Anda di halaman 1dari 91

MODUL PRAKTIKUM

SISTEM PENCERNAAN

Kasron, S.Kep., Ns., M.Kep.

CILACAP, 2017
Modul Praktikum
Sistem Pencernaan

Penulis : Kasron, S.Kep., Ns., M.Kep.


Copy Editor : Kasron, S.Kep., Ns., M.Kep.
Design Cover : Zulfik@r YM

Diterbitkan Pertama kali oleh:


“STIKES Al-Irsyad”
Jalan Cerme No 24 Sidanegara Cilacap 53222
Telp/Fax: 0282-532975

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang


Dilarang mengutip, memperbanyak dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi
buku ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit

Cetakan Pertama: 2017

Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Penerbitan (KDT)

Kasron,
Modul Praktikum Sistem Pencernaan / Kasron, S.Kep.,Ns.,M.Kep; Cilacap,
STIKES Al-Irsyad. 2017

Ukuran Buku : 29 x 20 cm, xiv + 85 halaman


ISBN : 978-xxx-xxx-xxx-x
IDENTITAS

Nama
NPM
Program Studi
Alamat
HP
Email
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T atas rahmat, karunia dan nikmat yang tak
pernah putus sehingga penyusunan buku Modul Praktikum Sistem Pencernaan ini dapat
terselesaikan.
Secara umum buku modul ini membahas membahas tentang praktik-praktik yang
berkaitan dengan tindakan pada asuhan keperawatan sistem pencernaan. Buku modul ini
memberikan pedoman kepada mahasiswa keperawatan untuk belajar mandiri sekaligus
sebagai pelengkap praktik mandiri tentang praktik-praktik sistem pencernaan. Buku
modul ini merupakan bagian dari mata ajar Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan di
tempat penulis bekerja.
Penulis mengucapkan terimaksih kepada berbagai pihak yang telah membantu
terselesaikannya buku modul ini. Kritik dan saran yang mendukung sangat penulis
harapkan untuk menambah wawasan ilmu keperawatan.
Semoga buku modul ini bisa memberikan manfaat untuk dunia ilmu keperawatan
Indonesia.

Cilacap, Juni 2017

Penulis
DAFTAR ISI

IDENTITAS MAHASISWA ………………………………………………………..ii

PRAKATA…………………………………………………….…………………..iii

DAFTAR ISI…………………………………………..…….................................iv

NO PRAKTIKUM HAL
1 PEMERIKSAAN FISIK MULUT 1
2 PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN 7
3 PEMERIKSAAN FISIK RECTUM-ANUS (RECTAL 28
TOUCHER)
4 ORAL HYGINE 35
5 PEMASANGAN NASOGASTRIC TUBE (NGT) 43
6 PEMBERIAN NUTRISI MELALUI NASOGASTRIC TUBE 56
(NGT)
7 PERAWATAN KOLOSTOMI 61
8 PERAWATAN LUKA OPERASI SISTEM PENCERNAAN 72
1

PEMERIKSAAN FISIK MULUT

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan mampu
melakukan pemeriksaan fisik mulut.

B. TINJAUAN PUSTAKA
Pemeriksaan fisik mulut yaitu suatu pemeriksaan yang dilakukan pada
mulut dengan atau tanpa alat yang bertujuan untuk mendapatkan informasi
atau data yang menggambarkan kondisi klien yang sesungguhnya. Teknik
pemeriksaan pada mulut meliputi inspeksi, palpasi, dan perkusi (dilakukan
hanya pada gigi).
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan mulut
yaitu :
a. Pengkajian mulut dan faring dilakukan dengan posisi duduk
b. Pencahayaan harus baik, sehingga semua bagian dalam mulut dapat
diamati dengan jelas.
c. Pengkajian di mulai dengan mengamati bibir, gigi, gusi, lidah, selaput
lendir, pipi bagian dalam, lantai dasar mulut dan palatum/langit-langit
mulut, kemudian faring.
Pemeriksaan pada rongga mulut dilakukan untuk mengkaji kondisi
mulut pasien dan secara khusus mengetahui kondisi patologis yang terjadi
pada area mulut. Seperti pasien yang dengan infeksi HIV, stomatitis, kanker
orofaring, gigi yang terinfeksi serta kondisi lainnya. Pemeriksaan pada
rongga mulut tidak dilakukan pada kondisi pasien yang mengalami kondisi
spasme ataupun dengan kondisi koma.
Tujuan dari pemeriksaan fisik mulut adalah untuk :
a. Mendapatkan informasi atau data pada area rongga mulut yang
menggambarkan kondisi klien yang sesungguhnya untuk membedakan
kondisi fisiologis dan patologis.
b. Sebagai dasar untuk kebutuhan oral hygiene pasien.
2

c. Sebagai dasar untuk menentukan terapi keperawatan selanjutnya pada


klien dengan kondisi patologis (dehidrasi, asupan terbatas, trauma oral
atau obstruksi jalan nafas)
Mulut atau oris merupakan organ pencernaan pertama manusia yang
merupakan jalan masuk makanan pada sistem pencernaan terdiri dari
beberapa struktur yang membentuknya, yang meliputi bibir, pipi, lidah,
kelenjar lidah, gigi dan gusi. Rongga mulut merupakan sebuah bagian tubuh
yang terdiri dari : lidah bagian oral (dua pertiga bagian anterior dari lidah),
palatum durum (palatum keras), dasar dari mulut, trigonum retromolar,
bibir, mukosa bukal, ‘alveolar ridge’, dan gingiva. Tulang mandibula dan
maksila adalah bagian tulang yang membatasi rongga mulut.
Rongga mulut yang disebut juga rongga bukal, dibentuk secara
anatomis oleh pipi, palatum keras, palatum lunak, dan lidah. Pipi
membentuk dinding bagian lateral masing-masing sisi dari rongga mulut.
Pada bagian eksternal dari pipi, pipi dilapisi oleh kulit. Sedangkan pada
bagian internalnya, pipi dilapisi oleh membran mukosa, yang terdiri dari
epitel pipih berlapis yang tidak terkeratinasi. Otot-otot businator (otot yang
menyusun dinding pipi) dan jaringan ikat tersusun di antara kulit dan
membran mukosa dari pipi. Bagian anterior dari pipi berakhir pada bagian
bibir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan
lidah, makanan dipotong-potong, dikunyah oleh gigi menjadi bagian-bagian
kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan
membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut.
Mulut atau oris merupakan organ pertama dari saluran pencernaan yang
letaknya meluas dari bibir sampai ke istmus fausium, yaitu perbatasan antara
mulut dengan faring. Mulut terdiri dari 2 bagian yaitu, bagian luar sempit
atau vestibula yaitu ruang di antara gusi, gigi, bibir, dan pipi. Bagian rongga
mulut bagian dalam yaitu rongga mulut yang di batasi sisinya oleh tulang
maksilaris, palatum dan mandibularis, disebelah belakang bersambung
dengan faring. Selaput lendir mulut ditutupi epitelium yang berlapis-lapis,
dibawahnya terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir.
3

Selaput ini kaya akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir
saraf sensoris.

Gambar Rongga Mulut

a. Bibir
Bibir atau disebut juga labia, adalah lekukan jaringan lunak yang
mengelilingi bagian yang terbuka dari mulut. Bibir terdiri dari otot
orbikularis oris dan dilapisi oleh kulit pada bagian eksternal dan
membran mukosa pada bagian internal.
b. Palatum
Palatum merupakan sebuah dinding atau pembatas yang membatasi
antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap
bagi rongga mulut. Struktur palatum sangat penting untuk dapat
melakukan proses mengunyah dan bernafas pada saat yang sama.
Palatum secara anatomis dibagi menjadi dua bagian yaitu palatum
durum (palatum keras) dan palatum mole (palatum lunak).
c. Gigi
Gigi merupakan struktur putih kecil yang ada di dalam mulut
manusia dan menjadi salah satu organ yang sangat penting dalam proses
pencernaan dalam tubuh. Gigi digunakan untuk mengoyak, mengikis,
memotong dan mengunyah makanan. Manusia memiliki dua buah
perangkat gigi, yang akan tampak pada periode kehidupan yang berbeda.
4

Perangkat gigi yang tampak pertama pada anak-anak disebut gigi susu
atau deciduous teeth. Perangkat kedua yang muncul setelah perangkat
pertama tanggal dan akan terus digunakan sepanjang hidup, disebut
sebagai gigi permanen. Gigi permanen tumbuh pada umur 6-18 tahun,
berjumlah tiga puluh dua buah yaitu : empat buah gigi seri, dua buah gigi
taring, empat buah gigi geraham kecil atau premolar, dan enam buah gigi
geraham pada setiap rahang.
d. Lidah
Lidah beserta otot-otot yang berhubungan dengan lidah merupakan
bagian yang menyusun dasar dari rongga mulut. Lidah dibagi menjadi
dua bagian yang lateral simetris oleh septum median yang berada
disepanjang lidah. Lidah menempel pada tulang hyoid pada bagian
inferior, prosesus styloid dari tulang temporal dan mandibula.
Setiap bagian lateral dari lidah memiliki komponen otot-otot
ekstrinsik dan intrinsik yang sama. Otot ekstrinsik lidah terdiri dari otot
hyoglossus, otot genioglossus dan otot styloglossus. Otot-otot tersebut
berasal dari luar lidah (menempel pada tulang yang ada di sekitar bagian
tersebut) dan masuk kedalam jaringan ikat yang ada di lidah. Otot-otot
eksternal lidah berfungsi untuk menggerakkan lidah dari sisi yang satu ke
sisi yang berlawanan dan menggerakkan ke arah luar dan ke arah dalam.
Pergerakan lidah karena otot tersebut memungkinkan lidah untuk
memosisikan makanan untuk dikunyah, dibentuk menjadi massa bundar,
dan dipaksa untuk bergerak ke belakang mulut untuk proses penelanan.
Selain itu, otot-otot tersebut juga membentuk dasar dari mulut dan
mempertahankan agar posisi lidah tetap pada tempatnya. Setiap bagian
lateral dari lidah memiliki komponen otot-otot ekstrinsik dan intrinsik
yang sama. Otot ekstrinsik lidah terdiri dari otot hyoglossus, otot
genioglossus dan otot styloglossus.

e. Kelenjar saliva
5

Kelenjar-kelenjar saliva mayor terletak agak jauh dari rongga mulut


dan sekretnya disalurkan melalui duktusnya kedalam rongga mulut.
Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar parotis yang terletak dibagian
bawah telinga dibelakang ramus mandibula, kelenjar submandibularis
yang terletak dibagian bawah korpus mandibula dan kelenjar sublingualis
yang terletak dibawah lidah. Selain itu terdapat juga kelenjar saliva minor
yang terdiri dari kelenjar labial, kelenjar bukal, kelenjar Bladin-Nuhn,
kelenjar Von Ebner dan kelenjar Weber.

C. ALAT DAN BAHAN


Alat yang digunakan dalam pemeriksaan fisik mulut meliputi:
a. Senter
b. Spatel lidah
c. Kasa tunggal segi empat
d. Handscoon

D. TOOLS PENILAIAN
NO KOMPONEN PENILAIAN BOBOT NILAI
A FASE ORIENTASI
1 Mengucapkan salam 2
2 Memperkenalkan diri 2
3 Menjelaskan tujuan tindakan dan mendoakan 2
pasien
4 Menjelaskan langkah dan prosedur 2
5 Menanyakan kesiapan pasien 2

B FASE KERJA
1 Mencuci tangan , Mengucapkan Basmalah 5
2 Memakai handscoon 5
3 Mengatur posisi pasien 5
Inspeksi
4 Inspeksi bibir untuk mengetahui kelainan 6
kongenital, bibir sumbing, warna bibir (pucat,
kemerahan, cyanosis), ulkus, lesi dan masa.
5 Anjurkan pasien membuka mulut, inspeksi gigi, 6
lidah, kebersihan mulut, selaput mukosa mulut.
6 Gunakan spatel lidah untuk melihat lidah belakang 6
dan gigi dan kondisi faring.
Palpasi
7 Pegang pipi diantara ibu jari dan jari telunjuk (jari 6
6

telunjuk berada di dalam). Bila ada pembengkakan


determinasikan menurut ukuran, konsistensi,
hubungan dengan daerahsekitarnya dan adanya
nyeri
8 Lanjutkan dengan palpasi pada palatum dengan jari 6
telunjuk dan rasakan terhadap adanya
pembengkakan dan fisura
9 Palpasi dasar mulut dengan cara pasien disuruh 6
mengatakan “el” kemudian palpasi dilakukan pada
dasar mulut secara sistematis dengan jari telunjuk
tangan kanan. Bila diperlukan beri sedikit
penekanandengan ibu jari dari bawah dagu untuk
mempermudah palpasi.Catat bila di dapatkan
pembengkakan
10 Palpasi lidah dengan cara pasien disuruh 6
menjulurkan lidah, pegang lidah dengan kassa
steril menggunakan tangan kiri. Dengan jari
penunjuk tangan kanan lakukan palpasi lidah
terutama bagian belakang dan batas-batas lidah.
Perkusi
11 Pemeriksaan setiap gigi dengan cara mengetuk 6
secara sistematis, bandingkan gigi bagian kiri,
kanan, atas dan bawah dan anjurkan pasien untuk
memberi tahu bila merasa nyeri sewaktu diketuk.
12 Mengucapkan Hamdalah, Cuci tangan
C FASE TERMINASI
1 Melakukan evaluasi tindakan 5
2 Menyampaikan rencana tindak lanjut 5
3 Melakukan kontrak 5
4 Berpamitan 4
D PENAMPILAN SELAMA TINDAKAN
1 Ketenangan selama melakukan tindakan 2
2 Melakukan komunikasi terapeutik selama tindakan 2
3 Ketelitian selama tindakan 2
4 Keamanan pasien selama tindakan 2
Jumlah 100

E. RANGKUMAN
Mulut atau oris merupakan organ pencernaan pertama manusia yang
merupakan jalan masuk makanan pada sistem pencernaan terdiri dari
beberapa struktur yang membentuknya, yang meliputi bibir, palatum, pipi,
lidah, kelenjar lidah, gigi dan gusi. Palatum dibagi menjadi dua bagian yaitu
palatum durum dan palatum mole. Gigi permanen berjumlah tiga puluh dua
7

buah terdiri dari gigi seri, gigi taring, geraham depan atau premolar, dan gigi
geraham belakang atau molar. Kelenjar saliva terdiri dari mayor dan minor,
kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar parotis, kelenjar submandibularis
dan kelenjar sublingualis. Selain itu terdapat juga kelenjar saliva minor yang
terdiri dari kelenjar labial, kelenjar bukal, kelenjar Bladin-Nuhn, kelenjar
Von Ebner dan kelenjar Weber.
Pemeriksaan fisik mulut berfungsi untuk mengetahui keadaan mulut
dan kelainannya. Pemeriksaan meliputi inspeksi, palpasi dan perkusi.
Peralatan yang digunakan Senter, Spatel lidah, Kasa tunggal segi empat,
Handscoon

F. EVALUASI FORMATIF
Lakukanlah pemeriksaan fisik mulut minimal pada 3 teman anda dan
catat hasilnya dalam laporan praktikum pemeriksaan fisik mulut.

G. LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN FISIK MULUT


8
7

PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan mampu
melakukan pemeriksaan fisik abdomen.

