Anda di halaman 1dari 31

RADIOLOGI DAN USG ( ULTRA SONOGRAPHY ) DALAM OBSTETRI

A. PENGERTIAN UMUM
Rontgen atau di kenal dengan sinar-x merupakan pemeriksaan yang memamfaatkan
peran sinar X dalam mendeteksi kelainan pada berbagai organ diantaranya
dada,jantung,abdomen,ginjal, ureter, kandung kemih, tengkorak dan rangka, pemeriksaan
ini di lakukan dengan menggunakan radiasi sinar x yang sedikit karena tingginya kualitas
film sinar x dan di gunakan untuk melakukan skrinning dariberbagai kelainanyang ada
pada organ.
Ultrasonography merupakan suatu prosedur diagnosis yang di gunakan untuk melihat
struktur jaringan tubuh atau analisisdari gelombang dopler, yang pemeriksaanya di
lakukan di atas permukaan kulit atau di atas rongga tubuh untuk menghasilkan suatu
ultrasond di dalam jaringan.pat di gunakan untuk mendeteksi berbagai kelainan yang ada
pada abdomen, otak, kandung kemih,jantung, ginjal,hepar, uterus, atau pelvis. Selain itu
USG juga dapat digunakan untuk membedakan antara kista dan tumor. Pada kehamilan
cairan amnion dapat menambah refleksi gelombang suara dari plasenta dan fetus sehingga
dapat mengidentifikasi ukuran,bentuk dan posisi, kemudian dapat mendeteksi pankreas,
limpa, tiroid dan lain- lain.

B. INDIKASI
Indikasi pemeriksaan ultrasonografi di bidang obstetri ( kebidanan )adalah :
1. Prakiraan usia gestasi dengan pemeriksaan ultrasonografi untuk memastikan saat yang
tepat melakukan tindakan seksio sesarea elektif, induksi partus, atau terminasi
kehamilan elektif.
2. Evaluasi pertumbuhan janin pada pasien yang mengalami insufisiensi utero-plasenta
(seperti pada preeklampsia berat, hipertensi kronik, penyakit ginjal kronik, atau
diabetes melitus berat) atau komplikasi kehamilan lainnya yang menyebabkan
malnutrisi janin(pertumbuhan janin terhambat, makrosomia).
3. Penentuan presentasi janin, jika bagian terendah janin pada masa persalinan tidak
dapatdipastikan.
4. Suspek kehamilan multipel, ektopik dan mola
5. Curiga kematian janin dan kelinan uterus
6. Untuk menetukan letak IUD.
7. Curiga polihidramnion ( ketuban banyak) atau oligohidramnion ( ketuban sedikit)
8. Curiga solusio plasenta ( plasenta yang terlepas ).
9. Prakiraan berat janin dan/atau presentasi janin pada ketuban pecah atau persalinan
prematur.
10. Riwayat kelainan kongenital pada kehamilan sebelumnya.
11. Prakiraan usia gestasi pada pasien yang terlambat melakukan pemeriksaan antenatal.

C. PELVIMETRI RADIOLOGIK.
Pelvimetri adalah foto rontgen untuk mengetahui arsitektur panggung, baik dalam
bentuk maupun dalam ukuran-ukuranya, juga dapat memberikan informasi tentang bentuk,
jenis panggul, dan turunya bagian terbawah janin ( kepala, bokong, atau bahu)
Pelvimetri adalah pengukuran dimensi tulang jalan lahir untuk menentukan apakah
bayi dapat dilahirkan pervaginam. Prognosis untuk suksesnya persalinan pervaginam tentu
tidak dapat dipastikan berdasarkan pelvimetri roentgenologis saja, karena kapasitas
panggul merupakan salah satu factor yang menentukan hasil akhir. Dikenal dua macam
pelvimetri yaitu pelvimetri klinis dan radiologis. Pelvimetri klinis mempunyai arti penting
untuk menilai secara kasar pintu atas panggul, panggul tengah dan memberi gambaran
yang jelas mengenai pintu bawah panggul.

D. PEMERIKSAAN ULTRASONOGRAFI DAN RONGENT


Pemeriksaan USG dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
1. Pervaginam
 Memasukkan probe USG transvaginal/seperti melakukan pemeriksaan dalam.
 Dilakukan pada kehamilan di bawah 8 minggu.
 Lebih mudah dan ibu tidak perlu menahan kencing.
 Lebih jelas karena bisa lebih dekat pada rahim.
 Daya tembusnya 8-10 cm dengan resolusi tinggi.
 Tidak menyebabkan keguguran.
2. Perabdominan
 Probe USG di atas perut.
 Biasa dilakukan pada kehamilan lebih dari 12 minggu.
 Karena dari atas perut maka daya tembusnya akan melewati otot perut, lemak
baru menembus rahim.
E. PERSIAPAN PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
Persiapan Dan Pelksanaan Ulrasonography ( Usg)
1. Lakukan infomed konsent
2. Anjurkan untuk puasa makan dan minum 8- 12 jam sebelum pemeriksaan USG aorta
abdomen, kandung empedu, hepar, limpa dan pankreas
3. Oleskan jeli konduktif pada permukaan kulit yang akan di lakukan USG.
4. Transduser di pegang dengan tangan dan gerakkan ke depan dan ke belakang diatas
permukan kulit
5. Lakukan antar 10-30 menit
6. Premedikasi jarang di lakukan hanya bila pasien dalam keadaan gelisah
7. Pasien tidak boleh merokok sebelum pemeriksaan untuk mencegah masuknya udara
8. Bila pada pemeriksaan obstetri ( trimestr pertama dan kedua ) pelvis dan ginjal pasien
dianjurkan untuk minum 4 gelas air dan tidak boleh berkemih sementara untuk
trimester ketiga. Pemeriksaan pada pasien dilakukan pada saat kandung kemih kosong
9. Bila pada otak lepaskan semua perhiasan dari leher dan jepit rambut dari kepala
10. Bila pada jantung anjurkan untuk bernafas perlahan dan menelan setelah inspirasi

