Anda di halaman 1dari 50

“Fraktur Tibia Fibula 1/3 Distal Sinistra”

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

di Bagian Ilmu Bedah

Diajukan Kepada :

Pembimbing : dr. Suhardiyono, Sp.OT FICS

Disusun Oleh :

Chitra Nisa Adilah H2A012073

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Bedah

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

RSUD Dr. ADHYATMA, MPH

2016

1
BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya terjadi akibat trauma.


Fraktur dapat terjadi di ujung tulang dan sendi yang sekaligus menimbulkan dislokasi
sendi. Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur
tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur
terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial
untuk terjadi infeksi Gejala klinis fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri,
dan bengkak di bagian tulang yang patah,deformitas ( angulasi,rotasi,diskrepansi),
nyeri tekan, krepitasi , gangguan fungsi musculoskeletal akibat nyeri, putusnya
kontinuitas tulang dan gangguan neurovascular. Apabila gejala klasik tersebut ada ,
secara klinik diagnosis fraktur dapat ditegakkan walaupun jenis konfigurasi
frakturnya belum dapat ditentukan. Patah tulang tibia dan fibula yang lazim disebut
patah tulang kruris merupakan fraktur yang sering terjadi dibandingkan fraktur batang
tulang panjang lainnya. Periosteum pada tulang tibia agak tipis terutama pada daerah
depan yang hanya dilapisi kulit, sehingga tulang ini mudah patah dan fragmen
frakturnya bergeser. Karena berada langsung dibawah kulit sering ditemukan juga
fraktur terbuka. Cedera terjadi akibat gaya angulasi yang menyebabkan garis fraktur
transversal atau miring, kadang dengan fragment kominutif.

2
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
a. Nama : Tn. A
b. Usia : 30 tahun
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Agama : Islam
e. Suku : Jawa
f. Alamat : Jambearum RT 04/IV, Kabupaten Kendal
g. Pekerjaan : Buruh
h. Status : Menikah
i. Tanggal masuk RS : 27 November 2016

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di bangsal Anggrek pada tanggal
29 November 2016 pukul 14.00 WIB

a. Keluhan Utama : Nyeri pada tungkai kiri bawah


b. RPS :
Pasien datang ke IGD RSUD Tugurejo dengan keluhan nyeri pada
tungkai kiri bawah karena kecelakaan lalu lintas. Kejadian terjadi saat pasien
pulang kerja, motor yang dikendarai pasien ditabrak oleh mobil dari arah
belakang kemudian pasien terjatuh dengan tumpuan tungkai bawah sebelah
kiri. Kemudian pasien merasakan tungkai kiri bagian bawahnya bengkak dan
tidak dapat digerakkan lalu dibawa ke IGD RSUD Tugurejo tanpa dipijat atau
diberi obat sebelumnya oleh warga sekitar.

3
Pasien mengeluh lemas (+), pusing (+), mual (-), muntah (-), pingsan (-),
luka (-), dan pasien masih dapat mengingat kejadian dengan baik.

c. RPD :
Riwayat AMPLE
Alergi : obat (disangkal), makanan (disangkal)
Medicine : obat ( disangkal), alkohol (disangkal)
Past Illness :
Riwayat Jatuh : disangkal
Riwayat Operasi : disangkal
Riwayat darah tinggi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Last meal : makan nasi (sekitar jam 10.00 WIB)
Event/Enviroment : pasien jatuh dikamar mandi

d. RPK :
Riwayat darah tinggi : disangkal
RiwayatDM : disangkal
Riwayat asma : disangkal

e. Riwayat Sosial Ekonomi :


Pasien seorang pekerja buruh. Pasien tinggal bersama dengan istri dan
anaknya. Biaya pengobatan menggunakan BPJS. Kesan ekonomi cukup.
Pasien tidak mengkonsumsi alcohol dan rokok.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis

4
Tanda vital :
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 88x / menit (reguler, isi dan tegangan cukup)
RR : 20x /menit (reguler)
T : 36,5 °C (axiler)

Status Gizi :

BB : 55 kg
TB : 160 cm
IMT : 21,4 kg/m2
Kesan gizi : Normoweight
1. Status Interna
Kepala : kesan mesocephal, Deformitas (-)

Mata : Corpus alienum (-/-), konjungtiva anemis (-/-),

edem palpebra (-/-), hematoma palpebra inferior (-/-)

peflek pupil direk (+/+), reflek pupil indirek (+/+)

pupil isokor (D: 3mm/3mm)

Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), jejas (-),

rhinorea (-/-)

Telinga : jejas (-), othorea (-/-)

Mulut : Lembab (+), sianosis (-), perdarahan (-)

Leher : Tiroid (Normal), Jejas (-), deviasi trakea (-),

deformitas (-), pembengkakan (-), JVP (Normal)

Thorax :

5
Paru

Paru depan Paru belakang


Inspeksi
Normochest, simetris, Normochest, simetris,
Statis
kelainan kulit (-/-), sudut kelainan kulit (-/-)
arcus costa dalam batas
normal, ICS dalam batas
normal
Pengembangan pernafasan Pengembangan pernapasan
paru normal paru normal
Dinamis

Palpasi Simetris (N/N), Nyeri tekan Simetris (N/N), Nyeri


(-/-), ICS dalam batas tekan (-/-), ICS dalam
normal, taktil fremitus sulit batas normal, taktil
dinilai fremitus sulit dinilai

Perkusi
Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
Kanan Sonor seluruh lapang paru. Sonor seluruh lapang paru.
Kiri

Auskultasi Suara dasar vesicular, Ronki Suara dasar vesicular,


(-/-), Wheezing (-/-) Ronki (-/-),Wheezing (-/-)

Tampak anterior paru Tampak posterior paru

6
SD : vesikuler SD : vesikuler

ST : Ronki (-), wheezing (-) ST: Ronki (-), wheezing (-)

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS V 1-2 cm ke arah medial


midclavikula sinistra, thrill (-), pulsus epigastrium (-), pulsus
parasternal (-), sternal lift (-)

Perkusi :

batas atas : ICS II linea parasternal sinistra

pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinsitra

batas kanan bawah : ICS V linea sternalis dextra

kiri bawah : ICS V 1-2 cm ke arah medial midclavikula


sinistra

Konfigurasi jantung (dalam batas normal)

Auskultasi : regular, Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler.

Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-) SIII (-), SIV (-)

Abdomen

 Inspeksi : Datar, warna sama seperti kulit disekitar


 Auskultasi : BU (+) 15 x /menit normal

7
 Palpasi : defans mucular (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien : tak
teraba
 Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, pekak sisi (+)
normal, pekak alih (-), nyeri ketok ginjal (-)

Ekstremitas

Superior Inferior
Akral dingin (-/-) (-/-)
Oedem (-/-) (-/+)
Sianosis (-/-) (-/-)
Capillary refill <2”/<2” <2”/<2”

2. Status Lokalis
Regio Cruris Sinistra
1) Look : warna kulit tampak sama dengan kulit sekitar, luka (-), oedem
(+), deformitas (-)
2) Feel : nyeri tekan (+), krepitas (-), sensibilitas (+), suhu teraba hangat
(+), arteri dorsalis pedis (+)
3) Move :
- Aktif : tungkai kiri terbatas karena nyeri
- Pasif : tungkai kiri terbatas karena nyeri
- Power : tungkai kiri 222

IV. DIAGNOSIS
Fraktur tertutup tibia fibula 1/3 distal sinistra displace

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Darah rutin

8
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Leukosit 8,03 ribu/ul 3,8-10,6
Eritrosit L 4,24 juta/ul 4,4-5,9
Hb 13,30 g/dl 13,7-17,3
Hematokrit L 38,20 % 40-52
MCV 90,10 Fl 80 – 100
MCH 31,40 Pg 26 – 34
MCHC 34,80 g/Dl 32 – 36
Trombosit 221 10^3/ul 150-440
RDW 12,80 % 11.5-14.5
Eosinofil absolut 0,06 10^3/ul 0,045 – 0,44
Basofil absolut 0,02 10^3/ul 0 – 0,2
Netrofil absolut 5,62 10^3/ul 1,8 – 8
Limfosit absolut 1,74 10^3/ul 0,9 – 5,2
Monosit absolut 0,59 10^3/ul 0,16 – 1
Eosinofil L 0,70 % 2–4
Basofil 0,20 % 0–1
Neutrofil H 70,10 % 50 -70
Limfosit L 21,70 % 25 - 40
Monosit 7,30 % 2 –8

Elektrolit

Kalium 3,65 mmol/L 3,5 – 5, 0


Natrium L 133,0 mmol/L 135 – 145
Chlorida 98,2 mmol/L 95,0 - 105

b. X Foto Rontgen

9
X Foto Cruris Sinistra
- Tampak discontinuitas os fibula
- Aposisi, aligment tak baik
- Tampak discontinuitas os tibia 1/3 distal
- Aposisi, aligment tak baik
- Sela sendi baik
- Soft tissue bengkak
Kesan : fraktur multiple os tibia dan os fibula sinistra 1/3 displace
VI. RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Tugurejo dengan keluhan nyeri pada
tungkai kiri bawah karena kecelakaan lalu lintas. Kejadian terjadi saat pasien
pulang kerja, motor yang dikendarai pasien ditabrak oleh mobil dari arah
belakang kemudian pasien terjatuh dengan tumpuan tungkai bawah sebelah
kiri. Kemudian pasien merasakan tungkai kiri bagian bawahnya bengkak dan
tidak dapat digerakkan lalu dibawa ke IGD RSUD Tugurejo tanpa dipijat atau
diberi obat sebelumnya oleh warga sekitar.
Pasien mengeluh lemas (+), pusing (+), mual (-), muntah (-), pingsan
(-), luka (-), dan pasien masih dapat mengingat kejadian dengan baik.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU tampak lemas, TD: 130/90
mmHg. Status lokalis regio cruris sinistra nyeri tekan (+), oedem (+),

10
pergerakan aktif-pasif pada tungkai kiri bagian bawah terbatas karena nyeri,
power pada tungkai kiri bagian bawah 222. Foto Rontgen AP Lateral cruris
sinistra hasilnya terdapat discontinuitas os tibia dan os fibula 1/3 distal.

VII. INITIAL PLAN


Ip Dx : Fraktur tertutup tibia fibula 1/3 distal sinistra displace
a. Ip Tx:
- Infus RL 20 tpm
- Inj novelmycin 1 x 2 gr
- Inj deksketoprofen 2 x 1 amp
- Konsul ke dokter spesialis bedah tulang
b. Ip Mx:
- Keadaan umum
- Tanda vital
- Laboratorium
c. Ip. Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang diagnosis
penyakit yang dialami pasien
- Menjelaskan kepada pasien tentang komplikasi awal dan lanjut
dari patah tulang
- Menjelaskan kepada pasien kemungkinan perlunya tindakan
operasi
- Jangan merubah posisi/memanipulasi bidai

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad malam

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Anatomi Regio Cruris

1) Sistem Tulang
A. Tulang Tibia
Tulang tibia terdiri dari tiga bagian yaitu epyphysis proksimalis,
diaphysis dan epiphysis. Epiphysis proksimalis terdiri dari dua bulatan yaitu
condilus medialis dan condilus lateralis. Pada permukaan proksimal terdapat
permukaan sendi untuk bersendi dengan tulang femur disebut facies articularis
superior yang ditengahnya terdapat peninggian disebut eminentia
intercondyloidea. Di ujung proksimal terdapat dataran sendi yang menghadap
ke lateral disebut facies articularis untuk bersendi dengan tulang fibula.

Diaphysis mempunyai tiga tepi yaitu margo anterior, margo medialis,


dan crista interosea disebelah lateral. Sehingga terdapat tiga dataran yaitu
facies medialis, facies posterior dan facies lateralis. Margo anterior di bagian
proksimal menonjol disebut tuberositas tibia.

Pada epiphysis distalis bagian distal terdapat tonjolan yang


disebut malleolus medialis, yang mempunyai dataran sendi menghadap
lateral untuk bersendi dengan talus disebut facies malleolus lateralis.
Epiphysis distalis mempunyai dataran sendi lain yaitu facies articularis inferior
untuk dengan tulang talus dan incisura fibularis untuk bersendi dengan tulang
fibula.

B. Tulang fibula
Tulang fibula terletak disebelah lateral tibia mempunyai tiga bagian
yaitu epiphysis proksimalis, diaphysis dan epiphysis distalis. Epiphysis
proksimalis membulat disebut capitulum fibula yang kearah proksimal meruncing
menjadi apex kapituli fibula. Kapitulum fibula mempunyai dataran sendi yaitu
facies artycularis capituli fibula untuk bersendi dengan tulang fibula.

12
Diaphysis mempunyai empat crista yaitu Krista lateralis, Krista medialis,
Krista anterior, Krista interosea, dan tiga dataran yaitu facies medialis, facies
lateralis, facies posterior.

Epiphysis distalis kebelakang agak membulat dan sedikit keluar


disebut malleolus lateralis. Disebelah dalam terdapat dataran sendi yang disebut
facies artycularis malleolus lateralis. Disebelah luar terdapat suatu sulcus
disebut sulcus tendo musculi tendo perineum dan dilalui tendo otot peroneus
longus dan peroneus brevis.