B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Inspeksi
Pemeriksaan abdomen dapat dilakukan dalam posisi pasien
terlentang atau tegak. Dinding perut penderita harus dalam keadaan
rileks. Sebaiknya penderita bernafas melalui mulut atau diajak bercakap-
cakap. Kedua tungkai jika perlu dalam keadaan fleksi pada sendi paha
dan lutut. Vesika urinaria lebih baik dalam keadaan kosong. Pemeriksaan
dilakukan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Pemeriksaan meliputi bentuk abdomen, kulit dinding perut dan
umbilicus, gerak dinding perut pada pernafasan, gerak peristaltic usus
yang tampak pada dinding perut.
a. Bentuk Abdomen
Normal simetris, mendatar. Perut yang schapoid (cekung),
bentuk perut asimetris, seperti perut kodok yaitu buncit.

Gambar Bentuk Abdomen

b. Kulit Dinding Perut dan Umbilicus


8

Kulit abdomen perlu diperhatikann secara khusus. Adanya


ekimosis, stria, stria berpigmen, linea nigra, caput medusae

Gambar Caput Medusae

Jaringan parut bekas operasi, diastesis recti, kulit yang keriput


menandakan bahwa dinding perut mengalami distensi. Vena kulit
seperti dilatasi venae.
c. Gerak dinding perut dalam keadaan statis dan pada waktu bernapas.
Pulsasi dapat tampak pada dinding perut di daerah epigastrium
yang mungkin disebabkan oleh hipertropi ventrikel kanan atau pada
orang normal yang amat kurus.
2. Palpasi abdomen
Informasi yang diperoleh dengan palpasi berbeda-beda tergantung
pada perhatian dan ketelitian yang dicurahkan. Dengan memakai
bantalan jari-jari dan tangan yang sejajar dengan abdomen, mula-mula
palpasilah tiap sektor dengan perlahan-lahan dan dengan lemah-lembut.
Pada tiap daerah pemeriksaan, secara perlahan-lahan tingkatkanlah
tekanan tangan yang memeriksa sampai anda puas dengan hasilnya. Jika
anda merasa perlu memeriksa lebih dalam lagi, letakkanlah tangan
lainnya pada tangan yang melakukan palpasi untuk menambah tekanan.
9

Gambar Palpasi Abdomen

Palpasi bimanual yang sebenarnya bermanfaat untuk mengetahui


garis bentuk organ, struktur vaskuler, atau massa dengan mempalpasi
kedua sisi berlawanan struktur tersebut. Ballotement bermanfaat,
terutama kalau abdomen tersebut besar atau penuh dengan cairan. Palpasi
abdomen yang menggelembung membantu dalam membedakan dilatasi
usus, cairan, dan lemak.

Gambar Pemeriksaan Asites Tes Undulasi

Nyeri tekan pantulan adalah suatu tanda penting untuk adanya iritasi
peritoneum. Tangan yang melakukan palpasi secara perlahan-lahan dan
dengan lemah-lembut ditekankan dalam –dalam ke dalam abdomen dan
kemudian secara tiba-tiba dilepaskan. Ketika peritoneum kembali ke
posisi semula, pasien dapat menggerenyit atau berteriak. Jika demikian,
tanyakanlah dengan segera tempat iritasi maksimum.
10

Pada palpasi yang dilakukan di daerah hipokondrium kanan mungkin


ditemukan pembesaran hati atau kandung empedu. Tepi hati mungkin
dapat diraba pada orang normal. Kalau teraba, lebarnya harus ditentukan
dengan perkusi. Pada palpasi hati, letakkan tangan kiri anda pada iga
kanan bawah dan arahkanlah jari-jari tangan kanan anda ke arah bahu
kanan, dan lakukanlah penekanan. Mintalah pasien untuk menarik nafas
dalam. Tepi hati akan terasa menyentuh ujung jari tangan anda ketika ia
turun pada waktu inspirasi. Secara progresif, lakukanlah palpasi lebih
rendah sampai anda mencapai krista iliaka. Hati yang sangat membesar
lebih sering tidak di temukan ketimbang hati yang sedikit membesar.
Sebagai teknik alternatif, anda dapat meletakkan tumit tangan kiri
anda pada margo kosta dan melengkungkan jari-jari tangan anda di atas
tepi hati ketika pasien sedang menarik nafas. Pembesaran lobus kiri hati
dapat melintasi garis tengah dan sampai ke hipokondrium kiri. Kalau hati
teraba, perhatikanlah apakah tepinya tidak nyeri, nyeri tekan, tajam, atau
tumpul. Yang terakhir ini merupakan tanda pembengkakan yang merata.
a. Palpasi Hati
Palpasi dengan jari-jari yang fleksi pada sendi
metakarpofalangea dengan sisi telunjuk sejajar dengan hati, saat
penderita bernapas agak dalam. Mulai kira-kira 10 cm di bawah tepi
iga dan kemudian ke atas ke arah tepi iga-iga. Letakkan tangan kiri
dibawah dan dorong setinggi iga 11 dan 12 pada posisi pasien
tidur telentang. Suruh pasien relaksasi. Dengan cara menekan
tangan kiri kearah depan maka hepar akan mudah diraba dengan
tangan kanan dianterior. Letakkan tangan kanan pada perut sebelah
kanan, lateral dari muskulus rektus dengan ujung jari dibawah dari
batas pekak hepar. Posisikan jari-jari ke arah cranial atau obliq,
tekanlah ke bawah dan ke atas.
Cara lain meraba hepar dengan metode “Teknik hooking”.
Caranya berdiri pada sebelah kanan pasien. Letakkan kedua tangan
pada perut sebelah kanan, dibawah dari pinggir pekak hepar.
11

Tekankan dengan jari-jari mengarah ke atas dan pinggir costa. Suruh


pasien bernafas abdomen dalam, akan teraba hati.

Gambar Palpasi Hati dan Hooking Technic

b. Limpa
Dalam menentukan pembesaran limpa secara palpasi, teknik
pemeriksaannya tidak banyak berbeda dengan palpasi hati. Pada
keadaan normal limpa tidak teraba. Limpa membesar mulai dari
lengkung iga kiri, melewati umbilikus sampai regio iliaka kanan.
Seperti halnya hati, limpa juga bergerak sesuai dengan gerakan
pernapasan. Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan, melewati
umbilikus di garis tengah abdomen, menuju ke lengkung iga kiri.
Pembesaran limpa diukur dengan menggunakan garis Schuffner
(disingkat dengan’S’), yaitu garis yang dimulai dari titik
lengkung iga kiri menuju ke umbilikus dan diteruskan sampai ke
spina iliaka anterior superior (SIAS) kanan. Garis tersebut dibagi
menjadi 8 bagian yang sama yaitu S1 sampai dengan S8. Palpasi
limpa dapat dipermudah dengan cara memiringkan penderita 450
ke arah kanan (ke arah pemeriksa). Setelah tepi bawah limpa
12

teraba, kemudian dilakukan deskripsi pembesarannya. Untuk


meyakinkan bahwa yang teraba tersebut adalah limpa, maka harus
diusahakan meraba insisuranya. Letakkan tangan kiri anda dibawah
dari arkus kostarum kiri pasien, dorong dan tekan kearah depan.
Dengan tangan kanan dibawah pinggir costa, tekan kearah limpa.
Mulailah palpasi pada posisi limpa yang membesar. Suruh pasien
nafas dalam kemudian usahakan meraba puncak atau pinggir dari
limpa karena limpa turun mengenai ujung jari. Catatlah adanya
nyeri tekan, nilai contour dari limpa dan ukur jarak antara titik
terendah dari limpa dengan pinggir costa kiri.

Gambar Palpasi Limpa

c. Ginjal
Palpasi bimanual, Dorong ke atas dengan tangan kiri pada
sudut ginjal dan raba ginjal dari anterior dengan menggunakan
tangan kanan. Minta penderita untuk bernapas dalam supaya ginjal
berada di antara kedua tangan. Nyeri pada ginjal sering bila terdapat
infeksi. Ginjal yang besar mungkin menunjukkan suatu tumor,
penyakit polikistik, atau hidronefrosis.
13

Gambar Bimanual Palpasi Ginjal

Nyeri tekan ginjal mungkin ditemui saat palpasi abdomen,


tetapi juga dapat dilakukan pada sudut costovertebrae. Kadang-
kadang penekanan pada ujung jari pada tempat tersebut cukup
membuat nyeri, dan dapat pula ditinju dengan permukaan ulnar
kepalan tangan kanan dengan beralaskan volar tangan kiri ( fish
percussion).

Gambar Ketok Ginjal


14

d. Massa
Palpasi dengan teliti seluruh abdomen, Bila di temukan massa,
gambarkan :tempat, ukuran, bentuk, konsistensi-feses mungkin
mencekung (indented) dengan penekanan, terfiksasi atau dapat di
gerakkan-apakah bergerak pada respirasi, nyeri tekan, pulsasi-
penyebaran pulsasi dari aorta atau pembengkakan yang berpulsasi,
pekak pada perkusi-terutama penting dalam penentuan apakah usus
terdapat di depan massa, apakah berubah setelah defekasi atau miksi.
e. Aorta
Palpasi pada garis tengah di atas umbilikus untuk massa yang
berpulsasi. Bila dengan mudah teraba, mungkin normal pada
penderita kurus atau aneurisma besar-ekspansif-bruit. Tekanlah
dengan tepat dan dalam pada abdomen atas sedikit ke kiri dari garis
tengah dan identifikasi posisi aorta. Aorta orang dewasa normal
tidak lebih dari 2 cm lebarnya (tidak termasuk ketebalan dinding
abdomen). Pada orang dewasa tua bila ditemui masa di abdomen
atas dan berdenyut (pulsasi) maka dicurigai adalah aneurisma aorta.

Gambar Palpasi Aorta

3. Perkusi abdomen
15

Lakukan perkusi yang benar diatas keempat kwadran untuk


menilai distribusi dari tympani dan pekak (dullness). Tympani biasanya
menonjol bila adanya gas dalam traktus digestivus, sedangkan cairan
normal dan feces menyebabkan bunyi pekak (dullness). Catat dimana
tympani berubah menjadi pekak pada masing-masing sisi. Cek area
suprapubik, adakah pekak karena vesika urinaria yang penuh atau
karena uterus yang membesar.
Seperti di tempat-tempat lainnya, perkusi menggambarkan batas-
batas statik antara jaringan-jaringan dengan kepadatan yang berbeda-
beda. Tekniknya sama seperti pada perkusi thoraks. Jari pasif yang di
letakkan dengan hati-hati di abdomen di ketuk oleh jari pleksor dengan
ketukan stakato, dan bunyi serta resistensinya di perhatikan. Jika tepi hati
telah teraba di hipokondrium kanan, anda harus menentukan apakah ia
benar-benar membesar atau hanya terdorong ke bawah. Lakukanlah
perkusi pada paru-paru anterior yang resonan dan bergeraklah ke bawah
sampai pekak hati menunjukkan batas atas. Lebarnya berbeda-beda dari
pasien ke pasien, tetapi ukuran yang melebihi 12 cm mungkin abnormal.
Perkusi di daerah epigastrium dan hipokondrium kiri menimbulkan bunyi
timpani karena adanya gelembung gas di dalam lambung.

Gambar Perkusi Abdomen


16

Pekak limpa seringkali di temukan di antara sela iga kesembilan dan


kesebelas, di garis aksila anterior. Pembesaran limpa yang ringan
bermanifestasi sebagai perubahan timpani menjadi pekak ketika sela iga
terbawah di perkusi dan pasiennya menarik nafas dalam – tanda perkusi
limpa. Pembesaran limpa dan ginjal dapat lebih di bedakan dengan
bantuan perkusi. Ingatlah bahwa fleksura lienika kolon terletak di
belakang limpa tapi di depan ginjal. Seringkali terisi dengan udara, ada
atau tidak adanya timpani, bersama-sama dengan massa yang dapat di
palpasi, memberikan petunjuk yang jelas. Adanya massa tanpa timpani di
kuadran kanan atas mengarah pada pembesaran limpa. Massa dengan
timpani menunjukkan pembesaran ginjal. Timpani menunjukkan udara.
Udara tersebut mungkin berada di dalam gelung usus yang mengalami
distensi atau terdapat bebas di dalam abdomen. Bersama-sama dengan
cara-cara lainnya, lokasi timpani dapat menentukan tempat obstruksi.
Perkusi memastikan dan memperjelas banyak penemuan pada
palpasi. Nyeri pekak pantulan dapat diperoleh dengan perkusi dan juga
dengan palpasi. Pekak yang berpindah menunjukkan asites. Cairan bebas
menunjukkan usus yang mengandung udara terapung-apung di bagian
paling atas, dan kenyataan ini di manfaatkan dengan perkusi. Pada pasien
yang berbaring, mulailah perkusi di garis tengah dan bergeraklah ke
kedua pinggang. Tandailah dengan pena anda tempat di mana resonansi
berubah menjadi pekak. Gulingkanlah tubuh pasien ke salah satu sisi dan
ulangilah prosedur itu pada sisi yang lebih rendah. Gulingkanlah tubuh
pasien ke sisi lainnya dan ulangi. Hal ini di sebut shifting dullness. Jarak
antara garis-garis yang di buat ketika pasien telentang dan ketika
tubuhnya di gulingkan menunjukkan jumlah cairan karena permukaan
cairan akan selalu rata.
17

Gambar Shifting Dullness

Ada dua sumber kesalahan potensial. Kadang-kadang perpindahan


usus yang relative tidak mengandung udara akan memberikan hasil
positif palsu, dan cairan peritoneal yang terlokalisir akan memberikan
hasil negative palsu. Contoh khas keadaan yang terakhir ini adalah kista
ovarium. Kista ini dapat berukuran besar sekali dan terlihat sebagai
distensi abdomen yang sangat menyolok. Meskipun demikian, cairannya
trdapat di dalam suatu ruang tertentu. Pada keadaan ini di jumpai dua
petunjuk : pertama, umbilikus tidak menonjol keluar; dan kedua, pekak
cairan tetap terdapat di bagian anterior pada pasien yang berada dalam
posisi berbaring, dan usus yang resonan terdorong ke bawah dan lateral –
tepat kebalikan asites bebas. Pada kasus asites yang meragukan,
berusahalah menemukan puddle sign (tanda genangan). Suruhlah pasien
untuk berdiri di atas empat anggota tubuhnya. Sekarang cairan akan
tergenang di umbilikus, di mana anda akan dapat menemukan daerah
yang pekak.
a. Perkusi hepar
Lakukan perkusi pada linea midklavikularis kanan, mulailah
setinggi bawah umbilikus (area tympani) bergerak kearah atas ke
hepar (area pekak, pinggir bawah hepar). Selanjutnya lakukan
perkusi dari arah paru pada linea midklavikularis kanan kearah
18

bawah ke hepar (pekak) untuk mengidentifikasi pinggir atas hepar.


Sekarang ukurlah dalam centimeter “vertical Span”/ tingginya dari
pekak hepar. Biasanya ukurannya lebih besar pada laki-laki dari pada
wanita, orang yang tinggi dari orang pendek. Hepar dinilai
membesar, bila pinggir atas hepar diatas dari ruang intercostalis V
dan 1 cm diatas arcus costalis, atau panjang pekak hepar lebih dari
6-12 cm, dan lobus kiri hepar 2 cm dibawah processus xyphoideus.

