Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KELAINAN PADA SISTEM REPRODUKSI WANITA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Advance Reproductive
Biology di Program Studi Profesi Kebidanan

Disusun:
Kelompok 4
Intan Nurul Hudaya
Rymma Nuril Aziz
Sri Wahyuni Rahayu
Wulansari Iga Pawestri

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA JURUSAN
KEBIDANAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan Ridho-Nya
kami mampu menyelesaikan tugas makalah tentang “Kelainan Pada Sistem
Reproduksi Wanita”.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Advance Reproductive Biology. Dalam penyusunan makalah ini tidak sedikit
kesulitan dan hambatan yang kami hadapi, namun berkat dukungan dan dorongan
serta semangat dari orang-orang terdekat, sehingga kami mampu
menyelesaikannya dengan tepat waktu. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Hj. Ani Radiati R, S.Pd., M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kota Tasikmalaya.
2. Nunung Mulyani, APP, M.Kes, selaku Ketua Jurusan Program Studi
Kebidanan Tasikmalaya.
3. Wiwin Mintasih P, SSiT, M.Kes, selaku Dosen Mata kuliah Advance
Reproductive Biology.
4. Orang Tua dan adik serta seluruh keluarga yang telah memberikan
dukungan baik moril maupun materil.
5. Serta semua pihak yang telah membantu, yang tidak bisa kami
sebutkan satu per satu.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena
terbatasnya pengetahuan kami, kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat dan menambah pengetahuan bagi kami dan juga pembaca
sekalian.
Amin Yaa Rabbal ‘Alamin.
Tasikmalaya, September 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.............................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.......................................................................................................1

C. Tujuan.............................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Kelainan Bawaan Pada Vulva.................................................................................3

B. Kelainan Bawaan Pada Vagina...............................................................................6

C. Kelainan Bawaan Pada Uterus Dan Tuba Palopi..............................................8

D. Kelainan Bawaan Pada Kromosom.......................................................................13

BAB III PENUTUP

A. Simpulan........................................................................................................................18

