SISTEM PENCERNAAN
CILACAP, 2017
Modul Praktikum
Sistem Pencernaan
Kasron,
Modul Praktikum Sistem Pencernaan / Kasron, S.Kep.,Ns.,M.Kep; Cilacap,
STIKES Al-Irsyad. 2017
Nama
NPM
Program Studi
Alamat
HP
Email
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah S.W.T atas rahmat, karunia dan nikmat yang tak
pernah putus sehingga penyusunan buku Modul Praktikum Sistem Pencernaan ini dapat
terselesaikan.
Secara umum buku modul ini membahas membahas tentang praktik-praktik yang
berkaitan dengan tindakan pada asuhan keperawatan sistem pencernaan. Buku modul ini
memberikan pedoman kepada mahasiswa keperawatan untuk belajar mandiri sekaligus
sebagai pelengkap praktik mandiri tentang praktik-praktik sistem pencernaan. Buku
modul ini merupakan bagian dari mata ajar Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan di
tempat penulis bekerja.
Penulis mengucapkan terimaksih kepada berbagai pihak yang telah membantu
terselesaikannya buku modul ini. Kritik dan saran yang mendukung sangat penulis
harapkan untuk menambah wawasan ilmu keperawatan.
Semoga buku modul ini bisa memberikan manfaat untuk dunia ilmu keperawatan
Indonesia.
Penulis
DAFTAR ISI
PRAKATA…………………………………………………….…………………..iii
DAFTAR ISI…………………………………………..…….................................iv
NO PRAKTIKUM HAL
1 PEMERIKSAAN FISIK MULUT 1
2 PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN 7
3 PEMERIKSAAN FISIK RECTUM-ANUS (RECTAL 28
TOUCHER)
4 ORAL HYGINE 35
5 PEMASANGAN NASOGASTRIC TUBE (NGT) 43
6 PEMBERIAN NUTRISI MELALUI NASOGASTRIC TUBE 56
(NGT)
7 PERAWATAN KOLOSTOMI 61
8 PERAWATAN LUKA OPERASI SISTEM PENCERNAAN 72
1
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan mampu
melakukan pemeriksaan fisik mulut.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Pemeriksaan fisik mulut yaitu suatu pemeriksaan yang dilakukan pada
mulut dengan atau tanpa alat yang bertujuan untuk mendapatkan informasi
atau data yang menggambarkan kondisi klien yang sesungguhnya. Teknik
pemeriksaan pada mulut meliputi inspeksi, palpasi, dan perkusi (dilakukan
hanya pada gigi).
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan mulut
yaitu :
a. Pengkajian mulut dan faring dilakukan dengan posisi duduk
b. Pencahayaan harus baik, sehingga semua bagian dalam mulut dapat
diamati dengan jelas.
c. Pengkajian di mulai dengan mengamati bibir, gigi, gusi, lidah, selaput
lendir, pipi bagian dalam, lantai dasar mulut dan palatum/langit-langit
mulut, kemudian faring.
Pemeriksaan pada rongga mulut dilakukan untuk mengkaji kondisi
mulut pasien dan secara khusus mengetahui kondisi patologis yang terjadi
pada area mulut. Seperti pasien yang dengan infeksi HIV, stomatitis, kanker
orofaring, gigi yang terinfeksi serta kondisi lainnya. Pemeriksaan pada
rongga mulut tidak dilakukan pada kondisi pasien yang mengalami kondisi
spasme ataupun dengan kondisi koma.
Tujuan dari pemeriksaan fisik mulut adalah untuk :
a. Mendapatkan informasi atau data pada area rongga mulut yang
menggambarkan kondisi klien yang sesungguhnya untuk membedakan
kondisi fisiologis dan patologis.
b. Sebagai dasar untuk kebutuhan oral hygiene pasien.
2
Selaput ini kaya akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir
saraf sensoris.
a. Bibir
Bibir atau disebut juga labia, adalah lekukan jaringan lunak yang
mengelilingi bagian yang terbuka dari mulut. Bibir terdiri dari otot
orbikularis oris dan dilapisi oleh kulit pada bagian eksternal dan
membran mukosa pada bagian internal.
b. Palatum
Palatum merupakan sebuah dinding atau pembatas yang membatasi
antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap
bagi rongga mulut. Struktur palatum sangat penting untuk dapat
melakukan proses mengunyah dan bernafas pada saat yang sama.
Palatum secara anatomis dibagi menjadi dua bagian yaitu palatum
durum (palatum keras) dan palatum mole (palatum lunak).
c. Gigi
Gigi merupakan struktur putih kecil yang ada di dalam mulut
manusia dan menjadi salah satu organ yang sangat penting dalam proses
pencernaan dalam tubuh. Gigi digunakan untuk mengoyak, mengikis,
memotong dan mengunyah makanan. Manusia memiliki dua buah
perangkat gigi, yang akan tampak pada periode kehidupan yang berbeda.
4
Perangkat gigi yang tampak pertama pada anak-anak disebut gigi susu
atau deciduous teeth. Perangkat kedua yang muncul setelah perangkat
pertama tanggal dan akan terus digunakan sepanjang hidup, disebut
sebagai gigi permanen. Gigi permanen tumbuh pada umur 6-18 tahun,
berjumlah tiga puluh dua buah yaitu : empat buah gigi seri, dua buah gigi
taring, empat buah gigi geraham kecil atau premolar, dan enam buah gigi
geraham pada setiap rahang.
d. Lidah
Lidah beserta otot-otot yang berhubungan dengan lidah merupakan
bagian yang menyusun dasar dari rongga mulut. Lidah dibagi menjadi
dua bagian yang lateral simetris oleh septum median yang berada
disepanjang lidah. Lidah menempel pada tulang hyoid pada bagian
inferior, prosesus styloid dari tulang temporal dan mandibula.
Setiap bagian lateral dari lidah memiliki komponen otot-otot
ekstrinsik dan intrinsik yang sama. Otot ekstrinsik lidah terdiri dari otot
hyoglossus, otot genioglossus dan otot styloglossus. Otot-otot tersebut
berasal dari luar lidah (menempel pada tulang yang ada di sekitar bagian
tersebut) dan masuk kedalam jaringan ikat yang ada di lidah. Otot-otot
eksternal lidah berfungsi untuk menggerakkan lidah dari sisi yang satu ke
sisi yang berlawanan dan menggerakkan ke arah luar dan ke arah dalam.
