Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN


CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)

DISUSUN OLEH :
TINGKAT : 2A
SEMESTER : 3
ANGGOTA : ISNU RADITIAWAN (2021.28.2006)
JULIAN DWI ANDIKA (2021.28.2008)
KIRANA ZYAHRANI SASI (2021.28.2010)
MARSHA DUTA DANENDRA (2021.28.2012)
MUHAMAD AFIF (2021.28.2014)
MUHAMMAD OCTAFIAN EGYTAMA (2021.28.2016)
NADYA NUR LUTFIANA (2021.28.2018)
NANA MAULINA MAGHFIROH (2021.28.2020)
NIKMATUL BARIROH (2021.28.2022)
NISWA KHASNA SUFYANA (2021.28.2024)
NURAINI PUSPITASARI (2021.28.2026)
NURUSH SOCHIBAH (2021.28.2028)

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN
KARYA BHAKTI NUSANTARA MAGELANG
TAHUN AJARAN 2022/2023
A. TINJAUAN TEORI
1. Definisi
Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) merupakan
kondisi dimana fungsi jantung sebagai pompa untuk mengantarkan darah
yang kaya oksigen ke tubuh tidak cukup untuk memenuhi keperluan -
keperluan tubuh (Andra Saferi,2013).
Gagal jantung kongestive merupakan ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan terhadap oksigen dan nutrient (Andre Saferi,2013).
Menurut Prince (1994) dalam Andra Saferi (2013), Gagal janttung
keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu
memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.
Kesimpulan yang diambil dari pengertian tersebut adalah bahwa gagal
jantung congestive adalah suatu keadaan patofisiologi dimana jantung tidak
mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan metabolisme jaringan,
oksigen dan nutrient.

2. Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2001) penyebab terjadinya gagal jantung
kongestif atau congestive heart failure (CHF) adalah antara lain :
a. Kelainan otot jantung.
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot
jantung yang menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi
yang mendasari hal ini antara lain : ateroskelrosis koroner, hipertensi
arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
b. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran
darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan
asam laktat) dan infark miokardium (kematian sel jantung) yang biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung.
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi
miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan
meningkatkan kontraktilitas jantung.
d. Peradangan dan penyakit miokardium degenerative
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
e. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
yang biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung
dan ketidakmampuan jantung mengisi darah.
f. Faktor sistemik
Meningkatnya laju metabolisme (misalnya demam, tirotoksikosis),
hipoksia, dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk
memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat
menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis (respiratorik/metabolic)
dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

3. Menifestasi Klinis
Menurut Niken Jayanthi (2010) tanda dan gejala terjadinya gagal jantung
kongestif atau congestive heart failure (CHF) yaitu :
a. Peningkatan volume intravaskular.
b. Kongesti jaringan, akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat
turunnya curah jantung.
c. Edema pulmonal, akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang
menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli;
dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek.
d. Edema perifer umum dan penambahan berat badan, akibat peningkatan
tekanan vena sistemik.
e. Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan, intoleransi jantung
terhadap latihan dan suhu panas, ekstremitas dingin, dan oliguria akibat
perfusi darah dari jantung ke jaringan dan organ yang rendah.
f. Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume
intravaskuler akibat tekanan perfusi ginjal yang menurun (pelepasan
renin ginjal).
Gambaran klinis jantung sering dipisahkan menjadi efek ke depan
(forward) atau efek kebelakang (backward), dengan sisi kanan atau kiri
jantung sebagai titik awal serangan. Efek ke depan dianggap “hilir” dari
miokardium yang melemah. Efek ke belakang dianggap “hulu” dari
miokardium yang melemah.
a. Efek ke depan gagal jantung kiri
1) Penurunan tekanan darah sistemik
2) Kelelahan
3) Peningkatan kecepatan denyut jantung
4) Penurunan pengeluaran urin
5) Ekspansi volume plasma
b. Efek ke belakang gagal jantung kiri
1) Peningkatan kongesti paru, terutama sewaktu berbaring.
2) Dispnea (sesak napas)
3) Apabila keadaan memburuk, terjadi gagal jantung kanan
c. Efek ke depan gagal jantung kanan
1) Penurunan aliran darah paru
2) Penurunan oksigenasi darah
3) Kelelahan
4) Penurunan tekanan darah sistemik (akibat penurunan pengisian jantung
kiri) dan semua tanda gagal jantung kiri
d. Efek ke belakang gagal jantung kanan
1) Peningkatan penimbunan darah dalam vena, edema pergelangan kaki
dan tangan
2) Distensi vena jugularis
3) Hepatomegali dan splenomegali
4) Asites : pengumpulan cairan dalam rongga abdomen dapat
mengakibatkan tekanan pada diafragma dan distress pernafasan