Persiapan Dan Pelaksanaan Rontgen


1. Lakukan informed consent
2. Tidak ada pembatasan makanan dan cairan
3. Pada dada pelaksanaan foto dengan posisi PA ( posterior anterior ) dapat dilakukan
dengan posisi berdiri dan foto AP ( anterior posterior ) lateral dapat juga dilakukan,
baju harus duturunkan sampai ke pinggang, baju kertas atau baju kain dapat
digunakan dan perhiasan dapat di lepaskan, anjurkan pasien untuk tarik nafas dan
menahan nafas pada waktu pengambilan foto sinar X
4. Pada jantung foto PA dan lateral kiri dapat diindikasikan untuk mengevaluasi ukuran
dan bentuk jantung, perhiasan pada leher harus dilepas, baju di turunkan hingga
pinggang
5. Pada abdomen pelaksanaan fto harus dilakukan sebelum pemeriksaan IVP, baju harus
dilepaskan dan digunakan baju kain/kertas. Pasien tidur telentang dengan tangan
menjauhdari tubuh, testis harus dilindungi
6. Pada tengkorak , sebelum pelaksaann foto, penjepit rambut harus dilepaskan, kaca
mata gigi palsu
7. Pada rangka bila dicurigai terdapat fraktur anjurkan puasa, dan imobilisasi pada
daerah fraktur

F. MANFAAT USG DALAM OBSTETRI

Pemeriksaan USG pada kehamilan trimester I


Pemeriksaan ultrasonografi pada kehamilan trimester I dapat dilakukan dengan cara
trans abdominal ( probe diletakkan diatas perut ibu ), transvaginal ( probe khusus yang
dimasukkan ke vagina ), atau keduanya.

 Evaluasi uterus dan adneksa untuk melihat adanya kantung gestasi.


Jika terlihat kantung gestasi, maka lokasinya harus dicatat. Pada akhir trimester I,
diameter biparietal ( kepala ) dan ukuran-ukuran janin lainnya dapat digunakan untuk
menentukan usia gestasi.
 Ada-tidaknya aktivitas jantung mudigah/janin harus dilaporkan.
Diagnosis aktivitas jantung hanya bisa ditentukan dengan USG real-time. Dengan
pemeriksaan transvaginal, denyut jantung harus bisa dilihat bila CRL sudah mencapai
5 mm atau lebih. Jika terlihat mudigah kurang dari 5 mm yang belum menunjukkan
aktivitas jantung, harus dilakukan follow-up untuk mengevaluasi tanda kehidupan.
 Jumlah janin harus dicatat.
Kehamilan multipel dilaporkan hanya atas dasar jumlah mudigah yang lebih dari satu.
 Evaluasi uterus, struktur adneksa, dan kavum Douglasi.
Pemeriksaan untuk mengetahui suatu mioma uteri atau massa di adneksa, maka lokasi
danukurannya harus dicatat. Kavum Douglasi harus dievaluasi untuk melihat ada-
tidaknyacairan.

Pemeriksaan USG pada kehamilan trimester II dan III

1. Kehidupan janin, jumlah, presentasi, dan aktivitas janin harus dicatat. Adanya
frekuensi dan irama jantung yang abnormal harus dilaporkan. Pada kehamilan
multipel perlu dilaporkan informasi tambahan mengenai jumlah kantung gestasi,
jumlah plasenta, ada-tidaknya sekat pemisah, genitalia janin (jika terlihat),
perbandingan ukuran-ukuran janin, dan perbandingan volume cairan amnion pada
masing-masing kantung amnion.
2. Prakiraan volume cairan amnion (normal, banyak, sedikit) harus dilaporkan.
Variasi fisiologik volume cairan amnion harus dipertimbangkan di dalam penilaian
volume cairan amnion pada usia kehamilan tertentu.
3. Lokasi plasenta, gambaran, dan hubungannya dengan ostium uteri internum harus
dicatat. Tali pusat juga harus diperiksa.
4. Penentuan usia gestasi harus dilakukan pada saat pemeriksaan ultrasonografi pertama
kali, dengan menggunakan kombinasi ukuran kepala seperti DBP atau lingkar kepala,
dan ukuran ekstremitas seperti panjang femur. Pengukuran pada kehamilan trimester
III tidak akurat untuk menetukan usia gestasi.
5. Perkiraan berat janin harus ditentukan pada akhir trimester II dan trimester III, dan
memerlukan pengkuran lingkar abdomen ( perut ).
6. Evaluasi uterus (termasuk serviks) dan struktur adneksa harus dilakukan.
Pemeriksaan ini berguna untuk memperoleh temuan tambahan yang mempunyai arti
klinis penting. Jika terlihat suatu mioma uteri atau massa adneksa, catat lokasi dan
ukurannya. Ovarium ibu seringkali tidak bisa ditemukan dalam pemeriksaan
ultrasonografi pada trimester II dan III.
GAMBARAN KARDIOTOKOGRAFI PATOLOGIS

A. PENDAHULUAN
Pemantauan denyut jantung janin (DJJ) dalam persalinan bertujuan untuk mencegah
morbiditas dan mortalitas janin yang dapat terjadi akibat asidosis metabolik atau hipoksia
serebral selama persalinan. Keadaan janin yang buruk dapat terjadi selama kehamilan,
tidak hanya dalam persalinan, dengan melakukan pemantauan denyut jantung janin,
diharapkan keadaan gawat janin dapat diprediksi dini sehingga kehamilan/persalinan
dapat segera diakhiri untuk mendapatkan keadaan janin yang lebih baik.
Pemantauan denyut jantung dapat dilakukan secara intermiten (terputus) atau terus
menerus (kontinyu). Pada umumnya pemantauan kontinyu dilakukan pada janin berisiko
tinggi, sedangakan pada janin yang normal pemantauan dilakukan secara intermiten.
Pemantauan DJJ intrapartum selalu dihubungkan dengan kontraksi rahim dengan
pencatatan kardiotokografi (KTG) dan disebut juga Electronic Fetal Monitoring (EFM) ,
sedangkan pemantauan saat kehamilan (antepartum) biasanya dihubungankan dengan
gerakan janin yang dilakukan dengan uji tanpa beban (NST- Non Stress Test) atau uji
dengan beban (Contraction Stress Test/CST , Oxytocin Challenge Test/OCT).
Alat Kardiotokografi (CTG) atau juga disebut Fetal Monitor adalah alat yang
digunakan untuk memeriksa kondisi kesehatan janin. Pemeriksaan umumnya dapat
dilakukan pada usia kehamilan 7-9 bulan dan pada saat persalinan. Pemeriksaan CTG
diperoleh informasi berupa signal irama denyut jantung janin (DJJ), gerakan janin dan
kontraksi rahim. Pada saat bersalin kondisi janin dikatakan normal apabila denyut jantung
janin dalam keadaan reaktif, gerakan janin aktif dan dibarengi dengan kontraksi rahim
yang adekuat.
Apabila kemungkinan terdapat masalah pada janin maka dokter akan melakukan
pemeriksaan NST (non stress test) dengan memberikan infus oksitosin untuk
menimbulkan kontraksi rahim (his) dan denyut jantung janin diperiksa dengan CTG.
Apabila tampak kelainan pada hasil pemeriksaan CTG maka dokter kandungan akan
melakukan tindakan persalinan dengan segera.
Pemeriksaan dengan CTG sangat diperlukan pada fasilitas pelayanan persalinan.
Dengan adanya kemajuan teknologi dan produksi harga peralatan CTG dapat menjadi
lebih ekonomis. Dahulu hanya rumah sakit yang menyediakannya. Sekarang tidak lagi!
Agar pelayanan pemantauan pada ibu hamil dan bersalin berjalan dengan baik rumah
bersalin, klinik dokter bahkan bidan praktek swasta sebaiknya memiliki CTG agar tidak
ada kasus keterlambatan dalam mendiagnosis adanya masalah pada ibu hamil dan
melahirkan.

