Anda di halaman 1dari 16

Referat

MANAJEMEN POSTOPERATIVE NAUSEA AND VOMITING (PONV)

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..................................... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 2

A. Definisi dan Gambaran Klinis .................................................................. 2

B. Patofisiologi, Faktor Risiko, dan Skor Apfel ........................................... 3

C. Pencegahan dan Tatalaksana .................................................................... 7

BAB III KESIMPULAN ..................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Efek samping pascaoperasi yang paling sering ditemui adalah mual dan

muntah. Insidensinya diperkirakan cukup tinggi yaitu 30% pada populasi bedah

umum dan mencapai 80% pada kelompok yang memenuhi kriteria risiko tinggi

terjadinya mual muntah pascaoperasi atau biasa disebut postoperative nausea and

vomiting (PONV). PONV adalah suatu hal yang harus dicegah dan ditangani untuk

mengurangi atau meniadakan rasa tidak nyaman atau ketidakpuasan pada pasien.

PONV juga berkaitan dengan lawa rawat inap pasien, serta meningkatnya biaya

perawatan.1

Manajemen PONV yang optimal dan adekuat dapat tercapai melalui

serangkaian proses kompleks. Banyak obat antiemetik yang tersedia dengan

berbagai macam farmakokinetik, farmakodinamik, efikasi, dan efek samping, yang

penggunaannya harus disesuaikan dengan kondisi klinis pasien. Keuntungan yang

didapat dari pencegahan/profilaksis PONV harus memperhatikan risiko efek

sampingnya.2

International Anesthesia Research Society (IARS) telah mengeluarkan

konsensus keempat untuk manajemen PONV pada Agustus 2020. Kekurangan dari

beberapa pedoman sebelumnya dikatakan terbatas pada populasi tertentu serta tidak

mengenal semua aspek dari manajemen PONV. Prinsip-prinsip tatalaksana PONV

pada konsensus saat ini juga diaplikasikan untuk tatalaksana PONV pada Enhanced

Recovery Pathways (ERPs).1,2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi dan Gambaran Klinis

PONV merupakan kejadian mual dan muntah setelah tindakan operasi

menggunakan anestesi pada 24 jam pertama pascaoperasi. 3 Mual didefinisikan

sebagai keadaan subyektif yang tidak menyenangkan disertai keinginan untuk

muntah. Biasanya dirasakan di bagian belakang kerongkongan dan

epigastrium, yang disertai hilangnya tonus gastrik, dan juga kontraksi dari

duodenum, dan refluks isi usus ke lambung. Retching adalah kontraksi ritmik,

spasmodik dari otot-otot pernapasan, termasuk diafragma, dinding dada, dan

otot perut tanpa disertai keluarnya isi lambung. Muntah adalah keluarnya isi

lambung melalui mulut dan bersamaan timbul kontraksi otot-otot perut,

turunnya diafragma, dan terbukanya bagian kardia dari lambung.4

Mual atau muntah yang terus menerus akan menyebabkan dehidrasi,

imbalans elektrolit, dan tertundanya keluar dari rumah sakit. Mual, muntah,

atau regangan perut, dapat menyebabkan meningkatnya tekanan vena, tekanan

tinggi pada jahitan luka operasi, juga flap yang menjadi berdarah.4

2
B. Patofisiologi, Faktor Risiko, dan Skor Apfel

Ada berbagai faktor yang terlibat dalam patofisiologi dan penyebab dari

mual dan muntah. Hal ini dapat terjadi karena aktivitas sejumlah reseptor pada

sistem saraf pusat dan perifer.5

Peningkatan sekresi saliva berguna untuk melindungi enamel gigi dari

asam lambung yang akan keluar saat terjadi muntah. Untuk mencegah aspirasi

saat mekanisme muntah terjadi, seorang akan menarik napas dalam dan

epiglotis akan menutup glotis. Retro-peristalsis saluran pencernaan akan

dimulai pada sfingter pilori dan duodenum.5

Mekanisme terjadinya mual dan muntah berasal dari cara yang berbeda.