Gambar Perkusi Hepar

Gambar Hasil Perkusi Hepar

b. Perkusi Limpa
Normal limpa terletak pada lengkung diafragma posterior dari
linea mid aksilaris kiri. Perkussi limpa penting bila limpa membesar
(Splenomegali). Limpa dapat membesar kearah anterior, ke
19

bawah, dan ke medial yang menutupi daerah gaster dan kolon,


yang biasanya adalah timpani dengan pekak karena organ padat.
Bila kita mencurigai adanya splenomegali maka lakukanlah
maneuver ini :
1) Lakukan perkusi pada ruang intercostalis terakhir pada linea
aksilaris anterior kiri. Ruangan ini biasanya timpani. Sekarang
suruh pasien menarik nafas dalam dan perkusi lagi. Bila limpa
normal maka suaranya tetap timpani. Perobahan suara perkusi
dari timpani ke pekak pada saat inspirasi menyokong untuk
pembesaran limpa. Kadang kadang mungkin saja terdengar
pekak dalam inspirasi tapi limpa masih normal. Hal ini
memberikan tanda positif palsu.
2) Lakukan perkusi dari beberapa arah dari timpani kearah area
pekak dari limpa. Cobalah untuk membayangkan ukuran dari
limpa. Jika area pekak besar maka menyokong untuk
splenomegali. Perkusi dari limpa akan dipengaruhi oleh isi
gaster dan kolon, tetapi menyokong suatu splenomegali
sebelum organ tersebut teraba.

Gambar Perkusi Limpa

4. Auskultasi Abdomen
Auskultasi ialah salah satu dari bagian pemeriksaan fisik, dengan
cara mendengarkan suara melalui stetoskop. Auskultasi sebaiknya
20

dilakukan sebelum palpasi atau perkusi agar tidak merangsang timbulnya


peristaltik.
Pemeriksaan auskultasi yang dilakukan pada abdomen adalah
pemeriksaan:
a. Bising usus: Bising usus disebabkan bunyi udara dan cairan dalam
usus yang bergerak karena peristaltik usus. Bising usus didengarkan
bila terdapat tanda abnormal, misalnya nyeri abdomen. Peristaltik
usus halus cenderung bernada tinggi ketimbang gemuruh panjang
kolon yang bernada rendah. Dengarkan pada seluruh abdomen
dengan stetoskop diafragma kira-kira 10-15 detik atau 1 menit.
Normal bising usus akan terdengar 13 kali per menit. Bila peristaltik
meningkat seperti pada diare atau gastroenteritis bising usus
terdengar 10-15 kali per menit. Bila selama 3-10 menit tidak
terdengar sekalipun bising usus, keadaan ini disebut "silent
abdomen", misalnya terdapat pada peritonitis dan ileus paralitikus.
Pada Obstruksi usus memberikan bising usus hiperaktif atau
berdenting. Pada obstruksi usus, didapat nyeri kolik disertai dengan
bising usus yang meningkat dan amat nyaring.

Gambar Auskultasi Abdomen

b. Arterial bruit: Berasal dari arteri,menunjukan aliran turbulen


didalam pembuluh darah yang berdilatasi, menyempit atau berkelok.
Setiap arteri besar dalam abdomen dapat menjadi sumber bising.
21

Arterial bruit terdengar pada fase sistolik jantung bersamaan atau


tepat setelah ictus cordis. Arterial bruit juga harus bisa dibedakan
dengan bising jantung yang menyebar dan berasal dari jantung.
Aorta abdominalis paling baik didengar tepat diatas pembuluh darah
di epigastrium, arteri hepatica di hipokondrium kanan, arteri lienalis
di hipokondrium kiri. Bising arteri lienalis penting karena stenosis
arteri renalis mungkin merupakan penyebab hipertensi.
c. Venous hum: Lebih halus terdengarnya daripada arterial bruit dan
nadanya lebih tinggi. Terdengar sepanjang fase sistolik maupan
diastolic jantung. Paling sering terdengar di daerah umbilikalis atau
daerah hepar. Venuos hum mingkin berasal dari vena cava orang
normal, tapi mungkin juga terdengar karena pasien menderita sirosis
hepatic dengan hipertensi portal.
d. Friction rub: Bunyi ini sama kedengarannya seperti bunyi gesekan
pleura atau pericardial, tapi terdengar bersamaan dengan inspirasi
dan ekspirasi. Mungkin terdengar di daerh hati atau lien. Bunyi
gesek yang terdengar didaerah hati mungkin dijumpai pada
hepatoma, atau cholesystisis. Bunyi gesek yang terdengar di daerah
lien mungkin disebabkan oleh peradangan atau infark limpa.

Gambar Proyeksi Arteri ke Abdomen


22

C. ALAT DAN BAHAN


Alat yang digunakan dalam pemeriksaan fisik abdomen meliputi:
a. Senter
b. Stetoskop
c. Jam tangan (stopwatch)
d. Metline
e. Penggaris
f. Ballpoint

D. TOOLS PENILAIAN
NO KOMPONEN PENILAIAN BOBOT NILAI
A FASE ORIENTASI
1 Mengucapkan salam 2
2 Memperkenalkan diri 2
3 Menjelaskan tujuan tindakan dan mendoakan 2
pasien
4 Menjelaskan langkah dan prosedur 2
5 Menanyakan kesiapan pasien 2
B FASE KERJA
1 Mencuci tangan, Mengucapkan Basmalah 6
2 Mengatur posisi pasien 6
3 Membuka baju area abdomen hingga 4 7
kuadran terlihat jelas
4 Melakukan inspeksi dari depan dan samping 9
pasien (meliputi bentuk, warna kulit, letak
umbilikus, lesi, striae, linea gravidarum,
distribusi rambut, luka operasi dll)
5 Melakukan auskultasi (sebelum palpasi/ 10
perkusi untuk
memastikan adanya bising usus.
Auskultasi pada masing-masing kuadran dan di
titik Mc Burny. Saat di titik Mc Burny hitung
bising usus selama 1 menit.
6 Melakukan perkusi (gunakan metode zig-zag 10
atau paralel) pada semua kuadran.
Dengarkan bunyi perkusi apakah hiperesonan
karena adanya udara yang sangat banyak.
Meredup karena adanya masa atau cairan.
7 Melakukan palpasi: pada 4 kuadran dari yang 9
terdekat.
Mulai dari palpasi ringan, sedang hingga
23

dalam. Perhatikan respon nyeri pasien.


8 Mengukur lingkar perut dengan meteran 7
(pastikan angka penunjuk cm berada didalam
sehingga tidak terlihat, pastikan melingkar
melewati umbilikus)
9 Mengucapkan Hamdalah, Mencuci tangan 6
C FASE TERMINASI
1 Melakukan evaluasi tindakan 5
2 Menyampaikan rencana tindak lanjut 5
3 Berpamitan 2
D PENAMPILAN SELAMA TINDAKAN
1 Ketenangan selama melakukan tindakan 2
2 Melakukan komunikasi terapeutik selama 2
tindakan
3 Ketelitian selama tindakan 2
4 Keamanan pasien selama tindakan 2
Jumlah 100

E. RANGKUMAN
Pemeriksaan fisik abdomen berbeda urutannya dibanding pemeriksaan
fisik lain yang urutannya meliputi pemeriksaan inspeksi, auskultasi, palpasi
dan perkusi. Untuk inspeksi meliputi bentuk dan semua hal yang dilihat
pada seluruh area abdomen. Auskultasi digunakan untuk mendengarkan
bunyi peristaltik usus ataupun bunyi denyutan darah pada arteri pada
abdomen. Palpasi digunakana untuk menentukan kontur dan bentuk
perabaan kelainan yang terdapat pada rongga abdomen. Perkusi digunakan
untuk mendengarkan bunyi normal abdomen, apakah ada kelainan bunyi
abdomen atau tidak. Sedangkan pemeriksaan abdomen tambahan lain
meliputi lingkar perut, dan pemeriksaan tambahan pada gangguan pada
sistem pencernaan.

F. EVALUASI FORMATIF
Lakukanlah pemeriksaan fisik abdomen minimal pada 3 teman anda
dan catat hasilnya dalam laporan praktikum pemeriksaan fisik abdomen.
22

G. LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN


28

PEMERIKSAAN FISIK RECTUM-ANUS


(RECTAL TOUCHER)

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan mampu
melakukan pemeriksaan rectal toucher.

B. TINJAUAN PUSTAKA
Pemeriksaan rektum merupakan suatu bagian yang penting dalam
pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan genitourinaria. Pemeriksaan ini
penting dalam pemeriksaan untuk penyakit gastrointestinal namun juga
untuk mendeteksi penyakit lain pada organ pelvis lainnya.
Pemeriksaan colok dubur adalah suatu pemeriksaan dengan
memasukkan jari telunjuk yang sudah diberi pelicin ke dalam lubang dubur.
Pemeriksaan ini membantu klinisi untuk dapat menemukan penyakit-
penyakit pada perineum, anus, rektum, prostat, dan kandung kemih.
Pada pemeriksaan colok dubur yang dinilai adalah keadaan perianal,
perineum, tonus sfingter ani dan refleks bulbo-kavernosus (BCR), mukosa
dan ampulla rekti, serta penonjolan prostat kearah rektum. Pada
pemeriksaan perianal dapat dilihat adanya fistula perianal, skin tag, fissura,
tumor anus dan hemorrhoid. Dinilai juga keadaan perineum, apakah
meradang atau tidak. Penilaian Sfingter ani dilakukan dengan cara
merasakan adanya jepitan pada sfingter ani pada saat jari telunjuk
dimasukkan lubang anus. Colok dubur juga bertujuan untuk mencari
kemungkinan adanya massa di dalam lumen rektum, menilai mukosa dan
ampulla rektum serta keadaan prostat.
Pemeriksaan ini menimbulkan rasa tidak nyaman dan menyebabkan
kontraksi sfingter ani sehingga dapat menyulitkan pemeriksaan. Oleh karena
itu perlu dijelaskan terlebih dahulu kepada pasien tentang pemeriksaan
yang akan dilakukan, agar pasien dapat bekerja sama dalam pemeriksaan
ini.
29

Tujuan pemeriksaan rektum meliputi: mengetahui kondisi anus dan


rectum, menentukan adanya massa atau bentuk tidak teratur dari dinding
rectal, mengetahui integritas spingter anal eksternal, memeriksa kanker
rektal, penilaian terhadap prostat, ketika terjadi rectal bleeding, gangguan
pada kontinensi urin atau fekal, menilai uterus dan cervik.
Rectal toucher merupakan bagian tak terpisahkan dari pemeriksaan
fisik abdomen untuk kasus gastrointestinal, urologi, dan ginekologi. Rectal
toucher diindikasikan pada pasien-pasien dengan penyakit atau keluhan
sebagai berikut :
1. Perdarahan saluran cerna bagian bawah.
2. Hemorrhoid, prolaps rekti.
3. Ca Recti, Tumor anus
4. Ileus Obstruktif dan ileus paralitik.
5. Peritonitis.
6. BPH & Ca prostat.
Untuk kontraindikasi colok dubur diketahui, tidak ada kontraindikasi
mutlak untuk melakukan rectal toucher. Perlu hati-hati saat melakukan
rectal toucher pada anak-anak karena pemeriksaan dapat menyebabkan
vasovagal syncope, prostatitis, dapat menyebarkan infeksi, Hemorrhoid
interna grade IV.
Posisi pasien untuk pemeriksaan rektum anus meliputi:
1. Posisi Sims
Posisi Sims adalah posisi berbaring miring pada sisi kiri dengan fleksi
sendi panggul dan lutut. Pada posisi ini dapat dilakuakn inspeksi kulit
perianal, palpasi anus dan rektum bagian bawah, anoscopy,
prostosigmioidoscopy.
2. Posisi Lithotomy
Pada posisi lithotomy, pasien berbaring terlentang dengan kedua paha
fleksi dan abduksi. Pada posisi ini dilakukan palpasi rektum bagian
atas, cavitas rectouterina (pouch of douglas), pelvis, prostat, prolapsus
recti, dan hemoroid interna
30

3. Posisi Knee Chest


Posisi ini untuk sigmoidoskopi.
4. Posisi Berdiri
Untuk pemeriksaan atau pengurutan glandula prostat
5. Posisi Jongkok
Posisi jongkok digunakan untuk prolapsus recti yang kurang jelas,
pemeriksaan massa yagn terletak dalam rectum dan colon sogmoideum,
serta pelvis.

Gambar Colok Dubur

C. ALAT DAN BAHAN


Alat yang digunakan dalam pemeriksaan fisik rectal toucher meliputi:
a. Sarung tangan
b. Zat pelumas / Cairan lubrikans
c. Kapas/kasa
d. Selimut/limen penutup/celana khusus

D. TOOLS PENILAIAN
NO KOMPONEN PENILAIAN BOBOT NILAI
31

A FASE ORIENTASI
1 Mengucapkan salam 2
2 Memperkenalkan diri 2
3 Menjelaskan tujuan tindakan dan mendoakan 2
pasien
4 Menjelaskan langkah dan prosedur 2
5 Menanyakan kesiapan pasien 2
B FASE KERJA
1 Mencuci tangan, Mengucapkan Basmalah 5
2 Mengatur posisi pasien 5
3 Naikkan bagian teratas bokong dengan tangan 5
tidak dominan dan lakukan inspeksi anus juga
kulit disekelilingnya. Amati karakteristik kulit,
lesi, hemoroid eksternal, ulkus, inflamasi,
kemerahan,ekskoriasi, jaringan parut, ulkus,
fisura, polip atau hemoroidal eksterna
4 Minta klien untuk mengejan perhatikan adanya 6
hemoroid eksternal. Gunakan pedoman jam,
contoh pukul 12.00, untuk menjelaskan lokasi
kelainan yang ditemukan
5 Oleskan zat pelumas pada jari telunjuk yang 6
bersarung tangan
6 Peringatkan pasien bahwa jari Anda akan 6
memasuki anus. Mintalah pasien untuk rileks
dan bernapas perlahan serta dalam dan
kemudian mengjan seakan ingin buang air
besar. Hal ini akan merelaksasikan sfingter ani
eksternus dan akan mengurangi
ketidaknyamanan. Fisura dapat menyebabkan
periksaan rektum menjadi sangat nyeri
sehingga harus dihentikan dan ditunda hingga
dilakukan anastesi.
7 Saat pasien mengejan, perlahan masukkan hari 6
Anda ke dalam anus hingga kedalam rektum,
keetika jari Anda memasuki kanalis ani,
perhatikan adanya nyeri, nyeri tekan , atau
massa
8 Nilai tonus sfingter ani dengan memintaa 6
pasien menegangkan dan menjepit jari telunjuk
Anda
9 Lakuk palpasi seluruh rektum dengan cara 8
merotasikan tangan Anda searah jarum jam
dan berlawanan jarum jam untuk merasakan
adanya massa. Jika terdeteksi massa, minta lah
pasien untuk mengejan sehingga massa
tersebut mendekati jari Anda.
32

Lakukan palpasi rektum untuk mengetahui


apakah rektum terisi penuh dengan tinja atau
apakah rektum kolaps atau kosong, tetapi
mengembang. Rasakan konsistensi tinja
apakah bersifat keras atau lunak.
Lakukan palpasi pada dinding rektum dan
rasakan ada tidaknya nodula, massa, serta nyeri
tekan
10a Pada pria, palpasi dinding anterior untuk 8a
mengetahui glandula prosrat. Normalnya
teraba denga diameter ±4 cm dan tidak terasa
nyeri tekan. Pada laki-laki palpasi kelenjar
prostat untuk mengetahui adanya nyeri tekan,
ukurannya, bentuk, permukaan, konsistensi,
dan adanya sulkus sentralis.
Ukuran: normal/membesar
Bentuk: regular (bilobus) atau irregular
Permukaan licin atau tidak rata
Konsistensi: padat/kenyal/keras
Sulkus sentralis: ada/tidak ada
Mukosa rectum: mudah bergerak atau
terfiksasi
Penyebab: dislokasi panggul, kelemahan otot
abduktor, pemendekan leher femur, nyeri
panggul
10b Pada wanita, palpasi serviks uterus melalui 8b
dinding rectal anterior. Normalnya, teraba
licin, melingkar, tegas, dan dapat digerakkan.
Rasakan adanya massa ovarium.
11 Setelah selesai, tarik jari dari rectum dan anus, 5
amati keadaan feses pada sarung tangan.
Perhatikan warnanya serta adanya darah atau
lendir.
12 Hapus sisa lubrikans pada anus dan buang 5
feses pada celah anus menggunakan kassa atau
kapas
13 Mengucapkan Hamdalah, Lepaskan dan 5
buang sarung tangan bersama dengan sampah
lainnya secara aman dan Mencuci tangan
C FASE TERMINASI
1 Melakukan evaluasi tindakan 2
2 Menyampaikan rencana tindak lanjut 2
3 Berpamitan 2
D PENAMPILAN SELAMA TINDAKAN
1 Ketenangan selama melakukan tindakan 2
2 Melakukan komunikasi terapeutik selama 2
33

tindakan
3 Ketelitian selama tindakan 2
4 Keamanan pasien selama tindakan 2
Jumlah 100

E. RANGKUMAN
Pemeriksaan rektum merupakan suatu bagian yang penting dalam
pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan genitourinaria. Pemeriksaan ini
penting dalam pemeriksaan untuk penyakit gastrointestinal namun juga
untuk mendeteksi penyakit lain pada organ pelvis lainnya. Pemeriksaan
colok dubur adalah suatu pemeriksaan dengan memasukkan jari telunjuk
yang sudah diberi pelicin ke dalam lubang dubur. Pemeriksaan ini
membantu klinisi untuk dapat menemukan penyakit-penyakit pada
perineum, anus, rektum, prostat, dan kandung kemih.

