Di Susun Oleh :
Kelompok 11
Sofyan Laki 751440119090
Sisilia Pakaya 751440119091
Kelompok 11
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Tujuan ........................................................................................................ 3
C. Manfaat .......................................................................................................3
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Labiopalatoskisis berasal dari kata labium yang berarti bibir, palatum yang
keduanya. Celah pada labium disebut labioskisis sedangkan celah pada palatum
disebut palatoskisis. Kelainan ini dapat merupakan bagian dari suatu sindrom atau
berdiri sendiri. Defek yang ada akan menyebabkan gangguan produksi suara,
merupakan salah satu defek yang melibatkan banyak disiplin ilmu dalam
penanganannya.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
C. Manfaat
1. Bagi Penulis
Untuk menambah wawasan dan pengalaman bagi penulis khususnya dibidang
keperawatan pada Anak dengan masalah Labiopalatoskisis
2. Bagi Institusi
Sebagai acuan dalam kegiatan proses belajar dan bahan pustaka tentang asuhan
keperawatan pada Anak dengan masalah Labiopalatoskisis
3. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan yang diperlukan dalam pelaksanaan praktik pelayanan
keperawatan khususnya keperawatan pada Anak dengan masalah
3
Labiopalatoskisis
1. Pengertian Labiopalatoskisis
Labiopalatoskisis berasal dari kata labium yang berarti bibir, palatum yang
keduanya. Celah pada labium disebut labioskisis sedangkan celah pada palatum
disebut palatoskisis. Kelainan ini dapat merupakan bagian dari suatu sindrom atau
berdiri sendiri. Defek yang ada akan menyebabkan gangguan produksi suara,
merupakan salah satu defek yang melibatkan banyak disiplin ilmu dalam
penanganannya.
2. Epidemiologi
kombinasi lebih banyak pada laki-laki, sedangkan palatoskisis saja lebih banyak
pada perempuan. Angka prevalensi celah berbeda untuk tiap ras. Prevalensi
labiopalatoskisis lebih rendah pada kulit hitam dan lebih tinggi pada orang Asia
palatoskisis. Celah unilateral sembilan kali lebih sering daripada celah bilateral,
4
dan terjadi dua kali lebih sering pada sisi kiri dari pada kanan. labiopalatoskisis
memiliki angka kejadian sekitar 1:500-600 kelahiran hidup, dan untuk celah
palatum saja 1 dari 1000 kelahiran hidup. Insidensi lebih tinggi ditemukan pada
kelompok Asia (1:500) dan lebih rendah pada kelompok kulit hitam (1:2000).
3. Embriologi
Pada akhir minggu ke-4, processus facialis terbentuk secara primer oleh
sel mesenkim yang berasal dari krista neuralis. Proses pembentukan facial secara
keseluruhan di mulai dengan berpindahnya sel dari regio facial ke sel mesenkim.
Processus maxillaris dapat dikenali di sebelah lateral stomodeum, dan processus
mandibularis di sebelah caudal stomadeum. 7
5
a. Pandangan dari sisi lateral embrio pada akhir minggu ke-4
menunjukkan posisi dari arkus faringeal.
6
a. Embrio minggu ke-5.
7
Aspek frontal dari wajah.
8
ASegmen intermaxillaris dan processus maxillaris. B. Segmen intermaxillaris
menghasilkan filtrum labium superior, bagial medial dari os maxillaris dengan
keempat gigi insisivus dan palatum triangularis primer.
