Diajukan Kepada :
Disusun Oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2016
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
a. Nama : Tn. A
b. Usia : 30 tahun
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Agama : Islam
e. Suku : Jawa
f. Alamat : Jambearum RT 04/IV, Kabupaten Kendal
g. Pekerjaan : Buruh
h. Status : Menikah
i. Tanggal masuk RS : 27 November 2016
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di bangsal Anggrek pada tanggal
29 November 2016 pukul 14.00 WIB
3
Pasien mengeluh lemas (+), pusing (+), mual (-), muntah (-), pingsan (-),
luka (-), dan pasien masih dapat mengingat kejadian dengan baik.
c. RPD :
Riwayat AMPLE
Alergi : obat (disangkal), makanan (disangkal)
Medicine : obat ( disangkal), alkohol (disangkal)
Past Illness :
Riwayat Jatuh : disangkal
Riwayat Operasi : disangkal
Riwayat darah tinggi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Last meal : makan nasi (sekitar jam 10.00 WIB)
Event/Enviroment : pasien jatuh dikamar mandi
d. RPK :
Riwayat darah tinggi : disangkal
RiwayatDM : disangkal
Riwayat asma : disangkal
4
Tanda vital :
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 88x / menit (reguler, isi dan tegangan cukup)
RR : 20x /menit (reguler)
T : 36,5 °C (axiler)
Status Gizi :
BB : 55 kg
TB : 160 cm
IMT : 21,4 kg/m2
Kesan gizi : Normoweight
1. Status Interna
Kepala : kesan mesocephal, Deformitas (-)
rhinorea (-/-)
Thorax :
5
Paru
Perkusi
Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
Kanan Sonor seluruh lapang paru. Sonor seluruh lapang paru.
Kiri
6
SD : vesikuler SD : vesikuler
Jantung
Perkusi :
Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-) SIII (-), SIV (-)
Abdomen
7
Palpasi : defans mucular (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien : tak
teraba
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, pekak sisi (+)
normal, pekak alih (-), nyeri ketok ginjal (-)
Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin (-/-) (-/-)
Oedem (-/-) (-/+)
Sianosis (-/-) (-/-)
Capillary refill <2”/<2” <2”/<2”
2. Status Lokalis
Regio Cruris Sinistra
1) Look : warna kulit tampak sama dengan kulit sekitar, luka (-), oedem
(+), deformitas (-)
2) Feel : nyeri tekan (+), krepitas (-), sensibilitas (+), suhu teraba hangat
(+), arteri dorsalis pedis (+)
3) Move :
- Aktif : tungkai kiri terbatas karena nyeri
- Pasif : tungkai kiri terbatas karena nyeri
- Power : tungkai kiri 222
IV. DIAGNOSIS
Fraktur tertutup tibia fibula 1/3 distal sinistra displace
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Darah rutin
8
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Leukosit 8,03 ribu/ul 3,8-10,6
Eritrosit L 4,24 juta/ul 4,4-5,9
Hb 13,30 g/dl 13,7-17,3
Hematokrit L 38,20 % 40-52
MCV 90,10 Fl 80 – 100
MCH 31,40 Pg 26 – 34
MCHC 34,80 g/Dl 32 – 36
Trombosit 221 10^3/ul 150-440
RDW 12,80 % 11.5-14.5
Eosinofil absolut 0,06 10^3/ul 0,045 – 0,44
Basofil absolut 0,02 10^3/ul 0 – 0,2
Netrofil absolut 5,62 10^3/ul 1,8 – 8
Limfosit absolut 1,74 10^3/ul 0,9 – 5,2
Monosit absolut 0,59 10^3/ul 0,16 – 1
Eosinofil L 0,70 % 2–4
Basofil 0,20 % 0–1
Neutrofil H 70,10 % 50 -70
Limfosit L 21,70 % 25 - 40
Monosit 7,30 % 2 –8
Elektrolit
b. X Foto Rontgen
9
X Foto Cruris Sinistra
- Tampak discontinuitas os fibula
- Aposisi, aligment tak baik
- Tampak discontinuitas os tibia 1/3 distal
- Aposisi, aligment tak baik
- Sela sendi baik
- Soft tissue bengkak
Kesan : fraktur multiple os tibia dan os fibula sinistra 1/3 displace
VI. RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Tugurejo dengan keluhan nyeri pada
tungkai kiri bawah karena kecelakaan lalu lintas. Kejadian terjadi saat pasien
pulang kerja, motor yang dikendarai pasien ditabrak oleh mobil dari arah
belakang kemudian pasien terjatuh dengan tumpuan tungkai bawah sebelah
kiri. Kemudian pasien merasakan tungkai kiri bagian bawahnya bengkak dan
tidak dapat digerakkan lalu dibawa ke IGD RSUD Tugurejo tanpa dipijat atau
diberi obat sebelumnya oleh warga sekitar.