B. INTERPRETASI GAMBARAN KARDIOTOKOGRAFI


Untuk dapat melakukan interpretasi gambaran KTG, beberapa hal harus diperhatikan
yakni:

 Evaluasi hasil rekaman, apakah benar dan adekuat untuk dilakukan pembacaan,
misalnya apakah rekamannya kontinyu, apakah his terekam dengan baik.
 Identifikasi frekuensi DJJ basal
 Identifikasi variability baik long-term variability maupun short-term (beat to beat)
variability
 Tentukan ada tidaknya akselerasi dari DJJ basal
 Tentukan ada tidaknya deselerasi dari DJJ basal
 Identifikasi kontraksi rahim (his) termasuk regularitasnya, frekuensinya,
intensitasnya, durasinya dan tonus basal diantara kontraksi.
 Korelasikan akselerasi dan deselerasi dengan his, kemudian identifikasikan
gambarannya.
 Tentukan apakah gambaran tersebut termasuk normal, mencurigakan atau patologis.

Interpretasi gambaran denyut jantung janin (FHR-Fetal heart rate) ditentukan dari 4
faktor yakni:
1. Frekuensi Denyut Jantung Janin Basal (Baseline fetal heart rate)

Frekuensi rata-rata denyut jantung janin, di luar akselerasi dan deselerasi, atau
di antara dua kontraksi. Ditentukan dalam periode tertentu, biasanya sekitar 5 – 10
menit. Pada janin prematur, DJJ basal sering meningkat, namun tidak
menunjukkan keadaan patologis. Frekuensi denyut jantung basal (baseline
frequency) yang normal adalah antara 110 and 160 denyut per menit (DPM).
Penentuan denyut jantung janin normal 120 – 160 denyut per menit didapatkan dari
penemuan Von Winckel pada pertengahan abad ke 19, yang saat ini sudah berubah.

Kelainan frekuensi DJJ basal dapat berupa melambatnya DJJ (bradikardia) atau
peningkatan frekuensi DJJ basal (takhikardia).
 Bradikardi ringan100-109 bpm
 Takhikardi ringan 161-180 bpm
 Bradikardi abnormal <100 bpm
 Takhikardi abnormal >180 bpm
Dalam menentukan interpretasi KTG, pertimbangkan apakah ibu dalah keadaan
kehamilan atau persalinan, umur kehamilan, kala persalinan, presentasi fetus,
malpresentasi, apakah dilakukan augmentasi oksitosin dan pemberian obat-obatan
lainnya.

Gambar 1: Bradikardi (1)

Bradikardi dapat terjadi pada keadaan:


 Hipoksia janin yang berat/akut
 Hipotermi janin.
 Bradiaritmia janin
 Pemberian obat-obatan pada ibu (propanolol, obat anesthesia lokal).
 Janin dengan kelainan jantung bawaan
Bila bradikardi antara 100-110 disertai dengan variabilitas yang masih normal
biasanya menunjukkan keadaan hipoksia ringan dimana janin masih mampu
mengadakan kompensasi terhadap keadaan hipoksia tersebut. Bila hipoksia janin
menjadi lebih berat lagi akan terjadi penurunan frekuensi yang makin rendah (< 100
dpm) disertai dengan perubahan variabilitas yang jelas (penurunan variabilitas yang
abnormal).
Biasanya gambaran takhikardi tidak berdiri sendiri. Bila takhikardi disertai
gambaran variabilitas denyut jantung janin yang masih normal biasanya janin masih
dalam kondisi baik.
Takhikardi dapat terjadi pada keadaan :
 Hipoksia janin (ringan / kronik).
 Kehamilan kurang bulan (< 30 minggu)
 Infeksi ibu atau janin.
 Ibu febris atau gelisah.
 Ibu hipertiroid.
 Takhiaritmia janin
 Obat-obatan (mis. Atropin, Betamimetik.).

Gambar 2: Takhikardi
2. Variabilitas Basal (Amplitudo)
Adalah fluktuasi amplitudo antar Denyut Jantung Janin.
Dibedakan 2 macam variabilitas, yakni:
 Variabilitas jangka pendek (short term variability)
 Variabilitas jangka panjang (long term variability)

Gambar 3 : Variabiliti
Variabiliti basal yang meragukan (Non-reassuring baseline variability)
yakni bila variabilitas < 5 dpm selama 40 menit atau lebih, tetapi kurang dari 90
menit. Variabilitas basal abnormal bila amplitudo kurang dari 5 dpm selama 90
menit atau lebih.
Pada umumnya variabilitas jangka panjang lebih sering digunakan dalam
penilaian kesejahteraan janin. Bila terjadi hipoksia otak maka akan terjadi perubahan
variabilitas jangka panjang ini, tergantung derajat hipoksianya, variabilitas ini akan
berkurang atau menghilang sama sekali. Sebaliknya bila gambaran variabilitas ini
masih normal biasanya janin masih belum terkena dampak dari hipoksia tersebut.
Berkurangnya variabilitas denyut jantung janin dapat juga disebabkan oleh
beberapa keadaan yang bukan karena hipoksia, misalnya :
 Janin tidur (keadaan fisiologik dimana aktivitas otak berkurang).
 Kehamilan preterm (SSP belum sempurna).
 Janin anencephalus (korteks serebri tak sempurna).
 Blokade vagal.
 Kelainan jantung bawaan.
 Pengaruh abat-obat narkotik, diasepam, MgSO4 dan sebagainya
Terdapat suatu keadaan variabilitas jangka pendek menghilang sedangkan
variabilitas jangka panjang tampak dominan sehingga membentuk ```gambaran
sinusoidal.
Hal ini sering ditemukan pada :
 Hipoksia janin yang berat.
 Anemia kronik.
 Fetal Erythroblastosis
 Rh-sensitized.
 Pengaruh obat-obat Nisentil, Alpha prodine.