Pergerakan lidah karena otot tersebut memungkinkan lidah untuk
memosisikan makanan untuk dikunyah, dibentuk menjadi massa bundar,
dan dipaksa untuk bergerak ke belakang mulut untuk proses penelanan.
Selain itu, otot-otot tersebut juga membentuk dasar dari mulut dan
mempertahankan agar posisi lidah tetap pada tempatnya. Setiap bagian
lateral dari lidah memiliki komponen otot-otot ekstrinsik dan intrinsik
yang sama. Otot ekstrinsik lidah terdiri dari otot hyoglossus, otot
genioglossus dan otot styloglossus.
e. Kelenjar saliva
5
D. TOOLS PENILAIAN
NO KOMPONEN PENILAIAN BOBOT NILAI
A FASE ORIENTASI
1 Mengucapkan salam 2
2 Memperkenalkan diri 2
3 Menjelaskan tujuan tindakan dan mendoakan 2
pasien
4 Menjelaskan langkah dan prosedur 2
5 Menanyakan kesiapan pasien 2
B FASE KERJA
1 Mencuci tangan , Mengucapkan Basmalah 5
2 Memakai handscoon 5
3 Mengatur posisi pasien 5
Inspeksi
4 Inspeksi bibir untuk mengetahui kelainan 6
kongenital, bibir sumbing, warna bibir (pucat,
kemerahan, cyanosis), ulkus, lesi dan masa.
5 Anjurkan pasien membuka mulut, inspeksi gigi, 6
lidah, kebersihan mulut, selaput mukosa mulut.
6 Gunakan spatel lidah untuk melihat lidah belakang 6
dan gigi dan kondisi faring.
Palpasi
7 Pegang pipi diantara ibu jari dan jari telunjuk (jari 6
6
E. RANGKUMAN
Mulut atau oris merupakan organ pencernaan pertama manusia yang
merupakan jalan masuk makanan pada sistem pencernaan terdiri dari
beberapa struktur yang membentuknya, yang meliputi bibir, palatum, pipi,
lidah, kelenjar lidah, gigi dan gusi. Palatum dibagi menjadi dua bagian yaitu
palatum durum dan palatum mole. Gigi permanen berjumlah tiga puluh dua
7
buah terdiri dari gigi seri, gigi taring, geraham depan atau premolar, dan gigi
geraham belakang atau molar. Kelenjar saliva terdiri dari mayor dan minor,
kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar parotis, kelenjar submandibularis
dan kelenjar sublingualis. Selain itu terdapat juga kelenjar saliva minor yang
terdiri dari kelenjar labial, kelenjar bukal, kelenjar Bladin-Nuhn, kelenjar
Von Ebner dan kelenjar Weber.
Pemeriksaan fisik mulut berfungsi untuk mengetahui keadaan mulut
dan kelainannya. Pemeriksaan meliputi inspeksi, palpasi dan perkusi.
Peralatan yang digunakan Senter, Spatel lidah, Kasa tunggal segi empat,
Handscoon
F. EVALUASI FORMATIF
Lakukanlah pemeriksaan fisik mulut minimal pada 3 teman anda dan
catat hasilnya dalam laporan praktikum pemeriksaan fisik mulut.
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan mampu
melakukan pemeriksaan fisik abdomen.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Inspeksi
Pemeriksaan abdomen dapat dilakukan dalam posisi pasien
terlentang atau tegak. Dinding perut penderita harus dalam keadaan
rileks. Sebaiknya penderita bernafas melalui mulut atau diajak bercakap-
cakap. Kedua tungkai jika perlu dalam keadaan fleksi pada sendi paha
dan lutut. Vesika urinaria lebih baik dalam keadaan kosong. Pemeriksaan
dilakukan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Pemeriksaan meliputi bentuk abdomen, kulit dinding perut dan
umbilicus, gerak dinding perut pada pernafasan, gerak peristaltic usus
yang tampak pada dinding perut.
a. Bentuk Abdomen
Normal simetris, mendatar. Perut yang schapoid (cekung),
bentuk perut asimetris, seperti perut kodok yaitu buncit.
Nyeri tekan pantulan adalah suatu tanda penting untuk adanya iritasi
peritoneum. Tangan yang melakukan palpasi secara perlahan-lahan dan
dengan lemah-lembut ditekankan dalam –dalam ke dalam abdomen dan
kemudian secara tiba-tiba dilepaskan. Ketika peritoneum kembali ke
posisi semula, pasien dapat menggerenyit atau berteriak. Jika demikian,
tanyakanlah dengan segera tempat iritasi maksimum.
10
b. Limpa
Dalam menentukan pembesaran limpa secara palpasi, teknik
pemeriksaannya tidak banyak berbeda dengan palpasi hati. Pada
keadaan normal limpa tidak teraba. Limpa membesar mulai dari
lengkung iga kiri, melewati umbilikus sampai regio iliaka kanan.
Seperti halnya hati, limpa juga bergerak sesuai dengan gerakan
pernapasan. Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan, melewati
umbilikus di garis tengah abdomen, menuju ke lengkung iga kiri.
Pembesaran limpa diukur dengan menggunakan garis Schuffner
(disingkat dengan’S’), yaitu garis yang dimulai dari titik
lengkung iga kiri menuju ke umbilikus dan diteruskan sampai ke
spina iliaka anterior superior (SIAS) kanan. Garis tersebut dibagi
menjadi 8 bagian yang sama yaitu S1 sampai dengan S8. Palpasi
limpa dapat dipermudah dengan cara memiringkan penderita 450
ke arah kanan (ke arah pemeriksa). Setelah tepi bawah limpa
12
c. Ginjal
Palpasi bimanual, Dorong ke atas dengan tangan kiri pada
sudut ginjal dan raba ginjal dari anterior dengan menggunakan
tangan kanan. Minta penderita untuk bernapas dalam supaya ginjal
berada di antara kedua tangan. Nyeri pada ginjal sering bila terdapat
infeksi. Ginjal yang besar mungkin menunjukkan suatu tumor,
penyakit polikistik, atau hidronefrosis.