1 2

Gambar 2.2

Tulang Tibia dan Fibula kanan tampak depan (Putz, 2000)

Keterangan gambar : 1. Tulang fibula 2. Tulang tibia

13
Gambar 2.3

Tulang tibia dan fibula dilihat dari belakang (Spalteholtz, 1987)

Keterangan gambar:

Tulang tibia:

1. Facies articularis superior condylus lateralis 6. Facies interosseus

2. Facies articularis superior condylus medialis 7. Margo intercosseus

3. Condylus medialis 8. Margo medialis

4. Linea musculi solei 9. Suleus malleolaris


5. Foramen Nutricium 10. Malleolus medialis

Tulang fibula:

1. Apex caoitalis fibulae 5. Margo posterior

2. Caput fibulae 6. Malleolus lateralis

3. Facies posterior 7. Facies artcilaris malleoli

4. Crista medialis

2) Sistem Otot

14
Tabel 2.1 Otot-otot penggerak tungkai bawah bagian belakang

No Otot Origo Insertio Inervasi Fungsi


1 m. - Planum popliteum Bagian N. tibialis - Plantar
gastrocnemius fleksi kaki
belakang
1. di atas condilus
- Caput os.calcaneus (VS1, - Fleksi
medialis
mediale VS2) sendi lutut
- Bagian atas dan
- Caput condylus lateralis
2 m. soleus
lateral - Bagian belakang Bagian N. - Plantar
tibiali
capitallum fibulae posterior s fleksi kaki
femoralis
dan bagian atas calcaneus pada
(VS1,
facies pasterior sendi
capitullum fibulae VS2) pergelang
dan septum an kaki
intermus culare
posterior
3 m. tibialis - Membrana -Tuberositas N. tibialis - Plantar
posterior - Interossea os.Naculari (VL5, VS1) fleksi
s kaki pada
- Fibula sendi
Os.Coneiform pergelang
- Tibia e an kaki
os.Cuboideum
basis - Inversi
metatarsal kaki
4 m. plantaris - Bagian bawah -Bagian N. tibialis - Plantar
linea
posterior
2,3,4 os. (VL5,VS1) fleksi
supracondilaris Calcaneus sendi
dan os. planum pergelang
popliteum an kaki
femoris
- Fleksi
sendi lutut

Tabel 2.2. Otot-otot penggerak tungkai bawah bagian lateral

15
No Otot Origo Insertio Ivervasi Fungsi
1 m.peroneus - Condylus - sisi lateral N.peroneus Plantar
lateralis tibia fleksi kaki
longus os. superificialis
- Capitulum cuneiforme Eversi
fibulae mediale (VL4,VS1) kaki

- 2/3 - basis
bagian os.metatars
atas al
lateralis
ke I
corpus
2 m.peroneus - tibulae
2/3 bagian - tuberositas n. peroneus Plantar
bawah fleksi
brevis os.Meta superficialis
fibulae tarsal ke 5 Eversi
lateralis (VL4,VS1) kaki
(Spalteholz, 1987)

16
Tabel 2.3 Otot-otot penggerak tungkai bawah bagian depan

No Otot Origo Insertio Invervasi Fungsi


1 m. extensor - Sisi lateral - keempat n.peroneus ekstensi jari
tibiae jari
digitorum profundus kaki
longus - ¾ facies kaki
anterior lateral
corpus
fibulae

membran
a
2 m. tibialis -interossea
bagian lateral - sisi n.peroaeus - ekstensi
medial
anterior condylus profundal kakipada
lateralis tibia cuneiforme semi
medialis pergelan
- 2/3 corpus basis os I gan kaki
tibia
- inversi
bagian atas
3 m. extensor - pertengahan -facies n. -ekstensi
-medial
membrana
facies profundus ibu jari kaki
hallucis anterior
medial fibularis superior
longus basis (VL4-VS1) -ekstensi
phalanx pada
pergelangan
-phalanx kaki
distalis ibu -inversi
(Spalteholz, 1987) jari kaki kaki

1) Otot penggerak sendi lutut

a) Otot penggerak fleksi lutut antara lain : musculus biceps femoris,

musculus semi tendi nosus, semi membranosus.

17
b) Otot penggerak ekstensi lutut antara lain : musculus vastus lateralis, vastus
intermedius, musculus vastus medialis, musculus rectus femoris.

c) Otot penggerak eksorotasi lutut antara lain : musculus biceps femoris,


musculus extensor fascialata, musculus gastrocnemius caput medialis.

d) otot penggerak endorotasi lutut antara lain : musculus semitendinosus,


musculus semimembranosus, musculus gracilis, musculus popliteus,
musculus gastrocnemius caput lateral.

2) Otot penggerak sendi ankle.

a) Otot penggerak plantar fleksi antara lain : musculus Gastrocnemius,


musculus Soleus, musculus Plantaris, musculus Fleksor hallucis
longus,musculus Tibialis posterior, musculus peroneus longus,
musculus peroneus brevis.

b) Otot penggerak dorsi fleksi antara lain : musculus Tibialis anterior,


musculus extensor digitorum longus, musculus peroneus tertius,
musculus extensor hallucis longus.

c) Otot penggerak inversi antara lain : musculus Tibialis anterior,


musculus Tibialis posterior, musculus fleksor hallucis brevis.

d) Otot penggerak eversi antara lain : musculus peroneus longus,


musculus peroneus brevis,

3) Sistem Sendi
A. Sedi Lutut
Sendi lutut adalah sendi yang komplit yang melibatkan empat tulang
yaitu os femur, os tibia, os patella, serta os fibula. Lutut terdiri dari dua
persendian yang berada dalam satu kapsul yaitu sendi tibiofemoral dan sendi
patellofemoral (Norkin, 1995). Tibiofemoral dibentuk oleh condylus

18
femoralis lateralis dan medialis yang berbentuk cembung dengan tibia plateu
yang berbentuk cekung. Sendi patellofemoral dibentuk oleh facies patellaris
tulang femur dengan tulang patella.

Pada sendi lutut terdapat meniscus yang berbentuk bulan sabit.


Berfungsi sebagai penyebar pembebanan, ada dua yaitu meniscus lateralis
dan meniscus medialis (Kapanji, 1987). Terdapat bursa yang merupakan
suatu kantong yang berisi cairan yaitu bursa suprapatellaris, supra
subtendinosus, bursa intrapatellaris dan bursa prepatellaris subcutanea.
Ligament yang memperkuat sendi lutut yaitu ligament collateral mediale,
ligament collateral lateral, ligament cruciatum posterior dan ligament
cruciatum anterior. LGS lutut secara pasif umumnya antara 130˚ dan 140˚.
Hiperekstensi antara 5˚ sampai 10˚ masih dalam batas normal (Williams,
1985). Secara aktif untuk fleksi 120 sampai 130 dan ekstensi (Palmer, 1990).

Disamping sendi tibiofemoral dan sendi patellofemoral masih ada


sendi ketiga yaitu sendi tibiofiburalis proksimal. Sendi ini tidak termasuk
ke dalam sendi lutut karena secara fungsional lebih cendrung termasuk sendi
pergelangan kaki. (de Wolf, 1990).

B. Sendi pergelangan kaki


Sendi pergelangan kaki terdiri dari tiga persendian, yaitu (1)
tibiofibularis distalis, (2) sendi talocruralis dan (3) subtalar (Norkin, 1995).
Sendi tibiofibularis distal dibentuk oleh incisura fibularis tibia dengan facies
articularis fibula. Sendi tibiofibularis proksimal dan distal diperkuat oleh
membrana interoseus yang terletak antara tibia dan fibula sendi talocruralis
dibentuk oleh ujung distal tulang fibula yang membentuk permukaan cekung
dengan talus yang permukaanya cembung. Sendi subtalar dibentuk oleh tulang
talus dan calcaneus.