B. Saran...............................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA

iii
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Makhluk hidup memiliki ciri di antaranya dapat berkembang biak,
begitu juga dengan manusia. Manusia hanya mengalami reproduksi secara
kawin (seksual/generatif). Laki-laki dan perempuan memiliki sistem
reproduksi yang berbeda sesuai dengan fungsinya.
Organ reproduksi pada wanita terdiri atas ovarium, tuba fallopi, uterus
dan vagina. Ovarium terletak di bawah perut, dan berfungsi sebagai tempat
produksi ovum (Sel Telur). Tuba Fallopi (saluran telur atau oviduk) berbentuk
seperti pipa dan ujungnya berbentuk corong dengan rumbai-rumbai. Rumbai
ini berfungsi untuk menangkap ovum yang dilepaskan ovarium. Uterus atau
rahim merupakan tempat tumbuh dan berkembangnya janin. Vagina
merupakan tempat keluarnya bayi saat dilahirkan.
Vagina menghubungkan genitalia eksterna dengan genitalia interna.
Beberapa penderita kelainan kongenital tidak memerlukan tindakan
pembedahan. Kelainan kengenital merupakan penyebab kedua terbanyak
pada kasus-kasus amenorhoe primer setelah disgenesis gonad.
Tindakan yang tepat serta motivasi yang cermat dari para tenaga
kesehatan untuk menetukan bentuk dan terapi yang diberikan pada penderita
dan keluarganya sangat penting dalam usaha pencapaian keberhasilan
pengobatan yang diberikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja macam – macam pertumbuhan jaringan abnormal pada organ
reproduksi wanita?
2. Bagaimana etiologi pertumbuhan jaringan abnormal pada organ
reproduksi wanita?
3. Bagaimana patofisiologi pertumbuhan jaringan abnormal pada organ
reproduksi wanita?
C. Tujuan
1. Mengetahui macam – macam pertumbuhan jaringan abnormal pada
organ reproduksi wanita.
2. Mengetahui etiologi pertumbuhan jaringan abnormal pada organ
reproduksi wanita.
3. Mengetahui patofisiologi pertumbuhan jaringan abnormal pada organ
reproduksi wanita.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Vulva
1. Duplikasi vulva
Duplikasi vulva jarang sekali ditemukan. Bila ada biasanya
ditemukan pula kelainan-kelainan lain yang lebi berat, sehingga bagi itu
tidak dapat hidup.
2. Hypoplasia vulva
Ditemukan bersamaan dengan genetalia interna yang juga kurang
berkembang pada keadaan hipoestrogenisme, infantilisme, dan lain-lain.
Biasanya ciri-ciri seks sekunder juga tidak berkembang.
3. Kelainan perineum
Pada kloaka persisten karena septum urogenital tidak tumbuh, bayi
tidak mempunyai lubang anus atau anus bermuara dalam sinus
urogenitaslis, dan terdapat satu lubang darimana keluar air kencing dan
fesis.
4. Atresia Labium Minus
Kelainan kongenital ini disebabkan karna membrane urogenitalis
tidak menghilang. Dibagian depan vulva dibelakang klitoris ada lubang
untuk pengeluaran air kencing dan darah haid. Koitus walaupun sukar
masih dapat dilaksanakan, malahan dapat terjadi helamilan. Pada partus
hanya dapat diperlakukan sayatan di garis tengah yang cukup panjang
untuk melahirkan janin.
Kelainan tersebut (atresia labia minora) dapat terjadi pula sesudah
partus. Dalam hal ini radang menyebabkan kedua labium minus melekat,
dengan masih ada kemungkinan penderita dapat berkencing. Pengobatan
terdiri atas melepaskan perlekatan dan menjahit luka-luka yang timbul.
5. Hymen Impervorata
Hymen imperforata merupakan suatu malformasi kongenital tetapi
dapat juga terjadiakibat jaringan parut oklusif karena sebelumnya terjadi
cedera atau infeksi. Secaraembriologi, hymen merupakan sambungan
antara bulbus sinovaginal dengan sinusurogenital, berbentuk membrane
mukosa yang tipis. Hymen berasal dari endodermepitel sinus urogenital,
dan bukan berasal dari duktus mullerian. Hymen mengalamiperforasi
selama masa embrional untuk mempertahankan hubungan antara
lumenvagina dan vestibulum. Hymen merupakan lipatan membrane
irregular dengan berbagaijenis ketebalan yang menutupi sebagian
orifisium vagina, terletak mulai dari dindingbawah uretra sampai ke fossa
navikularis.
Hymen Imperforata terbentuk karena ada bagian yang persisten
dari membranurogenital dan terjadi ketika mesoderm dari primitive
streak yang abnormal terbagimenjadi bagian urogenital dari membran
cloacal. Hymen Imperforata tanpa mukokolposyang berasal dari jaringan
fibrous dan jaringan lunak antara labium minora sulitdibedakan dengan
tidak adanya vagina. Aplasia dan atresia vagina terjadi karenakegagalan
perkembangan duktus mullerian, sehingga vagina tidak terbentuk
danlubang vagina hanya berupa lekukan kloaka. Pokorny & Kozinetz
(1988) menerangkan bahwa secara anatomi, hymen pada wanita usia
prepubertas (anak-anak) dengan masalah organ genitalia, dijumpai
konfigurasiberupa hymen fimbrae, sirkumferensial danposterior ring.
a. Patofisiologi
Sebagian kelainan ini tidak dikenali sebelum menarche, setelah itu
akan terjadi molimenia menstrualia (nyeri yang siklik tanpa haid),
yang dialami setiap bulan.Sesekali hymen imperforata ditemukan
pada neonatus atau anak kecil. Vagina terisi cairan (sekret) yang
disebut hidrokolpos. Bila diketahui sebelum pubertas, dan segera
diberi penanganan asimptomatik, serta dilakukan hymenektomi,
maka dari vagina akan keluar cairan mukoid yang merupakan
kumpulan dari sekresi serviks.
Darah yang terkumpul di dalam vagina (hematokolpos) menyebabkan
hymen tampak kebiru-biruan dan menonjol (hymen buldging ) akibat
meregangnya membran mukosa hymen. Keluhan yang timbul pada
pasien adalah rasa nyeri, kram pada perut selama menstruasi dan
haid tidak keluar. Bila keadaan ini dibiarkan berlanjut maka darah
haid akan mengakibatkan over distensi vagina dan kanalis servikalis,
sehingga terjadi dilatasi dan darah haid akan mengisi kavum uteri
(Hematometra).Tekanan intra uterin mengakibatkan darah dari
kavum uteri juga dapat memasuki tubafallopi dan menyebabkan
hemotosalfing karena terbentuknya adhesi (perlengketan) pada
fimbriae dan ujung tuba, sehingga darah tidak masuk atau hanya
sedikit yang dapat masuk ke kavum peritoneum membentuk
hematoperitoneum. Gejala yang paling sering terjadi akibat over
distensi vagina, diantaranya rasa sakit perut bagian bawah, nyeri
pelvis dan sakit di punggung bagian belakang.