13
d. Massa
Palpasi dengan teliti seluruh abdomen, Bila di temukan massa,
gambarkan :tempat, ukuran, bentuk, konsistensi-feses mungkin
mencekung (indented) dengan penekanan, terfiksasi atau dapat di
gerakkan-apakah bergerak pada respirasi, nyeri tekan, pulsasi-
penyebaran pulsasi dari aorta atau pembengkakan yang berpulsasi,
pekak pada perkusi-terutama penting dalam penentuan apakah usus
terdapat di depan massa, apakah berubah setelah defekasi atau miksi.
e. Aorta
Palpasi pada garis tengah di atas umbilikus untuk massa yang
berpulsasi. Bila dengan mudah teraba, mungkin normal pada
penderita kurus atau aneurisma besar-ekspansif-bruit. Tekanlah
dengan tepat dan dalam pada abdomen atas sedikit ke kiri dari garis
tengah dan identifikasi posisi aorta. Aorta orang dewasa normal
tidak lebih dari 2 cm lebarnya (tidak termasuk ketebalan dinding
abdomen). Pada orang dewasa tua bila ditemui masa di abdomen
atas dan berdenyut (pulsasi) maka dicurigai adalah aneurisma aorta.
3. Perkusi abdomen
15
b. Perkusi Limpa
Normal limpa terletak pada lengkung diafragma posterior dari
linea mid aksilaris kiri. Perkussi limpa penting bila limpa membesar
(Splenomegali). Limpa dapat membesar kearah anterior, ke
19
4. Auskultasi Abdomen
Auskultasi ialah salah satu dari bagian pemeriksaan fisik, dengan
cara mendengarkan suara melalui stetoskop. Auskultasi sebaiknya
20
D. TOOLS PENILAIAN
NO KOMPONEN PENILAIAN BOBOT NILAI
A FASE ORIENTASI
1 Mengucapkan salam 2
2 Memperkenalkan diri 2
3 Menjelaskan tujuan tindakan dan mendoakan 2
pasien
4 Menjelaskan langkah dan prosedur 2
5 Menanyakan kesiapan pasien 2
B FASE KERJA
1 Mencuci tangan, Mengucapkan Basmalah 6
2 Mengatur posisi pasien 6
3 Membuka baju area abdomen hingga 4 7
kuadran terlihat jelas
4 Melakukan inspeksi dari depan dan samping 9
pasien (meliputi bentuk, warna kulit, letak
umbilikus, lesi, striae, linea gravidarum,
distribusi rambut, luka operasi dll)
5 Melakukan auskultasi (sebelum palpasi/ 10
perkusi untuk
memastikan adanya bising usus.
Auskultasi pada masing-masing kuadran dan di
titik Mc Burny. Saat di titik Mc Burny hitung
bising usus selama 1 menit.
6 Melakukan perkusi (gunakan metode zig-zag 10
atau paralel) pada semua kuadran.
Dengarkan bunyi perkusi apakah hiperesonan
karena adanya udara yang sangat banyak.
Meredup karena adanya masa atau cairan.
7 Melakukan palpasi: pada 4 kuadran dari yang 9
terdekat.
Mulai dari palpasi ringan, sedang hingga
23
E. RANGKUMAN
Pemeriksaan fisik abdomen berbeda urutannya dibanding pemeriksaan
fisik lain yang urutannya meliputi pemeriksaan inspeksi, auskultasi, palpasi
dan perkusi. Untuk inspeksi meliputi bentuk dan semua hal yang dilihat
pada seluruh area abdomen. Auskultasi digunakan untuk mendengarkan
bunyi peristaltik usus ataupun bunyi denyutan darah pada arteri pada
abdomen. Palpasi digunakana untuk menentukan kontur dan bentuk
perabaan kelainan yang terdapat pada rongga abdomen. Perkusi digunakan
untuk mendengarkan bunyi normal abdomen, apakah ada kelainan bunyi
abdomen atau tidak. Sedangkan pemeriksaan abdomen tambahan lain
meliputi lingkar perut, dan pemeriksaan tambahan pada gangguan pada
sistem pencernaan.
F. EVALUASI FORMATIF
Lakukanlah pemeriksaan fisik abdomen minimal pada 3 teman anda
dan catat hasilnya dalam laporan praktikum pemeriksaan fisik abdomen.
22
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan mampu
melakukan pemeriksaan rectal toucher.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Pemeriksaan rektum merupakan suatu bagian yang penting dalam
pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan genitourinaria. Pemeriksaan ini
penting dalam pemeriksaan untuk penyakit gastrointestinal namun juga
untuk mendeteksi penyakit lain pada organ pelvis lainnya.
Pemeriksaan colok dubur adalah suatu pemeriksaan dengan
memasukkan jari telunjuk yang sudah diberi pelicin ke dalam lubang dubur.
Pemeriksaan ini membantu klinisi untuk dapat menemukan penyakit-
penyakit pada perineum, anus, rektum, prostat, dan kandung kemih.
Pada pemeriksaan colok dubur yang dinilai adalah keadaan perianal,
perineum, tonus sfingter ani dan refleks bulbo-kavernosus (BCR), mukosa
dan ampulla rekti, serta penonjolan prostat kearah rektum. Pada
pemeriksaan perianal dapat dilihat adanya fistula perianal, skin tag, fissura,
tumor anus dan hemorrhoid. Dinilai juga keadaan perineum, apakah
meradang atau tidak. Penilaian Sfingter ani dilakukan dengan cara
merasakan adanya jepitan pada sfingter ani pada saat jari telunjuk
dimasukkan lubang anus. Colok dubur juga bertujuan untuk mencari
kemungkinan adanya massa di dalam lumen rektum, menilai mukosa dan
ampulla rektum serta keadaan prostat.
Pemeriksaan ini menimbulkan rasa tidak nyaman dan menyebabkan
kontraksi sfingter ani sehingga dapat menyulitkan pemeriksaan. Oleh karena
itu perlu dijelaskan terlebih dahulu kepada pasien tentang pemeriksaan
yang akan dilakukan, agar pasien dapat bekerja sama dalam pemeriksaan
ini.
29
D. TOOLS PENILAIAN
NO KOMPONEN PENILAIAN BOBOT NILAI
31
A FASE ORIENTASI
1 Mengucapkan salam 2
2 Memperkenalkan diri 2
3 Menjelaskan tujuan tindakan dan mendoakan 2
pasien
4 Menjelaskan langkah dan prosedur 2
5 Menanyakan kesiapan pasien 2
B FASE KERJA
1 Mencuci tangan, Mengucapkan Basmalah 5
2 Mengatur posisi pasien 5
3 Naikkan bagian teratas bokong dengan tangan 5
tidak dominan dan lakukan inspeksi anus juga
kulit disekelilingnya. Amati karakteristik kulit,
lesi, hemoroid eksternal, ulkus, inflamasi,
kemerahan,ekskoriasi, jaringan parut, ulkus,
fisura, polip atau hemoroidal eksterna
4 Minta klien untuk mengejan perhatikan adanya 6
hemoroid eksternal. Gunakan pedoman jam,
contoh pukul 12.00, untuk menjelaskan lokasi
kelainan yang ditemukan
5 Oleskan zat pelumas pada jari telunjuk yang 6
bersarung tangan
6 Peringatkan pasien bahwa jari Anda akan 6
memasuki anus. Mintalah pasien untuk rileks
dan bernapas perlahan serta dalam dan
kemudian mengjan seakan ingin buang air
besar. Hal ini akan merelaksasikan sfingter ani
eksternus dan akan mengurangi
ketidaknyamanan. Fisura dapat menyebabkan
periksaan rektum menjadi sangat nyeri
sehingga harus dihentikan dan ditunda hingga
dilakukan anastesi.