F. EVALUASI FORMATIF
Lakukanlah pemeriksaan rectal toucher pada phantom dan catat
hasilnya dalam laporan praktikum pemeriksaan rectal toucher.

G. LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN RECTAL TOUCHER


34
35

ORAL HYGINE

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan mampu melakukan
praktikum oral hygine.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Oral Hygiene (kebersihan mulut) merupakan tindakan untuk
membersihkan dan menyegarkan mulut, gigi dan gusi. Oral Hygiene adalah
melaksanakan kebersihan rongga mulut, lidah dari semua kotoran / sisa
makanan dengan menggunakan kain kasa atau kapas yang dibasahi dengan
air bersih. Oral hygiene adalah suatu perawatan mulut dengan atau tanpa
menggunakan antiseptik untuk memenuhi salah satu kebutuhan personal
hygiene klien. Secara sederhana Oral hygiene dapat menggunakan air
bersih, hangat dan matang. Oral hygiene dapat dilakukan bersama pada
waktu perawatan kebersihan tubuh yang lain seperti mandi, mengosok gigi.
Tujuan Oral Hygiene: agar mulut tetap bersih / tidak berbau, mencegah
infeksi mulut, bibir dan lidah pecah-pecah stomatitis, membantu
merangsang nafsu makan, meningkatkan daya tahan tubuh, melaksanakan
kebersihan perorangan, merupakan suatu usaha pengobatan.
Menurut Taylor et al (2000), Oral hygiene adalah tindakan yang
ditujukan untuk; 1) menjaga kontiunitas bibir, lidah dan mukosa membran
mulut; 2) mencegah terjadinya infeksi rongga mulut; dan 3) melembabkan
mukosa membran mulut dan bibir. Sedangkan menurut Clark (2005), oral
hygiene bertujuan untuk: 1) mencegah penyakit gigi dan mulut; 2)
mencegah penyakit yang penularannya melalui mulut; 3) mempertinggi
daya tahan tubuh; dan 4) memperbaiki fungsi mulut untuk meningkatkan
nafsu makan.
Pada penderita yang tidak berdaya perawat tidak boleh lupa
memberikan perhatian khusus pada mulut penderita. Pengumpulan lendir
dan terbentuknya kerak pada gigi dan bibir dikenal sebagai sordes. Jika
36

terbentuk sordes atau lidahnya berlapis lendir menunjukan kalau kebersihan


rongga mulutnya kurang.
Mulut merupakan bagian pertama dari saluran makanan dan bagian dari
sistem pernafasan. Mulut juga merupakan gerbang masuknya penyakit. Di
dalam rongga mulut terdapat saliva yang berfungsi sebagai pembersih
mekanis dari mulut. Didalam rongga mulut terdapat berbagai macam
mikroorgnisme meskipun bersifat komensal, pada keadaan tertentu bisa
bersifat patogen apabila respon penjamu terganggu. Pembersihan mulut
secara alamiah yang seharusnya dilakukan oleh lidah dan air liur, bila tidak
bekerja dengan semestinya dapat menyebabkan terjadinya infeksi rongga
mulut, misalnya penderita dengan sakit parah dan penderita yang tidak
boleh atau tidak mampu memasukkan sesuatu melalui mulut mereka. Klien
yang tidak sadar lebih rentan terkena kekeringan sekresi air liur pada
mukosanya karena mereka tidak mampu untuk makan, minum, bernapas
melalui mulut dan seringkali memperoleh terapi oksigen. Klien yang tidak
sadar juga tidak bisa menelan sekresi air liur yang mengumpul dalam mulut.
Sekresi ini terdiri dari bakteri gram negatif yang bisa menyebabkan
pneumoni jika jika dihembuskan keparu paru.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Oral Hygiene:


1. Status Sosial Ekonomi
Sumber daya ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan tingkat praktik
kebersihan yang digunakan. Hal ini berpengaruh terhadap kemampuan
klien menyediakan bahan-bahan yang penting seperti pasta gigi.
2. Praktik Sosial
Kelompok-kelompok sosial wadah seseorang berhubungan dapat
mempengaruhi praktek hygiene pribadi. Selama masa kanak-kanak,
anak-anak mendapatkan praktik oral hygiene dari orang tua mereka.
3. Pengetahuan
Pengetahuan yang kurang dapat membuat orang enggan memenuhi
kebutuhan hygiene pribadi. Pengetahuan tentang oral hygiene dan
37

implikasinya bagi kesehatan mempengaruhi praktik oral hygiene.


Kendati demikian, pengetahuan itu sendiri tidaklah cukup. Klien juga
harus termotivasi untuk melakukan oral hygiene.
4. Status Kesehatan
Klien paralisis atau memiliki restriksi fisik pada tangan mengalami
penurunan kekuatan tangan atau keterampilan yang diperlukan untuk
melakukan hygiene mulut.
5. Cacat Jasmani / Mental Bawaan
Kondisi cacat dan gangguan mental menghambat kemampuan individu
untuk melakukan perawatan diri secara mandiri.

Akibat Tidak Dilakukannya Oral Hygiene


1. Masalah umum
a. Karries gigi
Karries gigi merupakan masalah umum pada orang muda,
perkembangan lubang merupakan proses patologi yang mellibatkan
kerusakan email gigi dikarenakan kekurangan kalsium.
b. Penyakit periodontal
Adalah penyakit jaringan sekitar gigi, seperti peradangan membran
periodontal.
c. Plak
Adalah transparan dan melekat pada gigi, khususnya dekat dasar
kepala gigi pada margin gusi.
d. Halitosis
Merupakan bau napas, hal ini merupakan masalah umum rongga
mulut akibat hygiene mulut yang buruk, makanan tertentu atau
proses infeksi. Hygiene mulut yang tepat dapat mengeliminasi bau
kecuali penyebabnya adalah kondisi sistemik seperti penyakit liver
atau diabetes.
e. Keilosis
38

Merupakan gangguan bibir retak, terutama pada sudut mulut.


Defisiensi vitamin, nafas mulut, dan salivasi yang berlebihan dapat
menyebabkan keilosis.
2. Masalah mulut lain
a. Stomatitis
Kondisi peradangan pada mulut karena kontak dengan pengiritasi,
defisiensi vitamin, infeksi oleh bakteri, virus atau jamur atau
penggunaan obat kemoterapi.
b. Glosisitis
Peradangan lidah hasil karena infeksi atau cidera, seperti luka bakar
atau gigitan.
c. Gingivitis
Peradangan gusi biasanya akibat hygiene mulut yang buruk,
defisiensi vitamin, atau diabetes mellitus. Perawatan mulut khusus
merupakan keharusan apabila klien memiliki masalah oral ini.
Perubahan mukosa mulut yang berhubungan dengan mudah
mengarah kepada malnutrisi.
Prosedur Tindakan Perawatan Mulut (Oral hygiene)
Penanganan perawatan rongga mulut (oral hygiene) memiliki prosedur
tindakan standar yang harus diikuti dari standar peralatan hingga prosedur
langkah kerja yang dilakukan. Berikut ini adalah prosedur tindakan
perawatan mulut (oral hygiene):
1. Jelaskan prosedur kepada pasien
2. Cuci tangan
3. Tempatkan handuk / pengalas
4. Gunakan tirai disekitar tempat tidur.
5. Atur posisi pasien
6. Tempatkan handuk dibawah wajah penderita dan bengkok dibawah dagu
penderita
7. Dengan hati-hati regangkan gigi atas dan bawah penderita dengan tong
spatel secara tepat tapi lembut, diantara molar belakang.
39

8. Bersihkan mulut penderita dengan menggunakan tong spatel yang telah


dibasahi air/pencuci mulut.
9. Bersihkan permukaan gigi.
10. Gosok paltum mulut, bibir, pipi.
11. Gosok lidah tetapi hindari refleks gag.
12. Basahi aplikator bersih dengan air dan gosok mulut untuk mencuci.
13. Ulangi sesuai dengan kebutuhan.
14. Cuci tangan setelah melakuka tindakan.
15. Catat hal-hal yang diperlukan (misalnya gusi berdarah, lidah yang pecah)

C. ALAT DAN BAHAN


a. Bak instrumen
b. Sarung tangan
c. Kassa
d. Tongue spatel dibalut kassa
e. Bengkok
f. Handuk / perlak pengalas
g. Gelas kom dengan air hangat
h. Sikat gigi dan odol

D. TOOLS PENILAIAN
Oral Hygine Pada Pasien Sadar
NO KOMPONEN PENILAIAN BOBOT NILAI
A FASE ORIENTASI
1 Mengucapkan salam 2
2 Memperkenalkan diri 2
3 Menjelaskan tujuan tindakan dan mendoakan 2
pasien
4 Menjelaskan langkah dan prosedur 2
5 Menanyakan kesiapan pasien 2
B FASE KERJA
1 Mencuci tangan, Mengucapkan Basmalah 7
2 Memposisikan pasien (semi fowler/fowler) 7
3 Memasang perlak pengalas atau handuk 7
dibawah dagu pasien
40

4 Ambil kassa dengan pinset, lalu basahi dengan 8


air hangat
5 Bersihkan area rongga mulut, gusi, gigi dan 8
lidah
6 Lakukan penyikiatan gigi dengan gerakan 8
lembut naik-turun, lalu bilas dengan air
7 Bersihkan kembali atau bilas menggunakan 8
NaCl
8 Oleskan gentian violet pada permukaan bibir 8
9 Bereskan peralatan 8
10 Mengucapkan Hamdalah, dan Mencuci 7
tangan
C FASE TERMINASI
1 Melakukan evaluasi tindakan 2
2 Menyampaikan rencana tindak lanjut 2
3 Berpamitan 2
D PENAMPILAN SELAMA TINDAKAN
1 Ketenangan selama melakukan tindakan 2
2 Melakukan komunikasi terapeutik selama 2
tindakan
3 Ketelitian selama tindakan 2
4 Keamanan pasien selama tindakan 2
Jumlah 100

Oral Hygine Pada Pasien Tidak Sadar


NO KOMPONEN PENILAIAN BOBOT NILAI
A FASE ORIENTASI
1 Mengucapkan salam 2
2 Memperkenalkan diri 2
3 Menjelaskan tujuan tindakan dan mendoakan 2
pasien
4 Menjelaskan langkah dan prosedur 2
5 Menanyakan kesiapan pasien 2
B FASE KERJA
1 Mencuci tangan, Mengucapkan Basmalah 7
2 Memposisikan pasien (semi fowler/fowler) 7
3 Memasang perlak pengalas atau handuk 7
dibawah dagu pasien
4 Ambil kassa dengan pinset, lalu basahi dengan 8
air hangat
5 Buka mulut dengan bantuan tongue spatel 8
6 Bersihkan area rongga mulut, gusi, gigi dan 8
lidah
7 Bersihkan kembali atau bilas menggunakan 8
41

NaCl
8 Oleskan gentian violet pada permukaan bibir 8
9 Bereskan peralatan 8
10 Mengucapkan Hamdalah, dan Mencuci 7
tangan
C FASE TERMINASI
1 Melakukan evaluasi tindakan 2
2 Menyampaikan rencana tindak lanjut 2
3 Berpamitan 2
D PENAMPILAN SELAMA TINDAKAN
1 Ketenangan selama melakukan tindakan 2
2 Melakukan komunikasi terapeutik selama 2
tindakan
3 Ketelitian selama tindakan 2
4 Keamanan pasien selama tindakan 2
Jumlah 100

E. RANGKUMAN
Oral hygine dapat dilakukan pada pasien sadar maupun tidak sadar
dengan perbedaan pada beberapa perlakuan. Tujuan tindakan untuk menjaga
kebersihan rongga mulut. Sehingga terhindar dari beberapa komplikasi
gangguan mulut.

F. EVALUASI FORMATIF
Lakukanlah praktikum oral hygine pada phantom dan catat hasilnya
dalam laporan praktikum oral hygine.
42

H. LAPORAN PRAKTIKUM ORAL HYGINE


43

PEMASANGAN NASOGASTRIC TUBE (NGT)

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan mampu
melakukan pemasangan selang nasogastric tube (NGT).

