekspresikan
perasaan (menangis)
R/ membantu mengindentifikasikan perasaan atau masalah negatif
dan memberikan kesempatan untuk mengatasi perasaan
ambivalen atau berduka. Klien dapat juga merasakan ancaman
emosional pada harga dirinya karean sperasaannya bahwa ia telah
gagal, bahwa ia sebagai wanita lemah, dan bahwa harapannya
tidak terpenuhi.
 Resiko infeksi berhubungan dengan aspirasi ke dalam
saluranpernapasan dan masuknya cairan ke saluran telinga
Tujuan : bayi tidak mengalami infeksi setelah dilakukan
tindakankeperawatan .....x/24jam
Kriteria hasil :

19
- Mencegah infeksi :Terbebas dari tanda atau gejala infeksi.
- Menunjukkan higiene pribadi yang adekuat.
- Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi.
Intervensi :
1) Jelaskan pada orang tua penyebab dari resiko infeksi
R/ penyebab dari resiko infeksi ialah karena masuknya
cairan/susu ke dalam saluran pernapasan dan telinga.
2) Berikan posisi yang tepat setelah makan, miring kekanan,
kepala
agak sedikit tinggi supaya makanan tertelan dan mencegah
aspirasi
yang dapat berakibat pneumonia.
R/ Meningkatkan mobilisasi sekret, menurunkan resiko
pneumonia.
3) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik
profilaksis
R/pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan resiko
infeksi.
4) Observasi tanda-tanda infeksi
R/ deteksi dini terhadap tanda-tanda infeksi
 Resiko perubahan perilaku orang tua yang berhubungan
dengancacat fisik yang sangat nyata pada bayi
Tujuan : pasien atau keluarga memperlihatkan penerimaan
terhadap bayi
Kriteria hasil:
- Keluarga membicarakan perasaan dan kekhawatiran
mengenai cacat yang disandang anaknya. Koreksi dan
prospeknya di masa mendatang.
- Keluarga memperlihatkan sikap menerima bayinya.
Intervensi:
1) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk mengekspresikan
perasaan mereka.

20
R/ untuk mendorong koping keluarga
2) Perlihatkan perilaku menerima bayi dan keluarganya
R/ karena orang tua sensitive terhadap perilaku afektif anaknya
3) Tunjukkan dengan perilaku bahwa anak adalah manusia yang
berharga
R/ untuk mendorong penerimaan bayi cacat fisik.
 Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan teknik
pemberian makan, dan perawatan dirumah.
Tujuan : keluarga memahami teknik pemberian makanan yang
tepat pada anak.
Kriteria hasil :
- Keluarga memahami teknik pemberian makan yang tepat
- Keluarga dapat menjelaskan dan memperagakan kembali
teknik pemberian yang benar.
Intervensi :
1) Jelaskan pada keluarga teknik pemberian makanan yang tepat
R/ teknik pemberian makan yang tepat ialah puting /dot khusus
harus diposisikan ke belakang dan di sepanjang sisi mulut di sisi
noncleft, menekan pipi bersama-sama di sekitar puting untuk
meningkatkan suction lisan.posisi bayi tegak.
2) Minta ibu memperagakan kembali apa yang sudah di ajarkan
oleh perawat.
R/ untuk mengetahui tingkat pemahaman ibu tentang tekni
pemberian makanan yang tepat.
3) Observasi ketepatan ibu dalam mengaplikasikan yang telah di
ajarkan.
R/ menilai ketepatan teknik pemberian makanan.
2. Diagnosa Keperawatan Post-Opp
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi
pembedahan
2. Resiko infeksi berhubungan dengan kontaminasi
mikroorganisme.

21
3. Resiko trauma pada tempat pembedahan yang berhubungan
dengan peregangan pada jahitan.
3. Intervensi Post Op
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi
pembedahan.
Tujuan : anak mengalami tingkat kenyamanan yang optimal
setelah dilakukan tindakan ....x 24 jam
Kriteria hasil : bayi tampak nyaman dan beristirahat dengan
tenang.
Intervensi :
1) Kaji pola istirahat bayi/anak dan kegelisahan.
R/ Mencegah kelelahan dan dapat meningkatkan koping
terhadap stres atau ketidaknyamanan.
2) Beri stimulasi belaian dan pelukan
R/ sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan
optimal.
3) Libatkan orang tua dalam perawatan bayi
R/ untuk memberikan rasa aman dan nyaman.
4) Berikan analgetik sesuai program.
R/ Derajat nyeri sehubungan dengan luas dan dampak
psikologi pembedahan sesuai dengan kondisi tubuh
b. Resiko infeksi berhubungan dengan kontaminasi
mikroorganisme
Tujuan : mengurangi resiko terjadinya infeksi setelah dilakukan
proses pebedahan
Kriteria hasil :
- Mencegah infeksi :Terbebas dari tanda atau gejala infeksi.
- Menunjukkan higiene pribadi yang adekuat.
- Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi.
- Luka tampak bersih, kering dan tidak edema.
Intervensi :
1) Berikan posisi yang tepat setelah makan, miring kekanan,