Gangguan buang air kecil terjadi karena penekanan dari vagina yang
distensi ke uretra dan menghambat pengosongan kandung kemih.
Rasa sakit pada daerah supra pubik bersamaan dengan gangguan air
kecil menimbulkan disuria, urgensi, inkontinensia over flow, selain
itu juga dapat disertai penekanan pada rectum yang menimbulkan
gangguan defekasi. Gejala teraba massa di daerah supra pubik
karena terjadinya pembesaran uterus,hematometra, distensi kandung
kemih, hematoperitoneum, bahkan dapat terjadi iritasi menyebabkan
peritonitis. Rock dkk (1997) mengamati 13 pasien hymen
imperforata, 10 pasien diantaranya mengalami distensi uterus dan
vagina yang luas, setelah diamati sampai usia dewasa,seluruh pasien
mengalami endometriosis pelvik, diduga akibat menstruasi
retrograde yang terjadi ke dalam rongga abdolmen, saat hymen
imperforata belum tertangani
6. Hipertrofi labium minus
Hipertrofi labia minora merupakan kondisi dimana terjadi
disproporsi dari ukuran labia minora relative dari ukuran labia mayora.
Etiologi hipertrofi labia minora bervariasi dan mungkin multifactor.
Beberapa wanita lahir dengan labia minora yang menonjol. Pada
beberapa wanita, hipertrofi labia minora. Belum ada standar baku dalam
menentukan drajat hiprtrofi labia minora, berikut ini adalah
pembagiannya:
a. Tidak ada hipertrofi : labia minora tertutup dalam labia mayora
b. Ringan sedang, labia minora melebihi 1-3 cm dari permukaan labia
mayora
c. Berat, labia minora melebihi >3cm dari permukaan labia mayora

B. Vagina
1. Atresia Vagina
Atresia vagina adalah adanya gangguan dalam pembentukan saluran
vagina. Septum yang terbentuk ada pada posisi horizontal. Septum dapat
ditemukan pada bagian proksimal vagina. Dapat juga ditemukan septum di
bawah dan pada sebelah atas hymen/selaput dara. (Prawirohardjo, 2011)
a. Patofisiologi
Jika penutupan terjadi secara menyeluruh biasanya akan menyebabkan
gangguan. Jika penutupan tidak menyeluruh, maka biasanya tidak
menimbulkan kesulitan, kecuali pada kala II persalinan
2. Septum Vagina
Septum vagina adalah sekat di vagina dapat ditemukan di bagian
atas vagina, septum vagina dapat dalam bentuk septum yang longitudinal
atau vertical yang dapat terjadi sepanjang vagina sehingga dapat
menghalangi jalannya persalinan. Septum vagina terjadi karena adanya
gangguan fusi pada duktus mulleri, kelainan ini biasanya tidak
menimbulkan keluhan, menstruasi normal saat hubungan sekseual dapat
terjadi disparini. Tindakan septektomi dapat mengatasi masalah tersebut.
Septum vagina yang vertical dapat menghalangi penurunan dan kesulitan
menilai pembukaan. Bila kepala sudah turun mencapai hodge III,
septumvertikal dapat digunting sehingga persalinan berlangsung dengan
aman. Septum yang lengkap sangat jarang menyebabkan distosia karena
separuh vagina yang harus dilewati oleh janin biasanya cukup melebar
sewaktu kelapa lahir. Akan tetapi septum yang tidak lengkap kadang-
kadang menghambat turunya kepala. Struktur vagina yang kongenital
menghalangi turunnya kepala, akan tetapi yang disebabkan oleh perut
akibat perlukaan dapat menyebabkan distosia. Dalam keadaan demikian,
tindakan persalinan dengan operasi merupakan pilihan utama.
Penyebab system vagina timbul karena embriologis perkembangan
duktus mulleri. Bentuk yang paling parah adalah tidak terbentuknya
saluran reproduksi yaitu vagina, uterus dan tuba fallopi. Bentuk kelainan
penyatuan yang paling parah terjadi ketika duktus mulleri gagal bersatu
disepanjang garis, menyebabkan pembentukan dua vagina.
3. Kista Vagina
Kista adalah tumor jinak di organ reproduksi perempuan yang paling
sering ditemui. Bentuknya kistik, berisi cairan kental, dan adapula yang
berbentuk anggur. Kista juga ada yang berisi udara, cairan, nanah, ataupun
bahan-bahan lainnya. Kista termasuk tumor jinak yang terbungkus selaput
semacam jaringan. Kumpulan sel-sel tumor itu terpisah dengan jaringan
normal disekitarnya dan tidak dapat menyebar kebagian tubuh lain. Itulah
sebabnya tumor jinak relative mudah diangkat dengan jalan pembedahan,
dan tidak membahayakan kesehatan penderitanya.
Berdasarkan tingkat keganasannya, kista terbagi dua, yaitu non-
neoplastik dan neoplastic. Kista non-neoplastik sifatnya jinak dan
biasanya akan mengempis sendiri setelah 2 samapai 3 bulan. Sementara
kita neoplastic umumnya harus dioperasi, namun hal itu pun tergantung
pada ukuran dan sifatnya.
Etiologi dari kista vagina Dalam tubuh kita terdapat gen gen yang
berpotensi memicu kanker, yaitu yang disebut protoonkogen, karena
suatu sebab tertentu, misalnya karena makanan yang bersifat karsinogen,
polusi, atau terpapar zat kimia tertentu atau karena radiasi, protoonkogen
ini dapat berubah menjadi onkogen, yaitu gen pemicu kanker
Patofisiologi tumor ini berasal dari epitel permukaan ovarium invaginasi
yang sederhana dari epitel germinal sampai ke invaginasi disertai
permukaan ruangan kista yang luas terjadi pembentukan papil-papil
kearah dalam tumor kistik.