9
Embriogenesis dan Embriopati
minggu ke-3, manakala terdapat dua gabungan proses yaitu pada minggu
4. Skisis facial tipe non syndromic dan syndromic merupakan dasar genetik
5. Sebanyak70%daripasienlabiopalatoskisis,dan50%pasiendengan
10
Meskipun palatum primer berasal dari segmen intermaxillaris, bagian
utama palatum tetap dibentuk oleh dua lempeng dari processus maxillaris. Pada
kedua tonjolan ini, yaitu lempeng palatina muncul di minggu ke-6 perkembangan
dan mengarah ke bawah secara oblik pada sisi kanan dan kiri lingua. Pada minggu
horizontal di atas lingua dan berfusi membentuk palatum sekunder. Pada bagian
palatum sekunder. Saat lempeng-lempeng dari palatina berfusi, pada waktu yang
bersamaan septum nasalis tumbuh ke bawah dan bersatu dengan permukaan atas
Potongan frontal kepala pada embrio minggu ke-7. Lingua mengarah ke bawah
diangkat. Lempeng-lempengpalatinamengarahkearahhorizontal.Septumnasidapat
11
terlihat.
C. Electron micrograph dari seekor tikus dengan usia minggu sama dengan A.
Teori fusi dan teori klasik menyatakan bahwa labioskisis terjadi akibat
medialis. Skema proses terjadinya fusi adalah sebagai berikut, teori penetrasi
Gabungan teori fusi dan teori penetrasi mesoderm diajukan pertama kali oleh
Patten.
berperan adalah dua macam regulator pertumbuhan yaitu TGFα dan β. TGFα
adalah suatu mitogen kuat, yang berperan di dalam aktivasi enzim Cyclin
Dependent Kinase 1 (CDK 1) pada fase G1 siklus sel yang akan masuk ke fase
sintesis, dan selanjutnya terjadilah pembelahan sel. Oleh karena itu apabila
tersebut maka pertumbuhan jaringan mesoderm disana juga akan terhambat, dan
terjadi kegagalan fusi tersebut sehingga terbentuklah celah pada daerah tersebut.
4. Etiologi
oleh adanya interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Artinya, faktor
individu yang mengalami kelainan celah. Pada celah bibir dan kombinasi, juga
terdapat variasi derajat keparahan dan lateralisasi anomali. Proporsi paling tinggi
terdapat pada kelompok wanita dengan celah bilateral dan proporsi terkecil adalah
pola genetik, seperti autosomal resesif, autosomal dominan, dan x-linked, yang
anak dengan celah adalah 1:600-700. Seperti yang telah dijelaskan, etiologi
kelainan ini masih belum jelas. Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu
munculnya fenotif berupa kelainan celah, antara lain: konsumsi alkohol pada
periode embrional. Beberapa bahan teratogen seperti fenitoin, asam retinoid, dan
beberapa agen anestetik juga dapat memicu terjadinya kelainan ini. Ibu yang
terkait-x yang menunjukkan adanya mutasi pada gen TBX22. Ekspresi gen
TBX22 pada lempeng palate berperan dalam proses penyatuan. Mutasi pada gen
Gen lain yang juga berperan adalah MSX1 dan TGFB3 yang terbukti
13
menyebabkan kelainan celah pada uji coba hewan pengerat. Terakhir, beberapa
gen yang telah ditemukan berkaitan dengan kelainan labiopalatoskisis adalah gen
faktor lingkungan masih sulit dipahami, baik pada kelainan sindrom maupun
nonsindrom. Oleh sebab itu, perlu adanya upaya pencegahan baik berupa skrining
genetik maupun menghindari berbagai faktor risiko yang telah terbukti berkaitan
dengan labiopalatoskisis.
5. Klasifikasi
derajat, lokasi dan variasi kondisi celah. Klasifikasi yang dibuat sudah seharusnya
tersebut adalah klasifikasi dengan sistem LAHSHAL dari Otto Kriens yang
Celah atau skisis komplit labium, alveolus, palatum durum dan palatum
mole dideskripsikan dengan huruf kapital LAH dan S, sedangkan bila skisis
inkomplit dituliskan dengan huruf kecil. Skisis mikro dapat ditulis dengan
labium, alveolar, dan palatum komplit bilateral. Contoh lain, lahSh menunjukkan
labioskisis inkomplit unilateral kanan dan alveolus, dengan skisis komplit palatum
14
Tipe labioskisis:
Tipe palatoskisis:
(a) inkomplit,
15
Beberapa tipe labiopalatoskisis meliputi labiopalatoskisis komplit dan inkomplit. Dikatakan komplit
bila skisis mencapai dasar hidung (nasal floor) dan inkomplit bila di bagian cranial dari skisis
tersebut masih terdapat kulit dan mukosa, tetapi tanpa lapisan otot dan jaringan mesodermal lain
(simonart'sbanband)
Palatoskisis.