7 Saat pasien mengejan, perlahan masukkan hari 6
Anda ke dalam anus hingga kedalam rektum,
keetika jari Anda memasuki kanalis ani,
perhatikan adanya nyeri, nyeri tekan , atau
massa
8 Nilai tonus sfingter ani dengan memintaa 6
pasien menegangkan dan menjepit jari telunjuk
Anda
9 Lakuk palpasi seluruh rektum dengan cara 8
merotasikan tangan Anda searah jarum jam
dan berlawanan jarum jam untuk merasakan
adanya massa. Jika terdeteksi massa, minta lah
pasien untuk mengejan sehingga massa
tersebut mendekati jari Anda.
32
tindakan
3 Ketelitian selama tindakan 2
4 Keamanan pasien selama tindakan 2
Jumlah 100
E. RANGKUMAN
Pemeriksaan rektum merupakan suatu bagian yang penting dalam
pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan genitourinaria. Pemeriksaan ini
penting dalam pemeriksaan untuk penyakit gastrointestinal namun juga
untuk mendeteksi penyakit lain pada organ pelvis lainnya. Pemeriksaan
colok dubur adalah suatu pemeriksaan dengan memasukkan jari telunjuk
yang sudah diberi pelicin ke dalam lubang dubur. Pemeriksaan ini
membantu klinisi untuk dapat menemukan penyakit-penyakit pada
perineum, anus, rektum, prostat, dan kandung kemih.
F. EVALUASI FORMATIF
Lakukanlah pemeriksaan rectal toucher pada phantom dan catat
hasilnya dalam laporan praktikum pemeriksaan rectal toucher.
ORAL HYGINE
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan mampu melakukan
praktikum oral hygine.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Oral Hygiene (kebersihan mulut) merupakan tindakan untuk
membersihkan dan menyegarkan mulut, gigi dan gusi. Oral Hygiene adalah
melaksanakan kebersihan rongga mulut, lidah dari semua kotoran / sisa
makanan dengan menggunakan kain kasa atau kapas yang dibasahi dengan
air bersih. Oral hygiene adalah suatu perawatan mulut dengan atau tanpa
menggunakan antiseptik untuk memenuhi salah satu kebutuhan personal
hygiene klien. Secara sederhana Oral hygiene dapat menggunakan air
bersih, hangat dan matang. Oral hygiene dapat dilakukan bersama pada
waktu perawatan kebersihan tubuh yang lain seperti mandi, mengosok gigi.
Tujuan Oral Hygiene: agar mulut tetap bersih / tidak berbau, mencegah
infeksi mulut, bibir dan lidah pecah-pecah stomatitis, membantu
merangsang nafsu makan, meningkatkan daya tahan tubuh, melaksanakan
kebersihan perorangan, merupakan suatu usaha pengobatan.
Menurut Taylor et al (2000), Oral hygiene adalah tindakan yang
ditujukan untuk; 1) menjaga kontiunitas bibir, lidah dan mukosa membran
mulut; 2) mencegah terjadinya infeksi rongga mulut; dan 3) melembabkan
mukosa membran mulut dan bibir. Sedangkan menurut Clark (2005), oral
hygiene bertujuan untuk: 1) mencegah penyakit gigi dan mulut; 2)
mencegah penyakit yang penularannya melalui mulut; 3) mempertinggi
daya tahan tubuh; dan 4) memperbaiki fungsi mulut untuk meningkatkan
nafsu makan.
Pada penderita yang tidak berdaya perawat tidak boleh lupa
memberikan perhatian khusus pada mulut penderita. Pengumpulan lendir
dan terbentuknya kerak pada gigi dan bibir dikenal sebagai sordes. Jika
36
D. TOOLS PENILAIAN
Oral Hygine Pada Pasien Sadar
NO KOMPONEN PENILAIAN BOBOT NILAI
A FASE ORIENTASI
1 Mengucapkan salam 2
2 Memperkenalkan diri 2
3 Menjelaskan tujuan tindakan dan mendoakan 2
pasien
4 Menjelaskan langkah dan prosedur 2
5 Menanyakan kesiapan pasien 2
B FASE KERJA
1 Mencuci tangan, Mengucapkan Basmalah 7
2 Memposisikan pasien (semi fowler/fowler) 7
3 Memasang perlak pengalas atau handuk 7
dibawah dagu pasien
40
NaCl
8 Oleskan gentian violet pada permukaan bibir 8
9 Bereskan peralatan 8
10 Mengucapkan Hamdalah, dan Mencuci 7
tangan
C FASE TERMINASI
1 Melakukan evaluasi tindakan 2
2 Menyampaikan rencana tindak lanjut 2
3 Berpamitan 2
D PENAMPILAN SELAMA TINDAKAN
1 Ketenangan selama melakukan tindakan 2
2 Melakukan komunikasi terapeutik selama 2
tindakan
3 Ketelitian selama tindakan 2
4 Keamanan pasien selama tindakan 2
Jumlah 100
E. RANGKUMAN
Oral hygine dapat dilakukan pada pasien sadar maupun tidak sadar
dengan perbedaan pada beberapa perlakuan. Tujuan tindakan untuk menjaga
kebersihan rongga mulut. Sehingga terhindar dari beberapa komplikasi
gangguan mulut.
F. EVALUASI FORMATIF
Lakukanlah praktikum oral hygine pada phantom dan catat hasilnya
dalam laporan praktikum oral hygine.
42
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan mampu
melakukan pemasangan selang nasogastric tube (NGT).