B. TINJAUAN PUSTAKA
Pemasangan selang nasogastrik (NGT) meliputi penempatan selang
plastik yang lentur melalui nasofaring klien ke dalam lambung. Selang
mempunyai lumen pipa yang memungkinkan baik pembuangan sekresi
lambung dari dan memasukkan larutan ke dalam lambung. Prosedur ini
bermanfaat untuk tujuan diagnosis maupun terapi. Dua indikasi yang
sering yaitu untuk akses pemberian nutrisi bagi pasien yang tidak mampu
makan melalui mulut dan untuk mengevaluasi isi lambung bagi pasien yang
dicurigai mengalami perdarahan gastrointestinal. Ada beberapa tipe-tipe
NGT antara lain pipa Levin, pipa Salem sump, dan pipa Moss, namun yang
sering digunakan adalah pipa Levin. Pemasangan NGT lebih dipilih karena
lebih sederhana, aman, dan jarang menyebabkan trauma pada pasien
dibandingkan dengan pipa orogastrik. Meskipun demikian kemungkinan
terjadinya komplikasi yang serius seperti aspirasi isi lambung dapat terjadi.
Komplikasi ini dapat dicegah bila pasien koperatif, diposisikan secara
benar, serta persiapan peosedur dilakukan dengan baik serta observasi yang
tepat selama prosedur dilakukan dan memastikan posisi pipa sudah tepat.
Selain itu teknik melepaskan pipa yang benar juga dapat mengurangi
terjadinya komplikasi berupa trauma mukosa dan aspirasi.
Pipa lambung secara umum ada dua bentuk yaitu lumen tunggal dan
lumen ganda. Ukuran tube untuk dewasa berkisar 14-18 French. Macam-
macam pipa NGT :
1. Pipa Levin, terbuat dari karet dengan lumen tunggal untuk intubasi
lambung, dimasukan melalui hidung
44

2. Variasi dari pipa levin: nasogastrik plastik dan salem sump tube,
mempunyai lumen ganda, untuk drainase dan utnuk melindungi
lambung dari tekanan negatif yang besar
3. Pipa Ewald
4. Pipa Miller-Abbort, dengan lumen ganda, lumen pertama untuk aspirasi
cairan dan gas, lumen kedua dengan kantong udara di ujung distalnya
untuk memacu motilitas usus.
Tujuan pemasangan selang NGT meliputi:
1. Mengeluarkan cairan dan udara dari traktus gastrointestinalis
2. Mencegah/memulihkan mual dan muntah
3. Menentukan jumlah tekanan dan aktivitas motorik traktus
gastrointestinalis
4. Mengatasi obstruksi mekanis dan perdarahan saluran cerna bagian
atas
5. Memberikan obat-obatan dan makanan langsung ke dalam saluran
cerna
6. Mengambil spesimen cairan lambung untuk pemeriksaan laborato-
rium

Indikasi pemasangan NGT yaitu untuk kepentingan diagnosis maupun


terapi.
1. Diagnosis
a. Drainase isi lambung untuk bahan pemeriksaan laboratorium
atau sampling.
b. Pemberian agen diagnostik seperti kontras media radioopak.
2. Terapi
a. Pemberian nutrisi yang adekuat atau obat-obatan pada pasien
yang tidak mampu mengkonsumsi secara oral. Indikasi
pemasangan NGT untuk nutrisi: 1). Ketidakmampuan untuk
memasukkan makanan melalui rute oral. Contoh: pasien tidak
sadar, kanker lidah, anoreksia nervosa, trauma dan luka bakar
45

pada wajah. 2). Saluran cerna bagian atas tidak mampu


menyalurkan makanan ke usus halus. Contoh: karsinoma
esofagus dan tumor esofagus. 3). Gangguan pencernaan atau
malabsorbsi yang membutuhkan asupan makanan terus menerus.
Contoh: insufisiensi pankreas atau empedu, fibrosis kistik,
penyakit radang usus dan diare berkepanjangani.
b. Pemberian ASI, formula atau makanan cair langsung ke dalam
lambung untuk tambahan kalori.
c. Evakuasi isi lambung yang berbahaya, misalnya pada kasus over
dosis obat atau keracunan.
d. Gastric lavage dengan pemasangan NGT dan suction
pada pasien perdarahan gastrointestinal yang masif bermanfaat
untuk mengurangi gejala dan memfasilitasi visualisasi endoskopi
untuk melihat gambaran mukosa lambung dan duodenum
e. Pemberian activated charcoal.
f. Dekompresi lambung dengan pemasangan NGT dan suction
berguna untuk mengeluarkam sekresi saluran cerna dan udara
yang tertelan pada pasien- pasien dengan obstruksi pada
usus halus atau gastric outlet, serta mengurangi keluhan
pada pasien pankreatitis dan ileus.
g. Pasien tidak sadar (koma), Pasien dengan kesulitan menelan,
pasien yang mengalami hematemesis

Kontraindikasi pemasangan NGT yaitu: Ada dua kontraindikasi


pemasangan NGT antara lain, kontraindikasi absolut seperti sumbatan
jalan napas, riwayat konsumsi bahan alkali, riwayat konsumsi hidrokarbon,
fraktur wajah dengan Cribriform plate injury, luka penetrasi di leher,
diverkulum Zenker, atresia koana, striktur esofagus. Serta kontraindikasi
relatif seperti koagulopati berat, setelah operasi orofaringeal, operasi hidung
maupun operasi lambung, demensia, klien dengan obstruksi pada rongga
hidung, nasopharynx, klien dengan radang tenggorokan.
46

Indikasi pelepasan selang NGT adalah: NGT harus segera ditarik atau
dilepas bila pasien menunjukan gejala-gejala batuk, adanya wheezing,
pasien tidak mampu bernapas, pasien tidak mampu berbicara, pasien
tampak pucat, NGT keluar dari mulut saat dilakukan pemasangan, serta
bila indikasi pemasangan NGT tidak diperlukan lagi.
Komplikasi-komplikasi dapat terjadi akibat trauma mekanik selama
proses pemasangan awal NGT maupun penempatan NGT yang tidak tepat
antara lain:
1. Distres nafas pada pemasangan awal NGT terjadi akibat penempatan
posisi pasien serta teknik pemasangan NGT yang tidak tepat. Ini
dapat dicegah dengan memposisikan pasien pada posisi fowler atau
sniffing serta melakukan setiap tahapan prosedur pemasangan NGT
dengan berurutan, serta yang paling penting adalah konfirmasi letak
pipa. Penangan awal bila muncul tanda-tanda distres nafas adalah
dengan segera menarik keluar NGT.
2. Malposisi NGT, Jangan melakukan pemasangan NGT misalnya
malposisi NGT misalnya pada pasien trauma maksilofasial yang
dicurigai mengalami fraktur pada cribiformis plate.
3. Pasien merasa tidak nyaman dapat diatasi dengan pemberian nasal
dekongestan dan anastesi topikal dengan menggunakan lidokain 4
persen ke dalam mukosa hidung serta sprai lidokain 4 persen atau
benzocaine langsung ke posterior orofaring. Alternatif lain dengan
menggunakan nebulizer yang mengandung lidocain 4 persen, sehingga
baik mukosa hidung dan mulut teranastesi baik.
4. Epistaksis masif dapat menyebabkan gangguan pada jalan nafas,
sehingga memerlukan pemasangan tampon. Risiko komplikasi ini
dapat dikurangi dengan melakukan teknik pemasangan NGT
yang tepat yaitu dengan menelusuri dasar hidung menuju ke arah
telinga saat mendorong masuk NGT untuk mengurangi terjadinya
turbinasi dan nyeri serta epistaksis. Memberikan nasal dekongestan
seperti oxymethazoline atau phenylephrine untuk vasokonstriksi
47

pembuluh darah mukosa hidung juga dapat dilakukan sebelum


pemasangan NGT.
5. Trauma pada mukosa terjadi akibat terlalu memaksakan mendorong
pipa saat terdapat tahanan. Risiko ini meningkat pada pasien dengan
perforasi saluran cerna atas.
6. Pneumonia aspirasi terjadi akibat aspirasi isi lambung saat pasien
muntah ini dapat dicegah dengan memposisikan pasien dengan baik,
bila perlu lakukan intubasi bila saluran napas tidak lapang terutama
pada pasien yang tidak sadar. Menelan yang gentle dan cepat saat
pemasangan NGT juga akan mengurangi sensasi ingin muntah.
7. Pneumonitis dapat terjadi akibat pemberian makanan atau obat
melalui pipa yang posisi atau letaknya setinggi trakea. Selain itu cara
mencegah terjadinya pneumonitis yaitu dengan pemakaian lubrikan
yang larut dalam air, karena akan diserap dengan baik bila saat
pemasangan NGT, pipa masuk ke dalam saluran pernapasan
dibandingkan dengan menggunakan lubrikan yang larut dalam
minyak.
8. Hipoksemia terjadi akibat obstruksi saluran napas karena
penempatan NGT yang kurang tepat.
9. Pneumothorak dapat terjadi akibat injuri pulmoner setelah
pemasangan NGT. Pada pasien yang sebelumnya memiliki riwayat
menelan bahan-bahan kimia kuat yang bersifat iritatif curigai adanya
abnormalitas pada esofagus, karena bila dipaksakan melakukan
pemasangan NGT akan beresiko penempatan NGT yang salah berupa
perforasi hipofaring atau perforasi esofagus.
10. Sedangkan komplikasi pemasangan pipa nasogastik jangka panjang
dapat terjadi berupa erosi mukosa hidung, sinusitis, esofagitis,
esofagotrakeal fistula, ulkus lambung, infeksi paru dan infeksi mulut.

Salah satu cara yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi


selama pemasangan NGT yaitu dengan melakukakan tahapan-tahapan
48

pemasangan NGT secara sistematis meliputi tahap persiapan serta


procedural.
1. Persiapan
a. Persiapan preprosedural
1) Lakukan inform konsen tertulis.
2) Mengevaluasi tingkat kesadaran pasien.
3) Melindungi jalan napas pasien yang tidak sadar dengan pipa
endotrakeal.
b. Manajemen pasien
1) Menjelaskan tentang tindakan yang akan dilakukan, risiko,
indikasi, dan alternatif lain serta menyepakati sinyal yang akan
digunakan bila pasien ingin menghentikan segera tindakan saat
dilakukan pemasangan NGT.
2) Jika menggunakan lokal anastesi untuk mengurangi rasa nyeri,
sampaikan kepada pasien kemungkinan efek samping yang
timbul.
3) Pada pasien agitasi disarankan untuk memberikan
benzodiasepine dosis rendah. Bila pasien tidak koperatif
lakukan fiksasi tangan.
c. Persiapan Prosedur Penyelamatan
Persiapan peralatan suction bila terjadi aspirasi, nasal packing
untuk epistaksis masif, serta intubasi endotrakeal jika terjadi
aspirasi berat atau hipoksia.
2. Prosedur
a. Persiapan alat-alat
Ukuran NGT yang sesuai, senter, jelly/pelumas larut air, spuit 10cc,
stetoskop, handscoen steril, plester/hypafix, tisu dan tempat sampah,
segelas air.
b. Teknik pemasangan
Teknik pemasangan NGT yang tepat bertujuan memastikan
penempatan NGT serta mengurangi komplikasi yang terjadi.
49

1) Pasien posisi Fowler dengan tujuan memudahkan pasien saat


menelan dan dengan bantuan gaya gravitasi akan memudahkan
masuknya pipa, tutupi pakaian dengan handuk, lalu petugas
mencuci tangan.
2) Periksa pasien dari sisi kanan bila bertangan dominan kanan
atau sebaliknya
3) Evaluasi patensi dan simetrisitas kedua lubang hidung serta
akses aliran udaranya, pilih yang lebih lapang.
4) Lubrikasi jalan nafas dengan gel lidokain 2% untuk efek
anastesi.
5) Pilih diameter pipa terbesar yang masih bisa melewati hidung
pasien. Untuk gastric lavage, buat lobang yang cukup besar
pada ujung pipa untuk mengakomodasi pil yang lebih besar dan
fragmen-fragmen charchoal, serta pastikan patensi pipa.
6) Mengukur panjang NGT yang akan dimasukkan dengan
mengukur jarak dari ujung hidung ke daun telinga lalu ke
procesus xiphoideus sternum, tandai dengan plester atau tali
untuk mencegah insersi terlalu dalam.

Gambar Cara Mengukur Panjang NGT

7) Lubrikasi ujung pipa dengan jeli anastesi atau lubrikan larut air
kurang lebih 3” (7,6cm) untuk mengurangi trauma pada mukosa
hidung dan lipoid pneumonia. Fleksikan kepala pasien kedepan
sehingga saluran faring akan lebih lurus lanjutkan memasukkan
NGT secara gentle dan perlahan untuk mencegah turbinasi,
50

nyeri serta perdarahan.


8) Jangan dipaksakan mendorong NGT bila ada tahanan terutama
di nasofaring minta pasien untuk menurunkan kepalanya untuk
menutup akses ke trakea serta membuka akses ke esofagus.
Saat tahanan berkurang, minta pasien untuk menelan atau
minum segelas air sambil lanjutkan mendorong pipa. Bila
muncul respon muntah saat mendorong pipa, dorong ke
belakang dahi pasien untuk memfasilitasi pipa masuk ke dalam
faring posterior dan esofagus daripada ke laring, sedangkan
menelan atau minum air akan membuat epiglotis menutup dan
mempermudah masuknya pipa. Ini diharapkan mampu
mengurangi risiko terjadinya komplikasi.
9) Jika muncul tanda-tanda batuk, stridor, sianosis, dan gejala-
gejala distres napas, kemungkinan pipa masuk ke dalam trakea.
Tarik pipa beberapa sentimeter, putar sedikit, kemudian dorong
secara perlahan-lahan, minta pasien untuk menelan kembali
sampai tanda yang sudah ditentukan. Konfirmasi penempatan
NGT lalu fiksasi dengan plaster hipoalergenik.
10) Konfirmasi penempatan NGT dengan memeriksa mulut dan
tenggorokan pasien, pastikan NGT tidak melengkung terutama
pasien yang tidak sadar. Selama pemasangan evaluasi tanda-
tanda distres nafas yang menunjukan bahwa pipa berada di
bronkus sehingga harus segera ditarik. Hentikan mendorong
pipa bila penanda pada pipa sudah mencapai ujung hidung
pasien. Jika cairan lambung tidak keluar, konfirmasi letak pipa
dengan cara mengaspirasi isi lambung, bila gagal coba
miringkan pasien ke kiri sehingga isi lambung akan berkumpul
di kurvatura lambung yang lebih besar. Jangan pernah
meletakkan ujung pipa di dalam kontainer yang berisi air.
Karena jika ujung distal pipa berada atau melengkung di dalam
trakea, pasien akan berisiko mengaspirasi air di dalamnya.
51

Tidak munculnya gelembung- gelembung udara di dalam


kontainer tidak bisa dipakai sebagai acuan untuk memastikan
letak pipa sudah sesuai, karena bisa saja ujung pipa
melengkung di trakea atau esofagus. Bisa juga dengan
menginjeksikan spuit yang berisi 10 cc udara ke dalam NGT
bersamaan dengan itu lakukan auskultasi di area epigastrik
dengan menggunakan stetoskop. Bila terdengar suara udara saat
spuit didorong, berarti posisi pipa sudah benar. Bila belum
yakin dengan posisi NGT dapat konfirmasi menggunakan X-
ray.
11) Lakukan perawatan yang rutin selama terpasang NGT.