Pasien mengeluh lemas (+), pusing (+), mual (-), muntah (-), pingsan
(-), luka (-), dan pasien masih dapat mengingat kejadian dengan baik.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU tampak lemas, TD: 130/90
mmHg. Status lokalis regio cruris sinistra nyeri tekan (+), oedem (+),
10
pergerakan aktif-pasif pada tungkai kiri bagian bawah terbatas karena nyeri,
power pada tungkai kiri bagian bawah 222. Foto Rontgen AP Lateral cruris
sinistra hasilnya terdapat discontinuitas os tibia dan os fibula 1/3 distal.
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad malam
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Anatomi Regio Cruris
1) Sistem Tulang
A. Tulang Tibia
Tulang tibia terdiri dari tiga bagian yaitu epyphysis proksimalis,
diaphysis dan epiphysis. Epiphysis proksimalis terdiri dari dua bulatan yaitu
condilus medialis dan condilus lateralis. Pada permukaan proksimal terdapat
permukaan sendi untuk bersendi dengan tulang femur disebut facies articularis
superior yang ditengahnya terdapat peninggian disebut eminentia
intercondyloidea. Di ujung proksimal terdapat dataran sendi yang menghadap
ke lateral disebut facies articularis untuk bersendi dengan tulang fibula.
B. Tulang fibula
Tulang fibula terletak disebelah lateral tibia mempunyai tiga bagian
yaitu epiphysis proksimalis, diaphysis dan epiphysis distalis. Epiphysis
proksimalis membulat disebut capitulum fibula yang kearah proksimal meruncing
menjadi apex kapituli fibula. Kapitulum fibula mempunyai dataran sendi yaitu
facies artycularis capituli fibula untuk bersendi dengan tulang fibula.
12
Diaphysis mempunyai empat crista yaitu Krista lateralis, Krista medialis,
Krista anterior, Krista interosea, dan tiga dataran yaitu facies medialis, facies
lateralis, facies posterior.
1 2
Gambar 2.2
13
Gambar 2.3
Keterangan gambar:
Tulang tibia:
Tulang fibula:
4. Crista medialis
2) Sistem Otot
14
Tabel 2.1 Otot-otot penggerak tungkai bawah bagian belakang
15
No Otot Origo Insertio Ivervasi Fungsi
1 m.peroneus - Condylus - sisi lateral N.peroneus Plantar
lateralis tibia fleksi kaki
longus os. superificialis
- Capitulum cuneiforme Eversi
fibulae mediale (VL4,VS1) kaki
- 2/3 - basis
bagian os.metatars
atas al
lateralis
ke I
corpus
2 m.peroneus - tibulae
2/3 bagian - tuberositas n. peroneus Plantar
bawah fleksi
brevis os.Meta superficialis
fibulae tarsal ke 5 Eversi
lateralis (VL4,VS1) kaki
(Spalteholz, 1987)
16
Tabel 2.3 Otot-otot penggerak tungkai bawah bagian depan
membran
a
2 m. tibialis -interossea
bagian lateral - sisi n.peroaeus - ekstensi
medial
anterior condylus profundal kakipada
lateralis tibia cuneiforme semi
medialis pergelan
- 2/3 corpus basis os I gan kaki
tibia
- inversi
bagian atas
3 m. extensor - pertengahan -facies n. -ekstensi
-medial
membrana
facies profundus ibu jari kaki
hallucis anterior
medial fibularis superior
longus basis (VL4-VS1) -ekstensi
phalanx pada
pergelangan
-phalanx kaki
distalis ibu -inversi
(Spalteholz, 1987) jari kaki kaki
17
b) Otot penggerak ekstensi lutut antara lain : musculus vastus lateralis, vastus
intermedius, musculus vastus medialis, musculus rectus femoris.