19
3.2. Fraktur

3.2.1 Definisi Fraktur


Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau
tulang rawan yang disebabkan karena rudapaksa (Jong&Sjamsuhodajat,2005)

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan sendi,


tulang rawan epifisis baik bersifat total ataupun parsial yang umumnya disebabkan
oleh tekanan yang berlebihan, sering diikuti oleh kerusakan jaringan lunak dengan
berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan persarafan. Trauma
yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi
fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke
daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi
dapat menyebabkan fraktur pada klavikula, pada keadaan ini biasanya jaringan
lunak tetap utuh.

Fraktur ekstremitas bawah adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau


tulang rawan yang terjadi pada ekstremitas bawah yang umumnya disebabkan oleh
ruda paksa. Trauma yang menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung,
misalnya sering terjadi benturan pada ekstremitas bawah yang menyebabkan fraktur
pada tibia dan fibula.

3.2.2 Penyebab Fraktur


Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat:

1. Peristiwa trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan,
pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung, tulang dapat

20
patah pada tempat yang terkena, jaringan lunaknya juga pasti rusak. Bila
terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami fraktur pada tempat
yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu, kerusakan jaringan lunak di
tempat fraktur mungkin tidak ada.

2. Fraktur kelelahan atau tekanan


Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau
metatarsal, terutama pada atlet, penari, dan calon tentara yang jalan berbaris
dalam jarak jauh.

3. Fraktur patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah
(misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada
penyakit Paget).

Daya pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki


dalam tingkat yang berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur melintang
atau oblik pendek, biasanya pada tingkat yang sama. Pada cedera tak
langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat menembus kulit; cedera
langsung akan menembus atau merobek kulit diatas fraktur. Kecelakaan
sepeda motor adalah penyebab yang paling lazim.

Banyak diantara fraktur itu disebabkan oleh trauma tumpul, dan resiko
komplikasinya berkaitan langsung dengan luas dan tipe kerusakan jaringan
lunak. Tscherne (1984) menekankan pentingnya menilai dan menetapkan
tingkat cedera jaringan lunak:

C0 = kerusakan jaringan lunak sedikit dengan fraktur biasa

C1 = abrasi dangkal atau kontusio dari dalam

21
C2 = abrasi dalam, kontusio jaringan lunak dan pembengkakan, dengan
fraktur berat

C3 = kerusakan jaringan lunak yang luas dengan ancaman sindroma


kompartemen.

3.2.3 Klasifikasi fraktur tulang


1) Klasifikasi klinis
a. fraktur tertutup
disebut juga closed fracture. Tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan lingkungan luar.

b. fraktur terbuka
disebut juga compound fracture. Fraktur terbuka adalah fraktur yang
mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan
lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari luar).
Klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo, Merkow dan Templeman (1990):

 Grade I
- Panjang luka < 1 cm
- Biasanya berupa tusukan dari dalam kulit menembus ke luar
- Kerusakan jaringan lunak sedikit
- Fraktur biasanya berupa fraktur simpel, transversal, oblik pendek atau
sedikit komunitif
 Grade II
- Laserasi kulit > 1 cm
- Tidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi kulit
- Kerusakan jaringan sedang
- Sedikit kontaminasi dari fraktur
 Grade III

22
- Kerusakan jaringan lunak hebat
- Kontaminasi hebat
- Dibadi menjadi 3 subtipe:
IIIA : Jaringan lunak cukup untuk menutup fraktur , Fraktur bersifat
segmental atau komunitif hebat

IIIB: Trauma hebat dengan kerusakan dan kehilangan jaringan,


pendorongan periosteum, tulang terbuka, kontaminasi hebat ,
Fraktur bersifat komunitif hebat

IIIC: Fraktur terbuka yang disertai kerusakan arteri dan saraf tanpa
memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.

c. Fraktur dengan komplikasi


Fraktur yang disertai komplikasi seperti infeksi, mal-union, delayed union,
non-union.

2) Klasifikasi Radiologis
a. Berdasarkan Lokasi
Fraktur dapat terjadi di berbagai tempat pada tulang seperti
pada diafisis, metafisis, epifisis, atau intraartikuler . Jika fraktur
didapatkan bersamaan dengan dislokasi sendi, maka dinamakan fraktur
dislokasi.

b. Berdasarkan konfigurasi
Dilihat dari garis frakturnya, dapat dibagi menjadi transversal
(mendatar), oblik (miring), atau spiral (berpilin). Jika terdapat lebih dari
satu garis fraktur, maka dinamakan kominutif.
3.2.4 Fraktur Tibia
Fraktur tibia dapat terjadi pada bagian proksimal (kondiler), diafisis atau
persendian pergelangan kaki.

23
A. Fraktur Kondiler Tibia
Mekanisme trauma

Fraktur kondiler tibia lebih sering mengenai kondiler lateralis daripada


medialis serta fraktur kedua kondiler. Banyak fraktur kondiler tibia terjadi akibat
kecelakaan antara mobil dan pejalan kaki di mana bemper mobil menabrak kaki
bagial lateral dengan gaya kearah medial (valgus). Ini menghasilkan fraktur depresi
atau fraktur split dari kondiler lateralis tibia apabila kondiler femur didorong kearah
tersebut. Kondiler medial memiliki kekuatan yang lebih besar,jadi fraktur pada
daerah ini biasanya terjadi akibat gaya dengan tenaga yang lebih besar (varus). Jatuh
dari ketinggian akan menimbulkan kompresi aksial sehingga bisa menyebabkan
fraktur pada proksimal tibia. Pada golongan lanjut usia, pasien dengan osteoporosis
lebih mudah terkena fraktur kondiler tibia berbanding robekan ligamen atau meniscus
setelah cedera keseleo di lutut. Eminentia intrakondiler dapat fraktur bersama robekan
ligamen krusiatum sebagai akibat hiperekstensi atau gaya memutar.7

Klasifikasi

Klasifikasi yang sering dan meluas dipakai sekarang adalah klasifikasi


Schatzker.

I : Fraktur split kondiler lateral

II : Fraktur split/depresi lateral

III: Depresi kondiler lateral

IV: Fraktur split kondiler medial

V : Fraktur bikondiler

VI: Fraktur kominutif

24
Tipe IV-VI biasanya terjadi akibat trauma dengan tekanan yang kuat. Fraktur
tidak bergeser apabila depresi kurang dari 4 mm, sedangkan yang bergeser apabila
depresi melebihi 4 mm.

Gambar 2.10. Klasifikasi Schatzker.

(dikutip dari kepustakaan 8)(i)

Gambar 2.11. Fraktur kondiler tibia.

