TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anestesi
2.1.1 Defenisi
Anestesi (pembiusan) berasal dari bahasa Yunani. An-, yang berarti “tidak,
tanpa” dan aesthesos, yang berarti “persepsi, kemampuan untuk merasa”. Secara
umum, anestesi merupakan suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa
sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendell
Holmes pada tahun 1948 yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat
sementara. Sedangkan analgesia adalah tindakan pemberian obat untuk
menghilangkan rasa nyeri tetapi tanpa menghilangkan kesadaran pasien.9
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran atau ilmu pengetahuan yang
meliputi pemberian tindakan anestesi, perawatan dan terapi intensif pada pasien
tertentu di ruang perawatan intensif (intensive care unit, ICU), terapi dan
perawatan nyeri pada pasien dengan nyeri pasca operasi atau pasien nyeri kanker,
dan terapi inhalasi seperti pemberian gas oksigen untuk bantuan pernafasan.10
2.1.2 Klasifikasi
Obat bius diciptakan dalam berbagai macam sediaan dan cara kerja.
Namun, secara umum obat bius atau istilah medis nyao bat anestesi ini dibedakan
menjadi tiga golongan yaitu anestesi local, regional, dan umum. 11
a. Anestesi Lokal
Anestesi adalah tindakan pemberian obat yang mampu
menghambat konduktif saraf (terutama untuk penghantaran nyeri) secara
reversible pada bagian tubuh yang spesifik. Pada anestesi umum, rasa
nyeri hilang bersamaan dengan hilangnya kesadaran penderita. Sedangkan
pada anestesi local (sering disebut juga dengan analgesia local), kesadaran
penderita tetap utuh dan rasa nyeri yang hilang bersifar setempat (local).1
Anestesi lokal dapat menyebabkan hilangnya rasa sakit tanpa
disertai hilangnya kesadaran. Anestesi local merupakan obat yang
menghambat hantaran sarah bila dikenakan secara local pada jaringan
saraf dengan kadar yang cukup.10
b. Anestesi Regional
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh
sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu
bagian tubuh di blokir untuk sementara (reversible). Fungsi motoric dapar
terpengaruh sebgian atau seluruhnya, akan tetapi pasien tetap sadar.11
Anestesi Regional terbagi atas spinal anestesi, epidural anestesi dan
anestesi kaudal. Beberapa komplikasi dari anestesi spinal umumnya terkait
dengan adanya blockade saraf simpatis yaitu hipotensi, bradikardi, mual
dan muntah. Sedangkan beberapa komplikasi parah dari regional anestesi
dapat berupa cardiac arrest, kejang, neurological injury, Radikulopati,
Cauda equina Syndrome, dan Paraplegia.10
c. Anestesi Umum
Anestesi umum umum (general anestesi) atau bius total disebut
juga dengan nama narkose umum (NU). Anestesi Umum adalah
meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang bersifat
reversible.12 Anestesi umum mempunya tujuan agar dapat: menghilangkan
rasa nyeri, membuat tidak sadar, dan menyebabkan amnesia yang bersifat
reversible dan dapat diprediksi. Tiga pilar anestesi umum atau yang
disebut trias anestesi meliputi: hipnotik atau sedative, yaitu membuat
pasien tertidur atau mengantuk/tenang, analgesia atau tidak merasakan
sakit, dan relaksasi otot atau kelumpuhan otot skelet.10
Anestesi umum memiliki beberapa macam Teknik, yaitu anestesi
inhalasi dan anestesi intravena. Cara memberikan anestesi inhalasi dapat
dilakukan dengan berbagai macam metode,yaitu dengan masker intubasi,
dan Laryngeal mask Airway ( LMA). Metode inhalasi adalah obat anestesi
diberikan dalam bentuk gas yang masuk ke paru paru dibantu dengan alat
selang endotrakeal, LMA, atau ditutup dengan sungkup/masker.