C. ALAT DAN BAHAN


Alat yang digunakan dalam pemasangan NGT meliputi:
1. Slang nasogastrik sesuai ukuran (ukuran 14-18 fr)
2. Pelumas/ jelly
3. Spuit berujung kateter 50 ml
4. Stetoskop
5. Lampu senter/ pen light
6. Klem
7. Handuk kecil
8. Tissue
9. Spatel lidah
10. Sarung tangan dispossible
11. Plester
12. Nierbekken
13. Bak instrumen
14. Gunting
15. Alat tulis
52

D. TOOLS PENILAIAN
NO KOMPONEN PENILAIAN BOBOT NILAI
A FASE ORIENTASI
1 Mengucapkan salam 2
2 Memperkenalkan diri 2
3 Menjelaskan tujuan tindakan dan 2
mengingatkan membaca doa sebelum dan
sesudah diberikan makan via NGT
4 Menjelaskan langkah dan prosedur 2
5 Menanyakan kesiapan pasien 2
B FASE KERJA
1 Mencuci tangan, Mengucapkan Basmalah 5
2 Menjaga privacy pasien 5
3 Mengatur posisi fowler atau semi fowler 5
4 Memakai hand scoen 5
5 Membersihkan lubang hidung pasien. 5
Inspeksi adanya sumbatan, peradangan hidung,
instruksika menutup lubang hidung kanan dan
tarik nafas (lakukan sebaliknya pada bagian
kiri), tanyakan lebih longgar sisi lubang hidung
mana (sisi lebih longgar lebih utama untuk di
pasang NGT)
6 Memasang perlak pengalas di dada pasien 6
7 Mengukur panjang tube yang akan dimasukan 6
dengan mengunakan:
a. Metode Tradisional: ukur jarak dari
puncak lubang hidung ke daun telinga
bawah dan ke prosesus xifoideus di
sternum
b. Metode Hanson: mula-mulatandai 50 cm
pada tube kemudian lakukan pengukuran
dengan metode tradisional. Tube yang
akan dimasukan pertengahan antara 50 cm
dan tanda tradisional.
8 Mengolesi ujung NGT dengan jelly sesuai 6
ukuran panjang NGT yang akan dipasang
9 Mengatur pasien pada posisi fleksi kepala dan 6
masukan perlahan ujung NGT melalui lubang
hidung (bila pasien sadar menganjurkan pasien
untuk menelan ludah berulang ulang)
Bila pasien tidak sadar bisa memasukan
dengan posisi diatas kepala pasien (untuk
memudahkan memasukan NGT dan
memudahkan memposisikan kepala)
10 Memastikan NGT masuk kedalam lambung : 6
53

a. Memasukan ujung NGT kedalam gelas


berisi air
b. Memasang spuit pada ujung NGT;
memasang stetoscope pada perut bagian
kiri atas klien (daerah gaster), kemudian
suntikan 10-20 cc udara bersamaan
dengan auskultasi abdomen
c. Aspirasi pelan-pelan untuk mendapatkan
isi iambung.
Bila tube tidak dilambung, masukan lagi 2,5-5
cm tube- nya.
11 Fiksasi tube dengan plester 6
a. Memotong 5-7,5 cm plester; membelah
menjadi 2 salah satu ujungnya sepanjang
3,5 cm; memasang ujung yang lainya di
batang hidung klien; lingkarkan
/silangkan plester pada tube yang keluar
dari hidung dan tempelkan pada batang
hidung.
b. Tempatkan ujung NGT pada samping bed
(bila pasien bisa berjalan dapat memasang
plester pada ujungnya dan penitikan pada
baju)
12 Menutup ujung NGT dengan spuit atau klem 5
atau sesuai dengan tujuan pemasangan
13 Merapihkan peralatan dan pasien 5
14 Mencuci tangan, Mengucapkan 5
Alhamdulillah
C FASE TERMINASI
1 Melakukan evaluasi tindakan 2
2 Menyampaikan rencana tindak lanjut 2
3 Berpamitan 2
D PENAMPILAN SELAMA TINDAKAN
1 Ketenangan selama melakukan tindakan 2
2 Melakukan komunikasi terapeutik selama 2
tindakan
3 Ketelitian selama tindakan 2
4 Keamanan pasien selama tindakan 2
Jumlah 100

E. RANGKUMAN
Praktikum pemasangan NGT merupakan praktik keperawatan dasar
yang berfungsi untuk beberapa hal seperti mengeluarkan cairan dan udara
dari traktus gastrointestinalis, mencegah/memulihkan mual dan muntah,
54

menentukan jumlah tekanan dan aktivitas motorik traktus


gastrointestinalis, mengatasi obstruksi mekanis dan perdarahan saluran
cerna bagian atas, memberikan obat-obatan dan makanan langsung ke
dalam saluran cerna, mengambil spesimen cairan lambung untuk
pemeriksaan laboratorium. Perhatikan seksama saat mengukur panjang
selang NGT dan memastikan ketepatan masuk dalam gaster.

F. EVALUASI FORMATIF
Lakukanlah praktikum pemasangan NGT pada phantom yang ada dan
catat hasilnya dalam laporan praktikum pemasangan NGT.

I. LAPORAN PRAKTIKUM PEMASANGAN NGT


55
56

PEMBERIAN NUTRISI MELALUI NASOGASTRIC TUBE (NGT)

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan mampu
melakukan pemberian nutrisi via NGT.

B. TINJAUAN PUSTAKA
Memberikan makan cair melalui selang lambung (enteral) adalah proses
memberikan melalui saluran cerna dengan menggunakan selang NGT ke
arah lambung. Tujuan memberikan makan cair melalui selang lambung
(enteral) diantaranya adalah: 1) Memenuhi kebutuhan nutrisi pasien, 2)
Mempertahankan fungsi usus, 3) Mempertahankan integritas mucosa
saluran cerna, 4) Memberikan obat-obatan dan makanan langsung ke dalam
saluran pencernaan, 5) Mempertahankan fungsi-fungsi imunologik mukosa
saluran cerna.
Pemberian makan melalui NGT dilakukan pada beberapa pasien dengan
kondisi: 1) Klien yang tidak dapat makan/menelan atau klien tidak sadar, 2)
Klien yang terus-menerus tidak mau makan sehingga membahayakan
jiwanya, misalnya klien dengan gangguan jiwa, 3) Klien yang muntah terus-
menerus, 4) Klien yang tidak dapat mempertahankan nutrisi oral adekuat, 5)
Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), Premature, dismature.
Prinsip pemberian makan melalui NGT meliputi:
1. Makanan yang dapat diberikan adalah makanan cair, makanan yang
diblender halus, dan formula khusus makanan enteral.
2. Residu lambung harus dicek sebelum memberikan makanan. Residu >
50 cc, tunda pemberian sampai 1 jam. Jika setelah 1 jam jumlah residu
tetap, kolaborasi dengan dokter untuk program selanjutnya.
3. Hindari mendorong makanan untuk mencegah iritasi lambung.
Kecepatan yang direkomendasikan adalah pemberian dengan ketinggian
sekitar 45 cm dari abdomen.
57

4. Perhatikan interaksi obat dengan makanan, terutama dengan susu jika


ada pemberian obat per oral.

Prosedur pemberian makan via NGT meliputi:


1. Menerangkan prosedur pada klien
2. Mencuci Tangan dan Memasang sarung tangan (Hanscoen)
3. Klien tetap dalam posisi semi fowler tinggi atau dengan kepala tempat
tidur ditinggikan 30° atau lebih selama 30 menit setelah memberikan
makan melalui selang
4. Melalui corong masukkan air matang atau air teh sekurang-kurangnya
15 cc. Pada tahap permulaan, corong dimiringkan dan tuangkan
makanan melalui pinggirnya. Setelah penuh, corong ditegakkan
kembali.
5. Klem dibuka perlahan-lahan
6. Alirkan makanan cair dengan perlahan. Atur kecepatan dengan cara
meninggikan spuit. Jika klien merasa tidak nyaman dengan
lambungnya, klem selang NGT beberapa menit.
7. Jika makanan cair akan habis, isi kembali (jangan biarkan udara masuk
ke lambung)
8. Bila klien harus minum obat, obat harus dilarutkan dan diberikan
sebelum makanan habis.
9. Setelah makanan habis, selang dibilas dengan air masak. Kemudian
pangkal selang segera di klem.
10. Rapikan Klien, peralatan dibereskan dan dikembalikan ke tempat
semula.
11. Mendokumentasikan prosedur: Catat jumlah dan jenis makanan,
pastikan letak selang, patensi selang, respon klien terhadap makanan
dan adanya efek merugikan
12. Cuci tangan

C. ALAT DAN BAHAN


58

Alat yang digunakan dalam pemberian nutrisi via NGT meliputi:


1. Spuit dengan ukuran 20-50 cc
2. Gelas ukur 60 ml
3. Corong
4. Sarung tangan/Hanscoen
5. Tissue
6. Bengkok
7. Formula makanan yang diresepkan (makanan cair sesuai dengan
kebutuhan)
8. Air matang (hangat)
9. Bila ada obat yang harus diberikan, dihaluskan terlebih dahulu dan
dicampurkan dalam makanan/ air.

D. TOOLS PENILAIAN
NO KOMPONEN PENILAIAN BOBOT NILAI
A FASE ORIENTASI
1 Mengucapkan salam 2
2 Memperkenalkan diri 2
3 Menjelaskan tujuan tindakan dan 2
mengingatkan membaca doa sebelum dan
sesudah diberikan makan via NGT
4 Menjelaskan langkah dan prosedur 2
5 Menanyakan kesiapan pasien 2
B FASE KERJA
1 Mencuci tangan, Mengucapkan Basmalah 5
2 Menjaga privacy pasien 5
3 Mengatur posisi semi fowler/fowler 5
4 Memasang perlak dan pengalas pada dada 5
pasien
5 Memakai sarung tangan 5
6 Melakukan aspirasi isi lambung untuk 6
mengetahui adanya residu
7 Menutup klem 5
8 Memasang corong 5
9 Memasukan air matang, membuka 5
klem,tinggikan 30 cm diatas permukaan
sebelum air habis klem kembali
10 Memasukan makanan cair, membuka 5
klem,tinggikan 30 cm diatas permukaan klem
59

kembali sebelum air habis


11 Membilas slang dengan air matang, membuka 5
klem, tinggikan 30 cm diatas permukaan
sebelum air habis klem kembali
12 Menutup kembali ujung NGT dengan klem 5
13 Membersihkan sisa makanan pada pasien 5
14 Merapihkan pasien dan alat 5
15 Mengucapkan Hamdalah, Mencuci tangan 5
C FASE TERMINASI
1 Melakukan evaluasi tindakan 2
2 Menyampaikan rencana tindak lanjut 2
3 Berpamitan 2
D PENAMPILAN SELAMA TINDAKAN
1 Ketenangan selama melakukan tindakan 2
2 Melakukan komunikasi terapeutik selama 2
tindakan
3 Ketelitian selama tindakan 2
4 Keamanan pasien selama tindakan 2
Jumlah 100

E. RANGKUMAN
Memberikan makan cair melalui selang lambung (enteral) adalah proses
memberikan melalui saluran cerna dengan menggunakan selang NGT ke
arah lambung. Dengan tujuan memberikan makan cair melalui selang
lambung (enteral) diantaranya adalah memenuhi kebutuhan nutrisi pasien,
beberapa hal yang harus diperhatikan adalah harus menghindari mendorong
makanan untuk mencegah iritasi lambung. Kecepatan yang
direkomendasikan adalah pemberian dengan ketinggian sekitar 45 cm dari
abdomen. Perhatikan jenis makanan yang diberikan.

F. EVALUASI FORMATIF
Lakukanlah praktikum pemberian makan NGT pada phantom yang
ada dan catat hasilnya dalam laporan praktikum pemberian nutrisi via NGT.
60

J. LAPORAN PRAKTIKUM PEMBERIAN NUTRISI VIA NGT


61

PERAWATAN KOLOSTOMI

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan mampu melakukan
perawatan kolostomi.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Kolostomi adalah sebuah lubang yang dibuat oleh dokter ahli bedah
pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Kolostomi sebagai suatu
pembuatan lubang sementara atau permanen dari usus besar melalui dinding
perut untuk mengeluarkan feses. Kolostomi merupakan lubang yang dibuat
melalui lubang dinding abdomen kedalam kolon iliaka untuk mengeluarkan
feses. Lubang kolostomi yang muncul dipermukaan yang berupa mukosa
kemerahan disebut dengan stoma. Untuk mengambil keluaran dari stoma,
diperlukan sebuah kantong sekali pakai atau kantong drainase yang disebut
appliance yang dilekatkan pada stoma. Karena kontrol sfingter normal tidak
digunakan, mungkin akan muncul masalah-masalah kebocoran,
pengendalian bau dan iritasi di sekitar area. Perlengkapan ostomi terdiri atas
satu lapis dengan barier kulit hipoalergik untuk mempertahankan integritas
kulit peristomal. Perlindungan kulit peristomal adalah aspek penting
dalam perawatan stoma.
Tujuan perawatan kolostomi untuk:
1. Menjaga kebersihan pasien
2. Mencegah terjadinya infeksi
3. Mencegah iritasi kulit sekitar stoma
4. Mempertahankan kenyamanan pasien dan lingkungannya

Komplikasi pada stoma yang dapat terjadi jika tidak dilakukan


perawatan adalah dapat terjadi obstruksi/penyumbatan yang diakibatkan
karena adanya perlengketan usus atau adanya pergeseran feses yang sulit
dikeluarkan, stenosis akibat penyempitan lumen, prolap pada stoma akibat
kelemahan otot abdomen, perdarahan stoma akibat tidak adekuatnya
62

haemostasis dari jahitan batas mucocutaneus, edema jaringan stoma akibat


tekanan dari hematoma peristomal dan pengkerutan dari kantong
kolostomi, nekrotik stoma akibat cedera pada pembuluh darah stoma, dan
retraksi/pengkerutan stoma akibat kantong stoma yang terlalu
sempit/tidak pas untuk ukuran stoma dan akibat jaringan scar disekitar
stoma. Oleh sebab itu, sangatlah penting dilakukan perawatan stoma untuk
menjaga area tersebut agar tetap bersih dan kering. Untuk menampung
drainase, digunakan kantong kolostomi sekali pakai yang menutupi stoma.
Kantong tersebut ditahan menggunakan sabuk atau perekat.
Lokasi kolostomi ditentukan oleh masalah medis dan kondisi umum
klien. Kolostomi dapat dibuat secara permanen ataupun temporer
(sementara) yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
Jenis Kolostomi berdasarkan sifat kolostomi
1. Kolostomi sementara dibuat misalnya pada penderita gawat perut
dengan peritoritis yang telah dilakukan reseksi sebagian kolon.
Kolostomi temporer dibuat pada pasien yang tujuannya untuk
dekompresi kolon sedangkan kolostomi permanen dibuat pada pasien
yang tidak mampu lagi untuk defekasi secara normal melalui anus, hal
ini biasanya disebabkan karena adanya keganasan, perlengketan, atau
pengangkatan kolon sigmoid dan rektum.
2. Kolostomi tetap dibuat pada reseksi rektoanal abdominoperineal
menurut quenu-milles berupa anus preternaturalis.

Jenis Kolostomi Berdasarkan Bentuk Kolostomi


1. Loop Colostomy (Loop Stoma atau transversal)
Biasanya dilakukan dalam kondisi kedaruratan medis yang nantinya
kolostomi tersebut akan ditutup. Jenis kolostomi ini biasanya
mempunyai stoma yang berukuran besar, dibentuk di kolon transversal,
dan bersifat sementara. Loop stoma merupakan jenis kolostomi yang
dibuat dengan membuat mengangkat usus ke permukaan abdomen,
kemudian membuka dinding usus bagian anterior untuk memungkinkan
63

keluarnya feses. Biasanya pada loop stoma selama 7 hingga 10 hari


pasca pembedahan disangga oleh semacam tangkai plastik guna
mencegah stoma masuk kembali ke dalam rongga abdomen.

Gambar Loop Stoma

2. End Colostomy (End stoma)


Terdiri dari satu stoma, yang dibentuk dari ujung proksimal usus dengan
bagian distal saluran GI dapat dibuang atau dijahit tertutup (disebut
Kantong Hartman) dan dibiarkan didalam rongga abdomen, end
colostomy merupakan hasil terapi bedah pada kanker kolorektal. End
stoma merupakan jenis kolostomi yang dibuat dengan memotong usus
dan mengeluarkan ujung usus proksimal ke permukaan abdomen
sebagai stoma tunggal. Usus bagian distal akan diangkat atau dijahit
dan ditinggalkan dalam rongga abdomen.

Gambar End Stoma

3. Double-Barrel Colostomy (Fistula Mukus)


Terdiri dari dua stoma yang berbeda yaitu stoma proksimal yang
berfungsi dan stoma distal yang tidak berfungsi. Fistula mukus
merupakan bagian usus distal yang dikeluarkan ke permukaan
64

abdomen sebagai stoma nonfungsi. Biasanya fistula mukus terdapat


pada jenis stoma double barrel dimana segmen proksimal dan distal
usus di keluarkan ke dinding abdomen sebagai dua stoma yang terpisah.