B. TINJAUAN PUSTAKA
Pemasangan selang nasogastrik (NGT) meliputi penempatan selang
plastik yang lentur melalui nasofaring klien ke dalam lambung. Selang
mempunyai lumen pipa yang memungkinkan baik pembuangan sekresi
lambung dari dan memasukkan larutan ke dalam lambung. Prosedur ini
bermanfaat untuk tujuan diagnosis maupun terapi. Dua indikasi yang
sering yaitu untuk akses pemberian nutrisi bagi pasien yang tidak mampu
makan melalui mulut dan untuk mengevaluasi isi lambung bagi pasien yang
dicurigai mengalami perdarahan gastrointestinal. Ada beberapa tipe-tipe
NGT antara lain pipa Levin, pipa Salem sump, dan pipa Moss, namun yang
sering digunakan adalah pipa Levin. Pemasangan NGT lebih dipilih karena
lebih sederhana, aman, dan jarang menyebabkan trauma pada pasien
dibandingkan dengan pipa orogastrik. Meskipun demikian kemungkinan
terjadinya komplikasi yang serius seperti aspirasi isi lambung dapat terjadi.
Komplikasi ini dapat dicegah bila pasien koperatif, diposisikan secara
benar, serta persiapan peosedur dilakukan dengan baik serta observasi yang
tepat selama prosedur dilakukan dan memastikan posisi pipa sudah tepat.
Selain itu teknik melepaskan pipa yang benar juga dapat mengurangi
terjadinya komplikasi berupa trauma mukosa dan aspirasi.
Pipa lambung secara umum ada dua bentuk yaitu lumen tunggal dan
lumen ganda. Ukuran tube untuk dewasa berkisar 14-18 French. Macam-
macam pipa NGT :
1. Pipa Levin, terbuat dari karet dengan lumen tunggal untuk intubasi
lambung, dimasukan melalui hidung
44
2. Variasi dari pipa levin: nasogastrik plastik dan salem sump tube,
mempunyai lumen ganda, untuk drainase dan utnuk melindungi
lambung dari tekanan negatif yang besar
3. Pipa Ewald
4. Pipa Miller-Abbort, dengan lumen ganda, lumen pertama untuk aspirasi
cairan dan gas, lumen kedua dengan kantong udara di ujung distalnya
untuk memacu motilitas usus.
Tujuan pemasangan selang NGT meliputi:
1. Mengeluarkan cairan dan udara dari traktus gastrointestinalis
2. Mencegah/memulihkan mual dan muntah
3. Menentukan jumlah tekanan dan aktivitas motorik traktus
gastrointestinalis
4. Mengatasi obstruksi mekanis dan perdarahan saluran cerna bagian
atas
5. Memberikan obat-obatan dan makanan langsung ke dalam saluran
cerna
6. Mengambil spesimen cairan lambung untuk pemeriksaan laborato-
rium
Indikasi pelepasan selang NGT adalah: NGT harus segera ditarik atau
dilepas bila pasien menunjukan gejala-gejala batuk, adanya wheezing,
pasien tidak mampu bernapas, pasien tidak mampu berbicara, pasien
tampak pucat, NGT keluar dari mulut saat dilakukan pemasangan, serta
bila indikasi pemasangan NGT tidak diperlukan lagi.
Komplikasi-komplikasi dapat terjadi akibat trauma mekanik selama
proses pemasangan awal NGT maupun penempatan NGT yang tidak tepat
antara lain:
1. Distres nafas pada pemasangan awal NGT terjadi akibat penempatan
posisi pasien serta teknik pemasangan NGT yang tidak tepat. Ini
dapat dicegah dengan memposisikan pasien pada posisi fowler atau
sniffing serta melakukan setiap tahapan prosedur pemasangan NGT
dengan berurutan, serta yang paling penting adalah konfirmasi letak
pipa. Penangan awal bila muncul tanda-tanda distres nafas adalah
dengan segera menarik keluar NGT.
2. Malposisi NGT, Jangan melakukan pemasangan NGT misalnya
malposisi NGT misalnya pada pasien trauma maksilofasial yang
dicurigai mengalami fraktur pada cribiformis plate.
3. Pasien merasa tidak nyaman dapat diatasi dengan pemberian nasal
dekongestan dan anastesi topikal dengan menggunakan lidokain 4
persen ke dalam mukosa hidung serta sprai lidokain 4 persen atau
benzocaine langsung ke posterior orofaring. Alternatif lain dengan
menggunakan nebulizer yang mengandung lidocain 4 persen, sehingga
baik mukosa hidung dan mulut teranastesi baik.
4. Epistaksis masif dapat menyebabkan gangguan pada jalan nafas,
sehingga memerlukan pemasangan tampon. Risiko komplikasi ini
dapat dikurangi dengan melakukan teknik pemasangan NGT
yang tepat yaitu dengan menelusuri dasar hidung menuju ke arah
telinga saat mendorong masuk NGT untuk mengurangi terjadinya
turbinasi dan nyeri serta epistaksis. Memberikan nasal dekongestan
seperti oxymethazoline atau phenylephrine untuk vasokonstriksi
47
7) Lubrikasi ujung pipa dengan jeli anastesi atau lubrikan larut air
kurang lebih 3” (7,6cm) untuk mengurangi trauma pada mukosa
hidung dan lipoid pneumonia. Fleksikan kepala pasien kedepan
sehingga saluran faring akan lebih lurus lanjutkan memasukkan
NGT secara gentle dan perlahan untuk mencegah turbinasi,
50
D. TOOLS PENILAIAN
NO KOMPONEN PENILAIAN BOBOT NILAI
A FASE ORIENTASI
1 Mengucapkan salam 2
2 Memperkenalkan diri 2
3 Menjelaskan tujuan tindakan dan 2
mengingatkan membaca doa sebelum dan
sesudah diberikan makan via NGT
4 Menjelaskan langkah dan prosedur 2
5 Menanyakan kesiapan pasien 2
B FASE KERJA
1 Mencuci tangan, Mengucapkan Basmalah 5
2 Menjaga privacy pasien 5
3 Mengatur posisi fowler atau semi fowler 5
4 Memakai hand scoen 5
5 Membersihkan lubang hidung pasien. 5
Inspeksi adanya sumbatan, peradangan hidung,
instruksika menutup lubang hidung kanan dan
tarik nafas (lakukan sebaliknya pada bagian
kiri), tanyakan lebih longgar sisi lubang hidung
mana (sisi lebih longgar lebih utama untuk di
pasang NGT)
6 Memasang perlak pengalas di dada pasien 6
7 Mengukur panjang tube yang akan dimasukan 6
dengan mengunakan:
a. Metode Tradisional: ukur jarak dari
puncak lubang hidung ke daun telinga
bawah dan ke prosesus xifoideus di
sternum
b. Metode Hanson: mula-mulatandai 50 cm
pada tube kemudian lakukan pengukuran
dengan metode tradisional. Tube yang
akan dimasukan pertengahan antara 50 cm
dan tanda tradisional.