Mual diakibatkan oleh adanya rangsangan pada forebrain sedangkan mual

berasal dari rangsangan pada hindbrain. Berbagai rangsangan yang berbeda

dapat merangsang pada pusat muntah yang terletak pada medula oblongata.

Impuls aferen dan eferen akan menstimulasi derajat mual dan muntah yang

akan dirasakan oleh pasien. Nervus vagus akan membawa arus aferen menuju

pusat muntah. Terdapat banyak area pada otak yang merespon stimulus dari

perifer tersebut. Korteks serebri, talamus, hipotalamus, meninges, serebelum,

dan medula oblongata semuanya terlibat dalam pusat muntah, keseimbangan,

dan motion sickness. Kejadian muntah berawal dari pusat muntah dan

chemoreceptor trigger zone (CTZ).5

3
Gambar 1. Anatomi sistem saraf yang terlibat dalam mekanisme muntah. 5

Tabel 1. Sistem saraf pusat yang terlibat beserta efeknya.5

Secara khusus, CTZ terletak pada ventrikel 4 dari batang otak, dan berada

di luar sawar darah otak, oleh karena itu dapat bersentuhan dengan berbagai

jenis obat-obatan, misalnya obat-obat anestesi inhalasi volatildan opioid.

Dopamin, opioid, histamin, asetilkolin, resepetor 5-hidroksitriptamin 3 (5-

HT3), dan reseptor neurokinin-1 (NK-1), dihubungkan dengan menstimulasi

4
pusat muntah.4 Opioid akan langsung menstimulasi reseptor pada CTZ dan

reseptor kolinergik pada sistem keseimbangan, serta juga menurunkan

motilitas intestinal, peristaltik, dan sekresi, dan menunda pengosongan

lambung. Hal ini dapat menyebabkan kembung, konstipasi, ileus pascaoperasi,

distensi, dan keram, yang dapat mengarah ke mual dan muntah. 5 Hal ini

menunjukkan bahwa bukan hanya satu golongan obat, namun berbagai

golongan obat diperlukan untuk dapat mencegah PONV.4

Waktu pembedahan berpengaruh pada paparan anestesi pada pasien

terutama paparan agen anestesi inhalasi volatil lebih dari 30 menit. Penelitian

mengatakan insidensi PONV meningkat dari 2,8% pada pasien dengan waktu

pembedahan kurang dari 30 menit menjadi 27,7% pada waktu pembedahan

lebih dari 3 jam. Penelitian ini mengatakan juga bahwa anestesi regional dan

toral intravenous anesthesia (TIVA) dengan ketiadaan agen anestesi inhalasi

volatil menurunkan insidensi PONV.5

Faktor risiko PONV harus ditanyakan guna penilaian risiko dan untuk

menentukan manajemen PONV. Terdapat beberapa faktor risiko intraoperasi

dan pascaoperasi untuk PONV pada orang dewasa.