Gambar 4 : Sinusoidal
3. Akselerasi
Kenaikan sementara frekuensi DJJ sebanyak 15 dpm atau lebih, selama 15
detik atau lebih. Akselerasi terjadi akibat respons simpatis yang merupakan keadaan
fisiologis yang baik (reaktif). Dapat terjadi akibat pergerkan janin atau akibat adanya
his. Dalam rekaman 20 menit, dinyatakan normal bila terdapat akselerasi 2 kali atau
lebih.
Dampak tidak adanya akselerasi saja pada gambaran KTG yang normal belum
diketahui.

4. Deselerasi
Penurunan frekuensi DJJ sementara sebesar 15 dpm atau lebih di bawah
frekuensi DJJ basal, yang berlangsung selama 15 detik atau lebih. Deselerasi terjadi
sebagai respons parasimpatis melalui baroreseptor dan kemoreseptor sehinga terjadi
perlambatan frekuensi DJJ.
Deselerasi dini
Perlambatan/penurunan sementara frekuensi DJJ yang seragam, berulang dan
periodik, mulai pada saat kontraksi uterus dan berakhir pada saat kontraksi uterus
selesai.
Pada deselerasi dini timbul dan menghilangnya sesuai dengan his ( seperti
cermin gambaran his), penurunan frekuensi tidak lebih dari 20 dpm dan lamanya
tidak lebih dari 90 detik. Frekuensi DJJ dasar dan variabilitas masih normal.
Deselerasi variabel.
Penurunan sementara frekuensi DJJ yang bervariasi (tidak seragam/ tidak
uniform), baik saat timbulnya, lamanya, amplitudonya dan bentuknya. Saat
mulainya dan berakhirnya dapat sangat cepat dan penurunan DJJ dapat mencapai 60
dpm. Biasanya didahului dan diakhiri dengan akselerasi (akselerasi pra deselerasi
dan pasca deselerasi).
Deselerasi variabel terjadi akibat penekanan tali pusat yang dapat disebabkan
karena lilitan tali pusat, oligohidramnion atau tali pusat menumbung. Apabila
frekuensi DJJ basal dan variabilitas normal, maka deselerasi ini tidak mempunyai
pengaruh berarti terhadap hipoksia janin. Merubah posisi ibu, memberikan
amnioinfusion, atau pemberian oksigen dapat memperbaiki keadaan ini.
Deselerasi variabel disebut berat apabila deselerasi mencapai 60 dpm atau
lebih, frekuensi DJJ basal turun sampai 60 dpm dan lamanya deselerasi leboh dari 60
detik ( rule of sixty). Pada keadaan seperti ini diperlukan pengakhiran persalinan.
Deselerasi lambat.
Penurunan sementara frekuensi DJJ yang timbulnya sekitar 20-30 detik setelah
kontraksi uterus dimulai dan berakhir sekitar 20-30 detik setelah kontraksi uterus
menghilang. Lamanya kurang dari 90 detik (rata-rata 40-60 detik), berulang pada
setiap kontraksi, dan beratnya sesuai dengan intensitas kontraksi uterus. Frekuensi
dasar denyut jantung janin biasanya normal atau takhikardi ringan, tetapi pada
keadaan hipoksia yang berat dapat terjadi bradikardi.
Pada umumnya deselerasi lambat menunjukkan keadaan yang patologis. Hal
ini menunjukkan adanya hipoksia janin akibat penurunan aliran darah uteroplasenta..
Jarak waktu antara timbulnya kontraksi dan terjadinya deselerasi sesuai dengan
waktu yang diperlukan untuk rangsangan kemoreseptor dan n. vagus. Apabila
hipoksia belum sampai menyebabkan hipoksia otak dan janin masih mampu
mengadakan kompensasi untuk mempertahankan sirkulasi otak, variabilitas DJJ
biasanya masih normal. Bila keadaan hipoksia makin berat atau berlangsung lebih
lama maka jaringan otak akan mengalami hipoksia dan otot jantungpun mengalami
depresi sehingga variabilitas DJJ akan menurun dan menghilang pada saat kematian
janin intrauterin.
Gambar 5 : Jenis deselerasi
C. MENENTUKAN GAMBARAN KTG PATOLOGIS
Patofisiologi irama jantung janin sangat kompleks, regulasi kardiovaskuler,
keadaan/kondisi susunan saraf simpatis dan parasimpatis, susunan saraf pusat,
baroreseptor, respirasi, regulasi suhu, sistem renin angiotensin, fungsi adrenal, sistem
endokrin dan kondisi dinding pembuluh darah. Semua ini mempengaruhi gambaran
denyut jantung janin yang akan direkam pada kertas monitor, sehingga banyak faktor
terutama keadaan ibu dan janin yang harus diperhitungkan selain membaca gambaran
KTG. Yang harus dilakukan untuk mencari gambaran KTG patologis yakni
memperhatikan: Denyut Jantung Janin (DJJ) Basal (baseline heart rate) yaitu :

 Amplitudo (variability) dan akselerasi


 Deselerasi DJJ Assess
 Menilai gambaran rekaman KTG sebagai normal, meragukan (non reassuring) atau
abnormal`
Dalam menilai gambaran KTG, terdapat tiga kategori penilaian yakni:
 Gambaran yang meyakinkan (aman, reassuring)
 Gambaran yang meragukan (non reassuring)
 Gambaran yang abnormal
Untuk kepentingan tindakan pada janin, pemantauan KTG dibagi dalam:
a) KTG Normal
Bila ke empat komponen penilaian gambaran KTG normal.Gambaran KTG normal
berhubungan dengan rendahnya kemungkinan gawat janin (kematian janin atau
asfiksia janin) yakni bila:
 Denyut jantung janin 110 to 160 denyut per menit (dpm)
 Variabilitas / amplitude DJJ antara 5 – 25 dpm
 Pada kehamilan lebih dari 30 minggu, terdapat akselerasi DJJ lebih dari 15 kali
permenit yang dapat timbul spontan atau ditimbulkan dengan melakukan
pemeriksaan dalam (vaginam).
 Pada kehamilan 23 – 30 minggu, akselerasi biasanya normal diatas 10 dpm.
 Tidak ada deselerasi.
b) KTG Mencurigakan ( Suspicious)
 Takhikardi
 2.Bradikardi
 3.Variabilitas saltatori
 4.Terdapat variabel deselerasi bersamaan dengan keadaan meragukan lainnya
 5.Deselerasi lambat dengan variabiliti yang normal

c) KTG Patologis
 Hilangnya variabiliti yang tidak berhubungan dengan medikasi, aktivitas janin
atau obat-obatan.
 Deselerasi lambat persisten
 Keadaan yang mencurigakan dengan hilangnya variabiliti
 Bradikardia yang memanjang
 Gambaran sinusoidal
INFEKSI PERINATAL