Sedangkan Anestesi intravena adalah obat anestesi yang dimasukkan
melalui injeksi intravena. Jalan napas pasien juga tetap perlu diamankan
pada saat memberikan obat-obat anestesi intravena.13
2.2 Post Operative Nausea and Vomitting (PONV)
2.2.1 Defenisi
Post Operative Nausea and Vomitting (PONV) adalah mual atau muntah
yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah pembedahan. PONV memiliki 3 gejala
utama yang dapat timbul segera atau setelah operasi. Nausea atau mual adalah
perasaan yang tidak enak yang berkeinginan untuk muntah tanpa Gerakan
ekspulsif otot. Vomitting atau muntah adalah keluarnya isi lambung melalui
mulut. Retching adalah keinginan untuk muntah yang tidak produktif.14 PONV
merupakan Komplikasi yang paling sering terjadi setelah pembedahan dan
anestesi umum.6 PONV biasanya terjadi pada awal 24 jam dan dapat
mengakibatkan morbiditas yang signifikan, bertambahnya jangka waktu rawat di
rumah sakit, bertambahnya biaya rumah sakit, dan juga berkurangnya kepuasan
pasien.15,16
2.2.2 Klasifikasi
Post Operative Nausea and Vomitting (PONV) dapat diklasifikasikan
berdasarkan waktu onset, yaitu :17
1. Early Post Operative Nausea and Vomitting (PONV) muncul pada saat
diantara 6 jam pasca operasi
2. Late Post Operative Nausea and Vomitting (PONV) dapat juga disebut
postdischarge nausea and vomiting (PDNV) muncul setelah 6 jam pasca
operasi
1. Faktor Pasien
2. Faktor Preoperative
a. Faktor Pembedahan :
Tipe pembedahan: Cholecystectomy dan gynecological
serta pembedahan laparoskopi di hubungkan dengan
tingginya insidensi PONV
Durasi Pembedahan: Lama durasi pembedahan
dihubungkan dengan peningkatan insidensi PONV.
Bertambahnya durasi operasi sebanyak 30 menit dapat
meningkatkan risiko terjadinya PONV sebesar 60%.
b. Faktor anestesi :
o Anestesi umum
Nitrous oxide : Penurunan kemungkinan insidensi PONV
yang signifikan ketika pemakaian nitrous oxide di hindari.
Ada 3 mekanisme yang telah disarankan atas faktor
kontribusi nitrous oxide terhadap PONV, yaitu :
- Stimulasi terhadap sistem saraf simpatis dengan
pelepasan katekolamin
- Perubahan tekanan telinga bagian tengah yang
mengakibatkan timbulnya daya tarik pada membran pada
round window dan berakibat stimulus pada sistem
vestibular
- Peningkatan distensi pada abdomen yang dihasilkan
dari pertukaran nitrous oxide dan nitrogen di traktus
gastrointestinal saat masker ventilasi
4. Faktor Postoperatif
2.2.4 Patofisiologi
2.2.5 Penatalaksanaan
Berbagai macam terapi obat digunakan untuk tatalaksana PONV. Obat-
obatan dapat di klasifikasikan berdasarkan aksi terhadap berbagai reseptor.17
2.3 Kuretase
2.3.1 Pengertian
Kuretase merupakan tindakan pengerokan dan juga pembersihan lapisan
endometrium uterus. Tindakan ini tergolong bedah minor yang menyebabkan
sensasi nyeri dan cemas saat dilakukan dilatasi serviks, peregangan mekanis pada
ostium serviks, dan kerokan kuret pada dinding uterus untuk mengeluarkan
jaringan endometrium. Waktu tindakan sekitar 5-15 menit yang dapat
mengakibatkan nyeri sedang dengan penilaian visual analog scale (VAS) 5.8,22
2.3.2 Tujuan
Dilatasi dan kuretase awalnya digunakan untuk mendeteksi abnomalitas
pada intrauterus dan membantu manajemen perdarahan yang abnormal. Kuretase
memiliki tujuan yang dibagi menjadi dua, yaitu:23
1. Kuret sebagai diagnostik suatu penyakit rahim
Yaitu mengambil sedikit jaringan lapis lendir rahim, sehingga dapat
diketahui penyebab dari perdarahan abnormal yang terjadi misalnya
perdarahan pervaginam yang tidak teratur, perdarahan hebat, kecurigaan akan
kanker endometriosis atau kanker rahim, pemeriksaan kesuburan/ fertilitas.23
2.3.4 Prosedur
1. Persiapan
Berikut merupakan beberapa persiapan yang perlu dilakukan, yaitu :24,26
a. Menjelaskan prosedur secara detail dan memberikan kesempatan kepada
pasien untuk bertanya apasaja prosedur terkait yang akan dilakukan dan apa risiko
yang mungkin muncul. Lalu memberikan informed consent.
b. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik ulang secara lengkap untuk
mengidentifikasi adanya indikasi dan kontraindikasi.
c. Tanyakan apakah memiliki riwayat alergi pasien terhadap jenis obat
tertentu, iodin, lateks, dan obat anestesi yang digunakan.
d. Memastikan pasien memiliki riwayat gangguan pembekuan darah, apakah
sedang mengonsumsi obat koagulan, antiplatelet atau obat yang memperngaruhi
pembekuan darah.
e. Apabila prosedur memerlukan anestesi umum, spinal, atau epidural, pasien
perlu untuk puasa selama +8 jam.
f. jika pasien mengalami ansietas, dapat diberikan obat sedatif.
g. Minta pasien untuk berkemih sebelum dilakukan prosedur.
h. Minta pasien mencukur bersih rambut pubis.
i. Pemberian antibiotik profilaksis jika terdapat indikasi.
j. Memberikan premidikasi berupa injeksi atropin 0,6 mg secara intravena
30. menit anestesi.
2. Peralatan
Berikut merupakan peralatan yang digunakan dalam melakukan kuretase, yaitu:
a. sarung tangan, gaun, face shield, scrub hat, surgical drape yang steril, dan
pencahayaan yang adekuat.
b. Betadine atau Hiblicens untuk preparasi prosedur
c. Kateter untuk mengosongkan kandung kemih
d. Spekulum steril
e. Narrow Deaver Retractors
f. Tenaculum forceps, ring forceps, atau Jacobs tenaculum
g. Lidocaine 1%, Spuid 10 ml dengan 22-gauge, dengan jarum spinal yang
diperpanjang (15cm)
h. Hergar atau Pratt dilator set
i. Silastic os Finders
j. suction curette
k. Alat suction curette
l. Alat suction dengan hosing dan specimen bucket
m. Endometria curettes, termasuk juga Banjo curette
n. Monsels solution, silver nitrate sticks
o. Absorbable suture (seperti 2-0 Polysorb atau Vicryl)
p. Stik Spons (4x4 spons steril pada ringed forceps)
3. Posisi
Pasien sebaiknya diposisikan secara dorsal lithotomy dengan
memposisikan kaki pasien di Allen atau candy cane stirrup. Penyaggah tersebut
sebaiknya dapat disesuaikan tinggi dan panjangnya. Berikut intervensi untuk
mengurangi trauma saraf saat melakukan posisi litotomi dorsal,yaitu :27
o Meminimal abduksi dan rotasi pada paha
o Menyangga pinggang, fibula pada bagian lateral, dan paha bagian
posterior
o Fleksikan secukupnya dan menyangga bagian pinggang dan lutut
o Berat pada ekstrimitas bawah sebaiknya dititik ttumpu pada telapak kaki
o Tidak melipat lutut pada bagian sudut besi
2. Teknik
Berikut merupakan langkah-langkah yang diikuti,yaitu :28,29
a. Pemberian profilaksis preoperatif antibiotik
b. Pemberian anestesi TIVA
c. Memposisikan pasien dengan posisi dorsal lithotomy dengan kaki
disanggah pada Allen atau candy cane stirrups. Pastikan penerangan yang
adekuat dan tinggi kasur yang sesuai.
