Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL JANTUNG KONGESTIF / CONGESTIVE HEART


FAILURE (CHF)

Disusun Oleh :

Memes Prameswari (18.047)


Mita Wulansari (18.048)
Muhammad Luthfi Chakim (18.051)
Muhammad Riqza Maulana (18.052)

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM IV / DIPONEGORO


SEMARANG
2020
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan
patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak
mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan dan/ kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian
volume diastolik secara abnormal (Mansjoer dan Triyanti, 2007).
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana
jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi
kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal
ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna
menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh
atau mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal.Jantung hanya
mampu memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot
jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat.Sebagai
akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air dan garam. Hal
ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh
seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien
menjadi bengkak (congestive) (Udjianti, 2010).
Gagal jantung adalah suatu sindrom klinis yang ditandai oleh
sejumlah gejala dan tanda, serta disebabkan oleh berbagai kelainan
jantung, seperti: gangguan irama jantung, gangguan endokardial,
pericardial, valvular, atau miokardial. Kelainan miokardial dapat
bersifat sistolik (berhubungan dengan kontraksi dan pengosongan
ventrikel), diastolic (berhubungan dengan relaksasi dan pengisian
pengisian ventrikel), atau kombinasi keduanya (Muttaqin, 2012:206)
B. Etiologi
Ada beberapa etiologi / penyebab dari gagal jantung :
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis
koroner, hipertensi artikel, dan penyakit degeneratif atau
inflamasi (Kasron, 2012:56).
2. Aterosklerosis koroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium
karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia
dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium
(kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal
jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif,
berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas
menurun (Kasron, 2012:56).
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatnya beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrophi serabut otot jantung (Kasron, 2012:57).
4. Peradangan dan penyakit miokardium degenerative
Sangat berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas
menurun (Kasron, 2012:57).
5. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung.
Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah
yang masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidak mampuan
jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif
kostriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak afteer
load (Kasron, 2012:57).
6. Faktor sistematik
Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal ginjal. Meningkatnya laju metabolisme, hipoksia
dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk
memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga
dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik
atau metabolik dan abnormalita elektronik dapat menurunkan
kontraktilitas jantung(Kasron, 2012:57).

C. Patofisiologi
Fungsi jantung sebagai sebuah pompa diindikasikan oleh
kemampuannya untuk memenuhi suplai darah yang adekuat keseluruh
bagian tubuh, baik dalam keadaan istirahat maupun saat mengalami
stress fisiologis (Kasron, 2012:58).
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi
keadaan-keadaan :
1. Prelood (beban awal)
Jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan
tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut
jantung.
2. Kontraktilitas
Perubahan kekuatan kontriksi berkaitan dengan panjangnya
regangan serabut jantung.
3. Afterlood (beban akhir)
Besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa
darah melawan tekanan yang diperlukan oleh tekanan
arteri (Kasron, 2012:59).

Pada keadaan gagal jantung, bila salah satu/lebih dari keadaan di atas
terganggu, menyebabkan curah jantung menurun, meliputi keadaan yang
menyebabkan prelood meningkat contoh regurgitasi aorta, cacat septum
ventrikel. Menyebabkan afterlood meningkat yaitu pada keadaan stenosis
aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun
pada infark miokardium dan kelainan otot jantung (Kasron, 2012:59).
Adapun mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi
menurunnya kemampuan kontraktilitas jantung, sehingga darah yang di
pompa pada setiap kontriksi menurun dan menyebabkan penurunan darah
keseluruh tubuh. Apabila suplai darah kurang ke ginjal akan mempengaruhi
mekanisme pelepasan renin-angiotensin dan akhirnya terbentuk angiotensin
II mengakibatkan terangsangnya sekresi aldosteron dan menyebabkan
retensi natrium dan air, perubahan tersebut meningkatkan cairan ektra-
intravaskuler sehingga terjadi ketidakseimbangan volume cairan dan
tekanan selanjutnya terjadi edema. Edema perifer terjadi akibat penimbunan
cairan dalam ruang interstial. Proses ini timbul masalah seperti nokturia
dimana berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat dan juga
redistribusi cairan dan absorpsi pada waktu berbaring. Gagal jantung
berlanjut dapat menimbulkan gejala-gejala gastrointestinal seperti mual,
muntah, anoreksia (Kasron, 2012:59).
Apabila suplai darah tidak lancar di paru-paru (darah tidak masuk
kejantung), menyebabkan penimbunan cairan di paru-paru yang dapat
menurunkan pertukaran O₂dan Co₂ antara udara dan darah di paru-paru,
sehingga oksigenisasi arteri berkurang dan terjadi peningkatan CO₂, yang
akan membentuk asam di dalam tubuh. Situasi ini akan memberikan suatu
gejala sesak napas (dyspnea), artopnea (dypsnea saat berbaring) terjadi
apabila aliran darah dari ektrimitas meningkatkan aliran balik vena ke
jantung dan paru-paru (Kasron, 2012:59).

D. Manifestasi Klinis
Tanda dominan gagal jantung adalah meningkatnya volume
intravaskular. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena
yang meningkat akibat turunya curah jantung pada kegagalan jantung.
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara
terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel
kanan. Keagagalan salaah astu ventriekel dapat mengakibatkan
penurunan perfungsi jaringan, tetapi menifestasi kongesti dapat bebeda
tergantung pada kegagaalan ventrikel mana yang terjadi (Kasron,
2012:68-69).
1. Gagal jantung kiri, manifestasi klinisnya :
Kongesti paru meninjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel
kiri tak mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi
klinisnya yang terjadi yaitu:
a. Dipsnea
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan
menganggu pertukaaran gas. Dapat terjadi ortopnu. Beberapa
pasien dapat mengalami ortopnu pada malam hari yang
dinamkan paroksimal nokturnal dipsnea (PDN) (Kasron,
2012:69).
b. Batuk
c. Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat
jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya
pembuangan sisa hasil katabolismejuga terjadi karena
meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan
insomnia yang terjadu karena distress pernafasan dan
batuk (Kasron, 2012:69).
d. Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigen jaringan, steress akibat
kesakitanbernafas dan pengetahuan bahwa jantung tifak
berfungsi dengan baik(Kasron, 2012:69).
e. Sianosis
2. Gagal jantung kanan
a. Kongestif jaringan perifer dan visceral
b. Edema ekstremitas baawah (edema dependen) biasanya edema
piting, penambahan BB
c. Hepatomegali dan  nyeri tekan pada kuadran kanan atas
abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar.
d. Anorexia dan mual. Terjadi akibat pebesaran vena dan statis
vena dalam rongga abdomen.
e. Nokturia
f. Kelemahan (Kasron, 2012:70).

Menurut New York Heart Assosiation (NYHA) membuat klasifikasi


fungsional CHF dalam 4 kelas yaitu:
1) Kelas I: Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan.
2) Kelas II: Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari
aktifitas lebih berat dari aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.
3) Kelas III: Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa
keluhan.
4) Kelas IV: Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas
apapun dan harus tirah baring (Kasron, 2012:59).

E. Komplikasi
1. Syok kardiogenik
2. Episode tromboemboli karena pembentukan bekuan vena
karena stasis darah.
3. Efusi dan temponade pericardium
4. Stroke
5. Penyakit katup jantung
6. Infark miokard
7. Hipertensi
8. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat digitalis (Kasron,
2012:71).