A. DEFINISI
Infeksi pada neonatus yang terjadi pada masa neonatal, intranatal dan
postnatal. Infeksi pada bayi baru lahir lebih sering ditemukan pada BBLR. Infeksi
juga lebih sering ditemukan pada bayi yang lahir di rumah sakit dibanding dengan
bayi yang lahir diluar rumah sakit. Bayi baru lahir mendapat kekebalan (imunitas)
transplasenta terhadap kuman yang berasal dari ibunya. Sesudah lahir, bayi terpapar
dengan kuman yang juga berasal dari orang lain. Terhadap kuman yang berasal dari
orang lain ini bayi tidak memiliki imunitas. Riwayat kehamilan yang meningkatkan
resiko bayi terinfeksi, diantaranya adalah infeksi pada ibu selama kehamilan seperti
TORCH,ekslampsia,diabetes melitus, penyakit bawaan pada ibu.
TORCH adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis
penyakit infeksi yaitu : toxoplasma, rubella, cytomegalovirus, dan herpes. Keempat
jenis penyakit infeksi ini sama berbahayanya bagi janin bila infeksi di derita oleh ibu
hamil.
TORCH merupakan beberapa infeksi jenis penyakit bawaan yang akan
berbaya untuk janin oleh ibu hamil. Penyakit ini dengan mudah akan menginfeksi
janin dalam kandungan seorang ibu yang sedang hamil.

B. EMPAT JENIS PENYAKIT INFEKSI ( TORCH)


1. Toxoplasmosis
Penyakit ini merupakan penyakit protozoa sistemik yang disebabkan oleh
Toxoplasma gondii dan biasa menyerang binatang menyusui, burung dan
manusia.
a) Manifestasi klinis
 Sakit kepala
 Sulit berfikir jernih
 Demam
 Mati rasa
 Koma
 Serangan jantung
 Perubahan pada penglihatan ( seperti penglihatan ganda, lebih sensitif
terhadap cahaya terang atau kehilangan penglihatan
 Kejang otot dan sakit parah
b) Patofisiologi
Organisme tempat toxoplasma gondii hidup adalah kucing . kucing
tersebut terinfeksi karena memakan hewan pengerat dan burung pemakan
daging yang terinfeksi. Satu minggu setelah terinfeksi kucing, mengeluarkan
oocyt yang terdapat pada fesesnya. Pengeluaran oocyt terus menerus sampai
sekitar dua minggu sebelum kucing itu sembuh atau pulih kembali. Feses
kucing sudah sangat infeksius. Oocyt dalam feses menyebar melalui udara
dan ketika dihirup akan dapat menyebabkan infeksi. Sporulasi organisme ini
terjadi setelah 1-5 hari dalam kotoran. Jika oocyt terkandung dalam tanah
sisa – sisa partikel berada diatasnya dan akan terbawa arus air hujan.sisa
oocyt dapat bertahan hidup sampai lebih dari 1 tahun tetapi tidak aktif.
c) Pengaruh terhadap kehamilan
Bila penularan melalui makanan ( daging yang di masak kurang matang)
dan 5-20 hari bila penularanya melalui kucing. Bila infeksi ini mengenai ibu
hamil trimester pertama akan menyebabkan 20 % janin terinfeksi toxoplasma
atau kematian janin, sedangkan bila ibu terinfeksi pada trimester ke tiga 65 %
janin akan terinfeksi. Janin yang teinfeksi penyakit ini dapat menyebabkan
keguguran atau bayi lahir mati. Bisa pula menyebabkan kelainan pada bayi
saat dewasa. Misalnya kelainan mata dan telinga, retardasi mental, kejang-
kejang dan ensefalitis
d) Penanganaan
Profilaksis adalah tindakaan yang paling efektif berupa perlindungan
atas populasi yang berisiko seperti ibu hamil dengan seronegatif. Upaya
tersebut adalah sebagai berikut ;
 Di anjurkan memakan semua sayur – sayuran dan daging yang di masak
 Bersihkan sayuran dan buah buahan sebelum dimakan dengan benar
 Bila membersihkan tempat smpah, jangan lupa untuk menggunakan
sarung tangan
 Skrining serologik pramarital yang dilanjutkan skrinning bulanan selama
kehamilan bagi ibu hamil dengan seronegatif
 Setelah memgang daging mentah sebaiknya tangan di cuci bersih dengan
sabun
 Makanan harus ditutup rapat supaya tidak di jamah lalat dan lipas
 Kucing peliharaan sebaiknya di berikan makanan matang dan dicegah
berburu tikus dan burung.

2. Rubella ( german meales)


Penyakit ini disebabkan oleh virus Rubella yang termasuk famili togaviridae
dan genus Rubivirus. Dapat menyerang anak-anak dan dewasa muda
a) Etiologi
 Penyakit ini di sebabkan oleh virus rubella
 Virus ini biasanya menginfeksi tubuh melalui pernafasan seperti hidung
dan tenggorokan
 Dapat menular melewati udara
 Dapat di tularkan melalui urin, kontak pernafasan dan memiliki masa
inkubasi 2-3 minggu
 Penderita dpat menularkan virus selama seminggu sebeum dan sesudah
timbulnya rush ( ruam ) pada kulit
b) Gejala
 Gejalanya hampir menyerupai campak
 Gejalanya memiliki ciri khas panas tinggi, pusing kepala, sakit yang
berkesinambungan dan tenggorokan kering
 Biasanya disertai timbulnyabercak-bercak merah layaknya gejala DBD,
pembengkakan kelenjar getah bening, mata terasa nyeri, sakit pada
persendian dan hilang nafsu makan
c) Manifestasi klinis
 Infeksi rubella pada trimester pertama memberikan dampak buruk untuk
kemungkinan besar terjadinya kelainan bawaan ( sindrom rubella
kongenital)
 Kelainan bawaan yang banyak ialah defek pada jantung,
katarak,retinitism dan ketulian
 Pada kehamilan trimester pertama memberikan pilihan untuk dilakukan
aborsi
 Kepastian infeksi dinyatakan pada konversi dan IgM negatif menjadi
positif dan meningkatnya IgG secara bermakna
 Kadar IgM daat pula di buktikan dalam darah tali pusat. Dengan upaya
vaksinasi pada remaja, prevalansi infeksi virus ini menjadi sangat jarang
d) Penatalaksanaan
 Lakukan penyuluhan kepada masyarakat umum mengenai cara
penularan dan pentingnya imunisai rubella
 Selain melakukan penyuluhan imunisasi, dapat pula dengan melakukan
pemeriksaan rubella sejak sebelum hamil sehingga pengobtan dapat
dilakukan maksimal
 Pemberian vaksin dapat memberikan antibodi yang signifikan yaitu 98-
99 % dari orang yang rentan
 Jika di ketahui adanya infeksi rubella alamiah pada awal kehamilan,
tindakan aborsi sebaiknya di pertimbangkan karena terjadinya risiko
cacat pada janin sangat tinggi
 Pada beberapa penelitian yang dilakukan pada wanita hamil yang tidak
sengaja di imunisasi, kecacataan kongenital pada bayi yang lahir hidup
tidak di temukan, dengan demikian imunisasiyang terlanjur di berikan
pada wanita yang kemudian ternyata hamil tidak di perlukan di lakukan
aborsi, tetapi resiko mungkin terjadisebaiknya harus di jelaskan
 Keputusan akhir apabila akan melakukan aborsi diserahkan pada wanita
hamil dan keluarga serta dokter yang merawat.