4. Klasifikasi
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional
dalam 4 kelas: (Mansjoer dan Triyanti, 2007)
a. Kelas I : Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan
b. Kelas II : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat
atau aktifitas sehari-hari
c. Kelas III : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari
tanpa keluhan
d. Kelas IV : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas
apapun dan harus tirah baring

Klasifikasi gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF)


juga dapat dibedakan menjadi, yaitu :
a. Gagal jantung backward & forward
1) Gagal jantung backward (Backward failure)
Dikatakan sebagai akibat ventrikel tidak mampu memompa
volume darah keluar, menyebabkan darah terakumulasi dan
meningkatkan tekanan dalam ventrikel, atrium dan sistem vena baik
untuk jantung sisi kanan maupun jantung sisi kiri.
2) Gagal jantung forward (Forward failure)
Terjadi akibat ketidakmampuan jantung dalam mempertahankan
curah jantung, yang kemudian menurunkan perfusi jaringan. Karena
jantung merupakan system tertutup, maka backward failure dan
forward failure selalu berhubungan satu sama lain (Udjianti, 2010).
b. Gagal jantung right-sided dan left-sided
Adanya kongesti pulmonal pada infark ventrikel kiri, hipertensi, dan
kelainan - kelainan pada katup aorta serta mitral menunjukkan gagal
jantung kiri (left heart failure). Apabila keadaan ini berlangsung cukup
lama, cairan yang terbendung akan berakumulasi secara sistemik: di kaki,
asites, hepatomegali, efusi pleura, dll, dan menjadikan gambaran
klinisnya sebagai gagal jantung kanan (right heart failure), (Noer, 1996).
c. Gagal jantung low-output dan high-output
Curah jantung yang rendah pada penyakit jantung apapun (bawaan,
hipertensi, katup, koroner, kardiomiopati) dapat menimbulkan low-output
failure. Sedangkan pada penyakit-penyakit dengan curah jantung yang
tinggi misalnya pada tirotoksikosis, beri-beri, Paget’s, anemia dan fistula
arteri-vena, gagal jantung yang terjadi dinamakan high-output failure
(Noer, 1996).
d. Gagal jantung sistolik dan diastolic
1) Gagal jantung sistolik apabila gagal jantung yang terjadi sebagai
abnormalitas fungsi sistolik, yaitu ketidakmampuan mengeluarkan
darah dari ventrikel.
2) Gagal jantung diastolik apabila abnormalitas kerja jantung pada fase
diastolic, yaitu pengisian darah pada ventrikel (terutama ventrikel
kiri) misalnya pada iskemia jantung yang mendadak, hipertrofi
konsentrik ventrikel kiri dan kardiomiopati restriktif (Noer, 1996).

5. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan
kemampuan kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih
rendah dari normal. Dapat dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di
mana curah jantung (CO: Cardiac output) adalah fungsi frekuensi jantung
(HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah
jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung
untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal
untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume
sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan
curah jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap
kontraksi, yang tergantung pada 3 faktor, yaitu:
a. Preload (yaitu sinonim dengan Hukum Starling pada jantung yang
menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding
langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan
serabut jantung)
b. Kontraktilitas (mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi
pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut
jantung dan kadar kalsium)
c. Afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus
dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang
ditimbulkan oleh tekanan arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang
terjadi baik pada jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua
ventrikel berkurang akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang
sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik di dalam
kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang
serabut miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu sistolik
menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi
ventrikel. Cardiac output (CO) pada saat istirahat masih bisa berfungsi
dengan baik tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama
(kronik) akan dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi
sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan
transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output (CO), terutama jika berkaitan dengan
penurunan tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi
beberapa sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf
simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan
vena; yang akan meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya
meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk
meningkatkan cardiac output (CO), adaptasi itu sendiri dapat mengganggu
tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium
dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien dengan penyakit arteri koroner
sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer.
Adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital,
tetapi jika aktivasi ini sangat meningkat malah akan menurunkan aliran ke
ginjal dan jaringan. Salah satu efek penting penurunan cardiac output (CO)
adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi
glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin-
angiotensin-aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan
resistensi vaskuler perifer selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri
sebagaimana retensi sodium dan cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin
vasopresin dalam sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat
ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik
atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini
terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.
Pathways (Saferi, 2013)