3) Sistem Sendi
A. Sedi Lutut
Sendi lutut adalah sendi yang komplit yang melibatkan empat tulang
yaitu os femur, os tibia, os patella, serta os fibula. Lutut terdiri dari dua
persendian yang berada dalam satu kapsul yaitu sendi tibiofemoral dan sendi
patellofemoral (Norkin, 1995). Tibiofemoral dibentuk oleh condylus
18
femoralis lateralis dan medialis yang berbentuk cembung dengan tibia plateu
yang berbentuk cekung. Sendi patellofemoral dibentuk oleh facies patellaris
tulang femur dengan tulang patella.
19
3.2. Fraktur
1. Peristiwa trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan,
pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung, tulang dapat
20
patah pada tempat yang terkena, jaringan lunaknya juga pasti rusak. Bila
terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami fraktur pada tempat
yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu, kerusakan jaringan lunak di
tempat fraktur mungkin tidak ada.
3. Fraktur patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah
(misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada
penyakit Paget).
Banyak diantara fraktur itu disebabkan oleh trauma tumpul, dan resiko
komplikasinya berkaitan langsung dengan luas dan tipe kerusakan jaringan
lunak. Tscherne (1984) menekankan pentingnya menilai dan menetapkan
tingkat cedera jaringan lunak:
21
C2 = abrasi dalam, kontusio jaringan lunak dan pembengkakan, dengan
fraktur berat
b. fraktur terbuka
disebut juga compound fracture. Fraktur terbuka adalah fraktur yang
mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan
lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari luar).
Klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo, Merkow dan Templeman (1990):
Grade I
- Panjang luka < 1 cm
- Biasanya berupa tusukan dari dalam kulit menembus ke luar
- Kerusakan jaringan lunak sedikit
- Fraktur biasanya berupa fraktur simpel, transversal, oblik pendek atau
sedikit komunitif
Grade II
- Laserasi kulit > 1 cm
- Tidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi kulit
- Kerusakan jaringan sedang
- Sedikit kontaminasi dari fraktur
Grade III
22
- Kerusakan jaringan lunak hebat
- Kontaminasi hebat
- Dibadi menjadi 3 subtipe:
IIIA : Jaringan lunak cukup untuk menutup fraktur , Fraktur bersifat
segmental atau komunitif hebat
IIIC: Fraktur terbuka yang disertai kerusakan arteri dan saraf tanpa
memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.
2) Klasifikasi Radiologis
a. Berdasarkan Lokasi
Fraktur dapat terjadi di berbagai tempat pada tulang seperti
pada diafisis, metafisis, epifisis, atau intraartikuler . Jika fraktur
didapatkan bersamaan dengan dislokasi sendi, maka dinamakan fraktur
dislokasi.
b. Berdasarkan konfigurasi
Dilihat dari garis frakturnya, dapat dibagi menjadi transversal
(mendatar), oblik (miring), atau spiral (berpilin). Jika terdapat lebih dari
satu garis fraktur, maka dinamakan kominutif.
3.2.4 Fraktur Tibia
Fraktur tibia dapat terjadi pada bagian proksimal (kondiler), diafisis atau
persendian pergelangan kaki.
23
A. Fraktur Kondiler Tibia
Mekanisme trauma
Klasifikasi
V : Fraktur bikondiler
24
Tipe IV-VI biasanya terjadi akibat trauma dengan tekanan yang kuat. Fraktur
tidak bergeser apabila depresi kurang dari 4 mm, sedangkan yang bergeser apabila
depresi melebihi 4 mm.
25
(dikutip dari kepustakaaii)
Gambaran klinis
Pada anamnesis terdapat riwayat trauma pada lutut, pembengkakan dan nyeri
serta hemartrosis. Terdapat gangguan dalam pergerakan sendi lutut. Biasanya pasien
tidak dapat menahan beban. Sewaktu pemeriksaan, mereka merasakan nyeri pada
proksimal tibia dan gerakan flesi dan ekstensi yang terbatas. Dokter perlu
menentukan adanya penyebab cedera itu akibat tenaga yang kuat atau lemah karena
cedera neovaskular, ligamen sindroma kompartmen lebih sering terjadi pada cedera
akibat tenaga kuat. Pulsasi distal dan fungsi saraf peroneal perlu diperiksa. Kulit perlu
diperiksa secara seksama untuk mencari tanda-tanda abrasi atau laserasi yang dapat
menjadi tanda fraktur terbuka.
26
pelebaran sudut sendi pada lutut yang stabil mestilah tidak lebih dari 10o dengan
stress varus atau valgus pada mana-mana titik dalam aksis gerakan dari ekstensi
penuh hingga fleksi 90o. Integritas ligamen crusiatum anterior perlu dinilai melalui
tes Lachman.
Pemeriksaan radiologik
Dengan foto rontgen posisi AP dan lateral dapat diketahui jenis fraktur, tapi
kadang-kadang diperlukan pula foto oblik. Apabila pada foto polos tidak dapat dilihat
dengan jelas, CT atau tomografi dengan proyeksi AP dan lateral sering diperlukan.
Untuk melihat tanda Fat(marrow)-fluid(blood) interface sign (hemarthrosis)
dilakukan cross table lateral view.
Gambaran fraktur:
27
Gambar 2.13. (A) Fraktur kondiler tibia dengan split dan terpisah di lateral. (B)
Fraktur kondiler tibia direduksi dengan menggunakan buttress plate dan screw untuk
mengembalikan kongruensi sendi.
Pengobatan
1. Konservatif
Pada fraktur yang tidak bergeser dimana depresi kurang dari 4 mm dapat
dilakukan beberapa pilihan pengobatan, antara lain verban elastik, traksi, atau
gips sirkuler. Prinsip pengobatan adalah mencegah bertambahnya depresi, tidak
menahan beban dan segera mobilisasi pada sendi lutut agar tidak segera terjadi
kekakuan sendi.
2. Operatif
Depresi yang lebih dari 4 mm dilakukan operasi dengan mengangkat bagian
depresi dan ditopang dengan bone graft. Pada fraktur split dapat dilakukan
pemasangan screw atau kombinasi screw dan plate untuk menahan bagian
fragmen terhadap tibia.
Komplikasi
28
1. Genu valgum; terjadi oleh karena depresi yang tidak direduksi dengan baik
2. Kekakuan lutut; terjadi karena tidak dilakukan latihan yang lebih awal
3. Osteoartritis; terjadi karena adanya kerusakan pada permukaan sendi sehingga
bersifat irrreguler yang menyebabkan inkonkruensi sendi lutut.
4. Malunion
5. Cedera ligamen dan meniskus (misal: ligamen medial kollateral)
6. Cedera saraf peroneal.12
Fraktur diafisis tibia terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan
menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi
akan menimbulkan fraktur tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas antara
1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian distal. Tungkai bawah bagian depan sangat sedikit
ditutupi otot sehingga fraktur pada daerah tibia sering bersifat terbuka. Penyebab
utama terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas.
29
Klasifikasi fraktur
Klasifikasi dari fraktur diafisis tibia bermanfaat untuk kepentingan para dokter
yang menggunakannya untuk memperkirakan kemungkinan penyembuhan dari
fraktur dalam menjalankan penatalaksanaannya.