(dikutip dari kepustakaan 9)

25
(dikutip dari kepustakaaii)

Gambar 2.12. Gambaran radiologis CT potongan coronal menunjukkan fraktur


kondiler tibia dengan depresi terpencil dari kondiler lateral tibia (Schatzker tipe 3)iii

(dikutip dari kepustakaan 10)

Gambaran klinis

Pada anamnesis terdapat riwayat trauma pada lutut, pembengkakan dan nyeri
serta hemartrosis. Terdapat gangguan dalam pergerakan sendi lutut. Biasanya pasien
tidak dapat menahan beban. Sewaktu pemeriksaan, mereka merasakan nyeri pada
proksimal tibia dan gerakan flesi dan ekstensi yang terbatas. Dokter perlu
menentukan adanya penyebab cedera itu akibat tenaga yang kuat atau lemah karena
cedera neovaskular, ligamen sindroma kompartmen lebih sering terjadi pada cedera
akibat tenaga kuat. Pulsasi distal dan fungsi saraf peroneal perlu diperiksa. Kulit perlu
diperiksa secara seksama untuk mencari tanda-tanda abrasi atau laserasi yang dapat
menjadi tanda fraktur terbuka.

Penilaian stabilitas lutut adalah penting dalam mengevaluasi kondiler tibia.


Aspirasi dari hemartrosis pada lutut dan anestasi lokal mungkin diperlukan untuk
pemeriksaan yang akurat. Jika dibandingkan dengan bagian yang tidak cedera,

26
pelebaran sudut sendi pada lutut yang stabil mestilah tidak lebih dari 10o dengan
stress varus atau valgus pada mana-mana titik dalam aksis gerakan dari ekstensi
penuh hingga fleksi 90o. Integritas ligamen crusiatum anterior perlu dinilai melalui
tes Lachman.

Fraktur kondiler sering disertai cedera jaringan lunak disekeliling lutut.


Robekan ligamen kollateral medial dan meniscus medial sering menyertai fraktur
kondiler lateral. Fraktur kondiler medial disertai robekan ligamen kollateral lateral
dan meniscus medial.Ligamen crusiatum anterior dapat cedera pada fraktur salah satu
kondiler. Fraktur kondiler tibia, terutama yang ekstensi frakturnya sampai ke diafisis,
dapat meyebabkan kepada sindroma kompartmen akut akibat perdarahan dan edema.

Pemeriksaan radiologik

Dengan foto rontgen posisi AP dan lateral dapat diketahui jenis fraktur, tapi
kadang-kadang diperlukan pula foto oblik. Apabila pada foto polos tidak dapat dilihat
dengan jelas, CT atau tomografi dengan proyeksi AP dan lateral sering diperlukan.
Untuk melihat tanda Fat(marrow)-fluid(blood) interface sign (hemarthrosis)
dilakukan cross table lateral view.

Gambaran fraktur:

 Tipe fraktur: split, depresi


 Lokasi: medial, lateral
 Jumlah fragmen
 Pergeseran fragmen
 Derajat depresi

27
Gambar 2.13. (A) Fraktur kondiler tibia dengan split dan terpisah di lateral. (B)
Fraktur kondiler tibia direduksi dengan menggunakan buttress plate dan screw untuk
mengembalikan kongruensi sendi.

(dikutip dari kepustakaan 11)(iv)

Pengobatan

1. Konservatif
Pada fraktur yang tidak bergeser dimana depresi kurang dari 4 mm dapat
dilakukan beberapa pilihan pengobatan, antara lain verban elastik, traksi, atau
gips sirkuler. Prinsip pengobatan adalah mencegah bertambahnya depresi, tidak
menahan beban dan segera mobilisasi pada sendi lutut agar tidak segera terjadi
kekakuan sendi.

2. Operatif
Depresi yang lebih dari 4 mm dilakukan operasi dengan mengangkat bagian
depresi dan ditopang dengan bone graft. Pada fraktur split dapat dilakukan
pemasangan screw atau kombinasi screw dan plate untuk menahan bagian
fragmen terhadap tibia.

Komplikasi

28
1. Genu valgum; terjadi oleh karena depresi yang tidak direduksi dengan baik
2. Kekakuan lutut; terjadi karena tidak dilakukan latihan yang lebih awal
3. Osteoartritis; terjadi karena adanya kerusakan pada permukaan sendi sehingga
bersifat irrreguler yang menyebabkan inkonkruensi sendi lutut.
4. Malunion
5. Cedera ligamen dan meniskus (misal: ligamen medial kollateral)
6. Cedera saraf peroneal.12

B. Fraktur Diafisis Tibia


Mekanisme trauma

Fraktur diafisis tibia terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan
menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi
akan menimbulkan fraktur tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas antara
1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian distal. Tungkai bawah bagian depan sangat sedikit
ditutupi otot sehingga fraktur pada daerah tibia sering bersifat terbuka. Penyebab
utama terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas.

Gambar 2.14. Fraktur diafisis tibia.

(dikutip dari kepustakaan 10)

29
Klasifikasi fraktur

Klasifikasi dari fraktur diafisis tibia bermanfaat untuk kepentingan para dokter
yang menggunakannya untuk memperkirakan kemungkinan penyembuhan dari
fraktur dalam menjalankan penatalaksanaannya.

Orthopaedic Trauma Association (OTA) membagi fraktur diafisis tibia


berdasarkan pemeriksaan radiografi, terbagi 3 grup, yaitu: simple, wedge dan
kompleks. Masing–masing grup terbagi lagi menjadi 3 yaitu:

A. Tipe simple, terbagi 3: spiral, oblik, tranversal.

B. Tipe wedge, terbagi 3: spiral, bending, dan fragmen.

C. Tipe kompleks, terbagi 3: spiral, segmen, dan iregular.

Gambar 2.15. Klasifikasi fraktur diafisis tibia mengikut Orthopaedic Trauma


Association (OTA). (dikutip dari kepustakaan 8)

30
Sistem klasifikasi yang sering digunakan pada fraktur terbuka adalah sistem
Gustilo sebagai berikut:

 Tipe I: lukanya bersih dan panjangnya kurang dari 1 cm.


 Tipe II: panjang luka lebih dari 1 cm dan tanpa kerusakan jaringan lunak yang
luas.
 Tipe IIIa: luka dengan kerusakan jaringan yang luas, biasanya lebih dari 10 cm
dan mengenai periosteum. Fraktur tipe ini dapat disertai kemungkinan
komplikasi, contohnya: luka tembak.
 Tipe IIIb: luka dengan tulang yang periosteumnya terangkat.
 Tipe IIIc: fraktur dengan gangguan vaskular dan memerlukan penanganan
terhadap vaskularnya agar vaskularisasi tungkai dapat normal kembali.

Gambar 2.16. (A)Fraktur OTA tipe B.Ini adalah fraktur terbuka Gustilo tipe IIIb. (B)
Fraktur ini dipasang dengan locked intramedullary nail. Foto lateral menunjukkan
OTA tipe II dengan hilangnya tulang. Fraktur tidak menyatu, dan pertukaran nailing
dilakukan 5 bulan setelah kecederaan.(C) 4 bulan setelah pertukanran nailing, fraktur
menyatu dan area yang hilang tulang telah terisi tanpa bone grafting.

(dikutip dari kepustakaan 8)

31
Gambaran klinis

Ditemukan gejala fraktur berupa pembengkakan, nyeri dan sering ditemukan


deformitas misalnya penonjolan tulang keluar kulit. Sindroma kompartemen bisa
muncul di awal cedera maupun kemudian. Sehingga perlu pemeriksaan serial dan
perhatian pada ekstremitas yang mengalami cidera.Sindroma kompartemen terdiri
dari: pain, pallor, paralysis, paresthesia, pulselessness.

Pemeriksaan radiologis

Foto rontgen harus mencakup bagian distal dari femur dan ankle. Dengan
pemeriksaan radiologis, dapat ditentukan lokalisasi fraktur, jenis fraktur, sama ada
transversal, spiral oblik atau rotasi/angulasi. Dapat ditentukan apakah fraktur pada
tibia dan fibula atau tibia saja atau fibula saja. Juga dapat ditentukan apakah fraktur
bersifat segmental. Foto yang digunakan adalah foto polos AP dan lateral. CT tidak
diperlukan.

Gambar 2.17. Fraktur diafisis tibia dan fibula dengan pergeseran lateral 100%.

(dikutip dari kepustakaan 13)(v)

32
Gambar 2.18. (A) Fraktur stress pada seorang atlit muda.(B) Perhatikan sklerosis
and pelebaran cortical berikut penyembuhan tulang.

(dikutip dari kepustakaan 8)

Pengobatan

1. Konservatif
Pengobatan standar dengan cara konservatif berupa reduksi fraktur dengan
manipulasi tertutup dengan pembiusan umum. Pemasangan gips sirkuler untuk
immobilisasi, dipasang sampai diatas lutut.

Prinsip reposisi adalah fraktur tertutup, ada kontak 70% atau lebih, tidak ada
angulasi dan tidak ada rotasi. Apabila ada angulasi, dapat dilakukan koreksi
setelah 3 minggu (union secara fibrosa). Pada fraktur oblik atau spiral, imobilisasi
dengan gips biasanya sulit dipertahankan, sehingga mungkin diperlukan tindakan
operasi.

Cast bracing adalah teknik pemasangan gips sirkuler dengan tumpuan pada
tendo patella (gips Sarmiento) yang biasanya dipergunakan setelah
pembengkakan mereda atau terjadi union secara fibrosa.

33
2. Operatif
Terapi operatif dilakukan pada fraktur terbuka, kegagalan dalam terapi
konservatif, fraktur tidak stabil dan adanya nonunion.Metode pengobatan operatif
adalah sama ada pemasangan plate dan screw, atau nail intrameduler, atau
pemasangan screw semata-mata atau pemasangan fiksasi eksterna. Indikasi
pemasangan fiksasi eksterna pada fraktur tibia:

 Fraktur tibia terbuka grade II dan III terutama apabila terdapat kerusakan
jaringan yang hebat atau hilangnya fragmen tulang
 Pseudoartrosis yang mengalami infeksi (infected pseudoarthrosis)

Gambar 2.19. (A) Fraktur OTA tipe A. Ini adalah fraktur bifokal, di mana terdapat
fraktur bimaleolus pergelangan kaki selain fraktur diafisis; 5% dari fraktur tibia
adalah bifokal, dan kombinasi dari pergelangan kaki dan fraktur diafisis yang paling
biasa terjadi. (B) Fraktur diafisis ditangani dengan pemasangan locked intramedullary
nail, dan fraktur pergelangan kaki ditangani dengan teknik AO konvensional.

(dikutip dari kepustakan 8)

Komplikasi

Di antara komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur diafisis tibia adalah
infeksi, delayed union atau nonunion, malunion, kerusakan pembuluh darah

34
(sindroma kompartmen anterior), trauma saraf terutama pada vervus peroneal
komunis dan gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki. Gangguan pergerakan
sendi ini biasanya disebabkan adanya adhesi pada otot-otot tungkai bawah.

C. Fraktur Distal Tibia


Pergelangan kaki merupakan sendi yang kompleks dan penopang badan
dimana talus duduk dan dilindungi oleh maleolus lateralis dan medialis yang diikat
dengan ligamen.Dahulu,fraktur disekitar pergelangan kaki disebut fraktur Pott.

Mekanisme trauma

Fraktur maleolus dengan atau tanpa subluksasi dari talus, dapat terjadi dalam
beberapa macam trauma.

1. Trauma abduksi
Trauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis yang bersifat
oblik, fraktur pada maleolus medialis bersifat avulsi atau robekan pada ligamen
bagian medial.

2. Trauma adduksi
Trauma adduksi akan menimbulkan fraktur maleolus medialis yang bersifat oblik
atau avulsi maleolus lateralis atau keduanya. Trauma adduksi juga bisa hanya
menyebabkan strain atau robekan pada ligamen lateral, tergantung dari beratnya
trauma.
3. Trauma rotasi eksterna
Trauma rotasi eksterna biasanya disertai dengan trauma abduksi dan terjadi
fraktur pada fibula di atas sindesmosis yang disertai dengan robekan ligamen
medial atau fraktur avulsi pada maleolus medialis. Apabila trauma lebih hebat
dapat disertai dengan dislokasi talus.
4. Trauma kompresi vertikal

35
Pada kompresi vertikal dapat terjadi fraktur tibia distal bagian depan disertai
dengan dislokasi talus ke depan atau terjadi fraktur kominutif disertai dengan
robekan diastesis.

Klasifikasi
Lauge-Hansen(1950) mengklasifikasikan menurut patogenesis terjadinya
pergeseran dari fraktur, yang merupakan pedoman penting untuk tindakan
pengobatan atau manipulasi yang dilakukan. Klasifikasi lain yang lebih sederhana,
menurut Danis & Weber (1991), dimana fibula merupakan tulang yang penting dalam
stabilitas dari kedudukan sendi berdasarkan atas lokalisasi fraktur terhadap
sindesmosis tibiofibular.

(dikutip dari kepustakaan 14)

Klasifikasi terdiri atas (gambar 14.121):


• Tipe A; fraktur maleolus di bawah sindesmosis
• Tipe B; fraktur maleolus lateralis yang bersifat oblik disertai avulsi maleolus
medialis dimana sering disertai dengan robekan dari ligamen tibiofibular bagian
depan
• Tipe C; fraktur fibula di atas sindesmosis dan atau disertai avulsi dari tibia
disertai fraktur atau robekan pada maleolus medialis. Pada tipe C terjadi robekan
pada sindesmosis. Jenis tipe C ini juga dikenal sebagai fraktur Duyuptren.

36
Klasifikasi ini penting artinya dalam tindakan pengobatan oleh karena selain
fraktur juga perlu dilakukan tindakan pada ligamen.

(dikutip dari kepustakaan 14)

Gambaran klinis

Ditemukan adanya pembengkakan pada pergelangan kaki, kebiruaan atau


deformitas. Yang penting diperhatikan adalah lokalisasi dari nyeri tekan apakah pada
daerah tulang atau pada ligamen.