C. Uterus Dan Tuba Palopi


Kelainan-kelainan bawaan pada uterus dan kedua tuba adalah kelainan
yang timbul pada pertumbuhan duktus mulerri berupa tidak terbentuknya satu
atau kedua duktus, dan gangguan dalam kanalisasi setelah fusi. Kelainan-
kelainan tersebut sering disertai oleh kelainan pada traktus urinarius,
sedangkan ovarium sendiri biasanya normal.
Terjadinya kelainan bentuk ini dapat disebabkan oleh kelainan kongenital dan
kelainan yang didapat. Kelainan Kongenital dapat terjadi karena :
1. Gagal dalam pembentukan
Apabila hanya terbentuk satu duktus mulleri, disebut uterus unikornis.
Dalam hal peristiwa ini vagina dan serviks bentuknya normal, sedangkan
uterus hanya mempunyai satu tanduk serta satu tuba, dan biasanya hanya
ada satu ovarium serta satu ginjal. Apabila kedua duktus mulleri tidak
terbentuk, maka uterus dan vagina tidak ada kecuali sepertiga bagian
bawah vagina. Selain itu kedua tuba juga tidak terbentuk atau terdapat
rudimeter. Dengan adanya ovarium yang normal ciri – ciri seks sekunder
tampak normal, akan tetapi terdapat amenorea primer (Sarwono, 2008)
2. Gangguan dalam mengadakan fusi
Kegagalan untuk bersatu seluruhnya atau sebagian dari kedua duktus
mulleri dan merupakan kelainan yang paling sering dijumpai.
3. Kelainan Uterus Didapat
a. Perlekatan Intrauterin
Trauma intrauterin akibat kuretase endometrial yang berlebihan atau
endometritis pasca abortus adalah penyebab yang paling sering
menyebabkan perlekatan (adhesion). Synechiae intrauterin atau
sindrom asherman adalah kelainan uterus yang didapat berhubungan
dengan kehilangan kehamilan berulang. Kelainan yang terjadi dapat
berupa perlekatan ringan sampai dengan seluruh kavum uteri.
Perlekatan ini diduga akan menyebabkan penurunan volume kavum
uteri dan dapat berpengaruh pada pertumbuhan plasenta yang normal
sehingga memicu terjadinya kehilangan kehamilan (Sarwono, 2008).
b. Kelainan pada Kavum Uteri
Kelainan pada kavum uteri seperti leiomiomas dan polip dapat
menyebabkan terjadinya kehilangan kehamilan. Mioma adalah tumor
jinak yang paling sering dijumpai pada perempuan usia reproduktif.
Tumor ini diklasifikasikan berdasarkan letaknya pada uterus dan
disebut sesuai dengan letaknya sebagai mioma uteri subserosa,
intramural, dan submukosa (Sarwono, 2008).
c. Inkompetensi Serviks (Cervical Incompetence)
Inkompetensi serviks adalah ketidakmampuan serviks uteri untuk
mempertahankan kehamilan. Inkompetensi serviks sering
menyebabkan kehilangan kehamilan pada trimester kedua. Kelainan
ini dapat berhubungan kelainan uterus yang lain seperti septum uterus,
dan bikornis. Sebagian besar kasus yang terjadi merupakan akibat dari
trauma bedah pada serviks yaitu pada konisasi, prosedur eksisi loop
electrosurgical, dilatasi serviks yang berlebihan pada terminasi
kehamilan atau laserasi obstetric (Sarwono, 2008)
Klasifikasi Kelainan Bawaan uterus
1) Uterus Unikornis
Etiologinya Yaitu rahim yang mempunyai 1 “tanduk” sehingga
bentuknya seperti pisang. Kelainan ini disebabkan oleh jaringan
yang membentuk rahim tidak berkembang dengan baik. Pada uterus
unikornis vagina dan serviks normal sedangkan uterus hanya
mempunyai satu tanduk dan satu tuba. Kelainan ini biasanya terjadi
pada orang yang punya satu ovarium dan satu ginjal. Bila kedua
duktus Mulleri tidak terbentuk uterus dan vagina tidak ada kecuali
1/3 bagian bawah vagina dan kedua tuba tidak terbentuk.
Patofisiologinya Pada unicornuate uterus, jumlah indung telur
sama seperti biasa (dua buah), tetapi hanya satu yang akan
terhubung ke Rahim. Wanita yang memiliki kelainan ini bisa
mengandung namun risiko kegugurannya akan lebih besar.
Kejadian abortus spontan pada kasus unikornis berkisar antara
20% dari seluruh kelainan uterus, 15% persalinan kurang bulan
dengan kemungkinan kehidupan janin diperkirakan 39%. Yang
termasuk kelainan kehamilan pada kasus ini malpresentasi, IUGR,
rupture uteri dan kehamilan ektopik.
Perempuan dengan uterus unikornis dan tidak ada riwayat
kehilangan kehamilan pada trimester kedua tetap dilakukan
pengelolaan secara ekpestatif dengan pengawasan ketat panjang
dan anatomi serviks. Dianjurkan untuk melakukan reseksi pada
uterus dengan kornu yang rudimenter karena indikasi disminore
dan kematometra serta kemungkinan kehamilan ektopik.