Double-Barrel Stoma

4. Tube Caecostomies
Stoma pada Tube Caecostomies bukan merupakan stoma dari kolon,
karena kolon tidak dikeluarkan hingga ke permukaan abdomen. Tipe
kolostomi ini menggunakan kateter foley yang masuk ke dalam sekum
hingga ujung apendiks pasca operasi apendiktomi melalui dinding
abdomen. Kateter ini membutuhkan irigasi secara teratur untuk
mencegah sumbatan

Keadaan stoma yang baik adalah berwarna merah muda yang agak
gelap mendekati warna merah. Apabila mengalami gangguan sirkulasi,
stoma akan berubah warna menjadi merah gelap. Beberapa hari pertama
stoma akan menjadi oedema dan akan menciut. Oleh karena itu, perawatan
stoma dapat dilakukan dengan tujuan untuk menjaga kebersihan pasien,
mencegah terjadinya infeksi, mencegah terjadinya iritasi pada kulit sekitar
stoma, dan untuk mempertahankan kenyamanan pasien dan lingkungannya.
Kulit stoma harus dicuci dengan menggunakan air hangat dan dikeringkan
segera. Kulit harus dijaga bebas dari cairan intestinal yang mungkin akan
keluar. Sebuah barier kulit seperti topical sprays, ostomi cream,
65

stomahesive, bedak karaya, dan produk lainnya dapat menjadi proteksi bagi
kulit. Sebuah kantong kolostomi yang sekali pakai, open-ended, dan
transparan lebih mudah untuk memproteksi kulit sekaligus dapat dilihat
komponen didalamnya. Kantong harus sesuai atau pas untuk mencegah
kebocoran sekitar stoma. Ukuran stoma ditentukan oleh kartu pengukur
stoma. Kantong kolostomi akan dipasang setelah pembedahan tetapi belum
berfungsi. Kolostomi akan berfungsi 2 sampai 4 hari lagi setelah operasi
ketika peristaltik usus sudah cukup pulih.
Volume, warna, dan konsistensi drainase harus dicatat. Setiap kali
kantong kolostomi tersebut diganti, kondisi kulit harus diamati apakah ada
iritasi atau sebagai pertimbangan tindakan. Kantong kolostomi yang kotor
tidak boleh digunakan lagi secara langsung pada kulit yang sudah teriritasi.
Kantong kolostomi dapat juga dipakai untuk mengumpulkan drainase.
Kolostomi yang berada di kolon asendens dan tranversum mempunyai
karakteristik tinja yang semiliquid dan lebih sulit dikendalikan daripada
kolostomi di sisi kiri usus besar. Sedangkan kolostomi yang berada di kolon
sigmoid atau menurun memiliki karakteristik tinja yang semipadat dan
lebih mudah untuk mengkelolanya. Ada klien yang mungkin memakai
kantong drainase atau mungkin ada juga yang tidak memakai kantong
drainase. Sebuah cap (pengatur udara) dapat dikenakan di atas stoma untuk
membantu mengontrol bau. Deodorized seperti nilodar, arang, tablet
klorofil, atau oral bismut subcarbonat (derifil) akan membantu mengontrol
bau.
Rabas efluen akan bervariasi sesuai dengan tipe ostomi. Pada
kolostomi transversal, terdapat feses lunak dan berlendir yang mengiritasi
kulit. Pada kolostomi desenden atau kolostomi sigmoid, feses agak padat
dan sedikit mengiritasi kulit. Pasien dianjurkan melindungi kulit peristoma
dengan sering mencuci area tersebut menggunakan sabun ringan,
memberikan barier kulit protektif disekitar stoma, dan mengamankannya
dengan melekatkan kantung drainase. Bedak nistatin (Mycostatin) dapat
ditebarkan sedikit pada kulit peristoma bila terdapat iritasi atau pertumbuhan
66

jamur.
Kulit dibersihkan dengan perlahan menggunakan sabun ringan, dan
waslap lembab serta lembut. Adanya kelebihan barier kulit dibersihkan.
Sabun bertindak sebagai agen abrasive ringan untuk mengangkat residu
enzim dari tetesan fekal. Selama kulit dibersihkan, kassa dapat digunakan
untuk menutupi stoma atau tampon vagina dapat dimasukkan dengan
perlahan untuk mengabsorpsi kelebihan drainase. Stoma diukur untuk
menentukan ukuran kantung yang tepat. Lubang kantung harus sekitar 0,3
cm lebih besar dari stoma. kulit dibersihkan sesuai prosedur di atas. Barier
kulit peristoma dipasang. Kantung kemudian dipasang dengan cara
membuka kertas perekat dan menekannya diatas stoma selam 30 detik.
Iritasi kulit ringan memerlukan tebaran bedak karaya pada kulit atau bedak
stomahesive sebelum kantung dilekatkan.
Macam-Macam Jenis Kantong Kolostomi
1. Menurut jenis “Base Plate”/“Faceplate”/Lapisan dasar yang
menempel di kulit sekitar stoma:
a. “One piece system”/sistem satu lempengan (lapisan): pada
sistem ini lapisan dasarnya ada yang seperti perekat “double tape”
saja, dan ada pula yang memiliki “skin barrier”.
b. “Two pieces system”/sistem dua lempengan (lapisan)”: pada
sistem ini lapisan dasarnya sudah dibekali dengan “skin barrier”, dan
pasangannya/tangkupannya sesuai dengan ukurannya masing-masing
(tidak boleh beda ukuran).
2. Menurut bentuk “Base Plate”/“Faceplate”/“Wafer”/Lapisan dasar yang
menempel pada kulit sekitar stoma, ada 2 (dua) jenis:
a. Standard/Normal flange base plate/face plate.
b. Convex flange base plate / face plate.
3. Menurut bentuk kantong stomanya, ada 3 (tiga) jenis:
a. Closed pouch/kantong yang tertutup pada bagian bawahnya.
b. Drainable pouch/kantong yang terbuka pada bagian bawahnya
(barus ditutup menggunakan klip.
67

c. Mini closed pouch/kantong stoma yang kecil.


4. Menurut warna kantong stomanya, ada 2 (dua):
a. Clear bag/Transparant bag/kantong transparan.
b. Opaque bag/kantong warna gelap (sesuai dengan warna kulit).
5. Menurut jenis stomanya, ada 2 (dua):
a. Kantong stoma untuk menampung feses.
b. Kantong stoma untuk menampung urin.

Prosedur Pelaksanaan
1. Sediakan alat-alat
2. Tempatkan pasien pada posisi terlentang
3. Cuci tangan
4. Gunakan sarung tangan
5. Letakkan perlak dan alasnya di bagian kanan atau kiri pasien sesuai
letak stoma.
6. Meletakkan bengkok di atas perlak dan didekatkan ke tubuh pasien
7. Mengobservasi produk stoma (warna, konsistensi, dll)
8. Membuka kantong kolostomi secara hati-hati dengan menggunakan
pinset dan tangan kiri menekan kulit pasien
9. Meletakan colostomy bagian kotor dalam bengkok
10. Melakukan observasi terhadap kulit dan stoma
- Stoma : Tampilan
- Kulit Peristoma : Kondisi
- Tinja : Jumlah, warna, konsistensi dan adanya bau aneh
- Status emosional
11. Membersihkan colostomy dan kulit disekitar colostomy dengan kapas
sublimat / kapas hangat (air hangat)/ NaCl
12. Mengeringkan kulit sekitar colostomy dengan sangat hati-hati
menggunakan kassa steril
13. Memberikan zink salep (tipis-tipis) jika terdapat iritasi pada kulit
sekitar stoma
68

14. Menyesuaikan lubang colostomy dengan stoma colostomy


15. Menempelkan kantong kolostomi dengan posisi vertical/ horizontal/
miring sesuai kebutuhan pasien
16. Memasukkan stoma melalui lubang kantong kolostomi
17. Merekatkan/memasang kolostomy bag dengan tepat tanpa udara
didalamnya
18. Merapikan klien dan lingkungannya
19. Membereskan alat-alat dan membuang kotoran
20. Melepas sarung tangan
21. Mencuci tangan
22. Membuat laporan

C. ALAT DAN BAHAN


Alat yang digunakan dalam perawatan kolostomi meliputi:
1. Colostomy bag atau cincin tumit, bantalan kapas, kain berlubang, dan
kain persegi empat
2. Set ganti balut
3. Kapas sublimate/kapas basah, NaCl
4. Kapas kering atau tissue
5. Sarung tangan bersih
6. Kantong untuk balutan kotor
7. Baju ruangan / celemek
8. Bethadine (bila perlu) bila mengalami iritas
9. Zink salep
10. Perlak dan alasnya
11. Plester dan gunting
12. Bila perlu obat desinfektan
13. Bengkok

D. TOOLS PENILAIAN
69

NO KOMPONEN PENILAIAN BOBOT NILAI


A FASE ORIENTASI
1 Mengucapkan salam 2
2 Memperkenalkan diri 2
3 Menjelaskan tujuan tindakan dan mendoakan 2
pasien
4 Menjelaskan langkah dan prosedur 2
5 Menanyakan kesiapan pasien 2
B FASE KERJA
1 Mencuci tangan, Mengucapkan Basmalah 6
2 Memakai Sarung tangan bersih 6
3 Meletakan perlak dan pengalasnya dibagian 6
kanan/kiri sesuai letak stoma
4 Meletakan bengkok diatas perlak dan 6
didekatkan ke tubuh pasien
5 Membuka kantong kolostomi dengan pinset 6
secara hati-hati dan tangan kiri menekan kulit
pasien (untuk menghindari kulit tertarik)
6 Membersihkan kulit sekitar stoma dengan 7
kapas NaCl 0,9 % atau kapas basah (air
hangat)
7 Membersihkan stoma dengan kapas Nacl 0,9 7
% kapas basah (air hagat )
8 Mengeringkan kulit sekitar stoma dengan 7
kassa steril
9 Ukur lubang stoma, potong lubang sesuai 7
ukuran stoma ditambah 0,3 cm, buka perekat
kantong kolostomi
10 Menempelkan kantong kolostomi dengan 6
posisi benar (sedikit ke arah samping pada
pasien tidak sadar atau ke bawah pada pasien
sadar)
11 Merapihkan pasien dan merapihkan kembali 6
alat-alat dan membuang sampah
12 Melepas sarung tangan, Mengucapkan 6
Hamdalah, Mencuci tangan
C FASE TERMINASI
1 Melakukan evaluasi tindakan 2
2 Menyampaikan rencana tindak lanjut 2
3 Berpamitan 2
D PENAMPILAN SELAMA TINDAKAN
1 Ketenangan selama melakukan tindakan 2
2 Melakukan komunikasi terapeutik selama 2
tindakan
3 Ketelitian selama tindakan 2
70

4 Keamanan pasien selama tindakan 2


Jumlah 100

E. RANGKUMAN
Perawatan kolostomi perlu dilakukan dengan hati-hati terutama pada
anak, perhatikan terhadap kulit dan stoma tentang stoma (tampilan), kulit
peristoma (kondisi), feses (jumlah, warna, konsistensi dan adanya bau aneh)
status emosional. Catat hasil tersebut dalam lembar catatan.

F. EVALUASI FORMATIF
Lakukanlah praktikum perawatan kolostomi pada phantom yang ada
dan catat hasilnya dalam laporan praktikum perawatan kolostomi.

K. LAPORAN PRAKTIKUM PERAWATAN KOLOSTOMI


71
72

PERAWATAN LUKA OPERASI SISTEM PENCERNAAN

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan mampu
melakukan perawatan luka operasi pada sistem pencernaan.

B. TINJAUAN PUSTAKA
Berbagai macam penyakit yang memerlukan proses pembedahan karena
berbagai indikasi sehingga pasien harus dilakukan tindakan operasi.
Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang
menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh
yang akan ditangani. Salah satu dari berbagai macam tindakan pembedahan
adalah laparotomi yang merupakan suatu tindakan sayatan (insisi) melalui
dinding perut atau abdomen. Tindakan laparotomi biasa dipertimbangkan
atas indikasi apendiksitis, hernia, kista ovarium, kanker servis, pada dinding
abdominal yang cukup lebar.
Definisi luka adalah terputusnya kontinuitas jaringan karena cedera
atau pembedahan. Luka bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis,
sifat, proses penyembuhan, dan lama penyembuhan. Berdasarkan sifat,
yaitu: abrasi, kontusio, insisi, laserasi, terbuka, penetrasi, puncture, sepsis,
dan lain-lain. Klasifikasi berdasarkan struktur lapisan kulit, meliputi:
superfisial, yang melibatkan lapisan epidermis; partial thickness, yang
melibatkan lapisan epidermis dan dermis; dan full thickness yang
melibatkan epidermis, dermis, lapisan lemak, fascia, dan bahkan sampai
ke tulang. Berdasarkan proses penyembuhan, dapat dikategorikan menjadi
tiga, yaitu:
1. Penyembuhan primer (healing by primary intention)
Tepi luka bisa menyatu kembali, permukaan bersih, tidak ada jaringan
yang hilang. Biasanya terjadi setelah suatu insisi. Penyembuhan luka
berlangsung dari internal ke eksternal.
2. Penyembuhan sekunder (healing by secondary intention)
73

Sebagian jaringan hilang, proses penyembuhan berlangsung mulai dari


pembentukan jaringan granulasi di dasar luka dan sekitarnya.
3. Delayed primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan luka berlangsung lambat, sering disertai infeksi,
diperlukan penutupan luka secara manual.

Berdasarkan tingkat kontaminasi


1. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana
tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem
pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih
biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan
drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya
infeksi luka sekitar 1% - 5%.
2. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan
luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau
perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi,
kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
3. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka,
fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar
dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada
kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen.
Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
4. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.

Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka


1. Stadium I: Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema): yaitu luka
yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
2. Stadium II: Luka “Partial Thickness”: yaitu hilangnya lapisan kulit
pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka
74

superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang
yang dangkal.
3. Stadium III: Luka “Full Thickness”: yaitu hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas
sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya.
Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak
mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang
dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
4. Stadium IV: Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot,
tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

Berdasarkan mekanisme terjadinya luka:


1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen
yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih
(aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah
yang luka diikat (Ligasi)
2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh
suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak,
perdarahan dan bengkak.
3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan
benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti
peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang
kecil.
5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam
seperti oleh kaca atau oleh kawat.
6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus
organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya
kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.
7. Luka Bakar (Combustio)
75

Berdasarkan lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi akut dan


kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan terjadi dalam 2-3 minggu.
Sedangkan luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak ada tanda-
tanda sembuh dalam jangka lebih dari 4-6 minggu. Luka insisi bisa
dikategorikan luka akut jika proses penyembuhan berlangsung sesuai
dengan proses penyembuhan normal, tetapi bisa juga dikatakan luka
kronis jika penyembuhan terlambat (delayed healing) atau jika menunjukkan
tanda-tanda infeksi.
Proses Penyembuhan Luka dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
1. Fase inflamasi:
a. Hari ke-0 sampai 5.
b. Respons segera setelah terjadi injuri berupa pembekuan darah
untuk mencegah kehilangan darah.
c. Karakteristik: tumor, rubor, dolor, color, functio laesa.
d. Fase awal terjadi hemostasis.
e. Fase akhir terjadi fagositosis.
f. Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi.

Gambar Fase Inflamasi

2. Fase proliferasi atau epitelisasi


a. Hari ke-3 sampai 14.
b. Disebut juga fase granulasi karena adanya pembentukan jaringan
granulasi; luka tampak merah segar, mengkilat.
c. Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi: fibroblas, sel inflamasi,
76

pembuluh darah baru, fibronektin, dan asam hialuronat.


d. Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan
lapisan epidermis pada tepian luka.
e. Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi.

Gambar Fase Proliferasi

3. Fase maturasi atau remodelling


a. Berlangsung dari beberapa minggu sampai 2 tahun.
b. Terbentuk kolagen baru yang mengubah bentuk luka serta
peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength).
c. Terbentuk jaringan parut (scar tissue) 50-80% sama kuatnya
dengan jaringan sebelumnya.
d. Pengurangan bertahap aktivitas seluler and vaskulerisasi jaringan
yang mengalami perbaikan.

Gambar Fase Maturasi


77

Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka:


1. Status imunologi atau kekebalan tubuh: Penyembuhan luka adalah
proses biologis yang kompleks, terdiri dari serangkaian peristiwa
berurutan bertujuan untuk memperbaiki jaringan yang terluka.P eran
sistem kekebalan tubuh dalam proses ini tidak hanya untuk mengenali
dan memerangi antigen baru dari luka, tetapi juga untuk proses
regenerasi sel.
2. Kadar gula darah: Peningkatan gula darah akibat hambatan sekresi
insulin, seperti pada penderita diebetes melitus, juga menyebabkan
nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel, akibatnya terjadi penurunan
protein dan kalori tubuh.
3. Rehidrasi dan pencucian luka: Dengan dilakukan rehidarasi dan
pencucian luka, jumlah bakteri di dalam luka akan berkurang, sehingga
jumlah eksudat yang dihasilkan bakteri akan berkurang.
4. Nutrisi: Nutrisi memainkan peran ter- tentu dalam penyembuhan
luka. Misalnya, vitamin C sangat penting untuk sintesis kolagen,
vitamin A meningkatkan epitelisasi, dan seng (zinc) diperlukan untuk
mitosis sel dan proliferasi sel. Semua nutrisi, termasuk protein,
karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral, baik melalui dukungan
parenteral maupun enteral, sangat dibutuhkan. Malnutrisi
menyebabkan berbagai perubahan metabolik yang mempengaruhi
penyembuhan luka.
5. Kadar albumin darah: Albumin sangat berperan untuk mencegah
edema, albumin berperan besar dalam penentuan tekanan onkotik
plasma darah. Target albumin dalam penyembuhan luka adalah 3,5-5,5
g/dl.
6. Suplai oksigen dan vaskulerisasi
Oksigen merupakan prasyarat untuk proses reparatif, seperti
proliferasi sel, pertahanan bakteri, angiogenesis, dan sintesis
kolagen. Penyembuhan luka akan terhambat bila terjadi hipoksia
78

jaringan.
7. Nyeri: Rasa nyeri merupakan salah satu pencetus peningkatan hormon
glukokortikoid yang menghambat proses penyembuhan luka.
8. Kortikosteroid: Steroid memiliki efek antagonis terhadap faktor-faktor
pertumbuhan dan deposisi kolagen dalam penyembuhan luka. Steroid
juga menekan sistem kekebalan tubuh/sistem imun yang sangat
dibutuhkan dalam penyembuhan luka.

Komplikasi penyembuhan luka meliputi infeksi, perdarahan, dehiscence


dan eviscerasi.
1. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama
pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering
muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa
infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri,
kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan
peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit
membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah
oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat
ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika
mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah
pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu. Jika perdarahan berlebihan
terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan.
Pemberian cairan dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan.
3. Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling
serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total.
Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan.
Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, multiple
79

trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan


dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka.
Dehiscence luka dapat terjadi 4-5 hari setelah operasi sebelum
kollagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi
terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar,
kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera
dilakukan perbaikan pada daerah luka

Profesional perawat percaya bahwa penyembuhan luka yang terbaik


adalah dengan membuat lingkungan luka tetap kering. Perkembangan
perawatan luka sejak tahun 1940 hingga tahun 1970, tiga peneliti telah
memulai tentang perawatan luka. Hasilnya menunjukkan bahwa lingkungan
yang lembab lebih baik daripada lingkungan kering. Winter (1962)
mengatakan bahwa laju epitelisasi luka yang ditutup poly-etylen dua kali
lebih cepat daripada luka yang dibiarkan kering. Hasil penelitian ini
menyimpulkan bahwa migrasi epidermal pada luka superficial lebih cepat
pada suasana lembab daripada kering, dan ini merangsang perkembangan
balutan luka modern. Perawatan luka lembab tidak meningkatkan infeksi.
Pada kenyataannya tingkat infeksi pada semua jenis balutan lembab adalah
2,5 %, lebih baik dibanding 9 % pada balutan kering. Rowel (1970)
menunjukkan bahwa lingkungan lembab meningkatkan migrasi sel epitel ke
pusat luka dan melapisinya sehingga luka lebih cepat sembuh. Konsep
penyembuhan luka dengan teknik lembab ini merubah penatalaksanaan luka
dan memberikan rangsangan bagi perkembangan balutan lembab.
Penggantian balutan dilakukan sesuai kebutuhan tidak hanya
berdasarkan kebiasaan, melainkan disesuaikan terlebih dahulu dengan tipe
dan jenis luka. Penggunaan antiseptik hanya untuk yang memerlukan saja
karena efek toksinnya terhadap sel sehat. Untuk membersihkan luka hanya
memakai normal saline. Citotoxic agent seperti povidine iodine, asam
asetat, seharusnya tidak secara sering digunakan untuk membersihkan luka
karena dapat menghambat penyembuhan dan mencegah reepitelisasi.
80

Luka dengan sedikit debris dipermukaannya dapat dibersihkan dengan


kassa yang dibasahi dengan sodium klorida dan tidak terlalu banyak
manipulasi gerakan.
Tepi luka seharusnya bersih, berdekatan dengan lapisan sepanjang tepi
luka. Tepi luka ditandai dengan kemerahan dan sedikit bengkak dan hilang
kira-kira satu minggu. Kulit menjadi tertutup hingga normal dan tepi luka
menyatu. Perawat dapat menduga tanda dari penyembuhan luka bedah insisi
:
1. Tidak ada perdarahan dan munculnya tepi bekuan di tepi luka.
2. Tepi luka akan didekatkan dan dijepit oleh fibrin dalam bekuan
selama satu atau beberapa jam setelah pembedahan ditutup.
3. Inflamasi (kemerahan dan bengkak) pada tepi luka selama 1 – 3 hari.
4. Penurunan inflamasi ketika bekuan mengecil
5. Jaringan granulasi mulai mempertemukan daerah luka. Luka
bertemu dan menutup selama 7 – 10 hari. Peningkatan inflamasi
digabungkan dengan panas dan drainase mengindikasikan infeksi luka.
Tepi luka tampak meradang dan bengkak.
6. Pembentukan bekas luka.
7. Pembentukan kollagen mulai 4 hari setelah perlukan dan berlanjut
sampai 6 bulan atau lebih.
8. Pengecilan ukuran bekas luka lebih satu periode atau setahun.
Peningkatan ukuran bekas luka menunjukkan pembentukan kelloid.

Tujuan perawatan luka meliputi:


1. Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka
2. Absorbsi drainase
3. Menekan dan imobilisasi luka
4. Mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis
5. Mencegah luka dari kontaminasi bakteri
6. Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing
7. Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien
81

Cara kerja perawatan luka pada berbagai kondisi luka dan


terdapat drain:
1. Jelaskan kepada pasien tentang apa yang akan dilakukan.
2. Jaga privasi dan tutup jendela/pintu kamar
3. Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang menyenangkan. Bukan
hanya pada daerah luka, gunakan selimut mandi untuk menutup pasien
jika perlu.
4. Tempatkan tempat sampah pada tempat yang dapat dijangkau. Bisa
dipasang pada sisi tempat tidur.
5. Angkat plester atau pembalut.
6. Jika menggunakan plester angkat dengan cara menarik dari kulit
dengan hati-hati kearah luka. Gunakan bensin untuk melepaskan jika
perlu.
7. Keluarkan balutan atau surgipad dengan tangan jika balutan kering
atau menggunakan sarung tangan jika balutan lembab. Angkat balutan
menjauhi pasien.
8. Tempatkan balutan yang kotor dalam kantong plastik.
9. Buka set steril
10. Tempatkan pembungkus steril di samping luka
11. Angkat balutan paling dalam dengan pinset dan perhatikan jangan
sampai mengeluarkan drain atau mengenai luka insisi. Jika gaas
dililitkan pada drain gunakan 2 pasang pinset, satu untuk mengangkat
gaas dan satu untuk memegang drain.
12. Catat jenis drainnya bila ada, banyaknya jahitan dan keadaan luka.
13. Buang kantong plastik. Untuk menghindari dari kontaminasi ujung
pinset dimasukkan dalam kantong kertas, sesudah memasang balutan
pinset dijauhkan dari daerah steril.
14. Membersihkan luka menggunakan pinset jaringan atau arteri dan kapas
dilembabkan dengan anti septik, lalu letakkan pinset ujungnya labih
rendah daripada pegangannya. Gunakan satu kapas satu kali mengoles,
82

bersihkan dari insisi kearah drain :


a. Bersihkan dari atas ke bawah daripada insisi dan dari tengah keluar
b. Jika ada drain bersihakan sesudah insisi
c. Untuk luka yang tidak teratur seperti dekubitus ulcer, bersihkan
dari tengah luka kearah luar, gunakan pergerakan melingkar.
15. Ulangi pembersihan sampai semua drainage terangkat.
16. Olesi zalf atau powder. Ratakan powder diatas luka dan gunakan alat
steril.
17. Gunakan satu balutan dengan plester atau pembalut
18. Amnkan balutan dengan plester atau pembalut
19. Bantu pasien dalam pemberian posisi yang menyenangkan.
20. Angkat peralatan dan kantong plastik yang berisi balutan kotor.
Bersihkan alat dan buang sampah dengan baik.
21. Cuci tangan

C. ALAT DAN BAHAN


Alat dan bahan yang digunakan dalam perawatan luka meliputi:
1. Set steril (bak instrumen, kom, kapas, kassa, pinset (anatomis,sirurgis),
korentang)
2. Sarung tangan steril
3. Larutan anti septik (sesuai protap pemberian: zalf, NaCl, povidone
iodine dll)
4. Bengkok dan kantong tahan air untuk tempat balutan lama
5. Alkohol/bensin untuk melepas plester
6. Gunting plester, Plester atau alat pengaman balutan (hipafiks, bandage
dll)
7. Selimut mandi jika perlu, untuk menutup pasien
83

D. TOOLS PENILAIAN
NO KOMPONEN PENILAIAN BOBOT NILAI
A FASE ORIENTASI
1 Mengucapkan salam 2
2 Memperkenalkan diri 2
3 Menjelaskan tujuan tindakan dan mendoakan 2
pasien
4 Menjelaskan langkah dan prosedur 2
5 Menanyakan kesiapan pasien 2
B FASE KERJA
1 Mencuci tangan, Mengucapkan Basmalah 4
2 Jaga privasi pasien dengan memasang 4
sampiran
3 Membuka peralatan (perhatikan dalam 4
meletakan penutup peralatan)
4 Memasang perlak pengalas 4
5 Mendekatkan bengkok 4
6 Ambil hand scoen dengan korentang dan 4
memakai hand scoen
7 Membasahi perekat (plester, hipafiks dll) 4
dengan alkohol (atau NaCl), dan lepas perekat
8 Membuka balutan kassa luar 5
9 Membersihkan sekitar luka dari sisa perekat 5
10 Membuka balutan kassa dalam 5
11 Menekan sekitar luka untuk mengetahui ada 5
tidaknya pus dengan deppers (atau kassa)
12 Membersihkan luka dengan NaCl 5
13 Mengeringkan dengan kassa 5
14 Melakukan kompres desinfektan (NaCl, 5
betadin, salep dll sesuai protokol medikasi
yang diberikan)
15 Menutup luka dengan balutan, (perhatikan cara 5
menutup balutan, balutan kassa dalam
menghadap keluar, dan balutan kassa luar
menghadap ke dalam)
16 Merapihkan pasien, dan merapihkan alat 4
17 Melepas handscoon, Mengucapkan 4
Hamdalah, Mencuci tangan
C FASE TERMINASI
1 Melakukan evaluasi tindakan 2
2 Menyampaikan rencana tindak lanjut 2
3 Berpamitan 2
D PENAMPILAN SELAMA TINDAKAN
1 Ketenangan selama melakukan tindakan 2
84

2 Melakukan komunikasi terapeutik selama 2


tindakan
3 Ketelitian selama tindakan 2
4 Keamanan pasien selama tindakan 2
Jumlah 100

E. RANGKUMAN
Penggantian balutan dilakukan sesuai kebutuhan tidak hanya
berdasarkan kebiasaan, melainkan disesuaikan terlebih dahulu dengan tipe
dan jenis luka. Perhatikan kondisi luka apakah mengalami perbaikan atau
tidak terutama tepi luka seharusnya bersih, berdekatan dengan lapisan
sepanjang tepi luka. Tepi luka ditandai dengan kemerahan dan sedikit
bengkak dan hilang kira-kira satu minggu. Kulit menjadi tertutup hingga
normal dan tepi luka menyatu. Perawat dapat menduga tanda dari
penyembuhan luka bedah insisi.

F. EVALUASI FORMATIF
Lakukanlah praktikum perawatan luka post operasi sistem pencernaan
pada phantom yang ada dan catat hasilnya dalam laporan praktikum
perawatan luka operasi.

L. LAPORAN PRAKTIKUM PERAWATAN LUKA POST OPERASI


SISTEM PENCERNAAN
85
86

REFERENSI

Baum Eric D, Elden Lisa M, Handler Steven D, Tom Lawrence WC.


Blok Barbara and Nelson Bret. Nasogastric Tube.
http://www.npinstitute.com
Farrington M, Cullen L, Lang S, Stewart S. Nasogastric Tube Placement
Verification In Pediatric and Neonatal Patients. Pediatric Nursing
2009;35:17-24.
Hockenberry Marilyn J and Wilson David. Essentials of Pediatric Nursing.
Wong’s Eighth ed. Mosby Elsevier 2009;22:745-53.
Kozier Barbara, Erb Glenora, Berman Audrey and Snyder SJ. Fundamental
of Nursing : Concepts, Process and Practice Seventh ed. Pearson
Prentice Hall New Jersey 2004;45:1204-13.
Lippincott Williams & Wilkins. Nasogastric Tube Insertion and Removal.
Nursing Prosedures Fourth ed. A Wolters Kluwer Company
2004;10:544-64.
Management of Hypopharyngeal and Esophageal Perforations in
Children:Three case reports and a review of the literature. ENT-Ear,
Nose & Throat Journal 2008;87:44-7.
Moore Mary Cortney. Terapi Diet dan Nutrisi. Edisi Kedua. Hipokrates
1994;5:112-21.
Perry Anne Griffin, Peterson Veronica dan Potter Patricia A. Buku Saku
Ketrampilan & Prosedur Dasar. Edisi 5. EGC 2004;8:277-97.
Rushing Jill. Inserting A Nasogastric Tube. Nursing 2005;35:22.
Sweeney Judy. How Do I Verify NG Tube Placement?. Source Nursing
Thomsen Todd W, Shaffer Robert W and Setnik Gary S. Nasogastric
Intubation. The New England Journal of Medicine 2006;354:e16.
Wong Donna L and Hockenberry Marilyn J. Nursing Care of Infant and
Children. Wong’s Seventh ed. Mosby Elsevier 2003;27:1162-64.
Biodata Penulis

Kasron, lahir di Cilacap, 06 April 1986. Riwayat Pendidikan Keperawatan dan


Profesi Keperawatan di Universitas Diponegoro pada tahun 2004-2009, kemudian
melanjutkan pendidikan Magister Keperawatan di Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia pada tahun 2014-2016. Saat ini Penulis mengajar di
STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap sejak tahun 2009 sampai sekarang.
Penulis telah menghasilkan beberapa karya buku ajar diantaranya Buku Ajar
Anatomi Fisiologi Kardiovaskuler, Buku Ajar Gangguan Sistem Kardiovaskuler,
Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, Pengobatan dan Pencegahannya, Buku
Ajar Keperawatan Sistem Kardiovaskuler, Teori Keperawatan dan Tokohnya.

Untuk pemesanan Modul Praktikum Hubungi:


HP: 085600756598

Anda mungkin juga menyukai