Disfungsi Miokard Beban tekanan Beban sistolik Peningkatan Beban Volume


(AMI) Miokarditis berlebihan berlebihan keb.metabolis berlebihan
me
Kontraktilitas  Beban systole  Preload 

Kontraktilitas

Hambatan Pengosongan Ventrikel

COP 

Beban jantung meningkat

Gagal jantung
GJ kanan

Gagal pompa ventrikel kiri Gagal pompa ventrikel kanan

Tekanan Diastole 
Forward Failure Backward Failure
Bendungan atrium kanan
LVED
Penurunan Suplai O2 Renal flow 
Curah otak  Bendungan vena sistemik
Tek. Vena pulmonalis  Penimbunan as. Laktat
RAA 
Suplai darah
jar.  Tek. kapiler paru 
Aldosteron 
Lien Hepar
Metab. anaerob
ADH Edema Paru Beban Ventrikel
Kanan  Splenomegali Hepatomegali
Asidosis metabolik Retensi Na + H2O Ronkhi basah

& ATP Hipertropy


Volume cairan ektrasel Iritasi mukosa Mendesak diafragma
ventrikel kanan
paru
Fatigue
Kelebihan Sesak Nafas
Volume Cairan Reflek Batuk  Penyempitan
Intoleransi aktivitas Vaskuler lumen
ventrikel kanan Pola nafas
Penumpukan inefektif
secret

Resti Ggn. pertukaran


gas
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Hitung sel darah lengkap : anemia berat atau anemia gravis atau
polisitemia vera.
b. Hitung sel darah putih : Lekositosis atau keadaan infeksi lain.
c. Analisa gas darah (AGD) : menilai derajat gangguan keseimbangan asam
basa baik metabolik maupun respiratorik.
d. Fraksi lemak : peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang
merupakan resiko CAD dan penurunan perfusi jaringan.
e. Serum katekolamin : Pemeriksaan untuk mengesampingkan penyakit
adrenal.
f. Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut.
g. Tes fungsi ginjal dan hati : menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap
fungsi hepar atau ginjal.
h. Tiroid : menilai peningkatan aktivitas tiroid.
i. Echocardiogram : menilai senosis/ inkompetensi, pembesaran ruang
jantung, hipertropi ventrikel.
j. Cardiac scan : menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang
penurunan kemampuan kontraksi.
k. Rontgen toraks : untuk menilai pembesaran jantung dan edema paru.
l. Kateterisasi jantung : Menilai fraksi ejeksi ventrikel.
m. EKG : menilai hipertropi atrium/ ventrikel, iskemia, infark, dan disritmia.

7. Penatalaksanaan Medis
Adapun penatalaksanaan medis yang diberikan menurut Smeltzer &
Bare, (2001) adalah:
a. Penatalaksanaan farmakologis
1) Digitalis/ Digoxin
Peningkatan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat
frekuensi jantung, efek yang dihasilkannya peningkatan curah
jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah, peningkatan
diuresis.
2) Diuretik/ Lasix
Memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal, efeknya dapat
mendilatasi venula, sehingga meningkatkan kapasitas vena yang
akhirnya mengurangi preload (darah vena yang kembali ke jantung).
3) Vasodilator/ Natrium Nitroprusida/ Nitrogliserin
Digunakan untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap
penyemburan darah oleh ventrikel,yang dapat memperbaiki
pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena, sehingga
tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan dan dapat dicapai
penurunan dramatis kongesti paru dengan cepat
b. Penatalaksanaan Medis
1) Meningkatkan oksigen dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi oksigen melaluiistirahat dan pembatasan aktivitas.
2) Diet, klien dianjurkan untuk diet pantang garam dan pantang cairan.

B. PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian :
Jam pengkajian :
Tempat :
No. RM :
1. Identitas pasien
Nama, Jenis kelamin, Umur, Alamat, Suku Bangsa, Agama, Status
Perkawinan, Pekerjaan, Tanggal & Jam Masuk, Sumber Pengkajian.
2. Identitas penanggung jawab
Nama, Jenis Kelamin, Umur, Alamat.
3. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan klien dengan CHF adalah kelemahan saat beraktivitas dan
sesak napas.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan
mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien
secara PQRST, yaitu:
1) Provoking Incident : kelemahan fisik terjadi setelah melakukan
aktivitas ringan sampai berat, sesuai derajat gangguan pada
jantung.
2) Quality of pain : seperti apa keluhan kelemahan dalam
melakukan aktivitas yang dirasakan atau digambarkan klien.
Biasanya setiap beraktivitas klien merasakan sesak napas
(dengan menggunakan alat atau otot bantu pernapasan).
3) Region radiation, relief.
4) Severity (scale) of pain : kaji rentang kemampuan klien dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Biasanya kemampuan klien
dalam beraktivitas menurun sesuai derajat gangguan perfusi
yang dialami organ.
5) Time : sifat mula timbulnya (onset), keluhan kelemahan
beraktivitas biasanya timbul perlahan. Lama timbulnya (durasi)
kelemahan saat beraktivitas biasanya setiap saat, baik saat
istiahat maupun saat beraktivitas.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian RPD yang mendukung dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia
miokardium, diabetes mellitus, dan hiperpidemia. Tanyakan
mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu
dan masih relevan dengan kondisi saat ini. Obat-obat ini meliputi
diuretik, nitrat, penghambat beta, dan antihipertensi. Catat adanya
efek samping yang terjadi di masa lalu, alergi obat, dan tanyakan
reaksi alergi apa yang timbul. Sering kali klien menafsirkan suatu
alergi dengan efek samping obat.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh
keluarga, anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia
produktif, dan penyebab kematiannya. Penyakit jantung iskemik
pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan faktor
risiko utama untuk penyakit jantung iskemik pada keturunannya.
e. Riwayat pekerjaan dan kebiasaan
Perawat menanyakan situasi klien bekerja dan lingkungannya.
Menanyakan kebiasaan dan pola hidup misalnya minum alkohol atau
obat tertentu. Kebiasaan merokok dengan menanyakan tentang
kebiasaan merokok, sudah berapa lama, berapa batang perhari, dan
jenis rokok.
f. Pengkajian Psikososial
Perubahan integritas ego didapatkan klien menyangkal, takut mati,
perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan yang
tak perlu, khawatir dengan keluarga, pekerjaan dan keuangan.
Kondisi ini ditandai dengan sikap menolak, menyangkal, cemas,
kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, fokus pada
diri sendiri. Interaksi sosial dikaji terhadap adanya stres karena
keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya ekonomi, kesulitan koping
dengan stressor yang ada. Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat
gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernapas dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan
lebih lanjut dari curah jantung dapat ditandai dengan insomnia atau
tampak kebinggungan.
4. Pola fungsi kesehatan
Keadaan umum pasien : pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran
klien gagal jantung biasanya baik atau compos mentis dan akan berubah
sesuai tingkat gangguan perfusi system saraf pusat.
a. Kesadaran
b. Tanda vital
c. Pola nutrisi
d. Pola eliminasi (BAK dan BAB)
e. Personal hygiene
f. Cairan dan elektrolit
g. Aktivitas-Latihan
h. Nyeri dan kenyamanan (PQRST)
i. Spiritual
j. Oksigenasi / Pernafasan
k. Konsep diri
l. Seksual
m. Stress - Adaptasi
n. Pola peran hubungan
5. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan yang mendukung diagnosis.
6. Terapi Medis
Terapi pemberian obat dan cairan.
7. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan untuk mendukung pola fungsional (head to toe).

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan :
a. Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik,
b. Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik,
c. Perubahan structural,
d. Perubahan tekanan darah.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan menurunnya pengembangan
paru akibat splenomegaly dan hepatomegaly.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah jantung) / meningkatnya produksi ADH
dan retensi natrium/air.
4. Intoleran aktivitas berhubungan dengan :
a. Ketidak seimbangan antar suplai okigen,
b. Kelemahan umum,
c. Tirah baring lama / immobilisasi.
5. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran kapiler-alveolus.