Pemeriksaan radiologis

Dengan pemeriksaan radiologis dapat ditentukan jenis-jenis fraktur dan


mekanisme terjadinya trauma(gambar 14.122).Foto rontgen perlu dibuat sekurang-
kurangnya tiga proyeksi, yaitu antero-posterior, lateral dan setengah oblik dari
gambaran posisi pergelangan kaki. Sering fraktur terjadi pada fibula proksimal,
sehingga secara klinis harus diperhatikan.

37
(dikutip dari kepustakaan 14)

Pengobatan

Fraktur dislokasi pada sendi pergelangan kaki merupakan fraktur intra-


artikuler sehingga diperlukan reduksi secara anatomis dan akurat serta mobilisasi
sendi yang sesegera mungkin.

Tindakan pengobatan terdiri atas:

1. Konservatif
Dilakukan pada fraktur yang tidak bergeser, berupa pemasangan gips sirkuler di
bawah lutut.

2. Operatif
Terapi operatif dilakukan berdasarkan kelainan-kelainan yang ditemukan apakah
hanya fraktur semata-mata, apakah ada robekan pada ligamen atau diastasis pada
tibiofibula serta adanya dislokasi talus( gambar 14.123).

Beberapa hal yang penting diperhatikan pada reduksi, yaitu:

• Panjang fibula harus direstorasi sesuai panjang anatomis


• Talus harus duduk sesuai sendi dimana talus dan permukaan tibia duduk
paralel

38
• Ruang sendi bagian medial harus terkoreksi sampai normal(4 mm)
• Pada foto oblik tidak nampak adanya diastasis tibiofibula
Tindakan operasi terdiri atas:

• Pemasangan screw( maleolar)


• Pemasangan tension band wiring
• Pemasangan plate dan screw

(dikutip dari kepustakaan 14)

Komplikasi

1. Vaskuler
Apabila terjadi fraktur subluksasi yang hebat maka dapat terjadi gangguan
pembuluh darah yang segera, sehingga harus dilakukan reposisi secepatnya.

2. Malunion
Reduksi yang tidak komplit akan menyebabkan posisi persendian yang tidak
akurat yang akan menimbulkan osteoartritis.

3. Osteoartritis

39
4. Algodistrofi
Algodistrofi adalah komplikasi dimana penderita mengeluh nyeri, terdapat
pembengkakan dan nyeri tekan di sekitar pergelangan kaki. Dapat terjadi
perubahan trofik dan osteoporosis yang hebat.

5. Kekakuan yang hebat pada sendi.

Prognosis dari fraktur tibia untuk kehidupan adalah bonam. Pada sisi fungsi dari kaki
yang cedera, kebanyakan pasien kembali ke perfoma semula,namun hal ini sangat
tergantung dari gambaran frakturnya, macam terapi yang dipilih, dan bagaimana
respon tubuh terhadap pengobatan.

3.2.5 Diagnosis
Menegakkan diagnosis fraktur dapat secara klinis meliputi anamnesis lengkap
dan melakukan pemeriksaan fisik yang baik, namun sangat penting untuk
dikonfirmasikan dengan melakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen
untuk membantu mengarahkan dan menilai secara objektif keadaan yang sebenarnya.

A. Anamnesa
Penderita biasanya datang dengan suatu trauma (traumatic fraktur), baik yang
hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk
menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena
fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi
ditempat lain. Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian atau jatuh dikamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda
berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau karena trauma olah raga.
Penderita biasanya datang karena nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota
gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.

B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:

40
 Syok, anemia atau perdarahan.
 Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang
atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen.
 Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis (penyakit Paget).

Pada pemeriksaan fisik dilakukan:

 Look (Inspeksi)
- Deformitas: angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi
(rotasi,perpendekan atau perpanjangan).
- Bengkak atau kebiruan.
- Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak).
- Pembengkakan, memar dan deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal
yang penting adalah apakah kulit itu utuh. Kalau kulit robek dan luka
memiliki hubungan dengan fraktur, cedera itu terbuka (compound).
 Feel (palpasi)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh
sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:

- Temperatur setempat yang meningkat


- Nyeri tekan; nyeri tekan yang superfisisal biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.
- Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara
hati-hati.
- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota
gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku.
- Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan
pembedahan.

41
 Move (pergerakan)
- Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.
- Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada
sendinya.
- Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri
hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar,
disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak
seperti pembuluh darah dan saraf.
3. Pemeriksaan Penunjang
- Sinar -X
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.
Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk
menentukan keadaan, lokasi serta eksistensi fraktur. Untuk menghindari
nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita
mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi
sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.

Tujuan pemeriksaan radiologis:

 Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi.


 Untuk konfirmasi adanya fraktur.
 Untuk mengetahui sejauh mana pergerakan dan konfigurasi
fragmen serta pergerakannya.
 Untuk mengetahui teknik pengobatan.
 Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak.
 Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-
artikuler.
 Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang.
 Untuk melihat adanya benda asing.

42
Pemeriksaan dengan sinar-X harus dilakukan dengan ketentuan ´Rules of
Two´:

 Dua pandangan
Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X
tunggal dan sekurang-kurangnya harus dilakukan 2 sudut pandang
(AP & Lateral/Oblique).

 Dua sendi
Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur
atau angulasi. Tetapi angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau
tulang yang lain juga patah, atau suatu sendi mengalami dislokasi.
Sendi-sendi diatas dan di bawah fraktur keduanya harus disertakan
dalam foto sinar-X.

 Dua tungkai
Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan diagnosis
fraktur. Foto pada tungkai yang tidak cedera akan bermanfaat.

 Dua cedera
Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari
1 tingkat. Karena itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur
perlu juga diambil foto sinar-X pada pelvis dan tulang belakang.

 Dua kesempatan
Segera setelah cedera, suatu fraktur mungkin sulit dilihat, kalau
ragu-ragu, sebagai akibatresorbsi tulang, pemeriksaan lebih jauh
10-14 hari kemudian dapat memudahkan diagnosis.

- Pencitraan Khusus

43
Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu
dinyatakan apakah fraktur terbuka atau tertutup, tulang mana yang
terkena dan lokalisasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur serta
bentuk fraktur itu sendiri. Konfigurasi fraktur dapat menentukan
prognosis serta waktu penyembuhan fraktur, misalnya penyembuhan
fraktur transversal lebih lambat dari fraktur oblik karena kontak yang
kurang. Kadang-kadang fraktur atau keseluruhan fraktur tidak nyata pada
sinar-X biasa.Tomografi mungkin berguna untuk lesi spinal atau fraktur
kondilus tibia. CT atau MRI mungkin merupakan satu-satunya cara yang
dapat membantu, sesungguhnya potret transeksional sangat penting untuk
visualisasi fraktur secara tepat pada tempat yang sukar. Radioisotop
scanning berguna untuk mendiagnosis fraktur-tekanan yang dicurigai atau
fraktur tak bergeser yang lain.