30
Sistem klasifikasi yang sering digunakan pada fraktur terbuka adalah sistem
Gustilo sebagai berikut:
Gambar 2.16. (A)Fraktur OTA tipe B.Ini adalah fraktur terbuka Gustilo tipe IIIb. (B)
Fraktur ini dipasang dengan locked intramedullary nail. Foto lateral menunjukkan
OTA tipe II dengan hilangnya tulang. Fraktur tidak menyatu, dan pertukaran nailing
dilakukan 5 bulan setelah kecederaan.(C) 4 bulan setelah pertukanran nailing, fraktur
menyatu dan area yang hilang tulang telah terisi tanpa bone grafting.
31
Gambaran klinis
Pemeriksaan radiologis
Foto rontgen harus mencakup bagian distal dari femur dan ankle. Dengan
pemeriksaan radiologis, dapat ditentukan lokalisasi fraktur, jenis fraktur, sama ada
transversal, spiral oblik atau rotasi/angulasi. Dapat ditentukan apakah fraktur pada
tibia dan fibula atau tibia saja atau fibula saja. Juga dapat ditentukan apakah fraktur
bersifat segmental. Foto yang digunakan adalah foto polos AP dan lateral. CT tidak
diperlukan.
Gambar 2.17. Fraktur diafisis tibia dan fibula dengan pergeseran lateral 100%.
32
Gambar 2.18. (A) Fraktur stress pada seorang atlit muda.(B) Perhatikan sklerosis
and pelebaran cortical berikut penyembuhan tulang.
Pengobatan
1. Konservatif
Pengobatan standar dengan cara konservatif berupa reduksi fraktur dengan
manipulasi tertutup dengan pembiusan umum. Pemasangan gips sirkuler untuk
immobilisasi, dipasang sampai diatas lutut.
Prinsip reposisi adalah fraktur tertutup, ada kontak 70% atau lebih, tidak ada
angulasi dan tidak ada rotasi. Apabila ada angulasi, dapat dilakukan koreksi
setelah 3 minggu (union secara fibrosa). Pada fraktur oblik atau spiral, imobilisasi
dengan gips biasanya sulit dipertahankan, sehingga mungkin diperlukan tindakan
operasi.
Cast bracing adalah teknik pemasangan gips sirkuler dengan tumpuan pada
tendo patella (gips Sarmiento) yang biasanya dipergunakan setelah
pembengkakan mereda atau terjadi union secara fibrosa.
33
2. Operatif
Terapi operatif dilakukan pada fraktur terbuka, kegagalan dalam terapi
konservatif, fraktur tidak stabil dan adanya nonunion.Metode pengobatan operatif
adalah sama ada pemasangan plate dan screw, atau nail intrameduler, atau
pemasangan screw semata-mata atau pemasangan fiksasi eksterna. Indikasi
pemasangan fiksasi eksterna pada fraktur tibia:
Fraktur tibia terbuka grade II dan III terutama apabila terdapat kerusakan
jaringan yang hebat atau hilangnya fragmen tulang
Pseudoartrosis yang mengalami infeksi (infected pseudoarthrosis)
Gambar 2.19. (A) Fraktur OTA tipe A. Ini adalah fraktur bifokal, di mana terdapat
fraktur bimaleolus pergelangan kaki selain fraktur diafisis; 5% dari fraktur tibia
adalah bifokal, dan kombinasi dari pergelangan kaki dan fraktur diafisis yang paling
biasa terjadi. (B) Fraktur diafisis ditangani dengan pemasangan locked intramedullary
nail, dan fraktur pergelangan kaki ditangani dengan teknik AO konvensional.
Komplikasi
Di antara komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur diafisis tibia adalah
infeksi, delayed union atau nonunion, malunion, kerusakan pembuluh darah
34
(sindroma kompartmen anterior), trauma saraf terutama pada vervus peroneal
komunis dan gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki. Gangguan pergerakan
sendi ini biasanya disebabkan adanya adhesi pada otot-otot tungkai bawah.
Mekanisme trauma
Fraktur maleolus dengan atau tanpa subluksasi dari talus, dapat terjadi dalam
beberapa macam trauma.
1. Trauma abduksi
Trauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis yang bersifat
oblik, fraktur pada maleolus medialis bersifat avulsi atau robekan pada ligamen
bagian medial.