8 Mengolesi ujung NGT dengan jelly sesuai 6
ukuran panjang NGT yang akan dipasang
9 Mengatur pasien pada posisi fleksi kepala dan 6
masukan perlahan ujung NGT melalui lubang
hidung (bila pasien sadar menganjurkan pasien
untuk menelan ludah berulang ulang)
Bila pasien tidak sadar bisa memasukan
dengan posisi diatas kepala pasien (untuk
memudahkan memasukan NGT dan
memudahkan memposisikan kepala)
10 Memastikan NGT masuk kedalam lambung : 6
53
E. RANGKUMAN
Praktikum pemasangan NGT merupakan praktik keperawatan dasar
yang berfungsi untuk beberapa hal seperti mengeluarkan cairan dan udara
dari traktus gastrointestinalis, mencegah/memulihkan mual dan muntah,
54
F. EVALUASI FORMATIF
Lakukanlah praktikum pemasangan NGT pada phantom yang ada dan
catat hasilnya dalam laporan praktikum pemasangan NGT.
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan mampu
melakukan pemberian nutrisi via NGT.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Memberikan makan cair melalui selang lambung (enteral) adalah proses
memberikan melalui saluran cerna dengan menggunakan selang NGT ke
arah lambung. Tujuan memberikan makan cair melalui selang lambung
(enteral) diantaranya adalah: 1) Memenuhi kebutuhan nutrisi pasien, 2)
Mempertahankan fungsi usus, 3) Mempertahankan integritas mucosa
saluran cerna, 4) Memberikan obat-obatan dan makanan langsung ke dalam
saluran pencernaan, 5) Mempertahankan fungsi-fungsi imunologik mukosa
saluran cerna.
Pemberian makan melalui NGT dilakukan pada beberapa pasien dengan
kondisi: 1) Klien yang tidak dapat makan/menelan atau klien tidak sadar, 2)
Klien yang terus-menerus tidak mau makan sehingga membahayakan
jiwanya, misalnya klien dengan gangguan jiwa, 3) Klien yang muntah terus-
menerus, 4) Klien yang tidak dapat mempertahankan nutrisi oral adekuat, 5)
Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), Premature, dismature.
Prinsip pemberian makan melalui NGT meliputi:
1. Makanan yang dapat diberikan adalah makanan cair, makanan yang
diblender halus, dan formula khusus makanan enteral.
2. Residu lambung harus dicek sebelum memberikan makanan. Residu >
50 cc, tunda pemberian sampai 1 jam. Jika setelah 1 jam jumlah residu
tetap, kolaborasi dengan dokter untuk program selanjutnya.
3. Hindari mendorong makanan untuk mencegah iritasi lambung.
Kecepatan yang direkomendasikan adalah pemberian dengan ketinggian
sekitar 45 cm dari abdomen.
57
D. TOOLS PENILAIAN
NO KOMPONEN PENILAIAN BOBOT NILAI
A FASE ORIENTASI
1 Mengucapkan salam 2
2 Memperkenalkan diri 2
3 Menjelaskan tujuan tindakan dan 2
mengingatkan membaca doa sebelum dan
sesudah diberikan makan via NGT
4 Menjelaskan langkah dan prosedur 2
5 Menanyakan kesiapan pasien 2
B FASE KERJA
1 Mencuci tangan, Mengucapkan Basmalah 5
2 Menjaga privacy pasien 5
3 Mengatur posisi semi fowler/fowler 5
4 Memasang perlak dan pengalas pada dada 5
pasien
5 Memakai sarung tangan 5
6 Melakukan aspirasi isi lambung untuk 6
mengetahui adanya residu
7 Menutup klem 5
8 Memasang corong 5
9 Memasukan air matang, membuka 5
klem,tinggikan 30 cm diatas permukaan
sebelum air habis klem kembali
10 Memasukan makanan cair, membuka 5
klem,tinggikan 30 cm diatas permukaan klem
59
E. RANGKUMAN
Memberikan makan cair melalui selang lambung (enteral) adalah proses
memberikan melalui saluran cerna dengan menggunakan selang NGT ke
arah lambung. Dengan tujuan memberikan makan cair melalui selang
lambung (enteral) diantaranya adalah memenuhi kebutuhan nutrisi pasien,
beberapa hal yang harus diperhatikan adalah harus menghindari mendorong
makanan untuk mencegah iritasi lambung. Kecepatan yang
direkomendasikan adalah pemberian dengan ketinggian sekitar 45 cm dari
abdomen. Perhatikan jenis makanan yang diberikan.
F. EVALUASI FORMATIF
Lakukanlah praktikum pemberian makan NGT pada phantom yang
ada dan catat hasilnya dalam laporan praktikum pemberian nutrisi via NGT.
60
PERAWATAN KOLOSTOMI
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan mampu melakukan
perawatan kolostomi.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Kolostomi adalah sebuah lubang yang dibuat oleh dokter ahli bedah
pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Kolostomi sebagai suatu
pembuatan lubang sementara atau permanen dari usus besar melalui dinding
perut untuk mengeluarkan feses. Kolostomi merupakan lubang yang dibuat
melalui lubang dinding abdomen kedalam kolon iliaka untuk mengeluarkan
feses. Lubang kolostomi yang muncul dipermukaan yang berupa mukosa
kemerahan disebut dengan stoma. Untuk mengambil keluaran dari stoma,
diperlukan sebuah kantong sekali pakai atau kantong drainase yang disebut
appliance yang dilekatkan pada stoma. Karena kontrol sfingter normal tidak
digunakan, mungkin akan muncul masalah-masalah kebocoran,
pengendalian bau dan iritasi di sekitar area. Perlengkapan ostomi terdiri atas
satu lapis dengan barier kulit hipoalergik untuk mempertahankan integritas
kulit peristomal. Perlindungan kulit peristomal adalah aspek penting
dalam perawatan stoma.