22
kepala agak sedikit tinggi supaya makanan tertelan dan
mencegah aspirasi yang dapat berakibat pneumonia.
R/ Meningkatkan mobilisasi sekret, menurunkan resiko
pneumonia.
2) Kaji tanda-tanda infeksi, termasuk drainage, bau dan demam.
R/ Deteksi dini terjadinya infeksi memberikan pencegahan
komplikasi lebih serius.
3) Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi
R/ Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi
4) Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-
alat yang tidak steril, misalnya alat tenun dan lainnya.
R/ alat yang tidak steril mudah menimbulkan MO mudah masuk
ke daerah insisi.
5) Bersihkan garis sutura dengan hati-hati
R/ menjaga agar sutura tidak trauma/rusak
c. Resiko trauma pada tempat pembedahan yang berhubungan dengan
peregangan pada jahitan.
Tujuan : anak tidak mengalami trauma pada tempat pembedahan,
anak tidak memperlihatkan adanya aspirasi
Kriteria hasil : dapat menangani secret yang keluar dan susu
formula tanpa aspirasi
Intervensi :
1) Gunakan teknik pemberian susu yang non traumatic
R/ untuk meminimalkan resiko trauma
2) Pertahankan alat pelindung bibir
R/ untuk melindungi luka jahitan.
3) Hindari penggunaan alat didalam mulut sesudah operasi
R/ untuk mencegah trauma pada luka operasi
4) Bersihkan jahitan operasi dengan hati-hati sesudah pemberian
susu
R/ karena inflamasi atau infeksi akan mengganggu proses
kesembuhan serta efek kosmetik koreksi pembedahan.

23
5) Cegah bayi agar tidak menangis dengan keras
R/ dapat menimbulkan regangan pada jahitan bekas operasi
6) Ajarkan prosedur membersihkan dan menahan gerakan bayi
yang mengenai luka operasi jika bayi dipulangkan sebelum
jahitan luka dilepas.
R/ untuk meminimalkan komplikasi setelah pembedahan.
4. Implementasi
Pelaksanaan dari intervensi yang telah dibuat, dilaksanakan dengan
menyesuaikan antara waktu dan rencana tindakan serta
didokumentasikan secara tepat dalam asuhan keperawatan

5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk menilai apakah tujuan yang ditetapkan
sudah tercapai berdasarkan kriteria evaluasi yang dibuat.

24
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Labioskizis atau labiopalatoskizis yaitu kelainan kotak palatine
(bagian depan serta samping muka serta langit-langit mulut) tidak
menutup dengan sempurna. Merupakan deformitas daerah mulut berupa
celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa
embrional berkembang, bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak
tumbuh bersatu.
Banyak factor yang mempengaruhi terjadinya bibir sumbing antara
lain: factor genetic atau keturunan, kurang nutrizi, radiasi, terjadinya
trauma pada kehamilan trimester pertama, infeksi pada ibu yang dapat
mempengaruhi janin, pengaruh obat teratogenik termasuk jamu dan
kontrasepsi hormonal, Multifaktoral dan mutasi genetic,Dysplasia
ectodermal
B. SARAN
Beberapa kelainan bawaan tidak dapat dicegah, tetapi ada beberapa hal
yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya kelainan
bawaan yaitu :
 Tidak merokok dan menghindari asap rokok
 Menghindari alcohol
 Menghindari obat terlarang
 Memakan makanan yang bergizi dan mengkonsumsi vitamin
prenatal
 Melakukan olah raga dan istirahat yang cukup
 Melakukan pemeriksaan prenatal secara rutin
 Mengkonsumsi suplemen asam folat
 Menjalani faksinasi sebagai perlindungan terhadap infeksi
 Menghindari zat-zat yang berbahaya

25
DAFTAR PUSTAKA

Chapter II_3 Maloklusi Pdf. Diakses pada tanggal 16 Maret 2016 pukul
12.20 WIB

Eddy Hariyanto-Fkg Unhas.pdf. Diakses pada tanggal 16 Maret 2016 pukul


12.40 WIB

Davies, lorna dan Mcdonald, Sharon. 2009. Pemeriksaan Kesehatan Bayi.


Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak : Gangguan Sistem


Gastrointestnal dan Hepatobilier. Jakarta : Salemba Medika.

Herdman, T. H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International


Nursing Diagnoses: Definition and Classification, 2015-2017. Oxford: Wiley
Blackwell
Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak : Gangguan Sistem
Gastrointestnal dan Hepatobilier. Jakarta : Salemba Medika.

Sue Moorhead, et. al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC):


Measurement of Health Outcomes
5th Edition. USA: Elsevier

26

Anda mungkin juga menyukai