5
Gambar 2. Faktor risiko PONV.1

Skor faktor risiko PONV menunjukkan penurunan kejadian PONV dan

dapat digunakan untuk memastikan dan mengarahkan terapi selanjutnya. Skor

faktor risiko yang umum digunakan yaitu skor Apfel. Skor Apfel yang sudah

disederhanakan mencakup 4 prediktor yaitu jenis kelamin perempuan, riwayat

PONV dan/atau motion sickness, tidak merokok, serta penggunaan opioid

pascaoperasi. Masing-masing faktor risiko bernilai skor 1 dan jika tidak

terdapat faktor risiko tersebut pada pasien maka pasien dikatakan memiliki

skor 0. Skor 0 dikatakan tetap dalam presentase risiko PONV 10% karena pada

dasarnya operasi itu sendiri merupakan sebuah faktor risiko PONV. Skor 0-1

merupaka risiko rendah, 2 risiko sedang, 3-4 adalah risiko tinggi.1

6
Tabel 2. Skor faktor risiko PONV untuk orang dewasa oleh Apfel. 5

Evaluasi rasa mual pada anak terkadang sulit, oleh karena itu istilah yang

digunakan juga biasanya ditambah postoperative vomiting (POV). Penilaian

risiko POV/PONV pada anak berbeda dengan orang dewasa. Anak lebih

berisiko ketika usia lebih dari 3 tahun, pada operasi tertentu seperti

tonsilektomi dan operasi mata, serta perempuan setelah puber. Prediktor POV

pada anak terdiri 4 kriteria yaitu durasi operasi >30 menit, usia >3 tahun,

riwayat POV sebelumnya, atau riwayat PONV pada keluarga inti, dan operasi

strabismus.1

Tabel 3. Skor faktor risiko POV untuk anak.5

C. Pencegahan dan Tatalaksana

Berikut ini adalah strategi yang direkomendasikan untuk mengurangi

PONV. Yang pertama yaitu meminimalisir penggunaan opioid dengan regimen

analgesik multimodal. Profilaksis dengan asetaminofen IV dapat mengurangi

mual hanya jika diberikan sebelum onset nyeri timbul. Sebuah penelitian

7
menunjukkan, pasien dengan analgesik pasca operasi yang diberikan OAINS

IV atau im dapat mengurangi risiko PONV secara signifikan dan lebih efektif

daripada asetaminofen IV. Selanjutnya penggunaan dexmedetomidine

perioperatif. Pemberian sistemik α2 agonis (klonidin atau dexmedetomidine)

menurunkan kebutuhan opioid pasca operasi dan PONV. Setelah laparoskopi

kolesistektomi, dexmedetomidine 1μg/kgBB yang diberikan sebelum sayatan

pertama mengurangi insidensi PONV yang setara dengan dexamethasone 8 mg

dan terbukti unggul dalam menurunkan nyeri pasca operasi selama 24 jam

pertama.1

Yang kedua adalah pemilihan anestesi neuraxial dan regional. Sebuah

penelitian meta-analisis menunjukkan bahwa anestesi epidural signifikan

dalam menurunkan risiko PONV, sedangkan intrathecal opioid menyebabkan

PONV. Pada operasi ginekologi, pemberian anestesi epidural dapat dilanjutkan

setelah operasi pada konsentrasi yang cukup (contoh lidokain 10mg/mL atau

ekuivalen). Setelah operasi open colorectal cancer, thoracic epidural anesthesia

signifikan sebagai analgesik yang lebih baik daripada morfin IV dan

menimbulkan PONV yang lebih sedikit. Anestesi infiltrasi lokalpada luka atau

epidural selama 48 jam setelah operasi open gastrectomy berkaitan dengan

menurunnya kebutuhan morfin dan PONV yang lebih sedikit.1

Yang ketiga yaitu penggunaan propofol TIVA. Ketika digunakan dengan

kombinasi agen profilaksis yang lainnya, propofol TIVA mengurangi risiko

PONV lebih lanjut. Suplementasi oksigen tidak secara signifikan mengurangi

risiko PONV, namun menurunkan risiko muntah pada operasi abdomen.

Intervensi baru pada sebuah penelitian menunjukkan bahwa risiko PONV lebih

8
rendah pada sugammadex (neuromuscular junction blockade reverse)

dibandingkan dengan neostigmin.1

Tabel 4. Strategi untuk mengurangi risiko dasar.2

Konsensus yang terbaru ini melanjutkan rekomendasi untuk penggunaan

terapi antiemetik kombinasi pada pasien yang berisiko tinggi mengalami

PONV. Kombinasi dari 2 antiemetik atau lebih obat yang memiliki kelas

berbeda dinyatakan kuat dalam literatur dan menunjukkan keunggulan

daripada agen tunggal. Pemberian ini dirasakan cukup efektif karena

mekanisme yang kompleks mendasari patofisiologi PONV. Berikut obat

dengan dosis dan waktu pemberian serta kombinasi obat yang dapat diberikan. 1

Tabel 5. Dosis dan waktu pemberian antiemetik untuk pencegahan PONV pada orang
dewasa.1

