Anda di halaman 1dari 39

Presentasi Kasus PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)

Oleh : Fernaldi Anggadha Iin Citra Liana H. Syukran

Pembimbing : dr. Fordiastiko S, SpP

Kepaniteraan Klinik Stase Paru Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta RS Paru Dr.Goenawan Partowidigdo Cisarua-Bogor 2013

ii

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karuniaNya kami dapat menyelesaikan makalah presentasi kasus yang berjudul PPOK dengan baik. Shalawat serta salam tak henti-hentinya mengalir kepada uswatun hasanah, Nabi Muhammad saw., bereserta keluarga, sahabat,dan semoga kepada kita semua selaku umatnya hingga akhir zaman, amin. Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, maka dari itu kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu. Tak ada gading yang tak retak. Begitu pula dengan makalah ini. Kami merasa masih banyak kekurangan, karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini akan kami terima dengan hati terbuka. Akhir kata, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat, bagi pembaca umumnya dan bagi kami khususnya.

Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh

Jakarta, 19 Juli 2013

Penulis

iii

DAFTAR ISI

iv

BAB I STATUS PASIEN


I. IDENTITAS PASIEN No. Rekam Medik Nama Jenis Kelamin Usia Agama Alamat Pendidikan terkahir Pekerjaan Status Pernikahan

: 11-65-85 : Tn. O :Laki - laki : 53 tahun : Islam : Purwabakti, Bogor : SD : Wiraswasta : Menikah

II. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 13 Juli 2013 a. Keluhan Utama Pasien mengeluh sesak napas semakin memberat sejak 1 hari SMRS b. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD RSPG dengan keluhan sesak napas yang semakin berat sejak 1 hari SMRS. Sesak sudah dirasakan oleh pasien sejak 5 bulan terakhir. Sesak napas memberat pada saat beraktivitas seperti berjalan >10 meter. Sesak napas ini dirasakan menetap sepanjang hari. Sesak napas tidak dipengaruhi cuaca dan posisi. Sesak dirasakan semakin hari semakin memberat. Terkadang pasien mendengar bunyi ngik saat bernafas.

Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak terus-menerus selama 2 bulan dan bertambah berat. Batuk berdahak dengan dahak berwarna putih dan lengket susah dikeluarkan tetapi tidak disertai darah. Batuk sering berulang. Cepat lelah dan penurunan nafsu makan diakui pasien namun menyangkal adanya penurunan berat badan atau baju yang terasa lebih longgar. Keringat berlebih pada malam hari (-). Pasien mengalami mual namun tidak muntah. BAK dan BAB normal. Keluhan demam, pusing, nyeri tengkuk, nyeri perut, dan nyeri dada saat bernapas disangkal. Pasien sebelumnya rutin kontrol ke poliklinik RSPG Cisarua dan dibekali Ventolin semprot yang digunakan hanya ketika sesak. Namun dari kemarin obatnya tidak mempan lagi. Pasien merasa keadaannya semakin memburuk dan semakin lemah sehingga pasien pergi ke IGD RSP Goenawan. Saat di IGD pasien diinfus dan diberi obat untuk mengurangi mual, pemantauan tanda vital dan cek darah lengkap sebelum dibawa ke ruang rawat inap. Saat ini pasien merasakan keluhan sesaknya semakin berkurang tapi masih mengeluhkan batuk berdahak yang sulit dikeluarkan. Pasien merasakan lemas. Keluhan lain disangkal. Di ruang rawat pasien sudah dicoba untuk pemeriksaan dahak namun pasien tidak dapat mengeluarkannya. c. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat minum OAT (-). Riwayat asma (-). Riwayat hipertensi, diabetes melitus, alergi, penyakit hati, jantung dan penyakit kronik lainnya disangkal. d. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada yang mengalami keluhan sesak ataupun batuk lama seperti pasien di keluarga. Riwayat penyakit jantung, hati, asma, hipertensi, diabetes melitus, alergi disangkal.

e. Riwayat Sosial dan Kebiasaan Pasien merokok kira-kira sudah 20 tahun 4 batang perhari, rokok kretek dan 5 tahun yang lalu pasien mulai berhenti merokok. Riwayat narkoba dan alkohol disangkal. III. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik di ruangan tanggal 13 Juli 2013. Keadaan umum Kesadaran Tanda vital Tekanan Darah Nadi Pernapasan Suhu : 140/90 mmHg : 84 x/menit : 24 x/menit : 36,5c : Tampak sakit sedang :Kompos mentis

Kepala

: Normosefal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.

Mata

Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor +/+, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tak langsung +/+, pandangan kabur (-/-), berkunang-kunang (-).

