Anda di halaman 1dari 27

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

LAPORAN KASUS
“Seorang laki-laki datang dengan keluhan nyeri pangggul sebelah kiri”
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Stase Ilmu Radiologi
Rumah Sakit Umum Daerah dr.Adhyatma, MPH

Diajukan Kepada :

Pembimbing : dr. Zakiyah, Sp.Rad


Disusun Oleh :

M Fahmi Arfai (H2A010034)

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Radiologi


FAKULTAS KEDOKTERAN – UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SEMARANG
Rumah Sakit Umum Daerah dr.Adhyatma, MPH
2016

1
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN
ILMU RADIOLOGI
Presentasi Laporan kasus dengan judul :

“Seorang Laki-Laki Datang Dengan Keluhan Penurunan Kesadaran”

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

di Bagian Stase Ilmu Radiologi

Rumah Sakit Umum Daerah dr.Adhyatma, MPH

Disusun Oleh:
M Fahmi Arfai (H2A010034)

Telah disetujui oleh Pembimbing:

Nama pembimbing Tanda Tangan Tanggal

dr. Zakiyah, Sp.Rad ............................. .............................

Mengesahkan:
Koordinator Kepaniteraan Radiologi

dr. Zakiyah, Sp.Rad

2
BAB I
LATAR BELAKANG

A. PENDAHULUAN
Penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di
pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan
dekade ini (2000-2010) menjadi Dekade Tulang dan Persendian. Penyebab fraktur
terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini, selain
menyebabkan fraktur, menurut WHO, juga menyebabkan kematian 1,25 juta
orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar korbannya adalah remaja atau
dewasa muda.1
Fraktur adalah terputusnya hubungan/kontinuitas struktur tulang atau
tulang rawan bisa komplet atau inkomplet atau diskontinuitas tulang yang
disebabkan oleh gaya yang melebihi elastisitas tulang. Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur
sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan
fraktur yang patologis.2
Penegakan diagnosis fraktur dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik, yang ditunjang dengan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan pencitraan
diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis fraktur dan mengevaluasi
komplikasi yang terjadi dalam rangka menunjang pengambilan keputusan terapi
pada pasien.
B. TUJUAN PENULISAN
Untuk mengetahui berbagai macam fraktur tulang panjang yang biasa
terjadi dan gambaran radiologisnya.
C. MANFAAT PENULISAN
Penulisan refrat ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai trauma
pada tulang terutama mengenai pencitraan radiologinya.

3
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Darso
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 79 tahun
Alamat : Borobudur timur I Rt I/IX Manyaran Semarang
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Status pernikahan : Menikah
No RM : 43-62-84
Tanggal masuk RS : 23 – 12 - 2015
Tanggal Periksa : 08 – 01 - 2016

II. ANAMNESIS
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa tanggal 8 Januari 2016
jam 14.00 WIB di Ruang Anggreak RSUD Tugurejo.

Keluhan utama : Nyeri pada panggul kiri


Onset : ± 2 bulan yll
Lokasi : Panggul kiri
Kualitas : Tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari
Kuantitas : Untuk aktivitas harus menggunakan alat bantu
tongkat dan dibantu keluarga
Faktor memperberat : Aktivitas (bergerak, berjalan, pindah
posisi)
Faktor memperingan : Istirahat
Keluhan lain : Memar pada paha atas

4
Kronologi :
± 2 bln yll SMRS pasien mengeluhkan nyeri pada panggul kiri,
nyeri dirasakan terus-menerus semakin berat. Nyeri dirasakan tiba-tiba
setelah jatuh terpeleset saat membuang sampah didepan rumah, dengan
posisi jatuh terduduk miring ke kiri dan pantat membentur lantai
terlebih dahulu sebagai tumpuan, kaki kiri tidak dapat digerakkan dan
terasa nyeri, selain itu pasien juga melngeluhkan adanya memar di
daerah paha sebelah atas. Sebelum terjatuh pasien masih dapat berjalan
dan melakukan aktivitas seperti biasanya. Kemudian diperiksakan ke
tempat pijit sangkal putung sebanyak 2x tetapi tidak ada perbaikan dan
akhirnya setelah ± 2 bln dari kejadian baru diperiksakan ke RSUD
Tugurejo Semarang.