2) Uterus bikornis
Etiologinya Uterus bikornis unikolis adalah uterus yang memiliki
satu serviks akan tetapi terdapat 2 tanduk masing-masing dengan 1
kavum uteru dan 1 tuba dan 1 ovarium. Kelainan ini terjadi pada
10% dari kejadian kelainan duktus Mulleri, sebagai akibat dari fusi
yang tidak sempurna kornu uterus setinggi fundus, sehingga terdapat
dua cavum uteri yang saling berhubungan dan satu serviks.
Belahan sagital uterus yang dimulai dari luar uterus sampai
mencapai ostium uteri internum disebut uterus bikornis
kompletus, sedangkan yang kurang dari itu disebut sebagai uterus
bikornis parsialis.
Patofisiologinya Wanita yang mempunyai kelainan uterus bikornis
dapat dapat hamil namun mengalami resiko abortus spontan dan
persalinan premature. Secara umum kejadian abortus spontan
antara 32%, persalinan premature 21%, dan kemungkinan
kehidupan janin 60%. Intervensi bedah yang dianjurkan adalah
metroplasti Strassman apabila diperlukan pada kasus dengan
kehilangan kehamilan dan persalinan premature berulang.

3) Uterus didelfis
Etiologinya Uterus bikornis bikollis atau uterus didelphys adalah
uterus dengan dua bagian terpisah yang jelas dan sering ditemukan
bersaman dengan adanya dua vagina atau satu vagina dengan sekat.
Patofisiologinya Wanita dengan Rahim ganda mampu hamil dan
melahirkan, namun terkadang rentan mengalami ketidaksuburan,
keguguran, melahirkan premature dan kelainan bentuk ginjal.
Intervensi bedah belum terbukti secara ilmiah, namun septum pada
vagina akan menyebabkan kesulitan dalam hubungan seksual serta
persalinan melalui jalan lahir. Teknik bedah yang digunakan
adalah metode metroplasti Strassman.