Tujuan perawatan kolostomi untuk:
1. Menjaga kebersihan pasien
2. Mencegah terjadinya infeksi
3. Mencegah iritasi kulit sekitar stoma
4. Mempertahankan kenyamanan pasien dan lingkungannya
Double-Barrel Stoma
4. Tube Caecostomies
Stoma pada Tube Caecostomies bukan merupakan stoma dari kolon,
karena kolon tidak dikeluarkan hingga ke permukaan abdomen. Tipe
kolostomi ini menggunakan kateter foley yang masuk ke dalam sekum
hingga ujung apendiks pasca operasi apendiktomi melalui dinding
abdomen. Kateter ini membutuhkan irigasi secara teratur untuk
mencegah sumbatan
Keadaan stoma yang baik adalah berwarna merah muda yang agak
gelap mendekati warna merah. Apabila mengalami gangguan sirkulasi,
stoma akan berubah warna menjadi merah gelap. Beberapa hari pertama
stoma akan menjadi oedema dan akan menciut. Oleh karena itu, perawatan
stoma dapat dilakukan dengan tujuan untuk menjaga kebersihan pasien,
mencegah terjadinya infeksi, mencegah terjadinya iritasi pada kulit sekitar
stoma, dan untuk mempertahankan kenyamanan pasien dan lingkungannya.
Kulit stoma harus dicuci dengan menggunakan air hangat dan dikeringkan
segera. Kulit harus dijaga bebas dari cairan intestinal yang mungkin akan
keluar. Sebuah barier kulit seperti topical sprays, ostomi cream,
65
stomahesive, bedak karaya, dan produk lainnya dapat menjadi proteksi bagi
kulit. Sebuah kantong kolostomi yang sekali pakai, open-ended, dan
transparan lebih mudah untuk memproteksi kulit sekaligus dapat dilihat
komponen didalamnya. Kantong harus sesuai atau pas untuk mencegah
kebocoran sekitar stoma. Ukuran stoma ditentukan oleh kartu pengukur
stoma. Kantong kolostomi akan dipasang setelah pembedahan tetapi belum
berfungsi. Kolostomi akan berfungsi 2 sampai 4 hari lagi setelah operasi
ketika peristaltik usus sudah cukup pulih.
Volume, warna, dan konsistensi drainase harus dicatat. Setiap kali
kantong kolostomi tersebut diganti, kondisi kulit harus diamati apakah ada
iritasi atau sebagai pertimbangan tindakan. Kantong kolostomi yang kotor
tidak boleh digunakan lagi secara langsung pada kulit yang sudah teriritasi.
Kantong kolostomi dapat juga dipakai untuk mengumpulkan drainase.
Kolostomi yang berada di kolon asendens dan tranversum mempunyai
karakteristik tinja yang semiliquid dan lebih sulit dikendalikan daripada
kolostomi di sisi kiri usus besar. Sedangkan kolostomi yang berada di kolon
sigmoid atau menurun memiliki karakteristik tinja yang semipadat dan
lebih mudah untuk mengkelolanya. Ada klien yang mungkin memakai
kantong drainase atau mungkin ada juga yang tidak memakai kantong
drainase. Sebuah cap (pengatur udara) dapat dikenakan di atas stoma untuk
membantu mengontrol bau. Deodorized seperti nilodar, arang, tablet
klorofil, atau oral bismut subcarbonat (derifil) akan membantu mengontrol
bau.
Rabas efluen akan bervariasi sesuai dengan tipe ostomi. Pada
kolostomi transversal, terdapat feses lunak dan berlendir yang mengiritasi
kulit. Pada kolostomi desenden atau kolostomi sigmoid, feses agak padat
dan sedikit mengiritasi kulit. Pasien dianjurkan melindungi kulit peristoma
dengan sering mencuci area tersebut menggunakan sabun ringan,
memberikan barier kulit protektif disekitar stoma, dan mengamankannya
dengan melekatkan kantung drainase. Bedak nistatin (Mycostatin) dapat
ditebarkan sedikit pada kulit peristoma bila terdapat iritasi atau pertumbuhan
66
jamur.
Kulit dibersihkan dengan perlahan menggunakan sabun ringan, dan
waslap lembab serta lembut. Adanya kelebihan barier kulit dibersihkan.
Sabun bertindak sebagai agen abrasive ringan untuk mengangkat residu
enzim dari tetesan fekal. Selama kulit dibersihkan, kassa dapat digunakan
untuk menutupi stoma atau tampon vagina dapat dimasukkan dengan
perlahan untuk mengabsorpsi kelebihan drainase. Stoma diukur untuk
menentukan ukuran kantung yang tepat. Lubang kantung harus sekitar 0,3
cm lebih besar dari stoma. kulit dibersihkan sesuai prosedur di atas. Barier
kulit peristoma dipasang. Kantung kemudian dipasang dengan cara
membuka kertas perekat dan menekannya diatas stoma selam 30 detik.
Iritasi kulit ringan memerlukan tebaran bedak karaya pada kulit atau bedak
stomahesive sebelum kantung dilekatkan.
Macam-Macam Jenis Kantong Kolostomi
1. Menurut jenis “Base Plate”/“Faceplate”/Lapisan dasar yang
menempel di kulit sekitar stoma:
a. “One piece system”/sistem satu lempengan (lapisan): pada
sistem ini lapisan dasarnya ada yang seperti perekat “double tape”
saja, dan ada pula yang memiliki “skin barrier”.
b. “Two pieces system”/sistem dua lempengan (lapisan)”: pada
sistem ini lapisan dasarnya sudah dibekali dengan “skin barrier”, dan
pasangannya/tangkupannya sesuai dengan ukurannya masing-masing
(tidak boleh beda ukuran).
2. Menurut bentuk “Base Plate”/“Faceplate”/“Wafer”/Lapisan dasar yang
menempel pada kulit sekitar stoma, ada 2 (dua) jenis:
a. Standard/Normal flange base plate/face plate.
b. Convex flange base plate / face plate.
3. Menurut bentuk kantong stomanya, ada 3 (tiga) jenis:
a. Closed pouch/kantong yang tertutup pada bagian bawahnya.
b. Drainable pouch/kantong yang terbuka pada bagian bawahnya
(barus ditutup menggunakan klip.
67
Prosedur Pelaksanaan
1. Sediakan alat-alat
2. Tempatkan pasien pada posisi terlentang
3. Cuci tangan
4. Gunakan sarung tangan
5. Letakkan perlak dan alasnya di bagian kanan atau kiri pasien sesuai
letak stoma.