Telinga Hidung

: Normotia +/+, nyeri tekan tragus-/- , serumen-/: Deviasi septum -/-, sekret -/-, konka hiperemis -/-

Gigi dan Mulut : Pursed lips breathing, karies gigi (+), lidah tidak kotor. Tenggorok Leher : Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 : Trakea lurus ditengah, tidak teraba pembesaran tiroid, JVP 5+2 cmH2O, KGB tidak teraba membesar, otot bantu pernapasan sternokleidomastoideus (+). Thoraks Depan : Paru

Inspeksi

: Bentuk dada normal, bekas luka (-), venektasi (-), spider

nevi (-), benjolan (-), perubahan warna (-), pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis, pelebaran sela iga, penggunaan otot bantu pernapasan Barrel chest (+) Palpasi : Vokal fremitus simetris kanan dan kiri, tidak terdapat nyeri tekan, krepitasi (-) Perkusi Auskultasi : Sonor di kedua lapang paru kanan dan kiri : Suara napas vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki /-, ekspirasi memanjang. Jantung Inspeksi Palpasi :Pulsasi ictus cordis tidak terihat : Pulsasi ictus cordis teraba 2 jari medial dari linea midklavikulasinistra Perkusi : Batas jantung kanan : ICS IV linea sternalis dextra

Batas

jantung

kiri

ICS

jari

medial

lineamidklavikulasinistra Pinggang jantung : ICS II linea parasternalis sinistra Auskultasi : BJ I, II normal, murmur (-), gallop(-)

ThoraksBelakang : Paru Inspeksi : Bentuk dada normal, bekas luka (-), venektasi (-), spider

nevi (-), benjolan (-), perubahan warna (-), pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis, pelebaran sela iga, penggunaan otot bantu pernapasan Barrel chest (+) Palpasi : Vokal fremitus simetris kanan dan kiri, tidak terdapat nyeri tekan, krepitasi (-) Perkusi : Sonor di kedua lapang paru kanan dan kiri

Auskultasi

: Suara napas vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki /-, ekspirasi memanjang.

Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Datar, lemas, dinding perut sejajar dinding dada. : Supel, nyeri tekan (+), hepar dan lien tidak teraba. : Timpani, shifting dulness (-) : Bising usus (+) normal. CRT<3 detik

Ekstremitas Kulit

: Akral hangat, edema (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Laboratorium Hasil Pemeriksaan Hematologi Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit Eritrosit Satuan Nilai rujukan

4,1 15,5 6500 440 2,09

g/dl % Ribu/ul Ribu/ul Juta/ul

13-16 40 48 5,0 10,0 150 400 4,5-5,5

Fungsi Hati SGOT SGPT

10 11

U/l U/l

0 - 37 0 - 42

Fungsi Ginjal Ureum darah Kreatinin darah

47 1,6

Mg/dl Mg/dl

20 40 0,5 1,5

GDS

123

Mg/dl

<200

B. Pemeriksaan rontgen thoraks

Kualitas foto : Baik 1. Prosesus spinosus berjumlah lebih dari empat 2. Inpirasi dalam (Costae >6)

Tulang dan jaringan lunak dalam batas normal Sinus costofrenikus tajam Diafragma kiri mendatar dan kanan dalam batas normal Corakan bronkovaskular meningkat CRT < 50% Jantung pendulum

V. RESUME Tn.S, 67 tahun, sesak napas sejak 2 minggu SMRS.Sesak napas memberat pada saat beraktivitas, menetap sepanjang hari. Sesak tidak dipengaruhi cuaca. Sesak dirasakan semakin memberat.Pasien tidak bisa tidur.Batuk berdahak terusterusan dan bertambah berat.Batukdarah (-).Keringat berlebih pada malam hari ().Penurunan BB (-).Mual (+), muntah (-), cepat lelah, dan nafsu makan yang

menurun.Pasien merasakan 2 tahun terakhir sering sesak napas.Sesak dirasakan semakin memberat sampai sekarang.Saat masih muda, sesak tidak pernah dirasakan.Tiga bulan yang lalu pasien pernah mengalami batuk darah gelas, riwayat minum OAT (-), riwayat asma (-).Pasien merokok kira-kira sejak 20 tahun yang lalu, 12 batang perhari, rokok kretek. Pada PF didapatkan pelebaran sela iga, penggunaan otot bantu pernapasan, beserta ekspirasi yang memanjang.Pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil anemia. Pemeriksaan radiologi corakan bronkovaskular meningkat, diafragma kiri mendatar, jantung pendulum. VI. DIAGNOSIS a. Diagnosis Kerja Penyakit Paru Obstruktif Kronis b. Diagnosis Banding Asma

VII. RENCANA TATA LAKSANA Terapi O2 3 lpm Transfusi PRC IVFD RL 20 TPM Injeksi Dexamethason 2x1 Ranitidin 2x1 Ceftriaksone 2x Parasetamol 3x500 Aminofilin 3x Inhalasi 3x/hari

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN : Spirometri Uji latih kardiopulmoner (sepeda statis, treadmill, uji jalan 6 menit lebih rendah dari normal) Analisa gas darah EKG

IX. PROGNOSIS Ad vitam Ad fungsionam Ad sanationam

: dubia ad bonam : dubia ad malam : dubia ad malam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik 2.1.1 Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible, bersifat progresif, dan berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit.1 PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya 2 tahun berturutturut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Sedangkan emfisema adalah kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal disertai kerusakan dinding alveoli.2 2.1.2 Epidemiologi Berdasarkan World Health Organization (WHO) tahun 2002, bahwa PPOK menempati urutan ke 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker. 1 Prevalensi PPOK tahun 2000 di Amerika dan Eropa berkisar 5% - 9% pada individu usia >45 tahun. Sedangkan prevalensi di Asia Pasifik rata-rata 6,3%, yang terendah 3,5% di Hongkong dan Singapura dan tertinggi di 6,7% di Vietnam.3 Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal PPM &PL di 5 rumah sakit propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan PPOK