4) Uterus septus dan subsetus


Septum uterus adalah akibat dari tidak terjadinya penyerapan
yang tidak lengkap septum uterovaginal yang mengikuti
penyatuan dukstus Mulleri. Septum terjadi dari jaringan
fibromukular yang paling sedikit dimulai atau terjadi atau terjadi
pada fundus uteri atau dapat memanjang sampai membagi kavum
uteri atas dua bagian sampai dengan ostium uteri.
Patofiologinya Kondisi Rahim hanya dapat diketahui bila wanita
yang mempunyai kelainan uterus septus mengalami hambatan dan
gangguan kehamilan seperti sulit hamil atau mengalami
keguguran berulang. Kejadian abortus pada masa awal kehamilan
(<13 minggu) sebanyak 25% dan 6,2% keguguran akhir masa
awal kehamilan pada perempuan dengan septum uterus
D. Kelainan kromosom
Yang penting dalam bidng ginekologi adalah kelainan akibat keadaan
kromosom seks yang tidak normal, sedangkan kelainan akibat keadaan
kromosom otosom yang tidak normal lebih jarang di temukan.
1. Sindrom Turner
Sindrom turner merupakan salah satu contoh monosomi pada
kromosom X. sindrom turner dapat berupa sindrom turner klasik (45, X),
mosaic (46, XX /46, X) maupun isokromosom X ataupun delesi sebagian dari
lengan kromosom X.16 Insidensi sindrom Turner berkisar antara 1 dari 2500
hingga 1 dari3000. Manifestasi klinik yang sering muncul adalah pada bayi
tampak kecil, kaki dan tangan bengkak karena edema limfe, pterygium colli
(kelebihan kulit leher), batas rambut belakang rendah, pada dewasa bentuk
badan pendek, dan amenorrhea karena ovarium yang sangat kecil.
2. Superfamele/ XXX females
Pada kelainan ini terjadi kesalahan pada meiosis Iatau pada meiosis
II.Kariotipe yang tampak adalah 47,XXX.Angka kejadiannya kurang lebih
10 insiden per 10.000 kelahiran. Manifestasi yang sering tampak adalah
perawakan yang tinggi, fisik normal, rata-rata IQ lebih rendah, gangguan
perkembangan motorik dan bahasa, terkadang juga disertai gangguan
menstruasi.Menopause dini.
3. Sindrom klinefelter
Pada sindom klinefelter terdapat penambahan kariotip pada
kromosom X. Pada sebagian kasus didapatkan kelainan mosaic (46, XY/47,
XXY). Pada beberapa kasus yang sangat jarang dapat juga ditemukan
kelainan pada laki-laki berupa (48, XXXY atau 49, XXXXY). Angka
kejadiannya kurang lebih 10insiden per 10.000 kelahiran. Manifestasi klinis
yang sering muncul adalah Jari-jari tangan yang menggembung (puffy hand
and feet), selaput leher(webbed neck), dada seperti perisai (shield chest), dada
lebar, perawakantinggi, garis batas rambut letak rendah (low hairline), valgus
pada cubitus,kelainan jantung,dan ginjal.
4. Sindrom down
Sindrom Down banyak dilahirkan oleh ibu berumur tua (resiko
tinggi), ibu-ibu di atas 35 tahun harus waspada akan kemungkinan ini.
Angka kejadian Sindrom Down meningkat jelas pada wanita yang
melahirkan anak setelah berusia 35 tahun ke atas. Sel telur wanita telah
dibentuk pada saat wanita tersebut masih dalam kandungan yang akan
dimatangkan satu per satu setiap bulan pada saat wanita tersebut akil balik.
Pada saat wanita menjadi tua, kondisi sel telur tersebut kadang-kadang
menjadi kurang baik dan pada waktu dibuahi oleh sel telur laki-laki, sel
benih ini mengalami pembelahan yang kurang sempurna. Penyebab
timbulnya kelebihan kromosom 21 bisa pula karena bawaan lahir dari ibu
atau bapak yang mempunyai dua buah kromosom 21, tetapi terletak tidak
pada tempat yang sebenarnya, misalnya salah satu kromosom 21 tersebut
menempel pada kromosom lain sehingga pada waktu pembelahan sel
kromosom 21 tersebut tidak membelah dengan sempurna. Faktor yang
memegang peranan dalam terjadinya kelainan kromosom adalah:
a. Umur ibu : biasanya pada ibu berumur lebih dari 30 tahun, mungkin
karena suatu ketidak seimbangan hormonal. Umur ayah tidak
berpengaruh
b. Kelainan kehamilan
c. kelainan endokrin pada ibu : pada usia tua daopat terjadi infertilitas
relative, kelainan tiroid
Patofisiologinya Semua individu dengan sindrom down memiliki tiga
salinan kromosom 21. sekitar 95% memiliki salinan kromosom 21 saja.
Sekitar 1 % individu bersifat mosaic dengan beberapa sel normal. Sekitar 4
% penderita sindrom dowm mengalami translokasi pada kromosom 21.
Kebanyakan translokasi yang mengakibatkan sindrom down merupakan
gabungan pada sentromer antara kromosom 13, 14, 15. jika suatu
translokasi berhasil diidentifikasi, pemeriksaan pada orang tua harus
dilakukan untuk mengidentifikasi individu normal dengan resiko tinggi
mendapatkan anak abnormal.
5. Sindrom Edward
Trisomi 18 atau Edwards’ Syndrome merupakan kelainan
autosomal urutan kedua setelah trisomi 21. Kelainan terletak pada
kromosom ke-18 dimana terdapat ekstra material kromosom sehingga
berjumlah 47 kromosom.
Trisomi 18 tipe total (sempurna) merupakan 90% penyebab sindroma
Edwards. Sisanya adalah trisomi tipe mosaik 10% dan translokasi kurang dari
1%. Pada tipe mosaic menunjukkan sebagian ekpresi klinik yang muncul pada
trisomi 18, dengan usia harapan hidup lebih lama dan variasi derajat anomali
mulai mendekati normal sampai gambaran klinik yang khas. Pada trisomi 18
parsial, dengan lengan yang pendek menyebabkan gambaran klinik menjadi
tidak spesifik dan menunjukkan keadaan derajat sedang atau tidak adanya
defisiensi mental. Trisomi dengan sepertiga distal sampai setengah panjang
lengan biasanya umur harapan hidup lebih lama dan minimal defisiensi
mental.Insidensi meningkat berdasarkan usia ibu saat hamil sebagai faktor
resiko tinggi. Umur rata-rata maternal saat melahirkan bayi dengan kondisi
tersebut ± 32 tahun. Beberapa penelitian menduga pada laki-laki usia lanjut (>
50 tahun) serta ibu yang mempunyai anak ≥5, berisiko tinggi untuk
mempunyai anak dengan trisomi.
Abnormalitas struktur kromosom meliputi delesi (hilangnya suatu
segmen kromosom), duplikasi (adanya suatu segmen kromosom tambahan),
dan translokasi (suatu segmen pada satu kromosom melekat pada kromosom
lainnya). Mosaikisme menunjukkan adanya 2 konstitusi kromosom yang
berbeda dalam sel-sel yang berbeda pada seorang individu.1 Pada keadaan
normal seorang anak menerima setengah dari material genetik dari setiap
orangtuanya. Adakalanya ekstra kromosom 18 melekat ke kromosom lain
pada sel telur maupun sel sperma, peristiwa ini disebut translokasi, dan
bersifat diwariskan kepada keturunannya. Kadang-kadang orang tua
membawa susunan kromosom yang seimbang, dimana kromosom 18 melekat
kepada kromosom lainnya, tetapi karena orangtua tidak mempunyai ekstra
atau material kromosom yang hilang, mereka disebut tipe translokasi
yang seimbang, dan biasanya normal dan sehat. Tipe mosaik dapat muncul
saat terjadi kesalahan pembelahan sel setelah fertilisasi. Pada tipe ini
beberapa sel disertai ekstra kromosom 18, sedangkan sel lainnya dengan
jumlah kromosom yang normal.
6. Sindrom patau
Trisomi 13 merupakan kelainan autosomal trisomi dimana terdapat
ekstra duplikasi pada kromosom 13.
Umur ibu saat hamil lebih dari 35 tahun merupakan faktor resiko
tinggi terjadinya trisomi. Insidensi kasus terutama 90% trisomi 13 tipe
mosaik lebih sering terjadi dengan manifestasi klinis bervariasi, mulai dari
malformasi total sampai mendekati fenotipe normal. Umur harapan hidup
biasanya lebih lama dan derajat defisiensi mental bervariasi. Sedangkan
Tipe translokasi berkisar 5-10% kasus.
Pada trisomi 13 tipe ”mosaik”, kesalahan pembelahan sel terjadi
setelah konsepsi, dimana ekstra kromosom timbul pada beberapa bagian
sel tubuh.9Trisomi parsial untuk segmen proksimal (13pterÆq14) ditandai
dengan manifestasi klinis yang tidak khas, termasuk hidung yang besar,
bibir atas yang kecil, mandibula yang kecil, klinodaktilia jari ke-5, dan
biasanya disertai defisiensi mental yang berat. Umur harapan hidup
biasanya tidak berkurang.9 Trisomi parsial untuk segmen distal
(13q14Æqter) mempunyai karakteristik fenotipe dengan defisiensi mental
yang berat. Wajah ditandai dengan hemangioma kapiler frontal, hidung
yang pendek dengan ujung hidung yang menonjol, elongated philtrum,
synophrys, alis mata yang lebat dan panjang, bulu mata yang melengkung,
dan antihelix yang menonjol. Trigonosefali dan arrhinensefali kadang-
kadang muncul. Biasanya satu dari empat pasien meninggal selama
permulaan postnatal.
Patofisiologi terjadinya trisomi 13 pada umumnya tak jauh berbeda
dengan trisomi 18. Patau Syndrome disebabkan munculnya ekstra
duplikasi kromosom 13, umumnya terjadi saat konsepsi dan ditransmisikan
ke setiap sel tubuh. Sementara mekanisme bagaimana kromosom trisomi
mengganggu perkembangan masih belum diketahui secara pasti. Pada
perkembangan normal genom autosomal manusia memperoleh 2 duplikat,
munculnya duplikat autosomal ke-3 terutama trisomi 13 tipe
sempurna/total sangat lethal terhadap perkembangan embrio.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kelainan kongenital alat-alat genital dapat disebabkan oleh faktor lingkungan,
seperti keadan endrometrium yang mempengaruhi nutrisi mudligah, penyakit
metabolic, penyakit virus, akibat obat-obat teratogenic, dan lain-lain yang
terdapat dalam masa kehamilan. Sebagian besar dari kelainan ini tidak
mengikutsertakan ovarium atau genetalia eksternal, sehingga banyak diantaranya
tidak menapkan diri sebelum menarche atau sebelum perkawinan.
Disamping itu terdapat kelainan-kelainan yang berasal dari kelainan
kromosom, khususnya kromosom seks dan gangguan hormonal. Dan kelainan
ini sering kali menimbulkan masalah interseks. Pada seorang interseks bias
terdapat bahwa jenis gonadnya tidak sesuai dengan kromosom seksnya, atau
dengan morfologi genetalia internal, dan morfologi genetalian ekternal.
Kelainan-kelainan kongenital berupa gangguan dalam organogenesis
system reproduksi pada janin yang genic normal, dan kelainan-kelainan
kongenital pada system reproduksi karna keadaan kromosom yang tidak
normal atau karna pengaruh hormonal, diantaranya pada bagian vulva,
vagina, uterus dan tuba falopi.