RPD :
1. Riwayat darah tinggi : disangkal
2. Riwayat kencing manis : disangkal
3. Riwayat penyakit jantung : disangkal
4. Riwayat trauma : disangkal
RPK :
1. Riwayat keluhan yang sama : disangkal
2. Riwayat asma : disangkal
3. Riwayat darah tinggi : disangkal
4. Riwayat kencing manis : disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi
Biaya kesehatan menggunakan asuransi BPJS
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Jumat, tanggal 8 januari 2016 di
bangsal Anggrek.
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Vital Sign

5
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 85 kali per menit
RR : 20 kali permenit
Suhu : 360 C
Status gizi
Berat badan : 48 kg
Tinggi badan : 160 cm
IMT : 18,75kg/m2
Kesan gizi : gizi cukup
STATUS INTERNUS
Kulit : Sama dengan warna kulit sekitar
Kepala : Kesan mesocephal
Mata : Corpus alineum (-/-); konjungtiva anemis (-/-),
konjungtiva hiperemis (-/-), ikterik (-/-); reflek
cahaya direk (+/+); reflek cahaya indirek (+/+);
edem palpebra (-/-); pupil isokor 2,5mm/ 2,5mm.
Hidung : Nafas cuping (-), deformitas (-), sekret (-)
Telinga : Serumen (-/-), nyeri mastoid (-/-), Nyeri tragus (-/),
sekret (-/-)
Mulut : Lembab (-), sianosis (-), lidah kotor (-),
stomatitis (-), hiperemis (-), karies gigi (-).
Leher : Limfonodi (-), pembesaran tiroid (-), JVP (-), kaku
kuduk (-), deviasi trakea (-), penggunaan otot
bantu
nafas (-),
Thorax :
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V LMCS, tak kuat angkat
Perkusi : Batas atas jantung : ICS II Linea parasternal
sinistra

6
Pinggang jantung : ICS III Linea parasternal
sinistra
Batas kiri bawah jantung : ICS V 2 cm medial Linea
mid clavicula sinistra
Batas kanan bawah jantung : ICS V Linea sternalis dextra
Auskultasi : Bunyi jantung I & II normal & murni,
Bising jantung (-), gallop (-).
Pulmo
Dextra Sinistra
Depan
Inspeksi Warna sama dengan Warna sama dengan
warna sekitar, simetris warna sekitar, simetris
statis & dinamis, statis & dinamis,
retraksi (-). retraksi (-).
Palpasi Stem fremitus tidak Stem fremitus normal
dilakukan kanan = kiri.
Perkusi Sonor seluruh lapang Sonor seluruh lapang
paru. paru.
Auskultasi SD paru vesikuler (+), SD paru vesikuler (+),
suara tambahan paru: suara tambahan paru:
wheezing (-), ronki (-). wheezing (-), ronki (-).
Belakang
Inspeksi Tampak normal. Tampak normal.
Palpasi Stem fremitus kanan = Stem fremitus kanan =
kiri. kiri.
Perkusi Sonor seluruh lapang Sonor seluruh lapang
paru. paru.
Auskultasi SD paru vesikuler (+), SD paru vesikuler (+),
suara tambahan paru : suara tambahan paru:
wheezing (-), ronki (-). wheezing (-), ronki (-).

7
Abdomen
Inspeksi : Dinding abdomen datar, massa (-), warna kulit sama
dengan warna kulit sekitar
Auskultasi : Bising usus (+) normal (15x/menit)
Perkusi : timpani seluruh lapangan abdomen, pekak hepar (-),
ascites (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba.
STATUS LOKALIS
Regio Femoralis Sinistra
a. Look
- Tertutup
- Pembengkakan (+)
b. Feel
- Nyeri tekan (+)
- Perubahan suhu (hangat) (+)
c. Move
- Kekuatan otot sulit dinilai
- ROM sulit dinilai

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Hasil pemeriksaan darah lengkap tgl 23 Desember 2015