3.2.6 Teknik Penanganan


Penatalaksanaan Fraktur :

Non Operatif

1. Reduksi

Reduksi adalah terapi fraktur dengan cara mengantungkan kaki dengan tarikan
atau traksi.

2. Imobilisasi

Imobilisasi dengan menggunakan bidai. Bidai dapat dirubah dengan gips dalam 7-
10 hari, atau dibiarkan selama 3-4 minggu.

3. Pemeriksaan dalam masa penyembuhan

Dalam penyembuhan, pasien harus di evaluasi dengan pemeriksaan rontgen tiap 6


atau 8 minggu. Program penyembuhan dengan latihan berjalan, rehabilitasi ankle,

44
memperkuat otot kuadrisef yang nantinya diharapkan dapat mengembalikan ke
fungsi normal

Operatif

Penatalaksanaan Fraktur dengan operasi, memiliki 2 indikasi, yaitu:

a. Absolut

- Fraktur terbuka yang merusak jaringan lunak, sehingga memerlukan operasi


dalam penyembuhan dan perawatan lukanya.

- Cidera vaskuler sehingga memerlukan operasi untuk memperbaiki jalannya


darah di tungkai.

- Fraktur dengan sindroma kompartemen.

- Cidera multipel, yang diindikasikan untuk memperbaiki mobilitas pasien, juga


mengurangi nyeri.

b. Relatif, jika adanya:

- Pemendekan

- Fraktur tibia dengan fibula intak

- Fraktur tibia dan fibula dengan level yang sama

Adapun jenis-jenis operasi yang dilakukan pada fraktur tibia diantaranya adalah
sebagai berikut:

1. Fiksasi eksternal

a. Standar

45
Fiksasi eksternal standar dilakukan pada pasien dengan cidera multipel yang
hemodinamiknya tidak stabil, dan dapat juga digunakan pada fraktur terbuka
dengan luka terkontaminasi. Dengan cara ini, luka operasi yang dibuat bisa
lebih kecil, sehingga menghindari kemungkinan trauma tambahan yang dapat
memperlambat kemungkinan penyembuhan. Di bawah ini merupakan gambar
dari fiksasi eksternal tipe standar.

b. Ring Fixators

Ring fixators dilengkapi dengan fiksator ilizarov yang menggunakan sejenis


cincin dan kawat yang dipasang pada tulang. Keuntungannya adalah dapat
digunakan untuk fraktur ke arah proksimal atau distal. Cara ini baik digunakan
pada fraktur tertutup tipe kompleks. Di bawah ini merupakan gambar
pemasangan ring fixators pada fraktur diafisis tibia.

46
c. Open reduction with internal fixation (ORIF)

Cara ini biasanya digunakan pada fraktur diafisis tibia yang mencapai ke
metafisis. Keuntungan penatalaksanaan fraktur dengan cara ini yaitu gerakan
sendinya menjadi lebih stabil. Kerugian cara ini adalah mudahnya terjadi
komplikasi pada penyembuhan luka operasi. Berikut ini merupakan gambar
penatalaksanaan fraktur dengan ORIF.

d. Intramedullary nailing

Cara ini baik digunakan pada fraktur displased, baik pada fraktur terbuka atau
tertutup. Keuntungan cara ini adalah mudah untuk meluruskan tulang yang
cidera dan menghindarkan trauma pada jaringan lunak. Di bawah ini adalah
gambar dari penggunaan intramedullary nailing.

47
2. Amputasi

Amputasi dilakukan pada fraktur yang mengalami iskemia, putusnya nervus tibia
dan pada crush injury dari tibia.

3.2.6 Komplikasi
1) Infeksi

Infeksi dapat terjadi karena penolakan tubuh terhadap implant berupa internal
fiksasi yang dipasang pada tubuh pasien. Infeksi juga dapat terjadi karena luka yang
tidak steril.

2) Delayed union

Delayed union adalah suatu kondisi dimana terjadi penyambungan tulang tetapi
terhambat yang disebabkan oleh adanya infeksi dan tidak tercukupinya peredaran
darah ke fragmen.

3) Non union

Non union merupakan kegagalan suatu fraktur untuk menyatu setelah 5 bulan
mungkin disebabkan oleh faktor seperti usia, kesehatan umum dan pergerakan pada
tempat fraktur.

4) Avaskuler nekrosis

Avaskuler nekrosis adalah kerusakan tulang yang diakibatkan adanya defisiensi


suplay darah.

5) Mal union

Terjadi pnyambungan tulang tetapi menyambung dengan tidak benar seperti


adanya angulasi, pemendekan, deformitas atau kecacatan.

6) Trauma saraf terutama pada nervus peroneal komunis.

48
7) Gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki.
Gangguan ini biasanya disebakan karena adanya adhesi pada otot-otot tungkai
bawah.

3.2.7 Prognosis
Menurut Soeharso (1993), fraktur dapat disembuhkan atau disatukan kembali
fragmen-fragmen tulangnya melalui operasi. Namun ada sebagian jenis fraktur yang
sulit disatukan kembali fragmen-fragmen yaitu fraktur pada tulang ulna, tulang
radius, tulang fibula dan tulang tibia. Fraktur pada daerah elbow, caput femur dan
cruris dapat menyebabkan kematian karena pada daerah tersebut dilewati saraf besar
yang sangat berperan dalam kehidupan seseorang. Prognosis fraktur tergantung dari
jenis fraktur, usia penderita, letak, derajat keparahan, cepat dan tidaknya penanganan.
Prognosis pada pasca operasi fraktur cruris 1/3 tengah tergantung pada jenis dan
bentuk fraktur, bagaimana operasinya, dan peran dari fisioterapi.

Prognosis dikatakan baik jika penderita secepat mungkin dibawa ke rumah sakit
sesaat setelah terjadi trauma, kemudian jenis fraktur yang diderita ringan, bentuk dan
jenis perpatahan simple, kondisis umum pasien baik, usia pasien relative muda, tidak
terdapat infeksi pada fraktur dan peredaran darah lancar. Penanganan yang diberikan
seperti operasi dan pemberian internal fiksasi juga sangat mempengaruhi terutama
dalam memperbaiki struktur tulang yang patah. Setelah operasi dengan pemberian
internal fiksasi berupa plate and screw, diperlukan terapi latihan untuk
mengembalikan aktivitas fungsionalnya. Pemberian terapi latihan yang tepat akan
memberikan prognosis yang baik bilamana (1) quo ad vitam baik jika pada kasus ini
tidak mengancam jiwa pasien, (2) quo ad sanam baik jika jenis perpatahan ringan,
usia pasien relative muda dan tidak ada infeksi pada fraktur, (3) quo ad fungsionam
baik jika pasien dapat melakukan aktivitas fungsional, (4) quo ad cosmeticam yang
disebut juga dengan proses remodeling baik jika tidak terjadi deformitas tulang.
Dalam proses rehabilitasi, peran fisioterapi sangat penting terutama dalam mencegah
komplikasi dan melatih aktivitas fungsionalnya.

49
50

Anda mungkin juga menyukai