F. Penatalaksanaan
1. Kelas I : Non farmakologi, meliputi diet diet rendah garam,
batasi cairan,menurunkan BB, menghindari alcohol, dan rokok
aktifitas fisik, manajemen stress.
2. Kelas II, III : terapi pengobatan meliputi: diuretik,
vasodilator, ace inhibitor, digitalis, dopamineroik, oksigen.
3. Kelas IV : kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor,
seumur hidup(Kasron, 2012:71).
G. Pathway
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. EKG
Mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikular, infark, penyimpanan
aksis, iskemia, dan kerusakan pola.
2. Tes laboratorium darah
a. Enzim hepar : meningkat dalam gagal jantung / kongesti
b. Elektrolit : kemungkinan berubah karena perpindahan
cairan, penurunan fungsi ginjal.
c. Oksimetri nadi : kemungkinan situasi oksigen rendah
d. AGD : gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis
respiratorik ringan atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2
e. Albumin : mungkin menurun sebagai akibat penurunan
masukan protein.
3. Radiologis
a. Sonogram ekokardiogram dapat menunjukkan pembesaran
bilik perubahan dalam fungsi struktur katup , penurunan
kontraktilitas ventrikel.
b. Scan jantung : tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan
gerakan dinding.
c. Rontgen dada: menunjukkan pembesaran jantung (Kasron,
2012:71).

BAB II

PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian Primer
1) Airways
a. Sumbatan atau penumpukan sekret
b. Wheezing atau krekles

2) Breathing
a. Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
b. RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
c. Ronchi, krekles
d. Ekspansi dada tidak penuh
e. Penggunaan otot bantu nafas terdiri dari: (otot sela iga, otot
leher, otot prut).
f. Retraksi dada terdiri dari:
a). Sub sterna di bawah trakea
b). Supra sternal  di atas klavikula
c). Inter kostal  kosta
d). Sub kosta  dibawah kosta

3) Circulation
a. Nadi lemah , tidak teratur
b. Takikardi
c. TD meningkat / menurun
d. Edema
e. Gelisah
f. Akral dingin
g. Kulit pucat, sianosis
h. Output urine menurun

2. Pengkajian Sekunder
a) Riwayat Keperawatan
1. Keluhan
a. Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).
b. Palpitasi atau berdebar-debar.
c. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea,
sesak nafas saat beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur
harus pakai bantal lebih dari dua buah.
d. Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
e. Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan
f. Insomnia
g. Kaki bengkak dan berat badan bertambah
h. Jumlah urine menurun
i. Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.

2. Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard


kronis, diabetes melitus, bedah jantung, dan disritmia.
3. Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan,
alkohol.
4. Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan
fungsi jantung, steroid, jumlah cairan per-IV, alergi
terhadap obat tertentu.
5. Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.
6. Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka
waktu
7. Postur, kegelisahan, kecemasan
8. Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau
COPD yang merupakan faktor pencetus peningkatan kerja
jantung dan mempercepat perkembangan CHF.

b) Pemeriksaan Fisik
1. Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan,
kelemahan, toleransi aktivitas, nadi perifer, displace
lateral PMI/ iktus kordis, tekanan darah, mean arterial
presure, bunyi jantung, denyut jantung, pulsus alternans,
Gallop’s, murmur.
2. Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan
(ronkhi, rales, wheezing)
3. Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O,
hepatojugular refluks
4. Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa
cemas/ takut yang kronis
5. Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites
6. Konjungtiva pucat, sklera ikterik
7. Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin,
diaforesis, warna kulit pucat, dan pitting edema.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Gagal jantung adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu
mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun
tekanan pengisian vena normal.

B. SARAN
Kegagalan fungsi pada organ jantung dapat mengganggu aktivitas pasien.
Maka dari itu untuk menghindari factor resiko dari kegagalan jantung yaitu
dengan mengubah pola hidup kita menjadi pola hidup yang sehat, dengan
berolahraga teratur dan menjaga pola makan
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, A ., et al. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1


edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika

Kasron. 2012. Buku Ajar Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajara Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan


Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Jurnal Evolta. 2012. Universitas Pembangunan Manado.

Marsinia. 2012. Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan oksigenasi Pada


Tn.W: Congestive Heart Failure (CHF) Di ruang Cempaka RSUD
Kebumen. Di file:///F:/chf/jurnal/jtstikesmuhgo-gdl-marsinia09-1455-1-
bab1-3-i.pdf

Anda mungkin juga menyukai