Pada skisis palatum molle tunggal yang selalu memiliki defek di bagian tengah,
tidak terlalu tampak adanya skisis pada palatum mole, namun muskulus dektra
dan sinistranya tidak menyatu sehingga akan tampak adanya uvula bifida.
16
Klasifikasi labiopalatoskisis berdasarkan variasi dan pola genetik, yaitu:
- Palatoskisisnonsindrom
- Palatoskisissindromik
gambar berikut:
17
6. Penatalaksanaan
danHb>10g%.
tahun
pertumbuhan gigiberhenti
telah berhentipertumbuhannya.
18
ditanggulangi bersama-sama interdisipliner. Ahli bedah plastik melakukan
pembedahan pada cacat yang ada, ahli THT mengobati masalah telinga, speech
therapist membantu bicara yang benar, orthodontist mengatur rahang dan gigi
yang biasanya dilakukan menjelang tumbuhnya gigi permanen, pekerja sosial dan
danHb>10g%.
12. Orthodonti dilakukan untuk memperbaiki lengkung alveolus pada umur 8-9
tahun
13. Bone grafting dilakukan umur 9-11 tahun, dan dilanjutkan hingga
pertumbuhan gigiberhenti
telah berhentipertumbuhannya.
pembedahan pada cacat yang ada, ahli THT mengobati masalah telinga, speech
therapist membantu bicara yang benar, orthodontist mengatur rahang dan gigi
yang biasanya dilakukan menjelang tumbuhnya gigi permanen, pekerja sosial dan
19
psikolog membantu mengatasi keluhan kejiwaan setelah penderita
berikut:
Kg), danHb>10g%.
9 tahun
pertumbuhan gigiberhenti
telah berhentipertumbuhannya.
20
Perencanaan tahapan penatalaksanaan pasien labiopalatoskisis
Manajemen labiopalatoskisis sendiri secara umum dibagi menjadi dua tahapan besar, yaitu
manajemen primer dan sekunder. Manajemen primer mencakup diagnosis antenatal, feeding
(termasuk masalah airway), dan koreksi bedah, sedangkan manajemen sekunder mencakup
seluruh prosedur penanganan hearing, speech, dan dental.
21
Salah satu teknik untuk koreksi labiopalatoskisis adalah teknik modifikasi
Millard. Teknik modifikasi Millard merupakan teknik yang digunakan secara luas,
terutama untuk memperbaiki labioskisis bilateral. Teknik ini juga dapat digunakan
Gambar 10. Tehnik modifikasi Millard. Tepi-tepi celah antara labium dan nasal
diinsisi (A dan B). Bagian bawah cavum nasi dijahit (C). Bagian superior dari
jaringan labium ditutup (D), dan jahitan diperpanjang hingga menutup seluruh
22
sisi faring dan dirotasikan ke atas untuk memperkecil terbukanya palatum,
sehingga akan memungkinkan penutupan palatum molle. Metode ini lebih baik
pada pola penutupan sirkular atau koronal, karena tidak mengganggu gerakan
celah yang meliputi maxillaris anterior. Dengan adanya union dari os akan
oronasal, dan untuk mendorong erupsi gigi. Bone-grafting pada pasien yang
sekunder (2 tahap). Material graft dapat diperoleh dari hip, costae, fibula, atau
keuntungan yang dicapai dalam menutup celah maxillaris jauh lebih besar
- Paska bedah, feeding dilakukan dengan menggunakan ujung dot lembut yang
dipotongujungnya.
- Bayi perlu dihospitalisasi untuk pemberian cairan intravena hingga intake oral
memungkinkan dilakukan
- Jahitan hams tetap bersih dengan berkumur / dilusi larutan hidrogen peroksida
23
pada hari ke-5 paskaoperasi.
7. Manifestasi klinis
24
Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas klien : Meliputi nama, alamat, umur
2. Keluhan utama : Alasan klien masuk ke rumah sakit
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu : mengkaji riwayat kehamilan ibu, apakah ibu pernah
mengalami trauma pada kehamilan Trimester 1. Bagaimana pemenuhan nutrisi ibu saat
hamil. Obat-obat yang pernah dikonsumsi oleh ibu dan apakah ibu pernah stress saat
hamil.
b. Riwayat kesehatan sekarang : mengkaji berat / panjang bayi saat lahir. Pola pertumbuhan.
Pertambahan / penurunan berat badan. Riwayat otitis media dan infeksi saluran
pernafasan atas.
c. Riwayat kesehatan keluarga : riwayat kehamilan, riwayat keturunan labiopalatoskisis dari
keluarga. Penyakit sifilis dari orang tua laki-laki
4. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi karakteristik sumbing.
b. Kaji asupan cairan dan nutrisi bayi
c. Kaji kemampuan hisap, menelan, bernafas.
d. Kaji tanda-tanda infeksi
e. Palpasi dengan menggunakan jari
f. Kaji tingkat nyeri pada bayi
Pengkajian keluarga
a. Observasi infeksi bayi dan keluarga
b. Kaji harga diri / mekanisme koping dari anak / orang tua
c. Kaji reaksi orang tua terhadap operasi yang akan dilakukan
d. Kaji kesiapan orang tua terhadap pemulangan dan kesanggupan mengatur perawatan
dirumah.
e. Kaji tingkat pengetahuan keluarga
B. Diagnosa keperawatan
Pra pembedahan :
1. Resiko aspirasi dibuktikan dengan gangguan menelan
2. Resiko Defisit nutrisi dibuktikan dengan ketidakmampuan menelan
Pasca pembedahan :
1. Resiko infeksi dibuktikan dengan insisi pembedahan
25
C. Intervensi
Terapeutik
4. Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan
head-tilt dan chin-lift
(jaw-thrust jika curiga
trauma cervical)
5. Posisikan semi-Fowler
atau Fowler
6. Berikan minum hangat
7. Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
8. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
9. Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum
10. Penghisapan
endotrakeal
11. Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsepMcGill
12. Berikan oksigen, jika
perlu
26
Edukasi
1. Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari,
jika tidak
kontraindikasi.
27
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Terapeutik
Edukasi
28
untuk kejadian khusus
4. Informasikan penundaan
pemberian imunisasi tidak
berartimengulang jadwal
imunisasi kembali
5. Informasikan penyedia
layanan pekan imunisasi
nasional yang
menyediakan vaksin
gratis
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
29
spesifik.Tahappelaksanaandimulaidimulaisetelahrencanatindakandisusun
dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan
yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik
dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhimasalah kesehatanklien.
E. EVALUASI KEPERAWATAN
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
30
Labioskizis atau Labiopalatoskizis merupakan kelainan kongenital atau
bawaan yang terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan frominem
maksilaris dengan frominem medial yang diikuti disrupsi kedua bibir
rahang dan palatum anterior. Masa krisis fusi tersebut terjadi sekitar
minggu keenam pasca konsepsi. Sementara itu, palatoskizis terjadi akibat
kegagalan fusi dengan septum nasi. Gangguan gangguan palatum durum
dan palatum molle terjadi pada kehamilan minggu ke-7 sampai minggu
ke-12.
Penanganan yang dilakukan adalah dengan tindakan bedah efektif yang
melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya.
Penutupan Labioskizis biasanya dilakukan pada usia 3 bulan. Sedangkan
palatoskizis biasanya ditutup pada usia 9-12 bulan menjelang anak belajar
bicara.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
1. https://www.slideshare.net/evhamariaefriliana/askep-
31
labiopalatoskisis
33