2. Trauma adduksi
Trauma adduksi akan menimbulkan fraktur maleolus medialis yang bersifat oblik
atau avulsi maleolus lateralis atau keduanya. Trauma adduksi juga bisa hanya
menyebabkan strain atau robekan pada ligamen lateral, tergantung dari beratnya
trauma.
3. Trauma rotasi eksterna
Trauma rotasi eksterna biasanya disertai dengan trauma abduksi dan terjadi
fraktur pada fibula di atas sindesmosis yang disertai dengan robekan ligamen
medial atau fraktur avulsi pada maleolus medialis. Apabila trauma lebih hebat
dapat disertai dengan dislokasi talus.
4. Trauma kompresi vertikal
35
Pada kompresi vertikal dapat terjadi fraktur tibia distal bagian depan disertai
dengan dislokasi talus ke depan atau terjadi fraktur kominutif disertai dengan
robekan diastesis.
Klasifikasi
Lauge-Hansen(1950) mengklasifikasikan menurut patogenesis terjadinya
pergeseran dari fraktur, yang merupakan pedoman penting untuk tindakan
pengobatan atau manipulasi yang dilakukan. Klasifikasi lain yang lebih sederhana,
menurut Danis & Weber (1991), dimana fibula merupakan tulang yang penting dalam
stabilitas dari kedudukan sendi berdasarkan atas lokalisasi fraktur terhadap
sindesmosis tibiofibular.
36
Klasifikasi ini penting artinya dalam tindakan pengobatan oleh karena selain
fraktur juga perlu dilakukan tindakan pada ligamen.
Gambaran klinis
Pemeriksaan radiologis
37
(dikutip dari kepustakaan 14)
Pengobatan
1. Konservatif
Dilakukan pada fraktur yang tidak bergeser, berupa pemasangan gips sirkuler di
bawah lutut.
2. Operatif
Terapi operatif dilakukan berdasarkan kelainan-kelainan yang ditemukan apakah
hanya fraktur semata-mata, apakah ada robekan pada ligamen atau diastasis pada
tibiofibula serta adanya dislokasi talus( gambar 14.123).
38
• Ruang sendi bagian medial harus terkoreksi sampai normal(4 mm)
• Pada foto oblik tidak nampak adanya diastasis tibiofibula
Tindakan operasi terdiri atas:
Komplikasi
1. Vaskuler
Apabila terjadi fraktur subluksasi yang hebat maka dapat terjadi gangguan
pembuluh darah yang segera, sehingga harus dilakukan reposisi secepatnya.
2. Malunion
Reduksi yang tidak komplit akan menyebabkan posisi persendian yang tidak
akurat yang akan menimbulkan osteoartritis.
3. Osteoartritis
39
4. Algodistrofi
Algodistrofi adalah komplikasi dimana penderita mengeluh nyeri, terdapat
pembengkakan dan nyeri tekan di sekitar pergelangan kaki. Dapat terjadi
perubahan trofik dan osteoporosis yang hebat.
Prognosis dari fraktur tibia untuk kehidupan adalah bonam. Pada sisi fungsi dari kaki
yang cedera, kebanyakan pasien kembali ke perfoma semula,namun hal ini sangat
tergantung dari gambaran frakturnya, macam terapi yang dipilih, dan bagaimana
respon tubuh terhadap pengobatan.
3.2.5 Diagnosis
Menegakkan diagnosis fraktur dapat secara klinis meliputi anamnesis lengkap
dan melakukan pemeriksaan fisik yang baik, namun sangat penting untuk
dikonfirmasikan dengan melakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen
untuk membantu mengarahkan dan menilai secara objektif keadaan yang sebenarnya.
A. Anamnesa
Penderita biasanya datang dengan suatu trauma (traumatic fraktur), baik yang
hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk
menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena
fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi
ditempat lain. Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian atau jatuh dikamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda
berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau karena trauma olah raga.
Penderita biasanya datang karena nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota
gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.
B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
40
Syok, anemia atau perdarahan.
Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang
atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen.
Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis (penyakit Paget).
Look (Inspeksi)
- Deformitas: angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi
(rotasi,perpendekan atau perpanjangan).
- Bengkak atau kebiruan.
- Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak).
- Pembengkakan, memar dan deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal
yang penting adalah apakah kulit itu utuh. Kalau kulit robek dan luka
memiliki hubungan dengan fraktur, cedera itu terbuka (compound).
Feel (palpasi)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh
sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
41
Move (pergerakan)
- Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.
- Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada
sendinya.
- Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri
hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar,
disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak
seperti pembuluh darah dan saraf.
3. Pemeriksaan Penunjang
- Sinar -X
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.
Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk
menentukan keadaan, lokasi serta eksistensi fraktur. Untuk menghindari
nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita
mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi
sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.
42
Pemeriksaan dengan sinar-X harus dilakukan dengan ketentuan ´Rules of
Two´:
Dua pandangan
Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X
tunggal dan sekurang-kurangnya harus dilakukan 2 sudut pandang
(AP & Lateral/Oblique).
Dua sendi
Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur
atau angulasi. Tetapi angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau
tulang yang lain juga patah, atau suatu sendi mengalami dislokasi.
Sendi-sendi diatas dan di bawah fraktur keduanya harus disertakan
dalam foto sinar-X.
Dua tungkai
Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan diagnosis
fraktur. Foto pada tungkai yang tidak cedera akan bermanfaat.
Dua cedera
Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari
1 tingkat. Karena itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur
perlu juga diambil foto sinar-X pada pelvis dan tulang belakang.
Dua kesempatan
Segera setelah cedera, suatu fraktur mungkin sulit dilihat, kalau
ragu-ragu, sebagai akibatresorbsi tulang, pemeriksaan lebih jauh
10-14 hari kemudian dapat memudahkan diagnosis.
- Pencitraan Khusus
43
Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu
dinyatakan apakah fraktur terbuka atau tertutup, tulang mana yang
terkena dan lokalisasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur serta
bentuk fraktur itu sendiri. Konfigurasi fraktur dapat menentukan
prognosis serta waktu penyembuhan fraktur, misalnya penyembuhan
fraktur transversal lebih lambat dari fraktur oblik karena kontak yang
kurang. Kadang-kadang fraktur atau keseluruhan fraktur tidak nyata pada
sinar-X biasa.Tomografi mungkin berguna untuk lesi spinal atau fraktur
kondilus tibia. CT atau MRI mungkin merupakan satu-satunya cara yang
dapat membantu, sesungguhnya potret transeksional sangat penting untuk
visualisasi fraktur secara tepat pada tempat yang sukar. Radioisotop
scanning berguna untuk mendiagnosis fraktur-tekanan yang dicurigai atau
fraktur tak bergeser yang lain.
Non Operatif
1. Reduksi
Reduksi adalah terapi fraktur dengan cara mengantungkan kaki dengan tarikan
atau traksi.
2. Imobilisasi
Imobilisasi dengan menggunakan bidai. Bidai dapat dirubah dengan gips dalam 7-
10 hari, atau dibiarkan selama 3-4 minggu.
44
memperkuat otot kuadrisef yang nantinya diharapkan dapat mengembalikan ke
fungsi normal
Operatif
a. Absolut
- Pemendekan
Adapun jenis-jenis operasi yang dilakukan pada fraktur tibia diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Fiksasi eksternal
a. Standar
45
Fiksasi eksternal standar dilakukan pada pasien dengan cidera multipel yang
hemodinamiknya tidak stabil, dan dapat juga digunakan pada fraktur terbuka
dengan luka terkontaminasi. Dengan cara ini, luka operasi yang dibuat bisa
lebih kecil, sehingga menghindari kemungkinan trauma tambahan yang dapat
memperlambat kemungkinan penyembuhan. Di bawah ini merupakan gambar
dari fiksasi eksternal tipe standar.