3. Citomegaloviris (CMP)
Penyakit ini di sebabkan oleh Human Cytomegalovirus, subfamili
betaherpesvirus, famili hervesviridae. CMV adalah infeksi oportunistik yang
menyerang saat sistem kekebalan tubuh lemah. Penularanya lewat paparan
jaringan, sekresi maupun eksresi tubuh yang terinfeksi ( urien, ludah, air susu ibu,
cairan, vagina, dan lain-lain) masa inkubasi penyakit ini antara 3-8 minggu.
a) Klasifikasi.
CMV dapat mengenai hampir semua organ dan menyebabkan hampir semua
jenis infeksi. Organ yang terkena adalah :
 CMV Nefritis (ginjal)
 CMV Hepatitis (hati)
 CMV Myocarditis (jantung)
 CMV Pneumonitis (paru-paru)
 CMV Retinitis (mata)
 CMV Gastritis (lambung)
 CMV Colitis (usus)
 CMV Encephalitis (otak)
b) Manisfestasi Klinis.
 Petekia dan ekimosis.
 Hepatosplenomegali .
 Retardasi pertumbuhan intrauterine.
 Prematuritas.
c) Patofisiologi
Sitomegalovirus (CMV) adalah penyebab utama infeksi virus congenital di
amerika utara. CMV di tularkan melalui kontak langsung dengan cairan atau
jaringan tubuh, termasuk urine, darah, air liur dan ASI. Masa inkubasi tidak di
ketahui, berikut ini adalah perkiraan masa inkubasi : setelah lahir 3 sampai 12
minggu, setelah tranfusi 3 – 12 minggu dan setelah tranplantasi 4 minggu sampai
4 bulan. Urin sering mengandung CMV dari beberapa bulan sampai beberapa
tahun setelah infeksi. Virus tersebut dapat tetap tidak aktif dalam tubuh seseorang
tetapi masih dapat di aktifkan kembali. Hingga kini belum ada imunisasi untuk
mencegah imunisasi ini.
d) Infeksi Pada Kehamilan.
 Tranmisi CMV dari ibu ke janin dapat terjadi selama kehamilan, dan
infeksi pada umur kehamilan kurang sampai 16 minggu menyebabkan
kerusakan yang serius.
 Infeksi CMV kongenital berasal dari infeksi maternal, eksogenus ataupun
endogenus. Infeksi eksogenus dapat bersifat primer yaitu terjadi pada ibu
hamil dengan pola imunologis seronegatif dan non primer bila ibu hamil
dalam keadaan seropositif. Sedangkan infeksi endogenus adalah hasil
suatu reaktifasi virus yang sebelumnya dalam keadaan paten.
 Infeksi maternal primer akan memberikan akibat klinis yang jauh lebih
buruk pada janin di bendingkan infeksi recuren (reinfeksi).
e) Theraphy dan Konseling
 Tidak ada therapi yang memuaskan dapat di terapkan khususnya pada
pengobatan infeksi kongenital.
 Pada infeksi primer yang terjadi saat umur kehamilan ± 20 minggu
setelah memperhatikan hasil diagnosis prenatal. Kemungkinan dapat
dipertimbangkan adanya terminasi kehamilan.
 Therapi digunakan mengobati infeksi CMV yang serius seperti retinitis,
esopagitis pada penderita AIDS serta tindakan profilaksis untuk
mencegah infeksi CMV setelah tranplantasi organ.
 Obat yang di gunakan untuk anti CMV untuk saat ini adalah glanciclofir,
foscarnet, cidofir, dan valaciclovir.
 Pengembangan vaksin perlu di usulkan guna mencegah morbiditas
akibat infeksi kongenital.

4. Herpes ( herpervirus hominis )


Penyakit ini disebabkan infeksi herves simplek virus (HSV ) ada dua tipe
HSV yaitu tipe 1 dan 2 .tipe 1 biasanya mempunyai gejala ringan dan hanya
terjadi pada bayi karena adanya kontak dengan lesi genetal yang infeksi
sedangkan HSV tipe 2 merupakan herpes genetalis yang menular lewat hubungan
seksual tanda seseorang yang terinfeksi penyakit ini adalah keputihan atau
muncul bintik pada alat kelamin.
HSV tipe 1 dan 2 dapat dibedakan secara imunologi . Masa inkubasi antar 2
– 12 hari .infeksi herves superpisial biasanya mudah dikenali misalnya pada kulit
dan membran mukosa juga pada mata .
a) Etiologi
 Virus dapat ditularkan melalui kontak badan dan seksual , infeksi dapat
tertular pada
 bayi saat proses persalinan karena adanya gesekan pada jalan lahir yang
juga alat kelamin .
 tipe-tipe virus herves simplek ada 2
- herves simplek virus tipe 1 yang pada umunya yang menyebabkan
lesi atau luka pada sekitar wajah, bibir , mukosa mulut dan leher .
- herves simplek tipe 2 umumnya menyebabkan lesi pada genital dan
sekitarnya ( bokong , daerah anal dan paha )
b) Gejala Kliniks
 Suhu tubuh panas dan timbul gelembung atau bintil-bintil kencil berisi
cairan kemerahan dan sakit pada alat kelamin karena kondisi sedang
lemah .
 dapat menyababkan infeksi sekunder pada paru-paru dermatitis dan
lainnya
c) Pencegahan
 Apa bila ibu hamil terinfeksi virus ini ,agar bayi tidak terinfeksi
dilakukan operasi sesar , pencegahan lainnya dengan cara menjaga
kebersihan perorangan dan pendidikan kesehatan terutama kontak
dengan bahan infeksius .
 Untuk mencegah tranmisi dari ibu ke janin perlu dilakukan pengobatan
surpresi pada serangan satu dalam kehamilan, rutin pemberian anti virus
pada kehamilan dengan riwayat infewksi hsv , lakukan pemeriksaan
serelogi darah pada kelompok yang rentan terinfeksi hsv .
 Setelah persalinan, pakaian bekas ibu yang terinfeksi virus ini harus
segera dicuci dengan desinfeksi tingkat tinggi ( dtt ) dengan direndam
klorin kemudian direndam dengan air mendidih agar virus mati .
RUANG LINGKUP OBSTETRI