Hasil Satuan Harga normal


3
Leukosit 6,00 10 /uL 3,6-11
6
Eritrosit L 4,34 10 /uL 3,8-5,2
Hemoglobin 13,60 g/dl 11,7-15,5
Hematokrit L 38,90 g/dl 35-47
MCV 89,60 Fl 80-100
MCH 31,30 Pg 26-34
MCHC 36,00 g/dl 32-36

8
3
Trombosit 163 10 /uL 150-440
Glukosa sewaktu H 140 mg/dL 60-100
Ureum 39,0 mg/dL 10,0-50,0
Kreatinin 1,05 mg/dL 0-1,0
Natrium 137 mmol/L 3,1-5,1
Kalium L 5,00 mmol/L 135-145

Gambaran Radiologis

X Foto Pelvis AP :

- Tampak discontinuitas collum femur kiri


- Struktur tulang baik
Kesan :
- Fraktur collum femur kiri

9
V. RESUME
Anamnessa PF P.Penunjang
- Jatuh terpeleset Regio Femoralis Sinistra - X Foto Pelvis
miring ke kiri d. Look Kesan :
dengan posisi - Tertutup fraktur Collum
terduduk , pantat - Pembengkakan Femur Sinistra
kiri sebagai (+)
tumpuan e. Feel
- Nyeri tekan (+)
- Perubahan suhu
(hangat) (+)
f. Move
- Kekuatan otot
sulit dinilai
- ROM sulit dinilai

VI. DAFTAR ABNORMALITAS


1. Fraktur Femur Collum Sinistra
VII. DIAGNOSIS KERJA
- Close fraktur collum femur sinistra
VIII. INISIAL PLAN

IP Monitoring :
1. Keadaan umum dan tanda vital (tensi, suhu, nadi dan respiratori
rate)
IP Tatalaksana dan Edukasi :
1. Non medikamentosa
a. Konsul Sp.OT
b. Fisioterapi (Rehab Medik)

10
2. Medikamentosa
a. Penggunaan Antibiotik untuk mencegah adanya infeksi
b. Penggunaan Analgetik untuk menguragi nyeri

IP Edukasi
a. Memberi tahu kepada pasien dan keluarga pasien tentang penyakit
pasien.
b. Memberi tahu kepada pasien dan keluarga tentang tindakan yang akan
dilakukan (Operatif)
c. Memberi tahu kepada pasien dan keluarga tentang perlu dilakukan
rehab medik untuk melatih anggota gerak kiri
d. Menjelaskan kemungkinan perjalanan penyakit pasien dan
prognosisnya.

IX. PROGNOSIS
1. Quo ad vitam : ad bonam
2. Quo ad sanam : ad bonam
3. Quo ad Fungsionam : ad bonam

BAB III

11
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya hubungan/ kontinuitas struktur tulang atau
tulang rawan bisa komplet atau inkomplet atau diskontinuitas tulang yang
disebabkan oleh gaya yang melebihi elastisitas tulang. Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur
sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan
fraktur yang patologis.3
II. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Pada anak-anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis
sebagai daerah pertumbuhan kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang
pada dewasa, sehingga epifisis dan metafisis ini akan menyatu pada saat itulah
pertumbuhan memanjang tulang akan berhenti.
Tulang panjang terdiri dari : epifisis, metafisis dan diafisis. Epifisis
merupakan bagian paling atas dari tulang panjang, metafisis merupakan bagian
yang lebih lebar dari ujung tulang panjang, yang berdekatan dengan diskus
epifisialis, sedangkan diafisis merupakan bagian tulang panjang yang di bentuk
dari pusat osifikasi primer.
Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang
mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses
pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai
arteria nutrisi. Lokasi dan keutuhan dari pembuluh darah inilah yang menentukan
berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah.4
III. KLASIFIKASI
1. Menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar,
di bagi menjadi 2 antara lain :5
a. Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena

12
kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi
tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu :
1) Tingkat 0 : Fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera
jaringan lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1 : Fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3) Tingkat 2 :Fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan
lunak bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3 :Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur terbuka (open/compound fraktur)
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit
yang memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman
dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah.
Klasifikasi yang dianut adalah menurut Gustilo, Merkow dan Templeman
:6
1) Tipe 1
Luka kecil kurang dr 1cm panjangnya, biasanya karena luka
tusukan dari fragmen tulang yang menembus kulit. Terdapat sedikit
kerusakan jaringan dan tidak terdapat tanda-tanda trauma yang hebat
pada jaringan lunak. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat simple,
transversal, oblik pendek atau sedikit komunitif.
2) Tipe 2
Laserasi kulit melebihi 1cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan
yang hebat atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dari
jaringan dengan sedikit kontaminasi fraktur.
3) Tipe 3
Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot,
kulit dan struktur neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. tipe
ini biasanya di sebabkan oleh karena trauma dengan kecepatan tinggi.
Tipe 3 di bagi dalam 3 subtipe:

13
a) Tipe 3A
Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun
terdapat laserasi yang hebat ataupun adanya flap. Fraktur bersifat
segmental atau komunitif yang hebat.
b) Tipe 3B
Fraktur di sertai dengan trauma yang hebat dengan kerusakan
dan kehilangan jaringan, terdapat pendorongan periost, tulang
terbuka, kontaminasi yang hebatserta fraktur komunitif yang hebat.
c) Tipe 3C
Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang
memerlukan perbaikan tanpa memperhatikan tingkat kerusakan
jaringan lunak.
2. Menurut derajat kerusakan tulang, dibagi menjadi 2 yaitu:5
a. Patah tulang lengkap (Complete fraktur)
Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang
lainya, atau garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari
tulang dan fragmen tulang biasanya berubah tempat.
b. Patah tulang tidak lengkap ( Incomplete fraktur )
Bila antara oatahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah
satu sisi patah yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering
disebut green stick.
3. Menurut kekuatan dan sudut dari tenaga fisik, keadaan tulang, dan jaringan
lunak
Pada sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu
lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang
patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh
ketebalan tulang.5
4. Menurut bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma, ada
5 yaitu:5
a. Fraktur Transversal :

14
Fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat
trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik :
Fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang
dan merupakan akibat dari trauma angulasi juga.
c. Fraktur Spiral :
Fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang disebabkan oleh trauma
rotasi.
d. Fraktur Kompresi :
Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang
kea rah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi :
Fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada
insersinya pada tulang.
5. Menurut Smeltzer dan Bare jumlah garis patahan ada 3 antara:7
a. Fraktur Komunitif : Fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.
b. Fraktur Segmental : Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple : Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.

15
IV. ETIOLOGI
Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana
trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, 2 faktor mempengaruhi
terjadinya fraktur:8
1. Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah
dan kekuatan trauma.
2. Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma, kelenturan,
kekuatan, dan densitas tulang.
Trauma langsung akibat benturan akan menimbulkan garis fraktur
transversal dan kerusakan jaringan lunak. Benturan yang lebih keras disertai

16
dengan penghimpitan tulang akan mengakibatkan garis fraktur kominutif diikuti
dengan kerusakan jaringan lunak yang lebih luas.
Trauma tidak langsung mengakibatkan fraktur terletak jauh dari titik
trauma dan jaringan sekitar fraktur tidak mengalami kerusakan berat. Pada
olahragawan, penari dan tentara dapat pula terjadi fraktur pada tibia, fibula atau
metatarsal yang disebabkan oleh karena trauma yang berulang.
Selain trauma, adanya proses patologi pada tulang seperti. tumor atau pada
penyakit Paget dengan energi yang minimal saja akan mengakibatkan fraktur.
Sedang pada orang normal hal tersebut belum tentu menimbulkan fraktur.