b. Ring Fixators
46
c. Open reduction with internal fixation (ORIF)
Cara ini biasanya digunakan pada fraktur diafisis tibia yang mencapai ke
metafisis. Keuntungan penatalaksanaan fraktur dengan cara ini yaitu gerakan
sendinya menjadi lebih stabil. Kerugian cara ini adalah mudahnya terjadi
komplikasi pada penyembuhan luka operasi. Berikut ini merupakan gambar
penatalaksanaan fraktur dengan ORIF.
d. Intramedullary nailing
Cara ini baik digunakan pada fraktur displased, baik pada fraktur terbuka atau
tertutup. Keuntungan cara ini adalah mudah untuk meluruskan tulang yang
cidera dan menghindarkan trauma pada jaringan lunak. Di bawah ini adalah
gambar dari penggunaan intramedullary nailing.
47
2. Amputasi
Amputasi dilakukan pada fraktur yang mengalami iskemia, putusnya nervus tibia
dan pada crush injury dari tibia.
3.2.6 Komplikasi
1) Infeksi
Infeksi dapat terjadi karena penolakan tubuh terhadap implant berupa internal
fiksasi yang dipasang pada tubuh pasien. Infeksi juga dapat terjadi karena luka yang
tidak steril.
2) Delayed union
Delayed union adalah suatu kondisi dimana terjadi penyambungan tulang tetapi
terhambat yang disebabkan oleh adanya infeksi dan tidak tercukupinya peredaran
darah ke fragmen.
3) Non union
Non union merupakan kegagalan suatu fraktur untuk menyatu setelah 5 bulan
mungkin disebabkan oleh faktor seperti usia, kesehatan umum dan pergerakan pada
tempat fraktur.
4) Avaskuler nekrosis
5) Mal union
48
7) Gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki.
Gangguan ini biasanya disebakan karena adanya adhesi pada otot-otot tungkai
bawah.
3.2.7 Prognosis
Menurut Soeharso (1993), fraktur dapat disembuhkan atau disatukan kembali
fragmen-fragmen tulangnya melalui operasi. Namun ada sebagian jenis fraktur yang
sulit disatukan kembali fragmen-fragmen yaitu fraktur pada tulang ulna, tulang
radius, tulang fibula dan tulang tibia. Fraktur pada daerah elbow, caput femur dan
cruris dapat menyebabkan kematian karena pada daerah tersebut dilewati saraf besar
yang sangat berperan dalam kehidupan seseorang. Prognosis fraktur tergantung dari
jenis fraktur, usia penderita, letak, derajat keparahan, cepat dan tidaknya penanganan.
Prognosis pada pasca operasi fraktur cruris 1/3 tengah tergantung pada jenis dan
bentuk fraktur, bagaimana operasinya, dan peran dari fisioterapi.
Prognosis dikatakan baik jika penderita secepat mungkin dibawa ke rumah sakit
sesaat setelah terjadi trauma, kemudian jenis fraktur yang diderita ringan, bentuk dan
jenis perpatahan simple, kondisis umum pasien baik, usia pasien relative muda, tidak
terdapat infeksi pada fraktur dan peredaran darah lancar. Penanganan yang diberikan
seperti operasi dan pemberian internal fiksasi juga sangat mempengaruhi terutama
dalam memperbaiki struktur tulang yang patah. Setelah operasi dengan pemberian
internal fiksasi berupa plate and screw, diperlukan terapi latihan untuk
mengembalikan aktivitas fungsionalnya. Pemberian terapi latihan yang tepat akan
memberikan prognosis yang baik bilamana (1) quo ad vitam baik jika pada kasus ini
tidak mengancam jiwa pasien, (2) quo ad sanam baik jika jenis perpatahan ringan,
usia pasien relative muda dan tidak ada infeksi pada fraktur, (3) quo ad fungsionam
baik jika pasien dapat melakukan aktivitas fungsional, (4) quo ad cosmeticam yang
disebut juga dengan proses remodeling baik jika tidak terjadi deformitas tulang.
Dalam proses rehabilitasi, peran fisioterapi sangat penting terutama dalam mencegah
komplikasi dan melatih aktivitas fungsionalnya.
49
50