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil Keperawatan
1 Penurunan curah Setelah di lakukan a. Auskultasi nadi
jantung berhubungan asuhan keperawatan apical.
dengan : selama … x 24 jam b. Kaji frekuensi dan
a. Perubahan diharapkan curah irama jantung.
kontraktilitas jantung pasien kembali c. Catat bunyi jantung.
miokardial/perub normal dengan kriteria d. Palpasi nadi perifer.
ahan inotropik, hasil : e. Pantau TTV.
b. Perubahan a. Menunjukkan tanda f. Kaji kulit terhadap
frekuensi, irama vital dalam batas adanya pucat dan
dan konduksi yang dapat diterima sianosis.
listrik, dan bebas gejala g. Berikan oksigen
c. Perubahan gagal jantung. tambahan dengan
structural, b. Melaporkan kanula nasal/masker
d. Perubahan penurunan episode dan obat sesuai
tekanan darah. dispnea dan angina. indikasi.
c. Ikut serta dalam
aktivitas yang
mengurangi beban
kerja jantung.
2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan a. Observasi
efektif berhubungan asuhan keperawatan pernafasan
dengan menurunnya selama … x 24 jam (frekuensi, irama
pengembangan paru diharapkan pasien dapat dan kedalaman).
akibat splenomegaly bernafas dengan efektif b. Auskultasi bunyi
dan hepatomegaly. dengan kriteria hasil : paru.
a. Menunjukakan pola c. Beri posisi yang
nafas yang efektif. nyaman.
b. RR : 16 – 22 /menit. d. Berikan oksigen
tambahan.
3 Kelebihan volume Setelah dilakukan a. Pantau pengeluaran
cairan berhubungan asuhan keperawatan urine (catat jumlah
dengan menurunnya selama … x 24 jam dan warna).
laju filtrasi diharapkan volume b. Pantau / hitung
glomerulus cairan pasien stabil keseimbangan
(menurunnya curah dengan kriteria hasil : pemasukan dan
jantung) / a. Mendemonstrasikan pengeluaran selama
meningkatnya volume cairan stabil 24 jam.
produksi ADH dan dengan c. Pertahakan duduk
retensi natrium/air. keseimbangan atau tirah baring
masukan dan dengan posisi
pengeluaran. semifowler selama
b. Bunyi nafas fase akut.
bersih/jelas. d. Pantau TD dan CVP
c. Tanda vital dalam (bila ada).
rentang yang dapat e. Kaji bisisng usus
diterima (catat keluhan
d. Berat badan stabil. anoreksia, mual,
e. Tidak ada edema. distensi abdomen
f. Menyatakan dan konstipasi).
pemahaman tentang f. Pemberian obat
pembatasan cairan sesuai indikasi.
individual.
4 Intoleran aktivitas Setelah dilakukan a. Periksa tanda vital
berhubungan asuhan keperawatan sebelum dan segera
dengan: selama … x 24 jam setelah aktivitas.
a. Ketidak diharapkan pasien dapat b. Catat respons
seimbangan antar melakukan aktivitas kardiopulmonal
suplai okigen, secara mandiri dengan terhadap aktivitas
b. Kelemahan kriteria hasil : (catat takikardi,
umum, a. Berpartisipasi pada diritmia, dispnea
c. Tirah baring lama aktivitas yang berkeringat dan
/ immobilisasi. diinginkan pucat)
b. Mampu memenuhi c. Evaluasi peningkatan
perawatan diri sendiri intoleran aktivitas.
c. Mencapai d. Implementasi
peningkatan toleransi program rehabilitasi
aktivitas yang dapat jantung/aktivitas.
diukur.
5 Resiko tinggi Setelah dilakukan a. Pantau bunyi nafas,
gangguan pertukaran asuhan keperawatan catat krekles.
gas berhubungan selama … x 24 jam b. Ajarkan/anjurkan
dengan perubahan diharapkan tidak terjadi klien batuk efektif
membran kapiler- gangguan pertukaran gas dan nafas dalam.
alveolus. dangan kriteria hasil : c. Dorong perubahan
a. Klien mampu posisi.
mendemonstrasikan d. Kolaborasi dalam
ventilasi dan pantau / gambarkan
oksigenisasi adekuat seri GDA, nadi
pada jaringan. oksimetri.
b. Berpartisipasi dalam e. Berikan obat /
program pengobatan oksigen tambahan
dalam batas sesuai indikasi.
kemampuan / situasi.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marlyn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.


Gray, Huon H., Dawkins, K. D., Simpson, I., Morgan, J. (2002). Lecture Notes
Kardiologi. Jakarta : Erlangga
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Vol. 2. Bandung : Yayasan
Alummi Pendidikan Keperawatan Padjajaran
Noer, Sjaifoellah. (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi Ketiga.
Jakarta: FKUI
Smeltzer & Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta
: EGC
Udjianti, Wajan J. (2010). Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba
Medika.
Anonim. (2010). Askep CHF. http://www.scribd.com/doc/60830231/Askep-CHF/
diperoleh tanggal 06 September 2011
https://academia.edu/11048650/
Laporan_Pendahuluan_dan_Asuhan_Keperawatan_Congestive_Heart_Failur
e

Anda mungkin juga menyukai