10

menempati urutan pertama penyumbang angka kesakaitan (35%), diikuti asma bronkial bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%).4 2.1.3 Faktor Risiko a. Asap rokok Kebiasaan merokok adalah satu-satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Asap rokok mempunyai prevalens yang tinggi sebagai penyebab gejala respirasi dan gangguan fungsi paru. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa terdapat rerata penurunan VEP 1. Angka kematian pada perokok mempunyai nilai yang bermakna dibandingkan dengan bukan perokok. Perokok dengan pipa dan cerutu mempunyai morbiditas dan mortalitas lebih tinggi dibandingkan bukan perokok, tetapi masih lebih rendah jika dibandingkan dengan perokok sigaret. Tipe lain dari jenis rokok yang populer di berbagai negara tidak dilaporkan. Risiko PPOK pada perokok tergantung dari dosis rokok yang dihisap, usia mulai merokok, jumlah batang rokok pertahun, dan lamanya merokok. Tidak semua perokok berkembang menjadi PPOK secara klinis, karena dipengaruhi oleh faktor risiko genetik setiap individu. Perokok pasif atau environmental tobacco smoke (ETS) dapat juga memberi kontribusi terjadinya gejala respirasi dan PPOK, karena terjadi peningkatan jumlah inhalasi partikel dan gas. Merokok selama kehamilan dapat berisiko terhadap janin, mempengaruhi tumbuh kembang paru di uterus dan dapat menurunkan sistem imun awal.1 1. Riwayat merokok Perokok aktif Perokok pasif Bekas perokok

2. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun : Ringan : 0 199 Sedang : 200- 599

11

Berat : >600

b. Polusi udara Polusi udara terbagi menjadi : 1. Polusi di dalam ruangan Asap rokok Asap kompor

Polusi di dalam ruangan memberikan risiko lebih besar terjadinya PPOK dibandingkan dengan polusi sulfat atau gas buang kendaraan. Bahan bakar biomass yang digunakan untuk memasak sehingga meningkatkan prevalens di Asia dan Afrika. Polusi di dalam ruangan diperkirakan akan membunuh 2 juta perempuan dan anak-anak setiap tahunnya.1 2. Polusi di luar ruangan Gas buang kendaraan bermotor Debu jalanan

Mekanisme polusi di luar ruangan seperti polutan di atmosfer dalam waktu lama sebagai penyebab PPOK belum jelas, tetapi lebih kecil prevalensinnya jika dibandingkan dengan asap rokok. Efek relatif jangka pendek, puncak pajanan tertinggi dalam waktu lama, dan pajanan tingkat rendah adalah pertanyaan yang harus di cari jawabannya.1 3. Polusi di tempat kerja Bahan kimia Zat iritasi Gas beracun

c. Stres oksidatif Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan endogen timbul dari sel fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan oksidan endogen dari polutan dan asap rokok. Oksidan intraseluler (endogen) seperti derivat elektron mitokondria transpor termasuk dalam mekanisme seluler signaling pathway. Sel paru dilindungi oleh oxydative chalenge yang berkembang secara sistem

12

enzimatik atau non enzimatik. Ketika keseimbangan antara oksidan dan antioksidan berubah bentuk, misalnya ekses oksidan dan atau deplesi antioksidan akan menimbulkan stress oksidatif. Stres oksidatif tidak hanya menimbulkan efek kerusakan pada paru tetapi juga menimbulkan aktifitas molekuler sebagai awal inflamasi paru. Jadi, ketidakseimbangan antara oksidan dan anti oksidan memegang peranan penting pada PPOK.1

d. Infeksi saluran napas bawah berulang infeksi virus dan bakteri berperan dalam patogenesis dan progresifitas PPOK. Kolonisasi bakteri menyebabkan inflamasi jalan napas, berperan secara bermakna menimbulkan eksaserbasi. Infeksi saluran napas berat pada anak akan menyebabkan penurunan fungsi paru dan meningkatkan gejala respirasi pada saat dewasa. Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat menjelaskan penyebab keadaan ini. Karena seringnya kejadian infeksi berat pada anak sebagai penyebab dasar timbulnya hiperesponsif jalan napas yang merupakan faktor risiko pada PPOK. Kebiasaan merokok berhubungan dengan kejadian emfisema. Riwayat infeksi tuberkolosis berhubungan dengan obstruksi jalan napas pada usia lebih dari 40 tahun.1

e. Sosial Ekonomi Pajanan polusi didalam dan luar ruangan, pemukiman yang padat, nutrisi yang jelek, dan faktor lain yang berhubungan status sosial ekonomi kemungkinan dapat menjelaskan hal ini. Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat menurunkan kekuatan dan ketahanan otot respirasi, karena penurunan massa otot dan kekuatan serabut otot. Kelaparan dan status anabolik/katabolik berkembang menjadi emfisema pada percobaan binatang. CT scan paru perempuan dengan kekurangan nutrisi akibat anoreksia nervosa menunjukkan gambar emfisema.1

e. Tumbuh kembang paru pertumbuhan paru berhubungan dengan proses selama kehamilan, kelahiran, dan pajanan waktu kecil. Kecepatan maksimal penurunan fungsi paru