V. PATOFISIOLOGI
Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan seseorang
mempunyai keterbatasan gerak dan ketidakseimbangan berat badan. Fraktur yang
terjadi dapat berupa fraktur tertutup ataupun fraktur terbuka. Fraktur tertutup tidak
disertai kerusakan jaringan lunak disekitarnya sedangkan fraktur terbuka biasanya
disertai kerusakan jarigan lunak seperti otot, tendon, ligamen, dan pembuluh
darah.9
Tekanan yang kuat atau berlebihan dapat mengakibatkan fraktur terbuka
karena dapat menyebabkan fragmen tulang keluar menembus kulit sehingga akan
menjadikan lesi terbuka dan akan menyebabkan peradangan dan memungkinkan
untuk terjadinya infeksi. Keluarnya darah dari lesi terbuka dapat mempercepat
pertumbuhan bakteri. Tertariknya segmen tulang disebabkan karena adanya
kejang otot pada daerah fraktur menyebabkan disposisi pada tulang, sebab tulang
berada pada posisi yang kaku.9

VI. MANIFESTASI KLINIS


Menurut Blach (1989) manifestasi klinik fraktur adalah:9, 10
1. Nyeri
Nyeri kontinue/terus-menerus dan meningkat semakin berat sampai fragmen
tulang tidak bisa digerakkan.
2. Gangguan fungsi

17
Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan cenderung
menunjukkan pergerakan abnormal, ekstremitas tidak berfungsi secara teratur
karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang yang mana tulang
tersebut saling berdekatan.
3. Deformitas/kelainan bentuk
Perubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh deformitas tulang yang
diketahui ketika dibandingkan dengan daerah yang tidak lesi.
4. Pemendekan
Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada ekstremitas
yang disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempet di atas dan di bawah
lokasi fraktur.
5. Krepitasi
Suara derik tulang yang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur
digerakkan.
6. Bengkak dan perubahan warna
Hal ini disebabkan oleh trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium : darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah,
cross-test, dan urinalisa. Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of
two, terdiri dari :
1. 2 gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral
2. Memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur
3. Memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera dan
yang tidak terkena cedera (pada anak) dan dua kali, yaitu sebelum tindakan
dan sesudah tindakan.
Pergeseran fragmen Tulang ada 4 :
1. Alignment : perubahan arah axis longitudinal, bisa membentuk sudut
2. Panjang : dapat terjadi pemendekan (shortening)
3. Aposisi : hububgan ujung fragmen satu dengan lainnya
4. Rotasi : terjadi perputaran terhadap fragmen proksimal

18
Indikasi Pemeriksaan X-Foto Rontgen11
Pemeriksaan rontgen pada trauma skeletal merupakan bagian dari
secondary survey. Jenis dan saat pemerikssaan rontgen dilakukan, ditentukan oleh
hasil pemeriksaan, tanda klinis, keadaan hemodinamik serta mekanisme trauma.
Foto pelvis AP perlu dilakukan segera pada trauma multiple dengan sumber
perdarahan yang belum dapat ditentukan.
Kebutuhan pemeriksaan ini ditentukan oleh pemeriksaan klinik. Adanya
nyeri dan deformitas pada ekstermitas, besar kemungkinan ada fraktur. Jika
hemodinamik penderita normal boleh dikerjakan pemeriksaan rontgen. Efusi
sendi, nyeri tekan dipersendian atau deformitas sendi menunjukkan adanya trauma
sendi atau dislokasi, dan memerlukan pemeriksaan rontgen.
Apabila ada gangguan vascular atau ancaman kerusakan kulit maka
pemeriksaan rontgen bias ditunda. Hal ini sering dijumpai pada fraktur dislokasi
ankle. Reduksi segera atau meluruskan ekstermitas harus dikerjakan untuk
mengembalikan aliran darah arteri dan mengurangi tekanan di kulit, jika
dilakukan foto rontgen akan terjadi keterlambatan. Kelurusan dapat dipertahankan
dengan teknik imobilisasi yang tepat.