9
Tabel 6. Kombinasi obat untuk orang dewasa dan anak. 1

Profilaksis nonfarmakologi yang dapat dilakukan untuk menurunkan

kejadian PONV seperti stimulasi titik akupuntur perikardium 6 (PC6),

Cochrane review mengatakan stimulasi PC6 dapat menurunkan risiko mual

muntah dan kebutuhan antiemetic rescue secara signifikan. Stimulasi titik

akupunktur efektif menurunkan PONV baik itu dilakukan di awal maupun

akhir operasi, titik akupunktur lain yang berperan dalam profilaksis PONV

adalah L14 dan ST36. Profilaksis selanjutnya yaitu cairan. Hidrasi yang

adekuat dengan menggunakan kristaloid 10-30ml/kgBB. Pemberian minuman

10
berkarbohidrat sebelum operasi termasuk dalam ERPs tapi tidak memberikan

dampak terhadap PONV. Aromaterapi tidak mengurangi insidensi atau

keparahan mual, namun mengurangi kebutuhan antiemetic rescue. Jahe untuk

profilaksis PONV dilaporkan tidak mengurangi PONV, namun sedikit

mengurangi derajat mual. Peran suplementasi oksigen seperti yang sudah

disebutkan di atas. Mengunyah permen karet menunjukkan hasil yang

menjanjikan dalam tatalaksana PONV.1

Berikut algoritma manajemen pada orang dewasa dan anak.1

Gambar 3. Algoritma manajemen PONV pada orang dewasa. 1

11
Gambar 4. Algoritma manajemen POV/PONV pada anak.1

12
BAB III

KESIMPULAN

Pedoman konsensus PONV terbaru memberikan rekomendasi klinis yang

komprehensif berdasarkan pada bukti-bukti ilmiah (evidence-based) yang lebih

banyak daripada sebelumnya dalam tatalaksana PONV pada dewasa maupun anak.

Perubahan yang terlihat di pedoman terbaru yaitu pada dewasa, saat ini

langsung menerapkan profilaksis multimodal PONV pada pasien dengan 1 atau 2

faktor risiko. Kombinasi terapi mencakup obat-obatan dari golongan yang berbeda,

menggunakan dosis efektif minimum, selanjutnya pemilihan obat akan ditentukan

oleh faktor pasien, juga formularium dan, ketersediaan obat.

Pada anak, masih tetap direkomendasikan profilaksis multimodal POV pada

pasien dengan risiko sedang hingga tinggi, dengan regimen yang disarankan untuk

terapi lini pertama adalah antagonis reseptor 5-HT3 + dexamethasone, dengan

strategi minim penggunaan opioid dan anestesi inhalasi.

Tatalaksana PONV merupakan komponen penting dari ERPs. Profilaksis

multimodal PONV terbaru direkomendasikan untuk semua pasien bedah dengan

berbagai macam faktor risiko. Prinsip – prinsip tatalaksana PONV pada pedoman

saat ini juga diaplikasikan untuk tatalaksana PONV pada ERPs.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Gan TJ, Belani KG, Bergese S, Chung F, Diemunsch P, Habib AS, et al.

Fourth Consensus Guidelines for the Management of Postoperative Nausea

and Vomiting. Vol. 131, Anesthesia and Analgesia. 2020. 411–448 p.

2. Firdaus R, Britta D, Setiani H. Perbedaan Tatalaksana Mual Muntah Pasca

Operasi pada Konsensus Terbaru : Tinjauan Literatur Differences in the

Management of Postoperative Nausea and Vomiting in the Latest

Consensus : Literature Review. MACC Maj Anest Crit Care [Internet].

2020;40(1):58–64. Available from: https://macc.perdatin.org/

3. Pierre S. Nausea and vomitting after surgery. Continuing education in

anaesthesia, critical care & pain advance access. Br J Anaesth.

2012;13(4):28–32.

4. Rahmatisa D, Rasman M, Chasnak Saleh S. Komplikasi Mual Muntah

Pascaoperasi Bedah Saraf. J Neuroanestesi Indones. 2019;8(1):72–82.

5. Stoops S, Kovac A. New insights into the pathophysiology and risk factors

for PONV. Best Pract Res Clin Anaesthesiol [Internet]. 2020;34(4):667–79.

Available from: https://doi.org/10.1016/j.bpa.2020.06.001

14

Anda mungkin juga menyukai