13

seseorang adalah risiko untuk terjadinya PPOK. Studi menyatakan bahwa berat lahir mempengaruhi nilai VEP1 pada masa anak.1 f. Asma menurut The Tucson Epidemiological Study didapatkan bahwa orang dengan asma 12 kali lebih tinggi risiko terkena PPOK daripada bukan asma meskipun telah berhenti merokok. Peneltian 20% dari asma akan berkembang menjadi PPOK dengan ditemukannya obstruksi jalan napas ireversible.1 g. Gen faktor risiko genetik yang paling sering terjadi adalah kekurangan -1 antitrypsin sebagai inhibitor dari protease serin. Sifat resesif ini jarang, paling sering dijumpai pada individu yang berasal dari Eropa utara. Ditemukan pada usia muda dengan kelainan emfisema panlobular dengan penurunan fungsi paru yang terjadi baik pada perokok atau bukan perokok dengan kekurangan -1 antitrypsin yang berat. Banyak variasi individu dalam hal beratnya emfisema dan penurunan fungsi paru. Meskipun kekurangan -1 antitrypsin yang hanya sebagian kecil dari populasi di dunia, hal ini menggambarkan interaksi antara gen dan pajanan lingkungan yang menyebabkan PPOK. 1 Gambaran diatas menjelaskan bagaimana faktor risiko genetik

berkontribusi terhadap timbulnya PPOK. Risiko obstruksi aliran udara secara genetik telah diteliti pada perokok yang mempunyai keluarga dengan PPOK berat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik mempengaruhi kerentanan timbulnya PPOK. Telah di identifikasi kromosom 2q7 terlibat dalam patogenesis PPOK, termasuk TGF-1, mEPHX1, dan TNF. Gen gen diatas banyak yang belum pasti kecuali kekurangan -1 antitrypsin.1

2.1.4 Patogenesis Hubungan antara bronkitis kronis dan emfisema rumit, tetapi penggunaan definisi yang tepat dapat menjadikan beberapa hal menjadi teratur. Sejak awal perlu ditekankan bahwa definisi emfisema adalah definisi morfologik sedangkan bronkitis kronis didefinisikan berdasarkan gambaran klinis seperti adanya batuk kronis rekuren disertai pengeluaran mukus yang berlebihan. Meskipun bronkitis kronis dapat timbul tanpa disertai emfisema yang nyata, sementara emfisema yang

14

hampir murni juga mungkin terjadi (terutama pada pasien dengan defisiensi herediter -1 antitrypsin), kedua penyakit biasanya terjadi bersama-sama karena mekanisme patogenik utama, merokok, umum ditemukan pada keduanya.5 Terjadinya kedua bentuk umum emfisema, sentriasinar dan panasinar masih belum sepenuhnya dipahami. Emfisema terjadi akibat dua

ketidakseimbangan penting yaitu : ketidakseimbangan protease-antiprotease dan ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan. Ketidakseimbangan ini hampir selalu terjadi bersamaan, dan pada kenyataannya efek keduanya saling memperkuat dalam menyebabkan kerusakan jaringan sebagai akibat akhir.5 Hipotesis ketidakseimbangan protease-antiprotease didasarkan pada pengamatan bahwa pasien dengan defisiensi genetik antiprotease -1 antitrypsin memperlihatkan kecendrungan besar mengalami emfisema paru yang diperparah merokok. Sekitar 1% dari pasien emfisema menderita defisiensi ini. -1 antitrypsin yang secara normal terdapat dalam serum, cairan jaringan, dan makrofag, merupakan inhibitor utama protease (terutama elastase) yang dikeluarkan oleh netrofil sewaktu peradangan. Enzim tersebut dikode oleh gen yang di ekspresikan secara kodominan di lokus inhibitor proteinase (Pi) pada kromosom 14. Lokus Pi bersifat sangat polimorfik, dengan banyak alel yang berlainan. Yang tersering adalah alel normal (M) dan fenotipnya PiMM.5 Dipostulasikan terjadi rangkaian berikut :5 1. Neutrofil (sumber utama protease sel) secara normal mengalami sekuestrasi di kapiler perifer, termasuk paru, dan beberapa memperoleh akses ke rongga alveolus. 2. setiap rangsangan yang meningkatkan, baik jumlah leukosit (netrofil dan makrofag) diparu maupun pelepasan granula yang mengandung protease, meningkatkan aktivitas proteolitik. 3. pada kadar -1 antitrypsin serum yang rendah, destruksi jaringan elastik menjadi tidak terkendali dan timbul emfisema. Oleh karena itu, emfisema dipandang sebagai efek destruktif peningkatan aktivitas protease pada orang dengan aktivitas antitripsin yang rendah. Hipotesis ini di dukung kuat oleh penelitian pada hewan percobaan yang penetesan enzim proteolitik papainnya dan yang lebih penting, elastase neutrofil manusia

15

intratrakea menyebabkan degradasi elastin yang disertai dengan timbulnya emfisema.5

Hipotesis ketidakseimbangan protease-antipreotease juga membantu menjelaskan efek merokok dalam terjadinya emfisema, terutama bentuk sentriasinar pada orang dengan kadar -1 antitrypsin yang normal.5 Pada perokok, neutrofil dan makrofag berkumpul di alveolus. Mekanisme peradangan masih belum jelas, tetapi mungkin melibatkan efek kemoaktraktan langsung dari nikotin serta efek spesies oksigen reaktif yang terdapat didalam asap rokok. Hal ini mengaktifkan transkripsi nuclear factor (NF- ), yang mengaktifkan gen untuk faktor nekrosis tumor (TNF) dan interleukin -8 (IL-8). Hal ini kemudian menarik dan mengaktifkan neutrofil.5 Neutrofil yang berkumpul mengalami pengaktivan dan membebaskan granulnya yang kaya akan beragam protease sel (elastase neutrofil, proteinase 3, dn katepsin G) sehingga terjadi kerusakan jaringan.5 Merokok juga meningkatkan aktivitas elastase di makrofag, elastase makrofag tidak dihambat oleh -1 antitrypsin, bahkan dapat secara proteolitis mencerna antiprotease ini. Kini semakin banyak bukti bahwa selain elastase,

metaloproteinase matriks yang berasal dari makrofag dan netrofil juga berperan pada kerusakan jaringan.5 Merokok juga mungkin berperan dalam memperpanjang ketidakseimbangan oksidan-antioksidan. Dalam keadaan normal, paru mengandung sejumlah antioksidan (superoksida dismutase, glutation) yang menekan kerusakan oksidatif hingga tingkat minimum. Asap rokok mengandung banyak spesies oksigen reaktif

16

(radikal bebas), yang menghabiskan mekanisme antioksidan ini sehingga terjadi kerusakan jaringan. Netrofil aktif juga menambah jumlah spesies oksigen reaktif di alveolus. Akibat sekunder cedera oksidatif ini adalah inaktivasi antiprotease yang terdapat dalam paru sehingga terjadi defisiensi -1 antitrypsin, bahkan pasien yang tidak mengalami deffisiensi enzim.5 Gambaran khas pada bronkitis kronis adalah hipersekresi mukus, yang dimulai di saluran napas besar. Meskipun faktor penyebab terpenting adalah merokok, polutan udara, seperti sulfur dioksida dan nitrogen dioksida. Berbagai iritan ini memicu hipersekresi kelenjar mukosa bronkus, menyebabkan hipertrofi kelenjar mukosa, dan menyebabkan pembentukan metaplastis sel goblet penghasil musin di epitel permukaan bronkus. Selain itu zat tersebut juga menyebabkan peradangan dengan infiltasi sel T CD8+, makrofag, dan neutrofil. Berbeda dengan asm, pada bronkitis kronik eosinofil jarang ditemukan kecuali jika pasien ditemukan bronkitis asmatik.5

2.1.5 Klasifikasi PPOK6


Gold 2010 Derajat Klinis Gejala Klinis (Batuk, produksi sputum Derajat I : PPOK Ringan Derajat II : PPOK Sedang Derajat III PPOK Berat Derajat IV PPOK Sangat berat Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak sering. Pada derajat ini pasien sering tidak menyadari bahwa fungsi paru mulai menurun Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan gejala batuk dan produksi sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulai memeriksakan kesehatannya Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan serangan eksaserbasi semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup pasien Gejala diatas ditambah tanda-tanda gagal napas atau gagal jantung kanan dan ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa Faat Paru Normal VEP1 / KVP < 70% VEP1 80% prediksi

VEP1 / KVP <70% 50% < VEP1< 80% prediksi

VEP1 / KVP < 70% 30% < VEP1< 50% prediksi

VEP1 / KVP < 70% VEP1< 30% prediksi atau VEP1< 50% prediksi disertai gagal napas kronik

17

2.1.6 Manifestasi Klinis Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejalaringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan sampaiditemukan kelaianan yang jelas dan tanda inflasi paru. Gejala batuk cenderungmeningkat bersifat kronik. Batuk bersifat hilang timbul dan mungkin tidakberdahak. Setiap batuk kronik berdahak dapat mengindikasikan PPOK. Batukproduktif awalnya intermitten kemudian terjadi hampir tiap hari seiring waktu.Sputum berwarna bening dan mukoid, namun dapat pula menjadi tebal, kuning,bahkan kadang ditemukan darah selama terjadinya infeksi bakteri respiratorik.1 Sesak bersifat progresif (sesak bertambah berat seiring berjalannyawaktu). Sesak napas bertambah berat setelah beraktivitas berat. Pada keadaanyang berat, sesak napas bahkan terjadi dengan aktivitas minimal dan bahkan pada saat istirahat akibat semakin memburuknya abnormalitas pertukaranudara.1 Pada pemeriksaan fisik, PPOK dini umumnya tidak ada kelainan. Padainspeksi dapat ditemukan pursed-lips breathing, barrel chest, penggunaan ototbantu nafas,hipertrofi otot bantu nafas, pelebaran sel iga, bila telah terjadi gagaljantung kanan terlihat denyut vena jugularis dileher dan edema tungkai,penampilan pink puffer atau blue bloater. Pada palpasi dapat ditemukanfremitus melemah,sel iga melebar. Perkusi pada emfisema hipersonor dan batasjantung mengecil, letak diapragma rendah,hepar terdorong ke bawah. Padaauskultasi dapat ditemukan suara nafas vesikuler normal, atau

melemah,terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernafas biasa atau ekspirasi paksa, ekspirasi memanjang dan bunyi jantung terdengar jauh.1 2.1.7 Diagnosis1 Diagnosis PPOK ditegakkan berdasarkan : a. Gambaran klinis 1) Anamnesis a) Keluhan b) Riwayat penyakit c) Faktor predisposisi