VIII. PENATALAKSANAAN
1. Prinsip pengobatan fraktur ada empat (4R), yaitu:12
a. Recognition:
Diagnosis dan penilaian fraktur prinsip pertama adalah mengetahui dan
menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, PF dan radiologis.
b. Reduction:
Reduksi fraktur apabila perlu restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk
mendapatkan posisi yang dapat diterima.
c. Retention: Imobilisasi fraktur
d. Rehabilitation :
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.
2. Metode pengobatan fraktur:12

19
a. Tanpa Pengobatan
Tindakan ini hanya memerlukan penjelasan serta nasihat-nasihat
seperlunya dari dokter, tetapinjarang penderita belum merasa puas bila
hanya diberikan nasehat. Sehingga perlu dirujuk ke dokter ahli bedah
tulang untuk penjelasan rinci tentang penyakit yang diderita dan prognosis.
b. Pengobatan Non-Operatif
Salah satunya yaitu istirahat, baik secara umum ataupun hanya
local dengan mengistirahatkan anggota gerak/ tulang belakang dengan cara
tertentu serta istirahat dari aktivitas sehari-hari.
Alat bantu ortopedi dapat terbuat dari kayu, alumunium atau gips,
berupa bidai, gips korset, korset badan, ortosis (brace), tongkat atau alat
jalan lainnya. Pemberian alat bantu bertujuan untuk mengistirahatkan
bagian tubuh yang mengalami gangguan, untuk mengurangi beban tubuh,
membantu untuk berjalan, stabilisasi sendi atau untuk mencegah
deformitas yang ada bertambah berat.
Pemberian obat dalam ortopedi meliputi:12
1) Obat anti bakteri untuk mencegah atau mengobati infeksi missal
osteomielitis, piogenik akut atau tuberculosis.
2) Obat anti inflamasi diberikan pada artitis rheumatoid, bertujuan untuk
menghambat kerja prostaglandin dan sebaiknya merupakan alternatif
terakhir pengobatan.
3) Analgetik diberikan secara bertahap dari dosis kecil.
4) Obat-obat khusus seperti kolkisin untuk pengobatan arthritis gout.
5) Obat-obat sitostatika seperti siklofosfamid, vinkristin, ametopterin
diberikan pada tumor ganas.
6) Vitamin dan injeksi local seperti yang mengandung kortikosteroid
yaitu hidrokortison.
c. Pengobatan Operatif
Operasi pada tulang :12
1) Amputasi, merupakan salah satu bentuk osteotomi yang diikuti
dengan pemotongan struktur-struktur yang melekat pada tulang.

20
2) Eksostektomi, adalah operasi pengeluaran tonjolan tulang/ tulang
rawan misalnya pada osteoma tulang frontal atau osteokondroma.
3) Osteotomi, merupakan tindakan yang bertujuan mengoreksi
deformitas pada tulang, misalnya osteotomi tibial akibat mal union
pada tibia (akibat angulasi atau rotasi) atau pada kubitus varus sendi
siku satelah suatu fraktur suprakondiler humeri pada anak.
4) Osteosintesis, adalah operasi tulang untuk menyambung dua bagian
tulang atau lebih dengan menggunakan alat-alat fiksasi dalam seperti
plate, screw, nail plate, wire/K-wire.
5) Bone grafting (tandur alih tulang).
6) Sekuesterektomi, pengeluaran tulang yang mati pada daerah infeksi.
7) Equalisaton of leg length.

IX. PENYEMBUHAN FRAKTUR SECARA FISILOGIS


Pada kasus fraktur untuk mengembalikan struktur dan fungsi tulang secara
cepat maka perlu tindakan operasi dengan imobilisasi. Imobilisasi yang sering
digunakan yaitu plate and screw. Pada kondisi fraktur fisiologis akan diikuti
proses penyambungan. Proses penyambungan tulang menurut Apley dibagi dalam
5 fase:13, 14
1. Fase hematoma terjadi selama 1- 3 hari. Pembuluh darah robek dan terbentuk
hematoma disekitar dan di dalam fraktur. Tulang pada permukaan fraktur,
yang tidak mendapat pesediaan darah akan mati sepanjang satu atau dua
millimeter.
2. Fase proliferasi terjadi selama 3 hari sampai 2 minggu. Dalam 8 jam setelah
fraktur terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi dibawah periosteum
dan didalam saluran medula yang tertembus ujung fragmen dikelilingi
jaringan sel yang menghubungkan tempat fraktur. Hematoma yang membeku
perlahan-lahan diabsorbsi dan kapiler baru yang halus berkembang dalam
daerah fraktur.
3. Fase pembentukan kalus terjadi selama 2-6 minggu. Pada sel yang
berkembangbiak memiliki potensi untuk menjadi kondrogenik dan osteogenik

21
jika diberikan tindakan yang tepat selain itu akan membentuk tulang kartilago
dan osteoklas. Massa tulang akan menjadi tebal dengan adanya tulang dan
kartilago juga osteoklas yang disebut dengan kalus. Kalus terletak pada
permukaan periosteum dan endosteom. Terjadi selama 4 minggu, tulang mati
akan dibersihkan.
4. Fase konsolidasi terjadi dalam waktu 3 minggu – 6 bulan. Tulang fibrosa atau
anyaman tulang menjadi padat jika aktivitas osteoklas dan osteoblastik masih
berlanjut maka anyaman tulang berubah menjadi tulang lamelar. Pada saat ini
osteoblast tidak memungkinkan untuk menerobos melalui reruntuhan garis
fraktur karena sistem ini cukup kaku. Celah-celah diantara fragmen dengan
tulang baru akan diisi oleh osteoblas. Perlu beberapa bulan sebelum tulang
cukup untuk menumpu berat badan normal.
5. Fase remodelling terjadi selama 6 minggu hingga1 tahun. Fraktur telah
dihubungkan oleh tulang yang padat, tulang yang padat tersebut akan
diresorbsi dan pembentukan tulang yang terus menerus lamelar akan menjadi
lebih tebal, dinding-dinding yang tidak dikehendaki dibuang, dibentuk rongga
sumsum dan akhirnya akan memperoleh bentuk tulang seperti
normalnya.Terjadi dalam beberapa bulan bahkan sampai beberapa tahun.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur antara lain: usia,
pasien, banyaknya displacement fraktur, jenis fraktur, lokasi fraktur, pasokan
darah pada fraktur, dan kondisi medis yang menyertainya.

22
X. PENYEMBUHAN FRAKTUR YANG TIDAK SEMPURNA
i. Mal Union
Malunion adalah keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi
terdapat deformitas yang terbentuk angulasi, varus / valgus, rotasi,
kependekan atau union secara menyilang misalnya pada fraktur radius dan
ulna.
Etiologi
a. Fraktur tanpa pengobatan
b. Pengobatan yang tidak adekuat
c. Reduksi dan imobilisasi yang tidak baik
d. Pengambilan keputusan serta teknik yang salah pada awal pengobatan
e. Osifikasi premature pada lempeng epifisis karena adanya trauma
Gambaran klinis
a. Deformitas dengan bentuk yang bervariasi
b. Gangguan fungsi anggota gerak
c. Nyeri dan keterbatasan pergerakan sendi
d. Ditemukan komplikasi seperti paralysis tardi nervus ulnaris
e. Osteoarthritis apabila terjadi pada daerah sendi
f. Bursitis atau nekrosis kulit pada tulang yang mengalami deformitas
Pemeriksaan radiologis
Pada foto roentgen terdapat penyambungan fraktur tetapi pada posisi yang
tidak sesuai dengan keadaan yang normal.
Pengobatan
1) Konservatif
Dilakukan refrakturisasi dengan pembiusan umum dan imobilisasi
sesuai dengan fraktur yang baru. Apabila ada kependekan anggota gerak
dapat digunakan sepatu orthopedik.
2) Operatif
a. Osteotomi koreksi (osteotomi Z) dan bone graft disertai dengan fiksasi
interna
b. Osteotomi dengan pemanjangan bertahap, misalnya pada anak – anak.