A. PENGERTIAN
Obstetri adalah ilmu yang mempelajari tentang kehamilan, kelahiran dan pueperium.
Sedangkan patologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penyakit. Jadi, patologi
obstetri adalah ilmu membahas tentang hal-hal diluar kehamilan normal atau fisiologis.
Obstetri terutama membahas tentang fenomena dan penatalaksanaan kehamilan,
persalinan puerperium baik pada keadaan normal maupun abnormal. Nama lain obstetri
adalah mid wifery. Obstetri merupakan cabang ilmu kedokteran yang berhubungan
dengan persalinan, hal-hal yang mendahuluinya dan gejala-gejala sisanya (Oxford
English Dictionary, 1933).
Obstetri(ilmu kebidanan) ialah ilmu yang mempelajari kehamilan, persalinan dan
nifas. Perkataan obstetri berasal dari obsto( bahasa latin) yang kira-kira berarti
mendampingi.
Obstetri (kebidanan) adalah spesialisasi medis yang berkenaan dengan perawatan
wanita selama kehamilan, melahirkan, dan selama 4-8 minggu setelah melahirkan (masa
nifas, periode di mana organ-organ reproduksi pulih dari kehamilan dan kembali ke
kondisi biasa mereka). http://kamuskesehatan.com/arti/obstetri/ diakses tanggal 18
September 2014
.
B. TUJUAN OBSTETRI
Tujuan obstetri ialah membawa ibu dan anak dengan selamat melalui masa kehamilan,
persalinan, dan Nifas, dengan kerusakan sedikit-dikitnya. Secara lebih luas, tujuan dari
obstetri ialah pengaturan dan optimalisasi dari reproduksi manusia.
Tujuan obstetri yaitu agar supaya setiap kehamilan yang diharapkan dan berpuncak pada
ibu dan bayi yang sehat. Juga berusaha keras mengecilkan jumlah kematian wanita dan
bayi sebagai akibat proses reproduksi atau jumlah kecacatan fisik, intelektual dan
emosional yang diakibatkannya

C. STATISTIK OBSTETRI
Statistik vital obstetri meliputi:
1. Kelahiran
2. Angka kelahiran
3. Angka fertilitas
4. Kelahiran hidup
5. Lahir mati (still birth)
6. Kematian neonatal
7. Angka lahir mati
8. Angka kematian janin (sama dengan angka lahir mati)
9. Angka kematian neonatal
10. Angka kematian perinatal
11. Berat badan lahir rendah
12. Bayi cukup bulan (term infant)
13. Bayi kurang bulan (prematur)
14. Bayi lewat bulan (post term)
15. Abortus
16. Kematian ibu langsung (direct maternal death)
17. Kematian ibu tak langsung (indirect maternal death)
18. Kematian non maternal
19. Angka kematian ibu atau mortalitas ibu (maternal death rate atau maternal
mortality).
PROSEDUR PEMANTAUAN KESEJAHTERAAN JANIN
PENGERTIAN.
Salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian perinatalyang disebabkan oleh
penyuntik hipoksia janin dalam Rahim antara lain mealakukan pemantauan kesejahteraan
janin dalam Rahim. Pemantauan janin bertujuan mendeteksi adanya gangguan yang
berkaiatan dengan Hipoksia janin dalam rahim.

A. Mekanisme Pengaturan Denyut Jantung Janin (DJJ) :


Frekuensi denyut jantung janin rata-rata sekitar 140 denyut permenit dengan variasi
normal 20 dpm di atas atau dibawah nilai rata-rata. Demikian nilai normal denyut jantung
janin antara 120-160 dpm. Rata-rata terjadi peningkatan atau penurunan sekitar 30 dpm
dan seegera kembali pada batas nilai setelah kontraksi.

B. Pengenalan Teknik Pemantauan Kesejahtraan Janin

Teknik pemantauan kesetahtraan janin di bagi dalam 2 katagori yakni pemantauan dengan
menggunakan alat elektronik dan dengan observasi manual.

1. Teknik dengan alat-alat elektronik


Cara pemantauan kesejahtran janin bisa dilakukan secara lansung, yakni dengan
alat pemantauan yang dipasang kedalam rongga rahim, atau secara tidak lansung,
yakni dengan alat yang dipasang pada diding perut.saat ini cara eksternal yang
lebih popular kerena bisa dilakukan selama antenatal ataupun intranatal, praktis,
aman,dengan nilai perdiksi positif yang kurang lebih sama dengan cara internal
yang lebih invasive.
Beberapa tindakan untuk mengenal kondisi janin intaraterine : Pembuat foto
rontgsen janin, utrasonografi, amnioskopi, analisa air ketuban melalui
amniosintesis, perbandingan lesiten-sfingomielin, NST (non stress test), oksitosin
challenge test (O> C. T).
a. Kardiotokografi (KTG)
Kardiotokagrafi (KTG) merupakan salah satu alat elektronik yang digunakan
untuk memonitoring janin melalui penilaian pola denyut jantung janin (djj)
dalam hubungannya dengan adanya kontraksi atau pun aktifitas janin dalam
rahim. KTG ini ada yang dilakukan secara lansung atau tidak lansung. Dari
tehnik pemberiannya, KTG terdiri dari dua jenis, yakni NST (non stress test)
dytokcin challenge test (OCT).
b. Non stress test (NST)
NST digunakan sebagai alat monitoring janin tanpa adanya kontraksi. Bila
janin kurang baik, pergerakan bayi tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi
denyut jantung janin. Hasil perekaman dengan KTG menggunakan NST dapat
dilihat interprestasi sbb:
1. Reassuring (Reaktif)
2. Non-reassuring (Non reaktif)
3. Meragukan

2. Oxytocin challenge test (OCT)


OCT adalah monitoring jenis dengan pemberian oksitosin intravena secara hati-
hati pada kehamilan yang diperkirakan janin akan meningkat dengan bergerak.
Interpretasi oxytokcin test (OCT) :
a). Negatif
Frekuensi dasar djj normal, Variabellitas. DJJ normal tidak terdapat deselerasi
lambat.
b). Positif
 Deselerasi lambat yang persisten pada setiap kontraksi.
 Deselerasi variable berat yang persisten meskipun kontarsi tidak adekuat
 Deselerasi variable berat yang persisten pada setiap kontraksi.
 Variabel variable berat yang persisten pada setiap kontarksi
 Variabelitas DJJ berkurang atau mengilang.
c). Equivokal terdiri dari mencurigakan, tidak memuaskan dan hiperstimulasi.