d. Lakukan pemeriksaan bimanual pada kondisitelah diberikan anestesi untuk
memastikan dilatasi servikal, posisi fundal uterus dan ukuran uterus
e. Persiapkan vulva, perineum dan dalam vagina pasien dengan betadine atau
hibiclens
f. Lakukan kateter urin
g. Pemberian drape steri pada pasien
h. Letakan spekulum steril pada vagina pasien untuk memberikan
penglihatan serviks yang adekuat
i. Letakkan dengan lembut tenaculum pada bibir anterior serviks (pada
posisi jam 12)
j. Lakukan pemberian blok intraservikal atau paraservikal dengan 10-20 mL
1% lidokain
k. Teknik-teknik injeksi diberikan di berbagai macam tempat, kedalam dan
jumlah tempat injeksi ( jika teknik injeksi pada 4 tempat dipilih, maka
injeksilah 5 ml lidokain pada posisi 12, 3, 6, 9 arah jarumjam dengan
kedalaman 1 cm)
l. USG pada uterus dapat dilakukan untuk memastikan ukuran dan posisi
uterus setelah dilakukan pemeriksaan bimanual
m. Pilihlah berbagai macam ukuran kuretase hisap dengan ukuran 6-14 yang
dipilih sesai dengan ukuran uterus ataupun ukuran kehamilan
n. Alat kuretase juga memiliki tipe yang fleksibel ataupun kaku
o. Jika serviks belum berdilatasi, gunakanlah Hegar atau Pratt dilators untuk
mendilatassi os servikal
p. Masukan alat kuretase ke cavitas uterus ketika serviks telah difiksasi oleh
tenaculum. Lalu dengan alat suction valve yang telah dipastikan keadaan
mati, pasang ke hosing suction dengan aman diantara setelah ataupun
sebelum masuknya alat kuretase
q. Alat kuretase sebaiknya dimasukkan dengan perlahan ke fundus uterus dan
ditarik sedikit. Untuk menghindari perforasi, jangan memasukkan paksa
alat kuretase.
r. Hidupkan mesin suction, lalu tutup suction valve yang terletak pada
gagang, dan tunggu tekanan sampai 60-65 cmHg
s. Putar alat kuretase dengan sudut 360o secara terus menerus sampai tidak
ada material yang diaspirasi. Lalu, tarik alat suction kuretase dengan
memastikan tidak menyentuk dinding vagina ketika alat masih hidup.
Hindari gerakan menyentuk untuk mengurangi risiko perforasi
t. Pada titik ini, Endometrial kuretase tajam dapat dilakukan. Gunakan alat
kuretase yang sesuai untuk melewati serviks dengan mudah. Jangan
memegang alat kuretase dengan telapak tangan, tetapi peganglah dengan
halus seperti memang pensil. Getaran atau tekstur seperti pasir aka dapat
dirasakan pada tangan memagang kuretase yang merupakan tanda jaringan
telah dibuang. Perlakuan kuretase yang berlebihan dapat meningkatkan
risiko Asherman’s syndrome.
u. Kirim semua spesimen ke patologi untuk di analisis jika spesimen sesuai.
v. Lepaskan tenaculum dari bibir anterior servikal
w. Jika dibutuhkan tekanlah stik spons pada area yang dikaitkan tenaculum
untuk mendapatkan efek hemostasis. Beri cairan Monsels pada serviks
atau menggunakan stik silver nitrat jika diperlukan. Jahit serviks dengan
absorbable stitch jika diperlukan bila pilihan sebelumnya gagal.
x. Lepaskan Spekulum
y. Sempurnakan pemberian antibiotik profilaksis
z. Berikan RhoGAM dalam jangka waktu 72 jam setelah melakukan
prosedur jika pasien memiliki golongan darah Rh tipe negatif. Berikut
Dosis yang sesuai,yaitu :
o Pada usia gestasi kurang dari 13 minggu beri dosis 50 mcg x
1 IM
o Pada usia gestasi lebih atau sama 13 minggu beri dosis 300
mcg x 1 IM
2.4 Kerangka Teori
Kerangka teori menggambarkan seluruh tinjauan pustakan dalam bentuk
skema hingga seluruh landasan penelitian dapat tergambar jelas. Melalui kerangka
teori, proposal penelitian dapat dipahami dengan singkat. Berdasarkan dasar teori
dalam penelitian ini, maka kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :