Anda di halaman 1dari 7

Hand out atonia uteri [Pick the date]

HAND OUT
Mata Kuliah : Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan)

Kode Mata Kuliah : Bd. 304

Beban SKS : 3 SKS

Pokok Bahasan : Asuhan pada ibu dengan kelainan,komplikasi dan penyulit dalam
persalinan

Sub Pokok Bahasan : Perdarahan postpartum karena atonia uteri

Penempatan/ Kelas : Semester V / Kelas III a

Hari/ Tanggal : Jumat/ 19 April 2019

Waktu : 30 menit

Dosen : Asrawati

Obyektif Perilaku Siswa :

Setelah membaca handout ini diharapkan mahasiswa dapat :

 Menyebutkan pengertian atonia uteri dengan benar sesuai hand out


 Menguraikan penyebab terjadinya atonia uteri dengan benar sesuai hand out
 Menyebutkan kriteria diagnosis atonia uteri dengan benar sesuai hand out
 Menguraikan penanganan atonia uteri dengan tepat sesuai hand out.

Sumber Pustaka :

Manuaba,Ida Bagus Gde, 2007 : Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan Dan Keluarga
Berencana. Jakarta : EGC

Saifuddin, Abdul Bari dkk, 2001, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, Jakarta:JNPKKR-POGI, Hal 178

Saifuddin, Abdul Bari dkk, 2002, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, Jakarta: YBPSP-MNH PROGRAM, Hal M

1
Hand out atonia uteri [Pick the date]

Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2003 menyatakan bahwa
Angka Kematian Ibu di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 307/100.000 kelahiran hidup. Penyebab
dari tingginya angka kematian ibu merupakan suatu hal cukup yang kompleks. Trias utama kematian
maternal adalah perdarahan, infeksi dan eklampsi.

Perdarahan post partum diperkirakan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%-60%)
kematian ibu melahirkan di Indonesia. (Depkes RI, !999). Salah satu penyebab perdarahan post
partum adalah retensio plasenta, yaitu suatu keadaan tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga
atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. (Abdul Bari S, 2001:178)

Menurunkan kejadian perdarahan post partum akibat retensio plasenta tidak hanya
mengurangi risiko kematian ibu, namun juga menghindarkan dari risiko kesakitan yang berhubungan
dengan perdarahan post partum, misalnya reaksi transfusi, tindakan operatif dan infeksi. Bukti
berbagai penelitian mendukung penatalaksanaan aktif kala III persalinan (setelah lahirnya bayi dan
berakhir dengan dengan lahirnya plasenta) dapat menurunkan risiko perdarahan post partum sampai
40%.

Tujuan akhir dari handout ini adalah memberikan pengetahuan dan pengalaman pada
mahasiswa tentang retensio plasenta mulai dari definisi sampai dengan penanganan kasus perdarahan
post partum akibat dari retensio plasenta, sehingga mereka mengerti dan diharapkan mahasiswa juga
mampu memberikan pelayanan kebidanan pada kasus retensio plasenta sesuai dengan
kewenangannya.

2
Hand out atonia uteri [Pick the date]

URAIAN MATERI

1. DEFINISI
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya atau gagalnya tonus /kontraksi otot
rahim yang menyebabkan uterus tdak mampu menutup perdarahan terbuka dari
tempat implantasi plasenta setelah bayi dan palsenta lahir ( Karkata,2009 ).
Sedangkan menurut Hakimi ( 2010 ), perdarahan post partum bisa dikendalikan
melalui kontraksi dan retraksi serat-serat miometrium. Kontraksi dan retraksi ini
menyebabkan terlipatnya pembuluh – pembuluh darah sehingga aliran darah ketempat
plasenta menjadi terhenti. Kegagalan mekanismme akibat gangguan fungsi
miometrium dinamakan atonia uteri.
Perdarahan post partum secara fisiollogis dikontrol oleh kontraksi serat-serat
miometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah
pada tempat implantasi plasenta. Atonia utei terjadi karena miometrium tidak dapat
berkntraksi. Atonia uteri merupakan penyebab tersering perdarahan pospartum,
sekurang-kurangnya 2/3 dari seumua perdarahan postpartum disebabkan atonia uteri.
( Depkes RI, 2007 )
Gambar 1 : diagram kontraksi penghentian perdarahan otot uterus
(Manuaba,2007)

2. FAKTOR PRESDIPOSISI
Jika seorang wanita memiliki salah satu dari kondisi – kondisi yang beresiko,
maka penting bagi penolong persalinan untuk mengantisispasi kemungkinan
terjadinya atoni uteri postpartum. Meskipun demikian, 20% atonia uteri post partum
dapat terjadi pada ibu tanpa faktor-faktor resoko ini. Adalah penting bagi semua
penolong persalinan untuk mempersiapkan diri dalam melakukan penetalaksanaan
awal terhadap masalah yang munkin terjadi selama proses persalinan. ( Depkes RI,
2007 )

Penyebab atonia uteri adalah :

a. Regangan rahim berlebihan selama kehamilan yang disebabkan karena kehamilan


gameli, polihidromnion, atau anak terlalu besar.

3
Hand out atonia uteri [Pick the date]

b. Kelelahan karena persalinan lama


c. Kehamilan grande multipara
d. Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis atau menderi penyakit menahun
e. Mioma uetri yang menganggu kontraksi rahim
f. Infeksi intrauterin (koroamniositis)
g. Penatalaksaaan yang salah pada kala III
h. Adanya mioma uteri, dapat menimbulkan perdarahan dengan mengganggu
kotraksi dan retraksi mioma uteri
i. Melahirkan dengan tindakan mendorong perut
j. Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.

3. ETIOLOGI
 Disfungsi uterus : atonia uteri primer merupakan disfungsi intrinsik uterus
 Penatalaksanaan yang salah pada kala III . mencoba mempercepat kala III dengan
dorongan dan pemijatan uterus sehinngga mengganggu mekanisme fisiologis
pelepasan plasenta dan dapat menyebabkan pemisahan sebagian plasenta yang
mengakibatkan perdarahan
 Anastesi yang dalam dan lama menyebabkan terjadinya relaksasi miometrium
yang berlebihan, kegagalan kontraksi dan retraksi menyebabkan atonia uteri dan
perdarahan post partum
 Kerja uterus sangat kurang efektif selama kala persalinan yang memungkinkan
besar akan diikuti oleh kontraksi serta retraksi miometrium jika dalam kala III.
 Overdistendi uterus. Uetrus yang mengalami distesi secaraberlebihan akibat
keadaan bayi yang besar, kehamilan kembar, polihidromnion, cendrung
mempunyai daya kontraksi yang jelek.
 Kelemahan akibat partus yang lama, bukan hanya rahim yang lemah, cendrung
berkontraksi lemah setelah melahirkan, tetapi juga ibu yang keletihan kurang
bertahan terhadap kehilangan darah.
 Grande multipara. Uetrus yang lemah banyak melahirkan cendrung bekerja tidak
efisiense

4. PENCEGAHAN

4
Hand out atonia uteri [Pick the date]

Untuk menghindari terjadinya atonia uteri, maka dilakukan pencegahan sebagai


berikut ;
1. Melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita yang
bersalin, karena hal ini dapat menurunkan insiden perdarahan akibat atonia uteri.
2. Jika ada riwayat atonia uteri sebelumya persalinan harus dilakukan dirumah sakit
3. Dalam kala III uetrus jagan dimasase dan didorong sebekum plasenta lepas dari
dindingnya.
4. Pemberian misoprotal peroral 2- 3 tablet ( 400 – 600 µg ) segera setelah bayi lahir
5. Mengantisipasi / mengadakan penyuluhan kepada ibu2 yang paritasnya masih 1 –
3, yaitu dengan menganjurkan KB dan edukasi bahaya yang ditimbulkan dengan
memiliki anak lebih dari 5 ( grandemultigavida ).
6. Edukasi pemberian tablet besi sewaktu ANC untuk mencegah anemia postpartum.

5. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakan bila bayi dan plasenta sudah lahir dan ternyata perdarahan
masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri maasih
setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek.
Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uetri didiagnosis, maka pada saat
itu juga masih ada darah sebanyak 500 – 1000 ml yang sudah keluar dari pembuluh
darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalm
kalkulasi pemberian darah pengganti ( Karkata, 2009 ).

6. PENATALAKSANAAN
Menurut Karkata (2009) dan Saifuddin dkk (2002), banyaknya darah yang
hilang akan mempengaruhi keadaan pasien. Pasien masih bisa dalam keadaan sadar,
sedikit anemis, atau sampai syok hipovolemik berat. Perdarahan yang lebih dari
1000ml atau bahkan lebih dari 1500ml (20 – 25% volume darah) akan menimbulakan
gangguan vaskuler hingga menjadi syok hemoragic sehingga tranfusi darah
diperlukan (Ramanathan & Arulkumaran, 2006). Tindakan pertama yang dilakukan
tergantung pada keadaan kliniknnya. Pada umumnya dilakukan secara simultan (bila
pasien syok) hal – hal sebagai berikut :
 Sikap trendelenburg, memasang venous line, dan memberikan oksigen.
 Sekaligus meransang kontraksi uterus dengan cara :

5
Hand out atonia uteri [Pick the date]

a. Masase fundus uteri dan eransang puting susu


b. Pemberian obat uteretonika :
1) Oksitosin dan turunan ergot melalui suntikan secara intramusculur,
intravena, dan subcutan
2) Memberikan derivat prostaglandin F2α (carboprost tromethamine) yang
kadang memberikan efek samping berupa diare, hipertensi, mual,
muntah,febris dan takikardi.
3) Pemberia misoprostol (800 – 1000 µg) per rektal

Tabel : jenis uterotonika dan cara pemberiannya


(Depertemen Kesehatan Indonesia, 2007)

MISOPROST
JENIS & CARA OKSITOSIN ERGOMETRIN
OL
IV : 20 IU dalam 1 IM atau IV Oral atau rektal
liter larutan garam (lamabat) : 0,2mg 400µg dapat
Dosis dan cara pemberian fisiologis dengaan diulang sampai
tetesa cepat 1200µg
IM :10 IU
IV : 20 IU dalam 1 Ulangi 0,2 mg IM 400mg 2 – 4
liter larutan garam setelah 15 menit jam setelah
Dosis lanjut
fisiologis dengan 40 dosis awal
tetes/menit
Tidak lebih dari 3 Total 1 mg atau 5 Total 1200µg
Dosis maksimal perhari lite larutan degan dosis atau 3 dosis
oksitosin
Pemberian IV Preeklamsia, Nyri kontraksi
Kontra indikasi secara cepat atau vitium cordis, asma
bolus hipertensi

c. Kompresi bimanual ekternal dan atau internal


d. Kompresi aorta abdominalis
e. Pemasangan tampon
Alternatif pemberian tampon selain dengan kasa, juga dipakai beberapa
carayaitu dengan menggunakan : sengstaken-blakemore tube,rusch urologic

6
Hand out atonia uteri [Pick the date]

hydrostatic ballon cateter (folley catheter) atau SOS bakri tamponade ballon
chateter.
Pada tahun 2003 sayeba akhtar, dkk. Mengajukan alternatif baru dengan
pemasangan kondom yang diikatkan pada kateter. Dari penelitianya
disebutkan angka keberhasilanya 100 %, kondom dilepas 24 – 48 jam
kemudian dan tidak didapatkan komplikasi yang berat, cara ini kemudian
disebut dengan metode sayeba. Cara pemasanganya adalah secara aseptik
kondom yang telah diikatkan pada kateter dimasukan kedalam cavum uteri,
kondom diisi dengan cairan garam fisiologis sebanyak 250 – 500 cc sesuai
kebutuhan. Dilakukan observasi perdarahan dan pengisisan kondom agar tetap
dicavum uteri, dipasang tampon kasa gulung di vagina. Kontraktilitas uterus
dijaga dengan pemberian drip oksitosin paling tidak sampai dengan 6 jam
kemudian. Diberkan antibiotika tripel, amoksisilin, metronidazol,gentamisin.
Kondom kateter dilepas 24 – 48 jam kemudian, pada kasus dengan perdarahan
berat kondom dapat dipertahankan lebih lama ( Danso D and Reginald PW,
2006).
Bila penanganan dengan non operatif ini tidak berhasil, baru dilakukan
penanganan secara operatif (laparatomi dengan pilihan bedah konservatif /
mempertahankan uterus atau melakukan histerektomi), yaitu :
f. Laparatomi pemakaian metode B-Lynch
g. Ligasi arteri uterina, arteri hipogastrika (illiaka interna)
Bila dengan cara ini belum berhasil hentikan perdarahan, dilakukan ;
h. Histerektomi supravaginal
i. Histerektomi total abdominal

Anda mungkin juga menyukai