C. Pembuatan Foto Gontgen Janin


Pembuatan foto rontgen janin adalah dalam rangka menentukan tuanya janin panjang
tulang, adanya pusat-pusat ossitifikasi tertentu. Namun alat monitoring ini sangat beresiko
digunakan untuk mendeteksi kondisi janin akibat sinar radiasi yang dipancarkan.
D. Ultarsonografi
Maturitas janin dapat ditentukan melalui serangkaian pemeriksaan ultrasonografi untuk
pengukuran biometri yang dilakukan sejak kehamilan dini. Pada kehamilan 6 minggu
terlihat kantong janin dan mudigah. Pada kehamilan 13 minggu,kepada janin dan denyut
jantung janin dapat dideteksi.

E. Amnioskopi
Pemeriksaan diagnostic amnioskopi adalah tindakan menginspeksi likuor amnii pada
selaput ketuban yang utuh dengan menggunakan amnioskop melalui kanalis servikkalis.
Resiko cedera pada janin cukup tinggi sehingga pemeriksaan ini dilakukan bila ada
indikasi. Tujuan pemeriksaan ini dilakukan guna membantu menseleksi kasus secara
cermat untuk dilakukan induksi persalinan bila pada kehamilan ditemukan resiko janin.

F. Analisa Air ketuban Melalui Amniosintesis


Amniosintesis adalah tes untuk memeriksa cairan yang ada di sekitar janin. Cairan
amnion mengandung sel dan bahan tertentu yang mencerminkan kesehatan bayi.

G. Teknik Pemantauan Gerakan Janin Dengan Cara Mengobservasi


Pemantuan menghitung gerakan janin (Fetal Movement Count) Fetal movement count
adalah kegiatan menghitung gerakan janin. Tuujuan pemeriksaan amniosintesis guna
mengindentifikasi secara dini adanya kelainan kongenital yang dialami oleh janin
sehingga dapat ditentukan tindakan untuk terminasi kehamilan atau melanjutkan
kehamilan.
Beberapa manfaat pemeriksaan amniosintesis antara lain :
1. Mengetahui kelainan bawaan
2. Mengetahui jenis kelamin bayi
3. Mengetahui tingkat kematangan paru janin
4. Mengetahui ada tindaknya infeksi cairan amnion (korioam nionitis).

H. Teknik Pemantuan Gerakan Janin Dengan Cara Mengobservasi


Pemantauan menghitung gerakan janin (Fetal Movement Count)
Fetal movement count adalah kegiatan menghitung gerakan janin. Geerakan janin yang
cukup menggambarkan bayi sehat, ( Didi 2006 ) Rentang normal aktivitas janin turun dari
90 gerakan per 12 jam pada kehamilan 32 minggu menjadi 50 gerakan menjelang aterm.
Ada beberapa perhitungan gerakan janin yang bisa dipakai :
a. Cardiff (Count tp ten)
Cara ini dilakukan dengan menghitung gerakan janin s.d hitungan ke 10 dilakukan
sambil ibu tetap melakukan aktivitas sehari-hari dirumah atau dikantor. Saranyang
perlu disampaikan ke ibu adalah jika gerakan bayi belum mencapai hitungan ke 10
dalam 12 jam maka segera anjurkan untuk mengunjungi fasilitas kesehatan yang
memiliki pemantauankesejahtraan janin yang elektrolit.
b. Sardovsky (four in one hour)
Cara ini dilakukan dengan ibu tidur miring ke kiri dengan harapan vena cava inferior
tidak mengalami penekanan sehingga sirkulasi utero fetomaternal lancar.Jumlah
menimal gerakan dalam 1 jam 4 kali, jika gerakan kurang dari 4 kali maka ibu
dianjurkan minum air manis atau sirup (bayi akan mendapatkan asupan air manis
tersebut sehingga akan menampilkan gerakan).
DAFTAR PUSTAKA

http://viraira1225.blogspot.com/2014/06/sejarah-ultrasonografi-usg.html Diakses tanggal 14


September 2014

http://www.mitraahmad.net/bukusinopsis_obstetri_obstetri_fisiologi_obstetri_
patologi_jilid_1_edisi_3_egc-23652.html Diakses tanggal 14 September 2014

Budi Nike Subakti, dkk. (2007). Buku Saku Managemen Masalah Bayi Baru Lahir untuk
Dokter, Perawat dan Bidan. Jakarta : EGC.

Maryunani, Anik dan Puspita, Eka. (2013). Asuhan Kegawatdaruratan Maternal Dan
Neonatal. Jakarta : Trans Info Media.

http://zumrohhasanah.wordpress.com/2011/02/26/infeksi-perinatal/ diakses tanggal 18


September 2014

http://junicyeon7.blogspot.com/2013/06/infeksi-perinatal.html diakses tanggal 18 September


2014

http://poltekkesbanten.ac.id/berita-185-ilmu-kebidanan-obstetri.html diakses tanggal 18


September 2014

http://kamuskesehatan.com/arti/obstetri/ diakses tanggal 18 September 2014

http://www.fk.ui.ac.id/?page=content.view&alias=dept_kebidanan diakses tanggal 18


September 2014
TUGAS KELOMPOK

SISTEM REPRODUKSI

“RADIOLOGI DAN ULTRASONOGRAFI DALAM OBSTETRI

DAN INFEKSI PERINATOLOGI (INFEKSI TORCH)”

OLEH KELOMPOK I :

 RAMLI
 ADE SETIAWAN
 SRI ANDARINI
 LISA RAHMAWATI
 ABDUL HUDA
 ALMIATI

S1 NON REGULER
SEMESTER GANJIL ( III)
SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH PONTIANAK
2014

Anda mungkin juga menyukai