23
c. Osteotomi yang bersifat baji
ii. Delaed Union
Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3 -5
bulan (3 bulan untuk anggota gerak atas dan 5 bulan untuk anggota gerak
bawah)
Etiologi
Etiologi delayed union sama dengan etiologi pada nonunion
Gambaran klinis
a. Nyeri anggota gerak pada pergerakan dan waktu berjalan.
b. Terdapat pembengkakan
c. Nyeri tekan
d. Terdapat gerakan yang abnormal pada daerah fraktur
e. Pertambahan deformitas
Pemeriksaan radiologis
a. Tidak ada gambaran tulang baru pada ujung daerah fraktur
b. Gambaran kista pada ujung – ujung tulang karena adanya dekalsifikasi
tulang
c. Gambaran kalus yang kurang disekitar fraktur.
Pengobatan
1. Konservatif
Pemasangan plester untuk imobilisasi tambahan selama 2 – 3 bulan.
2. Operatif
Bila union diperkirakan tidak akan terjadi, maka segera dilakukan fiksasi
interna dan pemberian bone graft.
3) Non Union
Disebut nonunion apabila fraktur tidak menyembuh antara 6 – 8 bulan dan
tidak didapatkan konsolidasi sehingga didapat pseudoarthrosis (sendi palsu).
Pseudoarthrosis dapat terjadi tanpa infeksi tetapi dapat juga terjadi sama –
sama dengan infeksi disebut infected pseudoarthrosis.
Beberapa jenis non union terjadi menurut keadaan ujung – ujung fragmen
tulang:

24
a. Hipertrofik
Ujung – ujung tulang bersifat sklerotik dan lebih besar dari normal
yang disebut gambaran elephant’s foot. Garis fraktur tampak dengan jelas.
Ruangan antar tulang diisi dengan tulang rawan dan jaringan ikat fibrosa.
Pada jenis ini vaskularisasinya baik sehingga biasanya hanya diperlukan
fiksasi yang rigid tanpa pemasangan bone graft.
b. Atrofik (Oligotrofik)
Tidak ada tanda – tanda aktivitas seluler pada ujung fraktur. Ujung
tulang lebih kecil dan bulat serta osteoporotik dan avaskular. Pada jenis ini
disamping dilakukan fiksasi rigid juga diperlukan pemasangan bone graft.
Gambaran klinis
a. Nyeri ringan atau sama sekali tidak ada
b. Gerakan abnormal pada daerah fraktur yang membentuk sendi palsu yang
disebut pseudoarthrosis.
c. Nyeri tekan atau sama sekali tidak ada.
d. Pembengkakan bisa ditemukan dan bisa juga tidak terdapat pembengkakan
sama sekali
e. Pada perabaan ditemukan rongga diantara kedua fragmen.
Pemeriksaan radiologis
a. Terdapat gambaran sklerotik pada ujung – ujung tulang
b. Ujung – ujung tulang berbentuk bulat dan halus
c. Hilangnya ruangan meduler pada ujung – ujung tulang
d. Salah satu ujung tulang dapat berbentuk cembung dan sisi lainnya cekung
(psedoarthrosis)
Pengobatan
a. Fiksasi interna rigid dengan atau tanpa bone graft
b. Eksisi fragmen kecil dekat sendi. Misalnya kepala radius, prosesus stiloid
ulna
c. Pemasangan protesis, misalnya pada fraktur leher femur
d. Stimulasi elektrik untuk mempercepat osteogenesis.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Richard, Buckley. (2012). General Principles of Fracture Care. Diakses dari


http://emedicine.medscape.com/article/1270717-overview .
2. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. (2011). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. Apley, A.Graham. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem APLEY. Ed.7.
Jakarta : Widya Medika.1995.
4. Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.
Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara.1995.
5. Arief Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4, Jakarta : Media
Aesculapius. FKUI.2010
6. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: Yarsif
Watampone. 2009.
7. Bare BG, Smeltzer SC. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC.
8. Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.
Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara.1995.
9. Schwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6.
Jakarta : EGC. 2000.
10. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah bagian 2. Jakarta: EGC 1994.
11. Fanani, Bachtiar. Penyembuhan fraktur. 2010. Tersedia dari
http://ifan050285./2010/02/21/penyembuhan-fraktur/.
12. American College of Srugeons. Advanced Trauma Life Support. Ikatan Ahli
Bedah Indonesia: Jakarta.2004
13. Salter RB. Textbook Disorders and Injuries of The Muskuloskeletal System
Third Edition. USA: Lippincott Williams and Wilkins. p417-498. 1999.
14. Nayagam S. Principles of Fractures. Dalam: Solomon L, Warwick D,
Nayagam S.

26
27

Anda mungkin juga menyukai