18

2) Pemeriksaan fisik 3) Pemeriksaan penunjang a) Pemeriksaan rutin b) Pemeriksaan khusus a. Gambaran Klinis 1) Anamnesis - Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejalapernapasan - Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja - Riwayat penyakit emfisema pada keluarga - Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badanlahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkunganasap rokok dan polusi udara - Batuk berulang dengan atau tanpa dahak - Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi 2) Pemeriksaan fisik PPOK dini umumnya tidak ada kelainan a) Inspeksi: - Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu), yaknisikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu danekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanismetubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagaimekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadipada gagal napas kronik. - Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversalsebanding) - Penggunaan otot bantu napas - Hipertropi otot bantu napas - Pelebaran sela iga - Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis leher dan edema tungkai. - Penampilan pink puffer atau blue bloater. Pink puffer merupakangambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulitkemerahan dan pernapasan pursed lips. Sedangkan blue bloateradalah gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuksianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru,sianosis sentral dan perifer. b) Palpasi

19

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar c) Perkusi Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letakdiafragma rendah, hepar terdorong ke bawah. d) Auskultasi - suara napas vesikuler normal, atau melemah - terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa ataupada ekspirasi paksa - ekspirasi memanjang - bunyi jantung terdengar jauh b. Pemeriksaan Penunjang1 1) Pemeriksaan rutin a) Faal paru Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP) Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%). Obstruksi: % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 % VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakaiuntuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalananpenyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkindilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakaisebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagidan sore, tidak lebih dari 20%

Uji bronkodilator Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak adagunakan APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilaiVEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilaiawal dan < 200 ml Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

20

b) Darah rutin Hemoglobin, hematokrit, dan leukosit c) Radiologi Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkanpenyakit paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran : - Hiperinflasi - Hiperlusen - Ruang retrosternal melebar - Diafragma mendatar - Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance) Pada bronkitis kronik: - Normal - Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

2) Pemeriksaan khusus (tidak rutin) a) Faal paru Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional(KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat DLCO menurun pada emfisema Raw meningkat pada bronkitis kronik Sgaw meningkat Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %

b) Uji latih kardiopulmoner Sepeda statis (ergocycle) Jentera (treadmill) Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal

c) Uji provokasi bronkus Untuk menilai derajat hipereaktivitas bronkus, pada sebagiankecil PPOK terdapat hipereaktivitastas bronkus derajat ringan.

21

d) Uji coba kortikosteroid Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroidoral (prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg perhari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOKumumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah

pemberiankortikosteroid. e) Analisis gas darah Terutama untuk menilai : - Gagal napas kronik stabil - Gagal napas akut pada gagal napas kronik f) Radiologi CT - Scan resolusi tinggi Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajatemfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto torakspolos Scan ventilasi perfusi Mengetahui fungsi respirasi paru g) Elektrokardiografi Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai olehPulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan. h) Ekokardiografi Menilai funfsi jantung kanan i) Bakteriologi Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kulturresistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untukmemilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulangmerupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderitaPPOK di Indonesia. j) Kadar alfa-1 antitripsin Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter(emfisema pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarangditemukan di Indonesia.

22

2.1.8 Tata Laksana1 Tujuan penatalaksanaan : - Mengurangi gejala - Mencegah eksaserbasi berulang - Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru - Meningkatkan kualitas hidup penderita Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi : a. Edukasi b. Obat - obatan c. Terapi oksigen d. Ventilasi mekanik e. Nutrisi f. Rehabilitasi PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan

nonreversibel,sehingga penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan stabil dan penatalaksanaan pada eksaserbasi akut. a. Edukasi Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang padaPPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma yaitumenyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan

perburukanfungsi paru. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasienPPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasanaktivitas. Penyesuaian aktivitas dan pola hidup merupakan salah satu carauntuk meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK. Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajatberat penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisiekonomi penderita. Secara umum bahan edukasi yang harus diberikanadalah: 1). Pengetahuan dasar tentang PPOK 2). Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya

23

3). Cara pencegahan perburukan penyakit 4). Menghindari pencetus (berhenti merokok) 5). Penyesuaian aktivitas. Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala prioritas bahan edukasi sebagai berikut: 1) Berhenti merokok Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan 2) Pengunaan obat - obatan - Macam obat dan jenisnya - Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser ) - Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau perlu saja ) - Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya 3) Penggunaan oksigen - Kapan oksigen harus digunakan - Berapa dosisnya - Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen 4) Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen 5) Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya Tanda eksaserbasi : - Batuk atau sesak bertambah - Sputum bertambah - Sputum berubah warna 6) Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi 7) Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas

Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit: 1) Ringan - Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel - Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain berhenti merokok

24

- Segera berobat bila timbul gejala

2) Sedang - Menggunakan obat dengan tepat - Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini - Program latihan fisik dan pernapasan 3) Berat - Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi - Penyesuaian aktivitas dengan keterbatasan - Penggunaan oksigen di rumah

b. Obat - obatan 1) Bronkodilator Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenisbronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit.Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkanpada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakanpemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang(long acting ).1 Macam - macam bronkodilator : - Golongan antikolinergik Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagaibronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kaliperhari).1 - Golongan agonis beta-2 Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan

jumlahpenggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagaiobat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefekpanjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut,tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.1 - Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2

25

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efekbronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yangberbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhanadan mempermudah penderita.