B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kekurangan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Kami sekelompok berharap para pembaca bisa memberikan kritik dan
saran yang membangun kepada kelompok kami demi sempurnanya makalah
ini. Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan penulis khususnya
dan pembaca umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Wiknjosastro, Hanifa prof.dr. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta. Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Prawihardjo, S. 2013. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka
Adhe. 2009. Kelainan Kongenital Berupa Gangguan Pada Septum Vagina,
Aplasia Dan Atresia Vagina
https://www.academia.edu/36181615/Makalah_kelainan_sistem_reproduksi
(diakses tanggal 03-09-2019)
https://www.slideshare.net/pjj_kemenkes/kb-1-kelainan-bawaan-alat-genitalia-
karena-gangguan-organogenesis (diakses tanggal 03-09-2019)
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/197511182005012
-RIKSMA_NURAHMI_RINALTI_A/Genetika,Sindroma_Down.pdf
(diakses tanggal 04-09-2019)
http://repository.unisba.ac.id/bitstream/handle/123456789/110/Dicky_2011_Triso
mi_13_dan_18_SV.pdf?sequence=1&isAllowed=y (diakses tanggal 04-
09-2019)
https://www.academia.edu/37653672/ATRESIA_VAGINA (diakses tanggal 04-
09-2019)
http://eprints.undip.ac.id/46837/3/MADE_SASKAPRABAWANTA_SP_2201011
1120042_LAP.KTI_BAB_II.pdf (diakses tanggal 04-09-2019)
https://www.reaserchgate.net/publication/312175408_sindrom_klinefelter (diakses
tanggal 03-09-2019)
https://eprints.ums.ac.id/26696/BAB_II.pdf (diakses tanggal 03-09-2019)
https://www.alodokter.com/sindrom-edward (diakses tanggal 04-09-2019)
https://pdfs.semanticscholar.org/711d/912ff69d7c5eaf866761500db4a81d2dccfc.p
df (diakses tanggal 04-09-2019)
Pulungan, aman B. 2012. Buklet Sindrom Turner. Ketua Umum Pusat Pengurus
Ikatan Dokter Anak Indonesia.
www.emidicine.medscape.com; Williams Gynecology (diakses tanggal 03-09-
2019)
Juniati, E. 2010. Kelainan pada system reproduksi dan penanggulangan nya.
Banjarmasin
https://www.scribd.com/doc/167261173/Hipertrofi-Labia-Minora (diakses tanggal
03-09-2019)
https://www.academia.edu/37653672/ATRESIA_VAGINA (diakses tanggal 04-
09-2019)

Anda mungkin juga menyukai