6. Meletakkan bengkok di atas perlak dan didekatkan ke tubuh pasien
7. Mengobservasi produk stoma (warna, konsistensi, dll)
8. Membuka kantong kolostomi secara hati-hati dengan menggunakan
pinset dan tangan kiri menekan kulit pasien
9. Meletakan colostomy bagian kotor dalam bengkok
10. Melakukan observasi terhadap kulit dan stoma
- Stoma : Tampilan
- Kulit Peristoma : Kondisi
- Tinja : Jumlah, warna, konsistensi dan adanya bau aneh
- Status emosional
11. Membersihkan colostomy dan kulit disekitar colostomy dengan kapas
sublimat / kapas hangat (air hangat)/ NaCl
12. Mengeringkan kulit sekitar colostomy dengan sangat hati-hati
menggunakan kassa steril
13. Memberikan zink salep (tipis-tipis) jika terdapat iritasi pada kulit
sekitar stoma
68
D. TOOLS PENILAIAN
69
E. RANGKUMAN
Perawatan kolostomi perlu dilakukan dengan hati-hati terutama pada
anak, perhatikan terhadap kulit dan stoma tentang stoma (tampilan), kulit
peristoma (kondisi), feses (jumlah, warna, konsistensi dan adanya bau aneh)
status emosional. Catat hasil tersebut dalam lembar catatan.
F. EVALUASI FORMATIF
Lakukanlah praktikum perawatan kolostomi pada phantom yang ada
dan catat hasilnya dalam laporan praktikum perawatan kolostomi.
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan mampu
melakukan perawatan luka operasi pada sistem pencernaan.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Berbagai macam penyakit yang memerlukan proses pembedahan karena
berbagai indikasi sehingga pasien harus dilakukan tindakan operasi.
Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang
menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh
yang akan ditangani. Salah satu dari berbagai macam tindakan pembedahan
adalah laparotomi yang merupakan suatu tindakan sayatan (insisi) melalui
dinding perut atau abdomen. Tindakan laparotomi biasa dipertimbangkan
atas indikasi apendiksitis, hernia, kista ovarium, kanker servis, pada dinding
abdominal yang cukup lebar.
Definisi luka adalah terputusnya kontinuitas jaringan karena cedera
atau pembedahan. Luka bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis,
sifat, proses penyembuhan, dan lama penyembuhan. Berdasarkan sifat,
yaitu: abrasi, kontusio, insisi, laserasi, terbuka, penetrasi, puncture, sepsis,
dan lain-lain. Klasifikasi berdasarkan struktur lapisan kulit, meliputi:
superfisial, yang melibatkan lapisan epidermis; partial thickness, yang
melibatkan lapisan epidermis dan dermis; dan full thickness yang
melibatkan epidermis, dermis, lapisan lemak, fascia, dan bahkan sampai
ke tulang. Berdasarkan proses penyembuhan, dapat dikategorikan menjadi
tiga, yaitu:
1. Penyembuhan primer (healing by primary intention)
Tepi luka bisa menyatu kembali, permukaan bersih, tidak ada jaringan
yang hilang. Biasanya terjadi setelah suatu insisi. Penyembuhan luka
berlangsung dari internal ke eksternal.
2. Penyembuhan sekunder (healing by secondary intention)
73
superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang
yang dangkal.
3. Stadium III: Luka “Full Thickness”: yaitu hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas
sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya.
Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak
mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang
dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
4. Stadium IV: Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot,
tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
jaringan.
7. Nyeri: Rasa nyeri merupakan salah satu pencetus peningkatan hormon
glukokortikoid yang menghambat proses penyembuhan luka.
8. Kortikosteroid: Steroid memiliki efek antagonis terhadap faktor-faktor
pertumbuhan dan deposisi kolagen dalam penyembuhan luka. Steroid
juga menekan sistem kekebalan tubuh/sistem imun yang sangat
dibutuhkan dalam penyembuhan luka.
D. TOOLS PENILAIAN
NO KOMPONEN PENILAIAN BOBOT NILAI
A FASE ORIENTASI
1 Mengucapkan salam 2
2 Memperkenalkan diri 2
3 Menjelaskan tujuan tindakan dan mendoakan 2
pasien
4 Menjelaskan langkah dan prosedur 2
5 Menanyakan kesiapan pasien 2
B FASE KERJA
1 Mencuci tangan, Mengucapkan Basmalah 4
2 Jaga privasi pasien dengan memasang 4
sampiran
3 Membuka peralatan (perhatikan dalam 4
meletakan penutup peralatan)
4 Memasang perlak pengalas 4
5 Mendekatkan bengkok 4
6 Ambil hand scoen dengan korentang dan 4
memakai hand scoen
7 Membasahi perekat (plester, hipafiks dll) 4
dengan alkohol (atau NaCl), dan lepas perekat
8 Membuka balutan kassa luar 5
9 Membersihkan sekitar luka dari sisa perekat 5
10 Membuka balutan kassa dalam 5
11 Menekan sekitar luka untuk mengetahui ada 5
tidaknya pus dengan deppers (atau kassa)
12 Membersihkan luka dengan NaCl 5
13 Mengeringkan dengan kassa 5
14 Melakukan kompres desinfektan (NaCl, 5
betadin, salep dll sesuai protokol medikasi
yang diberikan)
15 Menutup luka dengan balutan, (perhatikan cara 5
menutup balutan, balutan kassa dalam
menghadap keluar, dan balutan kassa luar
menghadap ke dalam)
16 Merapihkan pasien, dan merapihkan alat 4
17 Melepas handscoon, Mengucapkan 4
Hamdalah, Mencuci tangan
C FASE TERMINASI
1 Melakukan evaluasi tindakan 2
2 Menyampaikan rencana tindak lanjut 2
3 Berpamitan 2
D PENAMPILAN SELAMA TINDAKAN
1 Ketenangan selama melakukan tindakan 2
84
E. RANGKUMAN
Penggantian balutan dilakukan sesuai kebutuhan tidak hanya
berdasarkan kebiasaan, melainkan disesuaikan terlebih dahulu dengan tipe
dan jenis luka. Perhatikan kondisi luka apakah mengalami perbaikan atau
tidak terutama tepi luka seharusnya bersih, berdekatan dengan lapisan
sepanjang tepi luka. Tepi luka ditandai dengan kemerahan dan sedikit
bengkak dan hilang kira-kira satu minggu. Kulit menjadi tertutup hingga
normal dan tepi luka menyatu. Perawat dapat menduga tanda dari
penyembuhan luka bedah insisi.
F. EVALUASI FORMATIF
Lakukanlah praktikum perawatan luka post operasi sistem pencernaan
pada phantom yang ada dan catat hasilnya dalam laporan praktikum
perawatan luka operasi.
REFERENSI