- Golongan xantin Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan

jangkapanjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasaatau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikanbolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangkapanjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.1 2) Antiinflamasi Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atauinjeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilihgolongan

metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapijangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaituterdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% danminimal 250 mg.1 3) Antibiotika Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan : - Lini I : amoksisilin, makrolid - Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid baru 4) Antioksidan Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup,digunakan Nasetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK denganeksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.1 5) Mukolitik Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akanmempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronikdengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOKbronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.1 6) Antitusif

26

c. Terapi Oksigen Pada PPOK terjadi hipoksemia sel sangat dan progresif jaringan. untuk dan berkepanjangan terapi

yangmenyebabkan oksigenmerupakan

kerusakan hal yang

Pemberian

penting

mempertahankan

oksigenasiseluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organorganlainnya. Indikasi terapi oksigen yaitu bila : - PaO2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90% - PaO2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal,perubahan P pulmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain. Macam terapi oksigen: - Pemberian oksigen jangka panjang - Pemberian oksigen pada waktu aktivitas - Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak - Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit.Terapi oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajatberat dengan gagal napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigendiberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat daruraat, ruang rawatataupun ICU.Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di rumahdibedakan : - Pemberian oksigen jangka panjang (Long Term Oxygen Therapy = LTOT) - Pemberian oksigen pada waktu aktivitas - Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah padakeadaan stabil terutama bila tidur atau sedang aktivitas, lama pemberian 15jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapioksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang seringterjadi bila penderita tidur.1 Terapi oksigen pada waktu aktivitas bertujuan menghilangkan sesaknapas dan meningkatkan kemampuan aktivitas. Sebagai parameterdigunakan analisis gas

27

darah atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harusmencapai saturasi oksigen di atas 90%.1 d. Ventilasi Mekanik Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengangagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasienPPOK derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapatdigunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.1 Ventilasi mekanik sebaiknya tidak diberikan pada pasien PPOKdengan kondisi sebagai berikut: - PPOK derajat berat yang telah mendapat terapi maksimal sebelumnya - Terdapat ko-morbid yang berat, misalnya edema paru, keganasan - Aktivitas sebelumnya terbatas meskipun terapi sudah maksimal - Komplikasi penggunaan ventilasi mekanik - VAP (ventilator acquired pneumonia) - Barotrauma - Kesukaran weaning e. Nutrisi Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karenabertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yangmeningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadihipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOKkarena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahananalisis gas darah.1 Malnutrisi dapat dievaluasi dengan : - Penurunan berat badan - Kadar albumin darah - Antropometri - Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi) - Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia) Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidakakan mengatasi masalah, karena CO2 yang gangguan terjadi ventilasi akibat pada PPOK tidak

dapatmengeluarkan

metabolisme

karbohidrat.

28

Diperlukankeseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bilaperlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings)dengan pipa nasogaster.1 Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendahkarbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapatmeningkatkan ventilasi semenit oxygen comsumption dan respons ventilasiterhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napaskelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karenaberkurangnya fungsi muskulus respirasi sebagai akibat sekunder darigangguan ventilasi. Gangguan elektrolit yang terjadi adalah :1 - Hipofosfatemi - Hiperkalemi - Hipokalsemi - Hipomagnesemi Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkanpemberian nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil denganwaktu pemberian yang lebih sering.1

f. Rehabilitasi PPOK Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihandan memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkanke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkanpengobatan optimal yang disertai:1 - Simptom pernapasan berat - Beberapa kali masuk ruang gawat darurat - Kualitas hidup yang menurun Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisik,psikososial dan latihan pernapasan. 1) Latihan Fisik Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasitas sistem

transportasioksigen dan untuk meningkatkan kemapuan otot pernapasan. 2) Psikososial

29

Status psikososial penderita perlu diamati dengan cermat dan apabiladiperlukan dapat diberikan obat. 3) Latihan Pernapasan Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak napas.Teknik latihan meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips gunamemperbaiki ventilasi dan menyinkronkan kerja otot abdomen dantoraks. Serta berguna juga untuk melatih ekspektorasi dan memperkuat otot ekstremitas.

Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukandibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkaninfeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnyakomplikasi.1 Gejala eksaserbasi : - Sesak bertambah - Produksi sputum meningkat - Perubahan warna sputum Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga : a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambahinfeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain,peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensipernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline. Penyebab eksaserbasi akut Primer : - Infeksi trakeobronkial (biasanya karena virus) Sekunder : - Pnemonia - Gagal jantung kanan, atau kiri, atau aritmia - Emboli paru - Pneumotoraks spontan

30

- Penggunaan oksigen yang tidak tepat - Penggunaan obat-obatan (obat penenang, diuretik) yang tidak tepat - Penyakit metabolik (DM, gangguan elektrolit) - Nutrisi buruk - Lingkunagn memburuk/polusi udara - Aspirasi berulang Stadium akhir penyakit respirasi (kelelahan otot respirasi)Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untukeksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang danberat) Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan dirumah olehpenderita yang telah diedukasi dengan cara :1 Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk bronkodilator yangdigunakan dari bentuk inhaler, oral dengan bentuk nebuliser Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur Menambahkan mukolitik Menambahkan ekspektoran Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter.

Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secararawat jalan atau rawat inap dan dilakukan di : - Poliklinik rawat jalan Indikasi : Eksaserbasi ringan sampai sedang Gagal napas kronik Tidak ada gagal napas akut pada gagal napas kronik Sebagai evaluasi rutin meliputi: Pemberian obat-obatan yang optimal Evaluasi progresifiti penyakit Edukasi - Unit gawat darurat Tentukan masalah yang menonjol, misalnya infeksi saluran napas,gangguan keseimbangan asam basa, gawat napas Triase untuk ke ruang rawat atau ICU

31

- Ruang rawat inap

Indikasi rawat : Eksaserbasi sedang dan berat Terdapat komplikasi Infeksi saluran napas berat Gagal napas akut pada gagal napas kronik Gagal jantung kanan Selama perawatan di rumah sakit harus diperhatikan : Menghindari intubasi dan penggunaan mesin bantu napas dengan cara evaluasi klinis yang tepat dan terapi adekuat Terapi oksigen dengan cara yang tepat Obat-obatan maksimal, diberikan dengan drip, intrvena dannebuliser Perhatikan keseimbangan asam basa Nutrisi enteral atau parenteral yang seimbang Rehabilitasi awal Edukasi untuk pasca rawat Penanganan di ruang rawat untuk eksaserbasi sedang dan berat (belummemerlukan ventilasi mekanik) Obat-obatan adekuat diberikan secara intravena dan nebuliser Terapi oksigen dengan dosis yang tepat, gunakan ventury mask Evaluasi ketat tanda-tanda gagal napas Segera pindah ke ICU bila ada indikasi penggunaan ventilasimekanik

2.1.9. Komplikasi1 a. Gagal nafas 1) Gagal nafas kronik Ditandai dengan hasil analisi gas darah pO2 < 60 mmHg, pCO2 > 60mmHg, dan pH normal. 2) Gagal nafas akut pada gagal nafas kronik

32

Ditandai dengan sesak nafas dengan atau tanpa sianosis, sputumbertambah dan purulen, demam, dan kesadaran menurun.

b. Kor pulmonal Ditandai dengan P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dan dapatdisertai gagal jantung kanan. c. Infeksi berulang Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkanterbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang.Pada kondisi kronik, hal ini akan menyebabkan imunitas menjadi lebihrendah yang ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah.

2.1.10. Prognosis Dubia, tergantung dari stage / derajat, penyakit paru komorbid, penyakit komorbid lain.7

33

BAB III ANALISA KASUS


Pada kasus ini pasien didiagnosis sebagai Penyakit Paru Obstruksi Kronis Adapun dasar diagnosis pasien ini adalah : Sesak napas (+), batuk berdahak (+), batuk berulang, riwayat merokok selama 25tahun. Pada RPD tiga bulan yang lalu pasien pernah mengalami batuk darah gelas, Riwayat minum OAT (-), Riwayat asma (-).Pasien merokok kira-kira sejak 20 tahun yang lalu, 12 batang perhari, rokok kretek. Pada PF didapatkan pelebaran sela iga, penggunaan otot bantu pernapasan, beserta ekspirasi yang memanjang.Pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil anemia. Pemeriksaan radiologi corakan bronkovaskular meningkat, tampak infiltrat minimal pada kedua paru. Penyebab dari PPOK pasien ini kemungkinan besar yaitu adanya kebiasaanmerokok pada pasien sejak 25 tahun yang lalu dengan jumlah 12 batang per hari. Sepertitelah disebutkan dalam tinjauan pustaka asap rokok dapat menekan sistem pertahansaluran napas, paralisis pada silia dan penurunan aktivitas makrofag alveolus, danproduksi mukus yang berlebihan sehingga terjadi obstruksi saluran napas. Pada pasien ini diberi terapi aminofilin. Aminofilin merupakan derivat xantin yangbekerja dengan merangsang sistem saraf pusat untuk merelaksasikan bronkus. Dalambentuk lepas lambat aminofilin digunakan sebagai pengobatan pemeliharaan jangkapanjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untukmengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasieksaserbasi akut. Pada pasien ini aminofilin diberikan dalam bentuk drip dan bolus perlahan. Pasien ini diberikan terapi nebulisasi berupa Ventolin : pulmicort 4x/hari dan juga mendapatkan terapi oksigen nasal kanul 3 lpm. Pasien ini mendapat terapi oksigen karena pada PPOK dapat terjadi hipoksemiaprogresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberianterapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan

34

oksigenasiseluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lainnya. Selain itu,pada pasien ini diberikan kortikosteroid (deksamethason) untuk mengurangi inflamasi,sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan pada pasien tersebut

35

DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta :Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2. Price, Sylvia A. Patofisiologi, volume 2. Edisi 6.Jakarta : EGC.2006 3. Susanto AD, Prasenohadi, Yunus F. The Year of the lung. Deopartemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran FKUI-RS. Persahabatan. 2010. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik. 2008 5. Vinay,Kumar, Ramzi,S.Cotran, Stanley,L.Robbins. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 7. Volume 2. Jakarta: EGC, 2007 6. Global Initiative for Chronic Obstruktive Lung Disease (GOLD). Global strategy for diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive pulmonary disease. National Institute of Health. National Hearth, lung and blood Institute, Update 2010. 7. PB PAPDI. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPDFKUI, 2006.

Anda mungkin juga menyukai